Tampilkan postingan dengan label wisata bali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label wisata bali. Tampilkan semua postingan

Melihat Keindahan Klasik Bali Tempo Dulu di Desa Wisata Penglipuran

Penglipuran Bali - Berkunjung ke Desa Adat Penglipuran adalah menyaksikan kemolekan lain yang tersimpan di Pulau Dewata. Desa tradisional yang sejuk ini memiliki cerita sejarah yang menarik. Dikenal sebagai wajah kehidupan masyarakat Bali pada zaman dahulu. Tak hanya menerbitkan rasa kagum atas keteguhan masyarakatnya dalam memegang tradisi, tapi juga rasa bangga karena dinobatkan sebagai desa terbersih ketiga di dunia selain Desa Giethoorn di Belanda dan Desa Mawlynnong di India. 

Desa tradisional penglipuran
Pesona Desa Adat Penglipuran Bali

Bali di Bulan November 2017

Minggu (26/11/2017) hari terakhir kami (saya dan suami) liburan di Bali. Saat itu, erupsi Gunung Agung sedang menghantui suasana berlibur. Kondisi pariwisata di Bali memang masih aman, masih banjir wisatawan. Hanya saja jadwal penerbangan masuk dan keluar Bali beberapa kali sempat ditunda bahkan ditutup. Rasa khawatir tentu ada, karena malam itu kami mesti kembali ke Jakarta sebab Senin pagi suami ada meeting di kantor yang tidak bisa ditinggalkan. Untuk menenangkan suasana hati, kami fokus pada kegiatan hari itu yakni jalan-jalan ke beberapa tempat di Bali.

Kami tak berdua saja. Ada Celly, Bayu dan Ci Verren juga. Sengaja hari itu jalan sama mereka, biar seru main ayunan ekstrem bareng di Bali Swing. Kami dijemput di Villa Selasar / Mayaloka Villa (tempat saya dan suami menginap). Kemudian langsung meluncur bersama mereka ke Kab. Badung. Dimulai dengan seru-seruan bermain ayunan di Bali Swing, baru lanjut ke Desa Adat Penglipuran. Sorenya akan sunsetan di Tanah Lot. Sayangnya rencana ke Tanah Lot gagal karena perjalanan menuju ke sana dihadang macet panjang dan kami akhirnya sibuk mengejar waktu ke bandara.

Cerita tentang berayun di ketinggian Bali Swing dapat di baca di: Uji Nyali Berayun di Ketinggian di Bali Swing
 
Desa Tradisional Penglipuran Bali
Desa Tradisional Penglipuran Bali

Hujan Sepanjang Jalan Menuju Bangli
 

Usai makan siang di restoran Bali Swing, kami menempuh perjalanan berkendara mobil sekitar 2 jam dari Bongkasa Pertiwi, Kabupaten Badung, menuju Bangli. Hujan deras sejak separuh perjalanan hingga sampai di Bangli membuat perjalanan jadi lama. Kami pun terkantuk-kantuk. 

Waktu Zhuhur nyaris terlewat jika suami tak segera minta diantar ke masjid. Karena sudah di Bangli, Mas Sastra (driver) langsung membawa kami ke Masjid Agung Bangli. Hujan masih deras, tak ada tanda-tanda akan berhenti. Dengan satu payung dan satu mantel hujan, kami berlari-lari menuju pintu masuk masjid, segera salat. Hati jadi tenang setelah tunai segala kewajiban. Baru setelah itu mobil kembali melaju menuju Desa Penglipuran.

Desa Penglipuran berada di Kelurahan Kubu, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Sekitar 45 kilometer dari Kota Denpasar. Menurut Mas Sastra, desa ini sudah dekat dengan perbatasan desa-desa yang berada di sekitar Gunung Agung. Jarak dengan perbatasannya saja yang dekat. Kalau dengan gunungnya masih jauh. Jadi tak ada kondisi mengkhawatirkan. Semua masih kondusif.  


Baca juga : Nusa Penida, Kilau Indah Permata Bali 

Masjid Agung Bangli yang kami singgahi sebelum sampai di Desa Penglipuran

Tiket Masuk Penglipuran dan Sewa Payung
 

Jarak dari Masjid Agung Bangli ke Desa Penglipuran kami tempuh dalam waktu  15 menit. Pukul 15.14 WITA kami sampai di Balai Banjar yang berjarak sekitar 20 meter dari mulut desa. 

Di depan Balai Banjar terpancang papan nama bertuliskan Sapta Pesona, lengkap dengan rinciannya: Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan. Nanti setelah berkeliling Desa Penglipuran, Sapta Pesona ini memang gambaran paling cocok buat dilekatkan pada Penglipuran.  

Balai Banjar Desa Penglipuran

Area parkir kendaraan berada di sebelah balai. Tidak terlalu luas. Berkapasitas kurang lebih 10-15 mobil saja. Kalau tak salah ingat, ada 5 mobil yang sedang parkir saat itu. Hujan masih deras, kami ragu untuk turun, apalagi masing-masing pada bawa kamera. Khawatir basah dan jadi rusak.

Mas Sastra keluar mobil lebih dulu, ia berlari ke loket untuk membayar tiket masuk. Untuk masuk Desa Penglipuran ini wisatawan dikenakan biaya Rp15.000,-/orang dan Rp8.000,- untuk parkir kendaraan.  

Sewa payung di desa Penglipuran

Sesaat kemudian seorang wanita (sudah nenek-nenek) mendekati mobil kami. Dia datang dari arah tenda tunggu dekat jalan masuk desa. Di tangannya tergenggam beberapa payung. Diacungkannya payung-payung itu untuk kami sewa. Kebetulan sekali. Meski punya mantel hujan sendiri, payung itu tetap saya sewa. Suami, Bayu, dan Ci Verren juga ikut menyewa. Motif payungnya seragam dan warnanya cantik-cantik. Sepertinya bagus saat dipakai berfoto di desa.

Kalau ke sini sedang hujan, jadi tak khawatir. Tinggal sewa payung buat keliling desa. Biaya sewa hanya Rp10.000,-/payung. Bisa pakai sepuasnya sampai kelar keliling desa. Asal dijaga jangan sampai rusak. Pembayarannya kalau sudah kelar, saat mau pulang.

Jalan masuk Desa Penglipuran

Keindahan Tanah Leluhur

Terletak di 700 meter di atas permukaan laut membuat Desa Penglipuran senantiasa dilingkupi udara sejuk dan segar. Kesejukan dan kesegarannya langsung terasa ketika menapaki desa. Desa ini bahkan sering basah karena hujan. Selama di sini, hujan tak jua reda sampai kami meninggalkannya.

Ada sebuah angkul (gerbang) yang berada tepat di pusat jalan desa. Sirapnya (atap) terbuat dari bambu. Sangat tradisional. Di dekat angkul saya berhenti, memandang sekeliling. Saya menjumpai kontur tanah desa yang miring sehingga jalan desa ada yang menurun dan menanjak. 

Penunjuk arah buat wisatawan yang ingin mengeksplore potensi yang ada di Desa Penglipuran

Tak jauh dari angkul terdapat petunjuk arah yang membuat saya jadi tahu kalau desa ini memiliki tempat-tempat wisata potensial yang bisa dikunjungi seperti candi, Bamboo Forest (250 m), Monument, dan Karang Memadu (150m). Jarak ke tempat-tempat tersebut tak sampai 1 kilometer. Saya jadi penasaran untuk melihatnya.

Namun, keterbatasan waktu membuat kami tidak banyak ke mana-mana. Hanya di desa, melihat-lihat suasana. Itu pun tidak mengelilingi seluruh desa. Sekitaran angkul saja. Lagipula sedang hujan. Meski hujan, saya tetap bisa maksimal mengamati salah satu rumah adat, menyapa penduduk yang lewat, dan berbincang hangat dengan salah satu penghuni rumah. 


Di samping itu tentu saja saya mengambil foto. Terlalu sayang tidak mengabadikan keindahan desa lewat lensa. Karena sedang hujan, saya dan suami bekerja sama. Saya memotret, suami memegang payung. Kalau suami yang motret, gantian saya yang memayunginya. Memang jadi agak repot. Tapi itu menyenangkan 😊

Angkul di pusat jalan desa (gerbang tinggi disebelah kanan)

Di bawah gerimis, dari tempat yang agak tinggi, pemandangan desa terlihat jelita. Rumah-rumah adat berjajar dalam pagar yang rapi. Di luar pagar maupun di dalam pagar, aneka tanaman bunga warna-warni tumbuh cantik menambah keasrian. Jalannya yang sedang basah oleh air hujan,
berukuran cukup lebar (+/- 3 meter), terlihat sangat bersih.   

Suasana jalan terasa sangat tenang tanpa gangguan hilir mudik kendaraan jenis apapun. Tanpa bising suara klakson yang memekakkan telinga. Tanpa asap knalpot yang mengotori pernafasan. Hanya ada orang-orang, baik penduduk asli maupun wisatawan yang sedang berkunjung. Saya pun tak melihat ada hewan peliharaan lalu laang di jalan.

jalan desa penglipuran
Jalan desa Penglipuran. Lebar, bersih, rapi. Tak dilewati oleh kendaraan apa pun.

Permukaan jalan desa bukanlah aspal hitam mulus yang licin mengkilat, melainkan aspal berbatu. Tekstur batunya menutupi seluruh permukaan jalan. Seperti paving stone di taman-taman, tapi rapat dan padat tanpa celah. Di sisi kiri dan kanan jalan ada got. Di antara badan jalan dan got ada space kosong (semacam trotoar) dibalut rumput hijau yang tebal. 

Oh ya, di sini tentunya tidak perlu trotoar. Seluruh badan jalan bisa dilalui dengan aman oleh orang-orang. Tidak perlu minggir-minggir karena tidak ada kendaraan apapun yang lewat. Nah, penataan ini seragam, terlihat sepanjang jalan. Sangat rapi, enak dilihat, nyaman dirasa. 

Warga menanam bunga di depan rumah dan di pekarangan
Desa Penglipuran Bali

Rumah Adat dan Keunikan Desa

Nuansa tradisional Desa Penglipuran sangat kuat. Memiliki keunikan baik dari segi fisik maupun non fisik. Salah satu keunikan fisik yang langsung terlihat adalah bentuk arsitektur rumah warga yang kental bergaya tradisional Bali seperti gerbang yang disebut angkul-angkul, atap dari bambu, dan dinding penyeker.

Empat tahun lalu saya pernah menyambangi Kintamani bersama suami. Saya masih ingat bentuk rumah-rumah di sana. Nah, jika dicermati arsitektur rumah di Penglipuran ini memiliki kemiripan dengan rumah-rumah di Kintamani. 


Mengenai arsitektur rumah ternyata ada kaitannya dengan kisah di masa lalu, saat masih zaman kerajaan. Dulu, yang tinggal di desa ini adalah Raja Bangli dan para penghuni kerajaan lainnya. Namun, Raja Bangli menginginkan rakyatnya juga tinggal bersama-sama dengan raja. Salah satu alasannya adalah untuk berperang. Sebelum dipindahkan ke Penglipuran, dulu masyarakatnya tinggal di desa Bayung Gede Kintamani. Dari sinilah cerita arsitektur rumah itu bermula.  

Kebersihan desa selalu terjaga

Masing-masing rumah memiliki gapura kecil (gerbang) dengan bentuk, ukuran dan atap dari bambu yang seragam. Ukuran gapuranya hanya bisa dilalui oleh satu orang. Harus bergantian ketika melewatinya. Ada makna filosofis yang terkandung dari ukuran tersebut. 


Halaman rumah dihiasi bale sakenam, sementara tempat ibadah keluarga diletakan di sudut timur.  

Gerbang kecil di tiap rumah, bentuknya seragam

Setiap rumah memiliki pekarangan. Di masing-masing pekarangan terdapat dua rumah adat. Rumah bagian depan merupakan rumah utama, berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan tempat tidur. Sesuai adat dan tradisi desa, hanya anak laki-laki yang berhak mewarisi rumah utama. 

Sedangkan dapur ada di bagian belakang, bangunannya terpisah. Di dalam dapur terdapat tungku (tempat memasak) dan juga tempat tidur. Di langit-langit dapur ada lumbung kecil tempat menyimpan hasil panen. Dari yang pernah saya baca, berdasarkan penelitian para ahli, meski musim berubah-ubah (panas/kemarau, dingin/hujan), suhu dapur di rumah-rumah adat ini tetap konstan. 

Dapur tradisional di bagian belakang, terpisah dari rumah utama

Mata pencarian masyarakat Penglipuran adalah bertani, buruh pertanian, perajin, dan peternak. Seperti diketahui, desa ini memiliki potensi hutan bambu. Bambu inilah yang dijadikan beragam kerajinan tangan yang kemudian disajikan sebagai souvenir dengan harga yang super menarik.

Beberapa warga juga ada yang berdagang di rumah. Kebanyakan mereka menjual keperluan sehari-hari. Ada pula yang berjualan souvenir yang bisa dijadikan buah tangan oleh wisatawan seperti kain bali, aneka snack Bali, baju kaos Bali, kerajinan bambu, dan lain-lain. 


Di salah satu penjual, Celly membeli kain Bali seharga Rp 50.000,-. Sedangkan Bayu membeli ikat kepala dengan harga Rp10.000,- Kain dan ikat kepala itu kami anyari untuk berfoto dengan latar desa. 

Warga desa menjual barang kerajinan di rumah

Di sini, beberapa warga menjadikan rumahnya sebagai homestay. Bisa jadi tempat bermalam bagi wisatawan yang ingin merasakan langsung suasana kehidupan sehari-hari masyarakat Bali di Penglipuran. 

Berinteraksi dengan warga, bersantap dengan masakan desa, tentu akan menjadi pengalaman unik yang sangat berbeda dari kebiasaan sehari-hari di daerah tempat kita tinggal. 

Jika terbiasa liburan di Bali menikmati suasana pantai yang berlimpah cahaya matahari, jalan-jalan dan belanja di kawasanan Kuta yang padat, makan-makan di gemerlap kafe-kafe dan resto di  tengah Kota Denpasar, maka di sini bisa menikmati sisi lain Bali yang penuh ketenangan, kedamaian, serta kesederhanaan. 

Antar rumah warga tanpa pagar pembatas. Pagar hanya ada di bagian depan rumah.

Teguh Memegang Tradisi

Desa Penglipuran sudah ada sejak abad 13 dengan luasan desa 112 hektar. Desa tua ini disebut sebagai desa tradisional karena masih memegang kuat tradisi dan ritual-ritual adat istiadat yang dipercaya, seperti tradisi atau ritual upacara keagamaan, pernikahan, kelahiran, bahkan kematian. Dalam ritual atau upacara yang diadakan masyarakat setempat, setiap pengunjung bisa masuk dan melihat langsung setiap hal yang berlangsung dalam upacara tersebut. 


Desa Penglipuran memiliki sistem kekeluargaan yang cukup kuat. Tradisi yang kuat tersebut dapat dilihat dari kebiasaan masyarakatnya yang saling peduli, saling perhatian dalam segala hal, termasuk dalam mengadakan upacara pernikahan, adat, dan keagamaan. Sistem kekeluargaan yang kuat ini selanjutnya diperkuat dengan tidak adanya pintu penghalang atau gerbang antara pekarangan yang satu dengan yang lain. Jadi, kalau ada persoalan yang cukup penting dan genting, setiap masyarakat dapat dengan mudah serta bebas hambatan. 

Ukuran gerbang di rumah adat Desa Penglipuran seragam

Biasanya penduduk setempat melakukan upacara adat di pura, seperti upacara Piodalan. Upacara ini dihitung berdasarkan kalender Bali. Upacara ini digelar setahun sekali. Dalam upacara tersebut dapat dijumpai semacam musabe bantal atau sesajen yang berupa buah-buahan, jajanan, hasil bumi, dan berbagai jenis sesajen lainnya.

Di Desa Penglipuran juga dikenal adanya musim kawin. Pada saat yang bersamaan, dihelat banyak upacara pernikahan. Biasanya setiap bulan Oktober, di desa ini banyak dijumpai upacara pernikahan. Hal itu dilakukan karena masyarakat setempat mengakui bahwa bulan tersebut adalah bulan yang baik atau waktu yang tepat untuk melangsungkan pernikahan. 

Bale di rumah adat Bali

Keindahan Klasik Bali Tempo Dulu

Saya dan suami senang sekali dapat berkunjung ke Penglipuran. Kami menikmati eksotisnya panorama dan lingkungan desa, serta mengagumi keteguhan masyarakat Penglipuran dalam memegang adat budayanya. Orang-orangnya yang ramah, memiliki nilai spiritual yang sangat kental. Mereka menghormati sesama manusia, alam, dan Tuhan.

Datang ke sini seakan diajak flash back menikmati kehidupan masyarakat Bali zaman dulu. Jadi, bila ingin lihat wajah Bali tempo dulu maka datanglah ke Desa Penglipuran. Suasana desanya tenang, begitu damai dalam kesederhanaan. Kesejukan, kebersihan, dan keasrian yang dimilikinya menjadi penyempurna keindahan desa. Tak heran jika Penglipuran jadi salah satu desa terbersih di dunia bersama Desa Giethoorn (Belanda) dan Mawlynnong (India). 

Desa Penglipuran, desa pengeling pura.

Mengenai nama desa, Penglipuran diambil dari kata pengeling pura yang berarti “ingat pada leluhur”. Selanjutnya desa ini berubah nama menjadi Penglipuran. Sesuai dengan namanya, desa ini dapat menjadi tempat pelipur atau penghibur dikala duka.

Saya percaya, ketenangan dan kedamaian itu letaknya di hati sendiri, bukan pada tempat atau orang lain. Saya juga percaya, ketenangan yang terdapat pada suatu tempat atau pada seseorang yang lain juga dapat menular ke dalam diri. Ia menjalar ke dalam hati dan perasaan, masuk ke dalam batin, menghalau perasaan lain yang bertentangan, sehingga terciptalah kekompakan. Kompak dengan ketenangan dan kedamaian yang melingkupi dari luar.


Karena itu, sedang berduka atau tidak, ketenangan dan kedamaian yang murni dari desa ini bila benar-benar dihayati dengan hati akan memberi pengaruh pada suasana hati. Jadi senang dan kian bahagia. 

🌷 Indahnya Pesona Penglipuran 🌷

Penglipuran itu buat saya seperti ketika berada di sisi seorang kekasih yang memiliki ketenangan, kesabaran, ketulusan, dan kebersihan hati tanpa batas. Jiwa merasa damai dan tentram bersamanya. Merasa selalu dicintai, dihormati, tak pernah dikhianati sehingga selalu mendambanya jadi tempat menua menghabiskan sisa usia. Rasa bahagia yang terasa ketika bersamanya bagai dicurahi penghiburan dan penglipuran sepanjang waktu. Itulah Penglipuran. 💕



Bali, November 2017

Catatan: 
Semua foto oleh Katerina dan Arif.
Jalan-jalan Bali bersama Picniq Tour & Travel. 
Paket tour Bali dan lainnya www.yourpicniq.com  Jeffry HP: 081949555588
 

Nusa Penida Kilau Indah Permata Bali

Nusa Penida merupakan salah satu destinasi utama di Bali. Pulau ini terkenal dengan pantai-pantainya yang masih alami, tebing-tebing spektakuler, dan panorama perbukitan. Nusa Penida tidak hanya jadi favorit bagi wisatawan lokal, tetapi juga primadona bagi wisatawan mancanegara. 
Nusa Penida BALI

Berangkat dari Sanur Naik Angel Bilabong Fast Cruise

Pantai Sanur adalah pantai paling terkenal di Bali sebelum Pantai Kuta menjadi buah bibir dunia. Dari pantai inilah kapal cepat yang akan mengantar kami ke Nusa Penida berangkat. Selain dari Sanur, Pulau Nusa Penida juga bisa ditempuh dari Benoa dengan menumpang Quicksilver/Bali Hai, dari Kusamba menumpang Jukung, dan dari Padang Bai menumpang Kapal Boat yang berjarak tempuh kurang lebih 1 jam perjalanan.

Kapal cepat bernama Angel Billabong Fast Cruise memberangkatkan kami pada pukul 09.00 WITA. Ketiadaan dermaga membuat kami harus berjalan ke pantai hingga beberapa meter ke laut untuk menaiki kapal. Kaki basah, terendam air hingga paha. Kami memanjat buritan kapal dengan sedikit usaha, dibantu oleh kru kapal. Barisan bangku jok hadap depan dalam kapal jadi tempat duduk yang nyaman walau agak sempit. Beberapa bule lebih memilih berdiri daripada duduk.

Kapal cepat ke Pulau Nusa Penida berangkat hampir tiap jam dengan 9 kali jadwal keberangkatan. Mulai dari pukul 7 pagi sampai 16.30 WITA. Waktu tempuh sekitar 35 menit, terbilang singkat. Jika berangkat secara mandiri tanpa menggunakan jasa tour, harus mengurus tiket terlebih dahulu. Tarif kapal Rp 200.000,- / orang 


Baca juga: Menyesap Damai di Danau Beratan Bedugul

Berangkat dari Sanur

Naik speedboat ke Nusa Penida

Surga Tersembunyi di Ujung Tenggara Pulau Bali

Cuaca bagus, laut tenang, kapal berlayar dengan lancar. Terdapat dermaga apung dekat Pelabuhan Toyapakeh yang mempermudah kami naik ke daratan. Tidak harus berbasah-basah seperti ketika berangkat. Beberapa pria mendekat sambil menawarkan jasa sewa motor dan mobil. Jika datang dengan rombongan cocok sewa mobil. Kalau berdua saja, naik motor tampaknya lebih seru. Apabila menyewa mobil, disarankan sekaligus dengan supir yang sudah menguasai medan. Supir di Nusa Penida biasanya merangkap guide yang bisa diandalkan.

Sebelum memulai perjalanan keliling Nusa Penida, ada baiknya tahu lebih dulu apa saja yang bisa dikunjungi. Buat yang baru pertama ke Nusa Penida, brosur wisata yang dibagikan oleh para pria penjual jasa sewa mobil bisa diminta gratis. Marine activities di Nusa Penida di antaranya Bukit Teletubies, Kelingking Beach, Angel Billabong, Broken Beach, Crystal Bay, Atuh Beach, Manta Point, Mola Mola. 

Selain destinasi wajib tersebut, objek wisata lainnya juga menarik untuk dikunjungi seperti Gua Giri Putri, Pura Paluang, Tembeling Water Spring, Guyangan (mata air), Pantai Suwehan, Pantai Banah, Jembatan Kuning Lembongan, Gala Gala Underground House, Seganing Waterfall, Pulau Seribu Nusa Penida. Tak cukup sehari untuk mengunjungi semuanya. Perlu menginap beberapa hari di Nusa Penida. Untuk one day tour hanya tiga tempat yang dikunjungi. Perlu berangkat pagi ikut kapal pertama yang jam 7  supaya tidak terburu-buru menyelesaikan kunjungan.  

Baca juga: Liburan Romantis di Mayaloka Villas Seminyak Bali

Pantai Billabong - Nusa Penida

Pohon Cinta Mati Spot Foto Unik di Pantai Kelingking

Topografi Nusa Penida berbukit dan bergelombang. Naik turun dan berkelok-kelok. Kadang melewati jalur di pinggir jurang. Kalau bukan supir handal yang sudah terbiasa melewati medan tersebut, jantung bisa berdebar terus sepanjang jalan. Meski kadang tak nyaman, tapi pemandangan yang menemani selama perjalanan menyenangkan untuk dinikmati. Hutan kelapa, ladang jagung, suasana alami pedesaan, dan bukit-bukit hijau yang menyejukkan mata, membuat rasa lelah jadi tak terasa. Apalagi jika sudah melihat pesona pantai-pantainya, semua terbayar lebih dari lunas.

Kami menghabiskan waktu 1 jam perjalanan bermobil dari Pelabuhan Toyapakeh untuk mencapai Pantai Kelingking, primadonanya Nusa Penida yang terletak di Dusun Karang Dawa, Desa Bunga Mekar, Nusa Penida bagian Barat. Mobil berhenti di Bukit Karang Dawa yang berhadapan langsung dengan laut lepas. Di sinilah lokasi Pantai Kelingking berada.

Sebelum turun tebing untuk melihat Pantai Kelingking, kami berfoto di Pohon Cinta Mati atau biasa disebut Kayu Cinta Mati Nusa Penida. Letaknya beberapa langkah saja dari tempat parkir. Pohon yang berdiri di atas bukit Karang Dawa ini hanyalah sebatang pohon yang mati dimakan usia, berupa kayu yang terlihat rapuh. Meskipun terlihat rapuh tapi mampu menopang orang yang naik ke atasnya. Kami naik satu-satu, bergantian, pakai tangga kayu. Ada sensasi berbeda ketika melihat pemandangan dari atas pohon. Memotret di sini bukan hanya menghasilkan foto unik, tapi juga berbeda dengan latar belakang panorama alam yang menakjubkan. 


Baca juga: Uji Nyali Berayun di Ketinggian Bali Swing

Pohon Cinta Mati

Pantai Kelingking Primadona Nusa Penida

Highlight utama penanda Pantai Kelingking adalah tebing menyambung yang bentuknya mirip kepala hewan purba Tyranosaurus. Tebing menjorok ke laut yang terbentuk secara alami ini dinamakan Tebing Karang Dawa atau Tebing Paluang. Dengan latar tebing inilah biasanya para wisatawan berfoto. Foto yang kemudian banyak tersebar di dunia maya dan menjadi viral, sehingga banyak yang ingin melihatnya langsung.

Tebing Karang Dawa memiliki keunikan tersendiri dan tidak mudah dicari di tempat lainnya di Indonesia. Ada yang mengatakan mirip Navagio Beach di Yunani, tapi pantai Navagio lebih sempit, karangnya pun agak terbelah rata. Tebing ini menjadi pembatas antara dua pantai yaitu  Pantai Kelingking di sebelah kanan dan Pantai Paluang di sebelah kiri. Pengunjung tidak bisa berjalan di atas Tebing Karang Dewa, tapi bisa melihat keindahannya dari atas Bukit Karang Dewa. Juga bisa berfoto dengan latar tebing dan pantai yang ada di bawahnya dari puncak tebing di sisi Pura Paluang. Berfoto dengan background tebing Karang Dawa yang menjadi ciri khas pantai Kelingking tentu sebuah keharusan. Tapi, jangan lupa untuk tetap jaga keselamatan.

Pantai Kelingking sering juga disebut Kelingking Secret Point, spot yang terkenal untuk diving yakni Manta Point. Jika tergoda ingin menikmati pantai Kelingking, bisa dengan naik speedboat dari Toyapakeh atau Crystal Bay. Pantainya elok berpasir putih, tak henti dibelai ombak dengan buih-buih putih di antara gradasi air laut hijau turkois dan biru gelap.

Di tebing Pantai Paluang terdapat Pura Paluang atau yang lebih dikenal Pura Mobil. Dinamakan demikian karena pelinggih di pura ini berbentuk mobil. Menurut cerita, pelinggih mobil ini dibangun karena dulunya masyarakat sekitar sering mendengar deru suara mobil dan klakson mobil. Padahal saat itu belum terdapat mobil disana.  


Baca juga: Pulau Leebong Permata Belitung nan Memesona

Di atas tebing Pantai Kelingking

Angel’s Billabong | Kolam Tersembunyi nan Eksotis

Angel’s Billabong terletak di Banjar Sumpang, Desa Bunga Mekar, pesisir Barat Nusa Penida.  Kurang lebih 30 menit perjalanan bermobil dari Pantai Kelingking. Untuk sampai ke titik lokasi, kami masih harus jalan kaki menuruni tebing sekitar 10 menit dari tempat parkir yang terletak di atas bukit. Bagusnya di sini sudah dibangun jalan turun berupa anak tangga semen. Turun jadi mudah meskipun cukup curam.

Surga tersembunyi Nusa Penida ini berupa kolam alami yang berciri khas artistik dan eksotis. Bentuknya mirip seperti kolam pemandian karena antara kolam dan pantai terpisah. Angel’s berarti bidadarinya Nusa Penida. Billabong dalam bahasa Inggris berarti ujung dari sebuah sungai yang buntu. Tapi celah panjang di antara dua tebing batu karang ini bukanlah muara sungai. 

Angel's Billabong
  
Angel’s Billabong terbentuk secara alami karena air laut yang mengalir masuk terperangkap dan membentuk sungai buntu. Aliran air yang berada di antara dua tebing karang langsung bertemu dengan lautan lepas. Air kolamnya sejernih cermin, memperlihatkan kontur-kontur batu karang berwarna hijau dan kuning di dasar kolam. Lumut berwarna hijau yang tumbuh di sekitar karang menambah kesan alami. Sulit menahan diri untuk tidak berenang dan berendam merasakan kesejukan airnya yang tenang.

Berenang dan bersantai di kolam renang alam sebening cermin sambil memandangi laut lepas tentu sebuah pengalaman yang istimewa. Ada sensasi berbeda yang tak mudah ditemukan di tempat lain. Tetapi, sangat dianjurkan untuk selalu memperhatikan pasang surut air laut. Jika sedang pasang biasanya air laut yang dibawa ombak akan masuk menembus bebatuan. Saat air surut dan ombak bersahabat aman buat berenang, tapi tidak dianjurkan berenang terlalu jauh ke tepian perbatasan kolam dan lautan. 

Jangan pernah turun apalagi berenang disaat ombak sedang menggelora menjilat-jilat tebing. Jika sedang gelombang besar bisa tersapu oleh air laut. Sangat bahaya. Cukup nikmati dari bibir tebing.  

Angel Billabong

Broken Beach Kolam Raksasa di Tengah Tebing

Broken Beach punya keunikan tersendiri dan belum tentu bisa dijumpai di tempat lain. Lokasinya sangat dekat dengan Angel’s Billabong. Cukup jalan kaki 3 menit menanjak bukit sudah sampai. Sesuai kondisinya, dinamakan Broken Beach atau Pasih Uug. Dalam Bahasa Bali Pasih Uug berarti pantai rusak atau patah. Pantai ini memiliki dua keistimewaan. 

Pertama, bagian tebing yang melingkar membentuk kolam alami yang sangat luas. Kedua, salah satu sisi tebing yang menghadap laut, bolong membentuk terowongan raksasa. Dari terowongan inilah air laut masuk ke kolam raksasa. Airnya sangat jernih, bergradasi hijau toska-biru.

Kami datang di musim hujan. Rumput-rumput di sekitar tebing, pohon jarak, dan tumbuhan khas pesisir lainnya sedang subur-suburnya. Pohon kaktus pun banyak tumbuh di sini. Pemandangan alam sekitar nampak hijau dan asri. Broken Beach bukan pantai landai, melainkan pantai bertebing. Wisatawan biasanya berfoto selfie dengan latar tebing bolong yang bentuknya menyerupai sebuah jembatan dengan terowongan. 

Broken Beach - Nusa Penida
 
Pemandangan lain yang tak kalah spektakuler yaitu deretan tebing di sepanjang pantai. Jika beruntung bisa melihat serombongan ikan pari manta berenang-renang di laut. Sedangkan pantai dalam kolam di tengah tebing lain lagi. Saat ombak tenang dan sedikit surut, speedboat kecil bisa masuk melalui terowongan, dan pengunjung bisa dibawa ke pantainya.

Pemandangan indah, suasana nyaman, dan ketenangan yang tidak didapat dari pantai-pantai lain di Bali yang ramai pengunjung adalah alasan utama mengapa Nusa Penida begitu disukai oleh wisatawan asing ataupun lokal. 

Tebing-tebing spektakuler, air laut sejernih cermin, pantai-pantai alami sangat bersih, dan ombak-ombak yang menggelora, adalah keindahan tiada tara yang mampu membuat para pejalan kembali bergairah melanjutkan langkah dan cerita hidupnya. 

Broken Beach dikepung tebing

HOW TO GO

Untuk menuju Nusa Penida sangatlah mudah. Apabila telah sampai di Bali, bisa langsung menuju Pantai Sanur. Perjalanan naik kapal dari Pantai Sanur ke Nusa Penida selama lebih kurang 35 menit. Biaya naik kapal cepat dikenakan biaya Rp 200.000,- per orang. Sewa mobil di Nusa Penida tarifnya Rp 600.000,- / hari sudah termasuk supir dan bahan bakar.

WHERE TO EAT

Banyak pilihan tempat makan di Nusa Penida. Warung Angel’s Billabong salah satunya. Rumah makan ini berada di jalur rute tur Pantai Kelingking, Angel’s Billabong, dan Broken Beach sehingga mudah untuk disinggahi. Tersedia menu-menu cepat saji seperti Chicken Satay, Club Sandwich, Japle, Mie Goreng, Pancake, Nasi Goreng Ayam, Nasi Goreng Seafood, Spaghetti Carbonara, Spaghetti Bolognese, Burger. Untuk menu minumannya tersedia Cold Drink, Milk Shake, Fresh Juice.

WHERE TO STAY

Wisatawan yang membeli paket one day tour Nusa Penida tidak perlu menginap karena kapal yang kembali ke Sanur tersedia tiap hari dengan keberangkatan paling sore pukul 16.00 WITA. Jika ingin mengesklore semua destinasi wajib di Nusa Penida, 4-7 hari waktu yang layak untuk menginap. Ada banyak pilihan penginapan yang dapat disesuaikan dengan kantong. Salah satu penginapan dengan harga terjangkau yang bisa Anda coba adalah Full Moon Bungalows. Penginapan unik yang memiliki rasa mewah. Tersedia fasilitas antar jemput tamu di pelabuhan. Rate per malam saat ini Rp 250.000,- 

Xpressair inflight magazine Januari-Februari 2018

Tulisan Nusa Penida pernah dimuat Xpressair inflight magazine Januari-Februari 2018

Xpressair inflight magazine Januari-Februari 2018

Xpressair inflight magazine Januari-Februari 2018

Xpressair inflight magazine Januari-Februari 2018


Menyesap Damai di Danau Beratan Bedugul, Menyaksikan Upacara Odalan di Pura Taman Ayun Mengwi

Pesona Danau Beratan dan Pura Ulun Danu Beratan

Bedugul dikenal dengan udaranya yang cenderung dingin dan selalu basah karena hujan. Biasa disebut sebagai kawasan Puncak-nya Bali. Wilayah ini memiliki banyak obyek menarik yang menjadi bagian dari tempat wisata terkenal di Bali yang selalu masuk dalam agenda liburan di Bali, baik oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Bedugul disenangi karena keindahan alam, pemandangan yang luar biasa, deretan pegunungan menghijau, kebun raya, pura Ulun Danu, serta tiga danau indah di sekitarnya seperti Beratan, Tamblingan dan Buyan. Istimewanya, Pura Ulun Danu Beratan tergambar dalam uang kertas Indonesia Rp 50.000,- Inilah salah satu pesona Bali yang saya kunjungi bersama suami saat liburan Bali bulan November lalu.

Pesona Pura Ulun Danu Beratan Bedugul Bali
Pura Ulun Danu Beratan  Bedugul Bali

Di Bali Sarapan Nasi Padang

Kami tiba di Bandara Ngurah Rai Bali pukul 07.50 WITA. Naik pesawat Lion Air dengan flight paling awal yang berangkat tepat waktu. Di bandara, dijemput oleh Mas Sastra dari Terimayasa Trans, transportasi kami selama 3 hari di Bali. Mas Sastra sudah menunggu 30 menit sebelum pesawat kami mendarat. Teruntai senyum diwajahnya yang ramah. Sebelum ditanya akan kemana saja, saya langsung katakan bahwa kami hendak ke Bedugul, seharian. Laki-laki asli Bali itu mengiyakan, langsung men-starter mobil, meluncur ke tempat yang saya minta. Sebelum mobil Ertiga yang disupirinya melaju jauh meninggalkan kawasan Kuta, kami mampir ke rumah makan Padang, sarapan. Kok di Bali makan nasi Padang? Iya, saat itu suamiku pinginnya nasi Padang, bukan yang lain 😃


Pagi di Bandara Ngurah Rai Bali

Sarapan Nasi Padang 😂

Menyaksikan Upacara Odalan di Pura Taman Ayun

Berkunjung ke Pura Taman Ayun tidak ada dalam rencana kami. Mas Sastra yang menawarkannya. Tempat ini kami lewati saat dalam perjalanan menuju Bedugul. Tidak menghabiskan banyak waktu untuk mencapainya. Tinggal keluar dari jalan raya kurang lebih 30 meter saja. Di Pura Taman Ayun saat itu sedang digelar upacara Odalan atau Piodalan yang dilaksanakan tiap satu tahun sekali. Nah hari itu adalah hari ketiga. Ramai umat Hindu beribadah, juga pengunjung domestik maupun mancanegara yang datang untuk menyaksikan.

Ada dua hal menarik yang membuat kami akhirnya setuju mampir di pura yang jaraknya hanya sekitar 18 km dari Denpasar ini. Pertama, cerita di balik pembangunan Pura Taman Ayun ini ternyata tidak dapat dipisahkan dengan berdirinya Kerajaan Mengwi pada tahun 1627 Masehi (1549 Saka). Dalam catatan sejarah yang dapat ditemui, Pura Taman Ayun mulai dibangun pada 1632 dan pembangunan ini selesai pada 1634 Masehi (1556). Wow, ternyata selain tua, juga bersejarah.

Kedua, bangunan mencolok di area ini adalah bangunan menjulang tinggi dengan atap berjumlah ganjil. Saya kira atap biasa tanpa makna. Ternyata, tingkap-tingkap atau atap yang dinamakan Meru tersebut, menjadi sarana memuja Tuhan dalam beberapa wujud-Nya. Karena itu umat Hindu sangat mensakralkannya. Jumlah atap Meru di Pura Taman Ayun ini pasti selalu ganjil. Paling kecil atapnya 3, lalu ada 5, 7, 9, dan paling tinggi 11 atap. 


upacara odalan
Pura Taman Ayun Mengwi Bali
 
Pura Taman Ayun Mengwi

Untuk melengkapi tulisan ini, saya mencari informasi tentang Odalan dengan menanyai Mbak Putu Arni yang beragama Hindu. Berikut penjelasan yang saya terima darinya:

Odalan secara lengkap disebut piodalan, atau ada yang menyebutnya Pujawali. Berasal dari kata wodal/medal yang artinya lahir. Jadi secara harfiah Piodalan berarti peringatan hari lahir. Untuk Pura, peringatan hari lahir ini ditandai dengan hari berdirinya Pura/pertamakali digunakan sebagai tempat suci dan  kegiatan keagaamaan. Ditandai dengan upacara ritual tertentu yang dipimpin oleh pemuka agama [Pedanda/Rsi/Sri Empu]. Ritualnya disebut melaspas dan ngenteg linggih. Hari inilah yang kemudian diperingati sebagai odalan. 

Odalan bisa dirayakan 6 bulan sekali menurut penanggalan Bali (210 hari sekali), yang dihitung berdasarkan Wuku/Pawukon. Sehingga akan jatuh pada hari yang sama setiap 210 hari sekali. Misalnya : Sabtu Umanis Wuku Watugunung artinya Odalan akan jatuh setiap hari Sabtu, panca wara umanis wuku watugunung [jumlah wuku 30, berumur 7 hari, sehingga akan berulang setiap 210 hari]. Ada juga odalan berdasarkan Sasih, yaitu mengikuti hari bulan penuh, yang hanya terjadi sekali setahun berdasarkan perhitungan tahun Caka. Dalam 1 tahun Saka, ada 12 bulan. Sehingga ada 12 Purnama (bulan penuh) dan 12 tilem (bulan mati).

Odalan berdasarkan Sasih akan merujuk pada jatuhnya Purnama/tilem. Misalnya Odalan yang dilaksanakan pada Purnama ketiga, maka seterusnya setiap tahun akan dilaksanakan pada purnama yang sama, sehingga hari masehinya bisa saja berbeda-beda, Senin, Selasa, Rabu dan seterusnya. Penetapan kapan Odalan sebuah Pura, ditentukan berdasarkan perhitungan hari baik dan kesepakatan umat di lingkungan tersebut.

Bagian depan Pura Taman Ayun

Berlatar Pura dengan atap Meru yang pasti ganjil

Pura Taman Ayun juga merupakan tetamanan tempat untuk beristirahat dan berekreasi bagi keluarga Raja Mengwi. Tertata rapi, bersih terawat, dan indah. Sebagai Pura, maka tak mengherankan bila hampir setiap bangunannya sangat disakralkan. Jadi di sini pengunjung harus bisa menjaga sopan-santun. Ada beberapa tempat di pura yang dilarang dimasuki, seperti tempat umat beribadah. Lainnya diperbolehkan. Umat Hindu yang sedang sembahyang boleh dilihat dari jarak tertentu. Memotret pun diijinkan.

Pada lain kesempatan, saya akan menulis lebih panjang tentang Pura Taman Ayun berikut tentang kegiatan keagamaan dan sejarah di balik pembangunan Pura Taman Ayun. Saya yang tadinya agak enggan diajak mampir, akhirnya malah berterima kasih singgah melihat pura ini. Ternyata bukan tempat biasa-biasa saja. Ada keindahan taman dan seni bangunan yang bisa dilihat. Ada budaya dan kegiatan keagamaan yang bisa disaksikan. Ada sejarah yang bisa diketahui.

Anak-anak itu baru saja usai melakukan kegiatan ibadah di Pura Taman Ayun

Bersama tiga wanita Bali yang akan mengikuti upacara odalan

Sembahyang
Barong yang disimpan di Pura Taman Ayun
Gerimis turun selama kami berada di Pura Taman Ayun ini
Persembahan

Anak-anak Bali nan cantik 😍

Salat Jumat di Masjid Besar Al Hidayah

Hari itu Jumat (24/11/2017), hari dimana laki-laki muslim wajib salat Jumat. Suami sudah berpesan, sampai atau belum sampai ke lokasi, jika sudah mendekati waktunya Jumatan maka masjid dulu yang harus dicari. Mas Sastra tanpa ragu menjawab: “Tenang pak, dekat danau di Bedugul itu ada desa banyak muslimnya. Di situ ada masjid. Bapak bisa salat di sana.”

Perasaan lega tergambar di wajah suami. Saya hafal betul, suami tidak akan tenang menikmati liburan. Kalau Jumatannya lewat, maka sepanjang hari akan resah dan murung penuh penyesalan. Bukan suami saja sih yang begitu. Saya yakin laki-laki muslim manapun yang memiliki ketaatan dalam beribadah kepada Tuhan-nya, pasti akan punya perasaan dan sikap yang sama. Jika biasanya berada di daerah yang banyak masjidnya, mungkin tak secemas ini. Tapi di Bali, keberadaan masjid tidak seperti di Jabodetabek yang mudah dijumpai tiap berapa kilometer. Saya pikir normal jika agak cemas.

Hmm…tapi sebenarnya, di Kabupaten Tabanan itu banyak masjid. Saya lihat di Google Map ada Masjid Jamik Miftahul Mubin, Masjid Jami Miftahul Mubir, Masjid Jami Al Hikmah, Masjid Al Hikmah, Mushalla Al Amin, Masjid Besar Al Hidayah (ada dua masjid dengan nama yang sama). Jarak antar masjid itu tidak terlalu jauh. Menurut Mas Sastra, banyak muslim asal Jawa tinggal di wilayah Bedugul. Karena itu selain masjid dan musala, tempat makanan halal di sekitar Bedugul juga mudah ditemukan.

Siang itu suami salat Jumat di Masjid Al Hidayah, Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Bangunannya di atas bukit, berhadapan dengan objek wisata Puncak Indah Bedugul. Mas Sastra beragama Hindu, dia menunggu di warung dekat parkiran. Sedangkan saya memilih menyeberang jalan, masuk ke tempat rekreasi Puncak Indah Bedugul. Melihat-lihat suasana dari pinggir danau yang berkabut, sambil memotret. Sendirian.

Para pria baru selesai jumatan - Masjidnya ada di sebelah kiri, di atas bukit

Buah Salju dan Raja Salman

Ada tumpukan bermacam jenis buah dijual di kios-kios depan gerbang masuk obyek wisata Puncak Indah Bedugul. Buah-buahan segar itu membuat saya ingin mendekat. Ada satu buah yang menarik perhatian. Bentuknya lonjong berwarna kecoklatan. Melihat bentuknya, tiba-tiba saya teringat cakwe. Mirip nggak sih? Enggak ya. Buah ini lebih montok 😃

“Itu buah salju, mbak. Raja Salman seneng banget makan buah itu. Gugling deh, ada beritanya Raja Salman makan buah ini. Sampai dicari lho,” terang mbak penjual buah. Aiiih….saya penasaran. Iya, saya ingat Raja Salman pernah ke Bali tahun ini (2017). Tapi apa iya sang raja sampai mencari-cari buah salju untuk dimakan? Saya tidak minat untuk gugling, cukup percaya saja sama mbak penjual itu. Benar atau tidak, toh saya tetap akan mencicipi buahnya. 

Aneka buah -  Ada yang tahu ini buah apa saja?
Buah salju baru sampai

“Ini mbak silakan dicoba,” ucapnya lagi. Mbaknya mengupas kulit buah salju, terlihatlah daging buah berwarna putih yang basah. Kesan dingin langsung terasa saat pertama melihatnya, yang terlintas di benak saya saat itu pun memang salju. Sebelum dimakan, saya jepret dulu dong. Daging buahnya tidak terlalu tebal. Entah kenapa, buah ini kok licin sekali. Padahal tidak berlendir. Sampai dua kali terlepas dari tangan dan mulut. Seakan grogi, mungkin efek disebut buah kesukaan Raja Salman. Apa hubungannya? Ga ada. he he. Untung si mbaknya baik. Saya dikupasin lagi, dikasih gratis lagi. Dalam hati, abis nyicip gini mesti beli!

Mirip buah apa?

Putih, lembut, manis dan dingin

Cicipin yuk!

Seperti apa pohon buah salju? Mbak penjual menunjuk pohon di depan gerbang Puncak Bedugul Indah. Hey, tak disangka pohonnya pendek saja. Seperti pohon rambutan depan rumah tetangga. Ketinggiannya tidak lebih dari 4 meter. Buahnya bergelantungan, sekilas mirip buah asam tapi besar-besar. Apa buah ini hanya ada di Bali? Tidak, pohonnya juga banyak ditanam di Jawa. Daerah mana? Saya belum tahu. Yuk sama-sama cari tahu informasinya. 

Penampakan pohon buah salju di depan gerbang

Taman Rekreasi Puncak Indah Bedugul

Tempat ini cocok untuk tempat rekreasi keluarga. Jika ingin menikmati keindahan danau dari dekat, bisa menyewa boat buat keliling danau seperti speedboat Rp 150.000, Sepeda Bebek Air Rp 35.000, dan Sampan Dayung Rp 60.000,- Selain suasana tenang yang cocok buat bersantai, pemandangan bukit-bukit yang mengelilinginya pun memanjakan mata. Apalagi kalau sedang diselimuti kabut, syahdu. Cocok untuk mencari inspirasi, sekaligus baik untuk rileksasi.

Di sekitar taman terdapat kios jajan. Tersedia bakso, mie ayam, siomay, dan makanan-makanan yang biasa dijumpai di taman jajan. Kios souvenir juga bisa disinggahi. Tersedia baju-baju batik Bali, kain sarung khas Bali, daster, ikat kepala khas Bali, dan produk busana lainnya yang bisa dibeli dengan harga wajar, asal mau menawar dengan bijak. Di sini suami membeli ikat kepala, katanya buat aksesoris berfoto. Murah, hanya 15 ribu sudah dapat satu. Lumayan bisa dipakai buat photoshot di desa Penglipuran.

Banyak bunga cantik di tepi danau

Pemandangan bukit di tepian danau

Sepeda bebek

Mainnya sendirian, suami sedang Jumatan 😃
Loket tiket

Tempat rekreasi keluarga

Speedboat buat keliling danau

Kios dagang

Tempat jajan

Pura Ulun Danu Beratan Tergambar di Uang Kertas Rp 50.000,-

Danau Beratan dan Pura Ulun Danu adalah dua ikon Bedugul yang sangat terkenal. Di mana pun melihat gambarnya, kebanyakan orang pasti akan mengaitkannya dengan pulau Dewata. Istimewanya, keindahan pura yang seolah berada di tengah danau Beratan ini, tergambar dalam uang kertas Indonesia Rp 50.000,-

Beberapa tahun lalu, waktu honeymoon ke sekian di Bali bersama suami, kami melewatkan Bedugul. Kemudian kami berjanji, kalau ke Bali lagi harus berkunjung. Makanya saat ke Bali kali ini (2017), Bedugul jadi prioritas. Hari pertama tiba di Bali kami langsung meluncur ke Bedugul. 

Pura Ulun Danu Beratan

Danau Bratan dan Pura Ulun Danu jadi tempat kelima yang tergambar dalam uang kertas Indonesia yang pernah saya kunjungi. Sebelumnya, April 2017 pernah ke Pulau Maitara dan Pulau Tidore di Maluku Utara yang tergambar dalam uang kertas Rp 1.000,-. Rumah Limas di Palembang dalam uang kertas Rp 10.000,- pada April 2017. Desa Pande Sikek di Sumbar dalam uang kertas Rp 5.000,- pada tahun 2012. Gedung MPR dalam uang kertas Rp 100.000,-. Kalau ini sering liat hehe. Terakhir yang teranyar adalah Pura Ulun Danu di Danau Beratan Bali yang tergambar dalam uang kertas Rp 50.000,-. Lengkap sudah.

Pernah melihat langsung tempat-tempat yang tergambar pada lembaran uang kertas Indonesia tersebut memang bukan suatu hal hebat, orang lain pun bisa. Hal sederhana, tapi terasa membanggakan. 

Senang bisa ke sini berdua suami

Tiket masuk wisata Danau Beratan dan Pura Ulun Danu Beratan Rp 20.000,- / orang untuk wisatawan domestik dan Rp 50.000,- / orang untuk wisatawan mancanegara. Selepas membayar tiket, kami memasuki sebuah taman yang asri, bersih, dan tentunya langsung bikin betah. Terdapat area parkir yang luas, toilet, dan taman bermain.

Sebuah gerbang menjulang khas Bali menjadi tujuan kami melangkah. Di balik gerbang itulah Danau Beratan dan Pura Ulun Danu berada. Di sana, suasana damai menyambut meski sedang ramai pengunjung, berpadu dengan udara sejuk dan pemandangan perbukitan yang berhias kabut. Tempat ini, cocok bagi mereka yang ingin berfoto pre / post wedding, atau selfie eksotis.






Pura Ulun Danu Beratan

Pura Ulun Danu terletak paling ujung Danau Beratan. Didirikan sekitar awal abad ke 17. Bagi umat Hindu, Pura ini merupakan pura Subak atau pura sistem pengairan Bali yang diperuntukan untuk memuja Dewi Danu atau Dewi Air yang merupakan perlambang dari kesuburan. Pemandangan Pura yang berada di atas danau memberi keindahan tersendiri. Bangunannya sangat mencirikan Bali, dimana pura memiliki atap bertingkat yaitu menara dengan atap 11 tingkat, 7 tingkat, dan 3 tingkat. Masing-masing melambangkan kepercayaan umat Hindu di Bali, terhadap tiga dewa, yakni Dewa Wisnu (11 tingkat), Dewa Brahma (7 tingkat), dan Dewa Siwa (3 tingkat).

pesona danau beratan
Pura Ulun Danu Beratan


Sekitar 100 meter dari lokasi pura, di sisi kanan, ada tempat menyenangkan bagi yang ingin bermain-main di danau seperti sepeda air, kano, berenang maupun paralayang (parasailing). Atau, jika ingin mencicipi aneka makanan lezat dengan menu ikan air tawar pun bisa dilakukan di sini. Saat itu, kami tak pilih keduanya, hanya ingin mendekati bangunan pura, berfoto tentu saja. 


Pengunjung sangat ramai, agak sulit untuk berfoto berdua saja. Kami harus jeli melihat celah, jika kosong lekas-lekas pasang gaya. Fotografer dadakan kami Mas Sastra, selalu siaga dengan kamera ditangannya. Yah, walau tak banyak, kami berhasil dapat foto berdua. Hampir tiap pengunjung begitu, sama-sama ingin berfoto dengan latar belakang pura. Memang indah, sih. Rasanya belum afdol berfoto di sini kalau belum berfoto dengan background Pura di atas danau. Buat kenang-kenangan tentunya. Membuat kenangan itu membahagiakan. Kata suami, lakukan saja jika itu membuat saya bahagia. Ya, lakukan 😄

Ramai wisatawan asing

Tak pernah sepi meskipun di musim sepi wisatawan

Sulit buat ambil foto tanpa ada orang lain masuk frame

Danau Terbesar Kedua di Bali

Danau terbesar kedua setelah Danau Batur ini adalah sumber air yang sangat penting di Bali. Luasnya sekitar 375.6 hektar dengan kedalaman kurang lebih 22 sampai 48 meter dengan luas kelilingnya kira-kira 12 meter. Danau Beratan berada pada sekitar 1.300 meter diatas permukaan laut. Itulah mengapa pada pagi hari dan siang sebelum jam 12 udaranya sangat sejuk. Diatas jam 12 siang maka akan muncul kabut.

Temperatur udara di Pura Ulun Danu sekitar 18-22 derajat Celsius. Bikin sejuk di badan, sejuk di hati. Seolah jika datang dengan setumpuk galau atau sedang terbakar emosi, langsung tenang dan adem. Kira-kira begitu gambarannya. Pemandangan warna-warni bunga, rindangnya pepohonan cemara, serta hijaunya rerumputan di tepian danau, bikin bahagia.

Pemandangan indah bikin hati makin bahagia

Kami beruntung saat di sana cuaca masih cerah. Tapi itu tak lama, sekitar 10 menit setelah keluar dari lokasi wisata, hujan turun dengan derasnya. Untunglah kami sudah berada di mobil. Tak sempat berbasah-basahan. Saran terbaik bagi Anda yang ingin berfoto dengan hasil terbaik adalah di pagi hari. Karena menjelang siang apalagi sore, tempat ini menjadi berkabut dan bahkan sering hujan. Selain itu, pagi hari masih sepi pengunjung. Leluasa untuk ambil foto.

Sebagai informasi, danau ini aslinya bukan bernama danau Bedugul, melainkan danau Beratan / Bratan. Namun karena masuk wilayah kawasan objek wisata Bedugul, maka banyak wisatawan termasuk saya, lebih familiar menyebut nama danau Beratan / Bratan daripada nama danau Bedugul. Sekarang setelah tahu, saya menyebutnya Danau Beratan. 



Alamat & Peta Lokasi Pura Ulun Danu

Lokasi Pura Ulun Danu Beratan berada di pinggir jalan raya yang menghubungkan wilayah Kabupaten Tabanan dengan Kabupaten Buleleng. Alamat lengkapnya di Jalan Raya Candi Kuning – Bedugul, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Lokasi dapat dicapai sekitar 2 jam perjalanan dari wisata Kuta Bali, dengan jarak tempuh 70 kilometer atau sekitar 50KM dari kota Denpasar. Jalan menuju Bedugul masih 2 jalur berlawanan, jalannya pun menanjak karena lokasi Danau Beratan berada di daerah pegunungan.

Kawasan Bedugul sangat strategis karena dikelilingi banyak obyek menarik, di antaranya Kebun Raya Bedugul Bali yang terkenal dengan berbagai macam tanaman buah, Handara Golf Resort Bali yang berjarak sekitar 3,5 kilometer dari lokasi danau Beratan Bedugul, Objek wisata danau Buyan, Objek wisata danau Tamblingan, Kebun stroberi Bedugul, tempat membeli oleh-oleh khas Joger Bedugul, dan Sawah terasering Jatiluwih Bali. Tempat wisata lain yang searah dengan objek wisata Bedugul di antaranya Alas Kedaton Monkey Forest, Pemandian Air Panas Angseri, Pura Taman Ayun, Air Panas Penatahan, dan Pura Tanah Lot.



Hujan Di Bedugul

Usai dari Danau Beratan dan Pura Ulun Danu, kami bermaksud melanjutkan perjalanan ke arah Singaraja untuk mengunjungi 2 danau lainnya. Tapi hujan turun tanpa jeda, jalan menanjak yang kami susuri mulai menghadirkan cemas. Terhalang kabut, jarak pandang jadi pendek. Di kiri jalan jurang, di bawahnya ada danau, juga ditutupi kabut. Supir kami menyarankan mundur. Sesaat ada rasa kecewa.

“Kita pulang saja ya, sayang. Jika dipaksakan pun akan sulit untuk mendapatkan pemandangan danau yang diinginkan. Kita kulineran saja sambil pulang,” bujuk suami.

Udara boleh dingin. Tapi hati harus tetap hangat. Suami sudah memberi contoh. Jadi nggak boleh kesal. Mungkin ada hikmahnya tidak bisa melanjutkan perjalanan. Ya, saya percaya kondisi saat itu kurang aman. Akhirnya kami berbalik arah, bermaksud mengakhiri kunjungan wisata. Makin sore kabut pasti makin tebal. Sebaiknya memang mundur saja. 

Di bawah hujan

Berfoto di Gerbang Handara Golf

Sebelum melanjutkan perjalanan pulang, ada satu spot foto yang kami singgahi, gerbang Handara Golf. Sebelum berangkat ke Bali, saya melihatnya di sebuah artikel online. Bagus sekali. Setelah bertanya pada Bli Made Terimayasa, ternyata letaknya tak jauh dari obyek wisata Pura Ulun Danu Beratan. Kebetulan sekali. Berjarak 3,5 kilometer saja dari pura. Karena bukan obyek wisata, supir kami pun kurang tahu letaknya. Karena letaknya di pinggir jalan, tempatnya jadi mudah kelihatan, akhirnya ketemu. Tak ada siapa-siapa saat itu. Hanya kami. Setelah beberapa kali foto, baru datang pengunjung lainnya. Bule entah dari mana, yang lainnya asal Meksiko. Lama-lama pengunjungnya bertambah jadi 8-10 orang. Ternyata banyak yang ikut terpikat berfoto di sini. Memang sih. Pemandangan bukit berselimut kabut yang menjadi latar belakang gerbang tampak indah. Magis.

Jalan masuk yang sepi, pohon di kejauhan yang kehitaman, rumput-rumput basah, dan gerbang yang menjulang bisu, perpaduan yang “dingin” di tengah hangatnya genggaman tangan sang kekasih. Pemandangan dan suasana di gerbang ini mungkin biasa saja bagi yang lain. Tapi bagi saya, seolah puisi.

Spot foto cantik di depan gerbang Handara Golf Bedugul

Bakso dan Nasi Pedas

Semangkuk bakso panas dan secangkir teh hangat, kami nikmati sesudah sesi foto-foto di gerbang Handara Golf. Hujan masih turun ketika mobil kami bergerak memunggungi bedugul. Petang syahdu menjadi akhir cerita di hari pertama.

Sebelum kembali ke penginapan, kami makan malam Nasi Pedas. Nasi yang saya idamkan di Bali sejak terakhir mencicipinya pada September 2016 lalu, saat event Asus Zenfone 3 di Nusa Dua Bali. Nasi pedas ini ada beberapa cabang. Dulu saya makannya di Tabanan, dekat Joger. Malam itu disekitaran Legian. Sama enak. Sama nikmat. Sama pedassss. Malam yang ‘hot’ sebelum pesona Nusa Penida membuat kami mabuk kepayang pada keesokan hari.





INFO: 
🔘 Keliling Bali 24-26 November 2017, saat Gunung Agung sedang bergejolak. Alhamdulillah kegiatan pariwisata saat itu tetap berjalan dengan baik. Wisatawan mancanegara dan domestik tetap ramai. Bali masih aman 👍
🔘 Paket Wisata Bali PICNIQ Tour & Travel www.yourpicniq.com CP: Jeffry HP: 081949555588
🔘Tranportasi selama di Bali: Terimayasa Trans www.terimayasatransbali.com CP. Terimayasa HP: 081338090517 Telp. 0361-282158.
🔘 Penginapan selama di Bali via Panda Tour & Travel CP. Silviana Chandra HP. 0818-09775007 Email: panda.tourstravel@gmail.com
🔘 Paket Wisata Bali Gama Holiday www.gamaholiday.com