Tampilkan postingan dengan label tanggamus. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tanggamus. Tampilkan semua postingan

Melihat Aktivitas Pelabuhan Kota Agung


Rasa penasaran ingin melihat suasana tempat pelelangan ikan di Pelabuhan Kota Agung membuat saya tidak cukup sekali mengingatkan Mas Elvan agar tidak lupa dengan rencana untuk ke sana. Meski telah di-iyakan pada malam harinya, esok paginya sebelum waktu Subuh saya kembali bertanya, “Jadi ke dermaga, kan mas?” Jawaban ‘iya’ yang diberikan kemudian membuat saya seperti diburu-buru untuk segera bersiap. Ada yang ingin saya kejar; matahari terbit. Andai bisa.

Berenam bersama Mbak Evi, Mas Elvan, Mas Ito, Banu, dan Agoenk kami pergi ke dermaga. Penginapan Pelangi dan mereka yang tak ikut serta, mungkin nanti akan kebagian cerita saja. Cerita versi saya tentunya. Ya, ya…setidaknya itu yang terlintas di pikiran ketika mobil mulai berangkat menembus pagi yang sedikit kesiangan.

Jalan menuju pelabuhan tak terlalu jauh, kami melewati jalan yang sama seperti saat hendak makan pecel lele di sebuah warung tenda pinggir jalan. Mobil berbelok ke kiri, melewati terminal Kota Agung. Suasana terminal masih sepi, hanya ada sebuah bus, tanpa seliweran orang-orang. Di depan terminal inilah mobil kami berhenti. Mas Elvan turun. Apa urusannya? Memesan sarapan. Ah, ya, syukurlah. Berarti ada sarapan seusai jalan-jalan melihat pasar ikan nanti. #memang semua dikasih sarapan kok Rien! Hadeeh. 

Di penginapan Pelangi, sebelum berangkat ke pelabuhan


Terminal Kec. Kota Agung, Tanggamus


Sebuah bus di terminal

Dari terminal, mobil kembali meluncur menuju dermaga. Hanya 2 menit saja,  kami pun sampai. Suasana khas pasar ikan mulai terlihat. Mengingatkan saya pada pasar ikan di Pelabuhan Muara Angke, tetapi yang ini lebih kecil. Sesuatu yang sangat kentara bagi indra adalah aroma amis ikan yang menyeruak masuk hidung. Jika saat itu saya sedang hamil muda, niscaya akan hoeks hoeks begitu turun dari mobil. 

Penyambut kami pagi itu tak cuma bau amis ikan, tapi juga tanah becek yang bikin saya harus menghindar sana sini. Asoy pagi-pagi main kotor dan bau tak sedap. Kapan lagi begini? Ditemani kawan-kawan kece, bawa kamera pula, sudah berasa kayak turis nyasar. Diliatin, diheranin… yaaaah GR deh gue. 

Selamat pagi Tanggamus!
 
Mas Elvan, juragan ikan dari Tanggamus :D
Suasana pelabuhan di pagi hari

Baiklah, mari jumpai orang-orang tangguh di pelabuhan ini. Mereka yang bangun sangat pagi menanti kapal nelayan kembali ke daratan. Menyiapkan otot bak Samson untuk mengangkat dan memikul, juga mendorong gerobak penuh bakul-bakul ikan. Dan mereka yang pergi melaut entah berangkat sejak kapan, berteman udara dingin dan hempasan angin, bahkan gelombang yang entah tingginya seperti apa, lalu kembali ke darat membawa berkilo-kilo ikan yang jumlah kilonya saya tak tahu berapa ratus.

Masyarakat pesisir dengan kesehariannya, untuk kehidupan yang terus berjalan dan mesti dilalui. Dermaga ini memperlihatkan denyutnya. Saya merasakannya, sangat dekat. 

ikan segar nih


menawar sisa


ikan kembung tergolek, kehilangan nyawa


Cumi lebay, eh cumi lunglai :))


Bang Zainudin.......Hayati lelah digantung, :)))

Matahari terus naik, sementara langit masih menebarkan warna jingga yang memancing saya untuk menangkapnya. Setelah itu, perhatian saya beralih pada orang-orang yang lalu lalang di dermaga. Wanita bertopi dengan syal di leher, jongkok di dekat meja kayu berisi beberapa ekor ikan yang lesu. Lelaki tua mendorong gerobak. Perahu-perahu tertambat lelah. Kotak-kotak pendingin dekil untuk menjaga kesegaran ikan. Ikan tongkol. Ikan kembung. Cumi-cumi. Bau amis. Kucing kurus mencuri ikan, lari terbirit-birit dihalau perempuan berkupluk.

Kehidupan.

Saat perahu-perahu nelayan merapat di dermaga, saat itu juga terjadi kerumunan. Maka…

Ikan
Ikan
Ikan berlimpah di dermaga.



tertambat lelah


Nelayan kembali dari laut membawa ratusan kilo ikan


Ikan berlimpah


Hanya dua jenis ikan; tongkol dan kembung

Berbakul-bakul ikan segar tiba. Bakulnya disusun dalam gerobak, lalu di dorong ke daratan, ke tempat pelelangan. Di sana, puluhan pria telah berkerumun. Lalu, terjadilah lelang ikan. Ada seseorang yang menyebutkan angka sekian dan sekian. Namun sayang saya tak dapat mendengar dengan jelas berapa saja angka yang disebutkan. Toak yang digunakannya membuat suaranya pecah, atau mungkin kosentrasi saya yang pecah karena tak tahan bau amis? Yang jelas, ikan-ikan itu dilelang tanpa pakai timbang-timbang segala. Sepertinya harga ditakar berdasarkan isi bakul-bakul. Satu bakul sekian. Sekian bakul, maka sekian harganya.

Ke mana saja ikan-ikan itu pergi? Ke rumah-rumah masyarakat Tanggamus, hingga keluar kota. Soal kesegarannya silakan terka, makin jauh melanglang ke luar Kota Agung, akan tetap segar atau justru makin ‘kuyu’? Tapi sudahlah, yang penting si ikan 'menghidupkan' orang-orang :)

Suasana di tempat pelelangan
Seorang laki-laki memunguti ikan yang tumpah
 
Tak sampai lama kami di dermaga, karena beberapa jam ke depannya harus sudah berada di Lapangan Merdeka Kota Agung untuk menyaksikan acara pengetahan adok dan festival budaya Tanggamus. Jadi, cukup sesaat saja menyaksikan lelang ikannya.

Ketika hendak meninggalkan dermaga, terbit tanya dalam hati? Saya sudah makan ikan hasil tangkapan nelayan Kota Agung belum ya? Sudah makan bakso ikan tongkol Teluk Semaka belum ya? Uupsss....

Sempat dapat ini
 
Ini bukti kita sedang di dermaga! :D  *w/ mbak Evi, Mas Elvan, & Banu


Sampai jumpa lagi Teluk Semaka

Sambang Air Terjun Way Lalaan Sambil Makan Durian


Bagaimana jika judulnya makan durian saja tanpa embel-embel air terjun Way Lalaan? Sepertinya lebih cocok, karena acara makan duriannya lebih banyak ketimbang melihat air terjunnya :D

Baiklah, saya awali saja cerita ini dengan perjalanan berkendara mobil dari Talang Padang ke Pekon Kampung Baru. Talang Padang itu perhentian terakhir kami sebelum lanjut makan durian. Di sana kami bertandang ke Rumah Batik Tanggamus. Di sana pula kami berjumpa mas Elvan, koordinator tim medsos selama acara FTS 2015. Nah, Mas Elvan inilah yang mengajak kami makan durian.

Wow Mas Elvan tajir yaaa..
Haha…bukan Mas Elvan sih yang bayarin, tapi atasannya he he 



Waktu tempuh menuju Pekon Kampung Baru sekitar 30 menit saja, tapi seakan berjam-jam lamanya. Sejak diberitahu bahwa kami akan makan durian sepuasnya, kepala saya isinya langsung dipenuhi tentang durian. Jadi banyak membayangkan rasa durian manis dengan aroma khas menggigit. Bayangan-bayangan tentang durian inilah yang bikin saya ingin lekas sampai di Way Lalaan. Makanya perjalanan jadi terasa lama :D

Di mana Way Lalaan?

Menurut keterangan yang saya dapat, objek wisata Tanggamus yang satu ini berjarak sekitar 80 Km dari Kota Bandar Lampung. Sekitar 2 jam waktu tempuhnya kalau tidak pakai acara mampir-mampir segala. Jika dari Kota Agung, ibukota Pemerintahan Kabupaten Tanggamus, jarak Way Lalaan sekitar 8 Km. Air terjunnya sendiri tidak jauh dari jalan raya lintas barat Sumatra (Jalinbarsum) yang menghubungkan Bandar Lampung dan Kota Agung. Letak air terjunnya di sisi kiri jalan, jaraknya sekitar 300 meter. Dari pintu gerbang tinggal masuk, parkir (jika bawa kendaraan), lalu  dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni anak tangga sepanjang 75m.

Kami sampai di lokasi sekitar pukul 17.25 saat petang sudah mendekati tua. Matahari tak lama lagi tenggelam. Alam raya sebentar lagi dirundung gelap. Tak mungkin sepetang itu ada acara main-main air terjun, trekking, apalagi pakai mandi-mandi segala. Jadi acara intinya ya makan durian saja.

Duriaaaaan neeeng

Durian maaaang

Mas Elvan dan teman-temannya langsung belah-belah durian. Satu-satu di belah, satu-satu disuguhkan, satu-satu dicoba. Siapa yang nggak senang melihat buah-buah berduri itu terhampar di hadapan, bukan? Ayo makan duriaaaan.

Eits…ternyata ada yang nggak ikut makan. Siapa dia? Siapa lagi kalau bukan si tampan dari Palembang, Yayan Ruhian! Bwaahahaa…bukan Ruhian, tapi Yayan Haryadi alias omnduut. Saya curiga si Yayan sedang kesambet. Masa iya dia tidak doyan durian? Ya sudahlah Yan, lebih baik kamu tidak ikut makan durian, biar tidak mengurangi jatah #halah :p

Mas Elvan bilang harga-harga durian itu 10 ribuan saja. Murah meriah katanya. Ciyuuuus? 10 ribu itu murah? Weeeks itu mahal tahu. Durian di Lematang kalau sedang musim buah harganya cuma 2-3ribuan haha. #ya sudah Rien sono ke Lematang :p

Duriannya banyak yang manis, sisanya hambar dan anyep. Yang anyep itu mungkin saat makan sambil memandang seseorang yang wajahnya anyep hahaha. Iya kamu yang anyep :D
 
Dari sini 'icip ujungnya' bermula :D


manis


anyep

Kelar makan durian, saya turun ke air terjun. Suasana sudah mulai agak gelap. Sedikit ragu juga mau ke bawah. Syukurlah ada Fajrin yang baik hati mau menemani. Blogger lain tak ikut turun karena tahun lalu saat mereka ikut FTS 2014 sudah pernah melihat. Bukan hanya Way Lalaan 1 yang pernah mereka sambangi, tapi juga Way Lalaan 2. Yup, di sini memang ada dua air terjun. Pada FTS 2014, kedua air terjun ini memang menjadi tujuan kunjung tim media, blogger dan jurnalis. 

Air Terjun Way Lalaan terletak di kaki Gunung Tanggamus dan merupakan air terjun bertingkat dengan jarak satu sama lainnya lebih kurang 200 m.  Air Terjun Way Lalaan 1 terletak di sebelah atas dan Air Terjun Way Lalaan 2 terletak di sebelah bawah. Menurut cerita, akses jalan menuju Way Lalaan 2 lebih sulit, harus menuruni bukit cukup terjal dan saat pulang juga harus melewati jalan itu kembali. Terdengar menantang sih sebenarnya, tapi apa iya harus menghadapi tantangan itu saat suasana mulai gelap? Duh….yang ada kemarin saya malah bergidik. Suasananya mulai terasa seram. Jelang waktu magrib sih hehe.. 

Rasanya pingin nyebur

O ya, konon air terjun yang berasal dari aliran Way Lalaan yang bermuara ke Teluk Semaka ini telah di kenal sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda. Sekitar tahun 1937. Dan tangga batu menuju lembah air terjun yang saya titi petang itu dibuat pada masa itu. Hmm…pantas kelihatan tua. Tua tapi gagah #halah…orang kali gagah :p

Ternyata, air terjunnya cakep. Meski nggak tinggi-tinggi amat. Kurang lebih 11-13 meter (entah berapa tepatnya). Kolamnya enak buat berendam. Nggak takut sakit ketimpa tumpahan air. Terbayang segarnya badan kalau mandi di situ. Tapi magrib begitu, berasa mau mandi kembang kalau jadi mandi. Trus nanti ada yang datang menemani mandi, ada suara kecipak air, tapi nggak ada wujudnya. Hii…sereeem. Fajrin! Ayo kita pulang! Haha. Si penakut mulai membayangkan yang enggak-enggak. Ternyata, naik tangganya capek juga. Saya mesti berhenti beberapa kali sambil ngos-ngosan.

Ditemani Fajrin yang baik hati dan tidak sombong


Tangga batu sepanjang 75 meter


Asri dan nyaman


Ada pondok-pondok buat duduk-duduk patjaran #eh


Meski capek naik, dan hanya sebentar saja, saya bisa tangkap keindahan Air Terjun Way Lalaan dalam ingatan dan lensa kamera saya.


INFO:
Air Terjun Way Lalaan terletak di Desa Pekon Kampungbaru, Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus, Propinsi Lampung.
Fasilitas yang tersedia di sini berupa shelter, mushola, kamar ganti pakaian dan pelataran parkir yang cukup luas. 
  
Nasibmu kulit durian, sungguh merana :D


Sampai jumpa lagi Way Lalaan





Festival Teluk Semaka 2015 

w/ @Yopiefranz @KelilingLampung @elephunx25_85 @Duniaindra @Halim_san @Omnduut @Fajrinherris @Donnaimelda @Eviindrawanto @kikianvirrr @Agoenk_001 @ito07aja @FestTelukSemaka

Nuansa Bahari di Secarik Batik Tanggamus

 

Ini masih cerita tentang Lampung. Cerita ketika saya dan teman-teman blogger diundang oleh  Dinas Pariwisata Tanggamus untuk mengikuti rangkaian kegiatan Festival Teluk Semaka ke-8. Salah satu kegiatan dalam festival tersebut adalah Tour D’Semaka 2015. Dalam tour yang diikuti oleh travel blogger, jurnalis, dan fotografer tersebut, saya ikut berkunjung ke beberapa objek wisata alam yang ada di Tanggamus seperti Danau Hijau, Air Terjun Pelangi, dan Kawah Belerang Bukit Pagar Alam. Selain wisata alam, kami juga diajak untuk mengenal Batik Tanggamus di Sanggar Batik Ratu.

Tanggamus punya batik? 
 
Sedikit heran saya bertanya pada diri saya sendiri. Selama ini saya menganggap kain tradisional Lampung hanya Tapis. Tak saya dengar ada yang namanya batik. Sama seperti ketika ke Belitong, dikenalkan dengan batik Belitong saya heran. Memangnya ada batik di sana? Bukannya batik itu cuma ada di Jawa, Bali dan Lombok saja? Inilah akibat kurang piknik, masih banyak yang nggak diketahui. Terheran-heran sendiri jadinya :p

Ajakan berkunjung ke Sanggar Batik Ratu memang tepat sekali, biar orang macam saya ini tahu bahwa Tanggamus juga punya batik. Sebelum berkenalan dengan Batik Tanggamus, ada baiknya saya ceritakan sekilas tentang Tanggamus. Sekilas saja ya. Soalnya saya juga belum tahu banyak. Maklum baru pertama kali datang ke sana. Itu pun selama di sana nggak kelayapan, sibuk dengan jadwal :D


Bung lumba ikon Tanggamus

Tanggamus adalah salah satu kabupaten yang ada di Lampung. Ibukotanya Kota Agung. Mayoritas penduduk Kota Agung adalah suku Lampung asli, yang lainnya adalah penduduk pendatang. Kota Agung menjadi ibukota kabupaten Tanggamus sejak berdirinya kabupaten Tanggamus yaitu sekitar tahun 1997. Kota yang relatif masih muda ini merupakan kota lama yang terletak di kaki Gunung Tanggamus dan di tepi utara Teluk Semaka.

“Tapis Sai Tanggom” adalah motto masyarakat Kabupaten Tanggamus. Sedangkan “Bung Lumba” merupakan simbol Kabupaten Tanggamus. Simbol ini sudah terkenal se-Tanggamus hingga di luar daerah Tanggamus. Di sini, saat berjalan ke sudut-sudut kota, maka akan banyak menjumpai gambar lumba-lumba. Nah, ikon lumba-lumba inilah yang kemudian menjadi motif kain Batik Tanggamus.
 
Rumah Batik Tanggamus
Mas Elvan (berbaju batik), Staf Bidang Pengembangan Destinasi dan Pemasaran Pariwisata di Disbudparpora Tanggamus yang menemani tim media (blogger, fotografer, jurnalis) berkunjung ke rumah batik

Untuk melihat Batik Tanggamus, kami diajak berkunjung ke Sanggar Ratu binaan Dekranasda Tanggamus yang terletak di Pekon Banding Agung, Kecamatan Talang Padang yang pengrajinnya adalah Bapak Omansyah Adok Minak Jaga. Menurut Hendra Ferry, SE, MM, sebagai sekretaris umum yang mendampingi Dewi Handajani, SE,MM, Ketua Umum Dekranasda Tanggamus (istri bupati Tanggamus), keberadaan Sanggar Ratu ini merupakan wadah para perajin lokal, juga sarana promosi handycraft Kabupaten Tanggamus, baik itu pengrajin batik maupun lainnya.

Bahari di atas batik, demikian saya menyebut motif batik Tanggamus. Motif yang mengingatkan saya pada batik Danar Hadi, dimana motifnya berupa biota laut seperti terumbu karang, udang dan koral. Tanggamus seperti ingin memperkenalkan kemaritiman Indonesia dalam bentuk batik dan pewarnaannya. Motif batik yang saya jumpai di sini antara lain motif Bung Lumba, motif Bunga Kamphai (buah tomat kecil/ cherry) dan motif batik Sanggi. Batik Sanggi ini punya motif yang kental dengan nuansa pesisirnya, berbentuk gambar ketinting atau jukung (perahu khas Lampung), cadik, pohon ara (pohon kehidupan) dan nelayan.
 
Motif lumba-lumba


Motif lumba-lumba


Motif lumba-lumba

Motif ceria berbentuk lumba-lumba terlukis cantik dalam koleksi batik warna-warna terang yang menawan seperti merah, orange dan biru menggambarkan ciri khas Tanggamus. Namun, warna-warna gelap seperti cokelat dan hitam juga tetap menghiasi rentetan koleksi batik. Bahan yang digunakan antara lain katun dan sejumlah kombinasi antara kaus dan sifon. Tidak sebagaimana batik yang selama ini saya kenal yaitu ditulis (batik yang ditulis), di Sanggar Ratu ini batik-batik dikerjakan dengan cara dicap di kain. Pengerjaan batik dengan cara dicap memang lebih cepat, efisien dan ekonomis.

Saya menjumpai beberapa kain dalam pola, motif, dan warna yang tak sama. Ketidaksamaan tersebut menyelaraskan pesan yang ingin disampaikan oleh pembuatnya. Suatu motif memang mempunyai arti dan makna sendiri-sendiri, terukir layaknya sebuah cerita. Keberadaannya menempati posisi istimewa. Filosofi batik bermuatan historis dan autentisitas.

Banyak nilai luhur dan makna mendalam pada motif batik. Di tangan pengrajin berpengalaman, batik menjadi sebuah karya visual artistik berunsur simbol identitas budaya. Seperti motif kawung yang mempunyai makna pesan agar manusia ingat akan asal usulnya. Motif parang melambangkan kewibawaan, kekuasaan, atau kebesaran.

Motif batik sangat banyak jumlahnya dan hampir di setiap daerah di Indonesia punya corak atau motif batik khas yang unik, termasuk motif batik Tanggamus. Motif batik Tanggamus identik dengan segala sesuatu yang berkenaan dengan kekayaan alam dan budaya Tanggamus. Maka kemudian tak mengherankan, batik Tanggamus menjadi cinderamata yang tepat sepulang plesiran dari kota pesisir tersebut. Jika saya seorang desainer, di tangan saya kain batik Tanggamus dalam berbagai motif ini akan beralih menjadi busana batik wanita  yang tampil elegan dan gaya dalam berbagai model. Mau kasual, bisa. Untuk ajang formal, tentu tersedia. Tapi sayang saya bukan desainer hehe
 
Busana batik


Tumpukan batik printing


Motif sanggi berbentuk gambar ketinting atau jukung (perahu khas Lampung), cadik, pohon ara (pohon kehidupan) dan nelayan.


Hamparan beragam batik berwarna cerah

Seperti kita tahu, batik Indonesia sudah sangat berkembang pesat dan mendunia. Terlebih sejak diakui sebagai warisan budaya oleh UNESCO. Selain itu, peran serta pemerintah dalam mendukung pemasaran batik di dalam dan di luar negeri juga sangat memacu perkembangan batik Indonesia. Hal itu juga memicu timbulnya motif-motif batik baru dari daerah yang mungkin selama ini belum terekspos budaya batiknya. Salah satu bukti pesatnya perkembangan batik adalah tren motif batik yang sangat cepat. Jika selama ini saya mengenal motif rangrang, jumputan, garutan, padi, kupu-kupu, dan merak, maka di Tanggamus saya mengenal tiga motif batik seperti yang telah saya sebutkan di atas.

Bagaimana dengan soal kecintaan? Sudah seberapa cinta saya pada batik?
*mikir*
*tutup muka pakai panci*


Ha ha

Jujur, saya pribadi malu pada pencinta batik asal Jerman, Rudolf G Smend, seorang kolektor batik berusia 74 tahun pemilik galeri batik di kota Cologne, Jerman. Atau malu pada Brigitte Wilach yang punya 60-an koleksi kain batik panjang asal Indonesa. Yaah…memang sedikit ironi sebenarnya ketika mengetahui bahwa justru warga negara asing yang menjadi kolektor batik kuno dan daerah. Saat ini generasi muda masih ada yang kurang mengapresiasi kesenian dan produk budaya Indonesia. Saya yang tua ini juga termasuk sih :p Tak banyak yang mendalami pemaknaan terhadap motif batik (ngomong depan kaca). Orang Indonesia seharusnya lebih menghargai batik (ngomong depan kaca lagi) karena batik memang warisan budaya yang tidak ternilai.

Batik motif apa ini?


Lestarikan Tapis Lampung


Tanggamus kini mulai dikenal dengan keindahan alamnya. Begitupun dengan kerajinan kain tradisionalnya, yaitu batik dan tapis. Nah, selain batik, di Sanggar Ratu yang kami kunjungi ini juga tersedia kain tapis dan sulam usus. Semua karya warga binaan. Menurut Ibu Oman, untuk motif dan desain, mereka yang tentukan, lalu perajin membuatnya berdasarkan apa yang mereka pesan. Penduduk Talang Padang, khususnya perempuan menjadikan kegiatan menenun tapis sebagai mata pencaharian. Desa ini memang merupakan sentra kerajinan tapis dan batik di Tanggamus.

Tapis dikenal memiliki keindahan motif dan kehalusan kain tenunnya. Di sini, harga satu helai kain tapis berkisar mulai dari Rp 800 ribu hingga Rp 3 juta. Ada juga yang dijual dengan harga Rp 8 juta. Biasanya untuk harga mahal tersebut dibuat berdasarkan pesanan khusus.
 
Ibu Oman menunjukkan kain tapis karya pengrajin Talang Padang

Motif tapis

Berbicara tentang tenun, Unesco belum menobatkan kain tenun sebagai benda warisan dunia asli Indonesia. Pada 2010 organisasi sosial yang menamakan dirinya sebagai kelompok Cinta Tenun Indonesia mengajukan kain tenun untuk dijadikan sebagai benda warisan dunia asal Indonesia kepada Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau lebih dikenal dengan sebutan UNESCO. Pada 2013 pengajuan itu pun disidangkan. Namun, hingga saat ini UNESCO tak pernah memberi keputusan dan kepastian bahwa kain tenun memang benda warisan dunia yang berasal dari Indonesia.

Di Tanggamus, kondisi para penenun masih cukup diberdayakan. Mereka dibimbing dan diberikan pelatihan agar tradisi dan teknik menenun autentik tidak luntur karena ketiadaan regenerasi atau tergilas zaman.
 

Hiasan dinding rumah batik berisi gambar jukung

Teras rumah batik

O ya, waktu di sana saya lupa tanya, apakah pengrajin tapis di Tanggamus pernah ikut pameran di Museum Tekstil Jakarta atau belum. Kalau sudah syukur. Biasanya di MTJ dipamerkan tenun daerah-daerah di Indonesia seperti Lombok, Kalimantan, Bali. Pameran tersebut diselenggarakan sebagai sarana untuk melestarikan kain tenun, sekaligus sarana edukasi pilihan masyarakat untuk menggugah semangat wastra tenun, dalam hal ini penenun atau perancang mode, agar tetap berkarya di tengah derasnya kebudayaan asing yang menggedor Indonesia. Pameran di MTJ tersebut, selain bertujuan untuk memproteksi kekayaan dan warisan nusantara, karya para penenun juga berpeluang dijadikan ladang perekonomian.
 
Berbagai tapis dengan beragam motif
Motif renda dan bordir renda yang dikembangkan di Sanggar Ratu
Kain tradisional Indonesia memang OK ^_^
Mencoba peci tapis

Menenun bukanlah perkara mudah. Menjadi seorang penenun harus bisa menghafal baris tenun untuk membentuk motif tertentu. Jika salah sekali saja, motif yang diharapkan tidak bakal keluar. Saya pernah mencoba menenun di Desa Pande Sikek, Sumatera Barat. Memasang benang pun butuh waktu belasan menit. Menyulam satu baris saja tak selesai dalam setengah jam. Saya sampai dihinggapi stress :D

Proses pembuatan sehelai kain tenun memerlukan waktu yang bervariasi. Hal ini bergantung pada kerumitan motif yang dibuat dan waktu luang perempuan Tanggamus. Satu kain tenun bisa selesai dalam satu pekan sampai satu bulan. Lama pengerjaan juga bergantung pada panjang dan lebar kain. Semakin panjang kain dan rumit motifnya, semakin lama pula waktu pengerjaannya. Motif kain juga menjadi penentu harga tapis. Semakin rumit kain, semakin mahal harganya. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, harga kain tapis di sini mulai dari Rp 800.000 hingga 8 juta per helai, tergantung kerumitan motif.

Nah….bagi yang sedang atau berkunjung ke Tanggamus, Ibu Oman mengundang untuk mampir ke Sanggar Ratu di Jalan Raden Intan No. 75. Pekon Banding Agung, Kecamatan Talang Padang. HP: 0852-69309040.

Mampir yuk :)

Terima kasih Ibu Oman sudah kenalkan kita pada batik Tanggamus