Tampilkan postingan dengan label kesultanan tidore. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kesultanan tidore. Tampilkan semua postingan

Festival Tidore 2017 Mempererat Tradisi & Mempertegas Jati Diri Bangsa Maritim

Festival Tidore 2017 
Mempererat Tradisi, Mempertegas Jati Diri Bangsa Maritim 

FESTIVAL TIDORE - Hari Jadi Tidore ke-909
 
Hadir dan menyaksikan langsung Festival Tidore 2017 menjadi sebuah pengalaman berharga yang saya dapat dalam mengenal budaya dan tradisi masyarakat Indonesia Timur yang berada di Tidore, Maluku Utara. Festival berlangsung sejak 29 Maret hingga 12 April 2017, melibatkan seluruh masyarakat umum Tidore, Kesultanan Tidore, Pemerintah Kota Tidore Kepulauan, dan Dinas Pariwisata Kota Tidore Kepulauan. Seluruh prosesi dalam rangkaian acara festival sangat kental dengan nilai budaya dan tradisi. Setiap ritual adat berlangsung dalam suasana sangat khidmat. Indah ketika dihayati. Kaya untuk dipelajari. Agung dan lestari menjadi jati diri yang tidak tergerus oleh waktu.

FESTIVAL TIDORE - Travel Blogger Goes To Tidore (Lokasi: Pelabuhan Rum Tidore)

Travel Blogger Goes To Tidore

Sabtu 8 April 2017, saya berangkat bersama enam rekan blogger, lima di antaranya adalah pemenang lomba menulis tentang Tidore. Mereka adalah Rifki, Deddy Huang, Haryadi Yansyah (Yayan), Eko Nurhuda, dan Attini Zulfayah. Saya dan Yuk Annie, sebagai juri dalam lomba tersebut, turut mendampingi mereka. Dalam rombongan kami juga ada Tati Suherman (blogger yang membeli paket wisata ke Tidore lewat Ngofa Tidore), dan Ibu Dwi Woro sebagai tamu undangan (pemerhati budaya dan dosen UI), serta Mas Dwi dan Ayu (traveler).

Perjalanan ke Tidore ini menjadi pengalaman pertama bagi saya dan rekan-rekan blogger menginjakkan kaki di Maluku Utara. Sedangkan bagi yuk Annie jadi yang kedua. Kami berangkat dari daerah masing-masing, tidak berbarengan tapi tujuannya sama-sama ke Ternate. Yayan dan Deddy dari Palembang-Jakarta-Ternate. Rifki dan Mbak Zulfa dari Surabaya-Ternate. Mas Eko dari Jateng ke Jogja-Makassar-Ternate. Saya dan Yuk Annie juga dari Jakarta tapi beda pesawat dengan Deddy dan Yayan.  

FESTIVAL TIDORE - Naik speedboat dari Ternate, selfie berlatar Pulau Maitara dan Pulau Tidore

Jadi, kalau hendak ke Tidore, tujuannya ke Ternate terlebih dahulu karena perjalanan dengan pesawat hanya bisa sampai Ternate. Dari Bandara Sultan Babullah Ternate, selanjutnya kami menuju Pelabuhan Bastion untuk menyeberang ke Tidore dengan speed boat selama 10 menit. Pilihan menyeberang bisa juga dengan kapal ferry, ongkosnya Cuma Rp10.000 dengan waktu tempuh 30 menit. 

Dalam perjalanan berperahu menuju Tidore inilah terpampang panorama laut dengan Pulau Maitara dan Pulau Tidore saling berdampingan. Sebuah pemandangan yang tergambar dalam uang kertas Rp1.000 versi lama (saat ini masih beredar walau sudah jarang). Tak ingin melewatkannya, kami pun berfoto dari atas speed boat sambil memegang uang Rp1.000 dan menjadikan pemandangan di uang kertas tersebut sebagai latar belakang. Pengemudi speedboat dengan baik hatinya menghentikan laju, memberi kami kesempatan berfoto dengan tenang sebelum akhirnya meluncur kencang ke Pelabuhan Rum di Tidore. 

FESTIVAL TIDORE - Bersama rekan-rekan blogger, berfoto dengan Iskandar Alting, Jou Mayor. (Komandan Upacara Kesultanan Tidore)

Tema Hari Jadi Tidore

Tema hari jadi Tidore ke-909 tahun 2017 adalah Merawat Tradisi, Mempertegas Jati Diri Bangsa Maritim. Tema ini kembali dipakai pada Festival Tidore 2018 yang sebentar lagi akan dilangsungkan. Tema Hari Jadi Tidore memiliki makna sebagai berikut:

Pertama: Tradisi dan adat istiadat adalah intisari kebudayaan yang berisikan ajaran moral dan etik yang harus dijaga dan dirawat untuk kepentingan pelestarian sejarah dan kebudayaan Tidore.

Kedua: Tradisi dan adat istiadat adalah sebagai intisari kebudayaan yang harus dirawat untuk menjadi elan vital dalam membangun karakter masyarakat Tidore yang sebenarnya sekaligus sebagai alat untuk memupuk modal sosial dalam rangka mendukung pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah.

Ketiga: Aspek kemaritiman dalam tema hari jadi ini adalah bagian dari refleksi akan ketegasan membangun identitas dan jati diri  masyarakat Tidore sebagai masyarakat kepulauan serta mendukung visi Pemerintahan Jokowi melalui Program Poros Maritim Dunia. 

FESTIVAL TIDORE - Pasukan pembawa paji dalam prosesi Paji Nyili-Nyili

Kegiatan Festival Tidore 2017

Banyaknya kegiatan festival yang ingin kami saksikan, membuat kami berada di Maluku Utara tidak dalam waktu singkat. Total 9 hari dengan 6 hari di Tidore dan 3 hari di Ternate. Selain mengikuti prosesi adat, kami juga mengunjungi seluruh tempat wisata di Tidore. Dari kota, desa, laut, gunung, hingga kebun-kebun rempah di daerah pegunungan. 


Dalam tulisan ini, saya hendak memaparkan rangkaian kegiatan utama festival, diantaranya: 
1. Kota Tupa (29/3 & 2/4)
2. Siloloa Sultan Tidore (7/4)
3. Festival & Bazaar Guruabunga (8/4)
4. Prosesi Tagi Kie (9/4)
5. Rora Ake Dango (9/4)
6. Kota Ake Dango & Ratib Haddad Farraj (10/4)
7. Parade Juanga Sultan Tidore (10/4)
8. Kota & Rora Paji (10/4)
9. Perjalanan Paji Nyili-Nyili (11/4)
10. Kirab Agung Kesultanan & Upacara Puncak Hari Jadi Tidore (12/4)
11. Launching Museum Maritim Dunia (12/4), Ratib Taji Besi (12/4). 

FESTIVAL TIDORE - Kirab Hari Jadi Tidore ke-909

Seluruh prosesi mempunyai makna tersendiri, saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Dilaksanakan dengan tertib dan penuh khidmat, menjadi satu kesatuan ritual adat yang sudah menjadi tradisi sejak masa silam. Perlu waktu tidak sebentar bagi saya untuk memahami beberapa hal untuk kemudian menceritakannya melalui tulisan. Karena segala sesuatu yang terkait dengan adat dan budaya, harus akurat ketika disampaikan, terlebih sejarah. Saya sempat melakukan beberapa kali wawancara ke orang-orang terkait yang memang berkapasitas untuk ini, dan mengulang tanya lagi di waktu yang lain sampai saya yakin apa yang saya dapat tidak keliru. Salah seorang sahabat asal Tidore yang saya kenal, S2 ilmu sejarah di UNJ, banyak membantu saya dalam mendapatkan informasi tentang segala sesuatu terkait prosesi adat yang saya saksikan selama festival. Saya sangat berterima kasih padanya.

Berikut ini adalah uraian dari masing-masing acara selama festival 2017. Semoga menjadi gambaran bagi teman-teman yang ingin mengunjungi Tidore saat perayaan Festival Tidore 2018 dan tahun-tahun berikutnya. Namun sebelum itu, saya publikasikan dulu sambutan dari Walikota Tidore Kepulauan, Capt. H. Ali Ibrahim, MH, sambutan Sultan Tidore H. Husain Sjah, dan sambutan Kadis Budpar Kota Tidore Kepulauan Drs. Yakub Husain, M.Si. 

FESTIVAL TIDORE - Walikota Tidore Capt. H. Ali Ibrahim, MH (baju putih)

Sambutan Walikota Tidore | Capt. H. Ali Ibrahim, MH

Rangkaian kegiatan Festival Tidore 2017 adalah bagian dari upaya untuk merawat sejarah dan kebudayaan agar bisa menjadi modal sosial dalam rangka mendukung pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Pada aras ini tradisi mestinya menjadi elan vital untuk memupuk jati diri dan membangun karakter yang berakar pada nilai moral dan etik yang tersimpan dalam lembar catatan sejarah dari masa lalu.

Pemerintah daerah melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyadari bahwa upaya-upaya yang dilakukan melalui program ini harus memiliki visi yang jelas dan terukur serta harus dikerjakan secara bersama oleh semua stakeholders kebudayaan dan kepariwisataan.  Untuk itu rangkaian kegiatan Festival Tidore 2017 adalah rencana pengembangan kebudayaan dan pariwisata yang tersusun secara holistik dalam RIPPARDA tahun 2017. Dalam kaitan ini, dukungan dari semua pihak untuk memperbaiki hajatan ini akan menjadi masukan yang strategis dan penting bagi upaya pengembangan kebudayaan dan pariwisata Tidore di masa akan datang. 

Sambutan Sultan Tidore

Dalam perjalanan sejarah para pemimpin Maluku, kita membaca dengan seksama tiap peristiwa, mengambil satu demi satu pelajaran, lembar-lembar tua dari masa lalu itu menyimpan nilai-nilai moral dan etik yang sangat tinggi nilainya. Maluku Kie Raha adalah anak kandung peradaban, menyimpan mutiara hikmah yang bersemayam di dasar lautan perak Kie Raha, rahasia-rahasia ilmu pengetahuan dalam dendang Kabata, Moro-Moro dan Daradia di puncak-puncak Marijang dan Gamalama. 
FESTIVAL TIDORE - Sultan Tidore H. Husain Syah

Mari kembali sejenak pulang ke sejarah untuk membaca tradisi asal, agar kita bisa mengenal identitas persekutuan ini. Kita adalah bangsa maritim yang belajar dari gelombang laut yang ganas dan lava vulkanik gunung api, karena di sanalah letak ujian kehidupan yang sebenarnya. Ujian yang sudah seringkali kita lalui pada Nusa dan lautan Maluku, tempat para raja-raja dan sultan Maluku dahulu diuji. Tapi di tanah ini, kita tetap adalah bangsa para penjaga, yang setia dan loyal berbayar mati kepada identitas nasional bernama Indonesia. Ya, itulah kita yang lebih sering dilupakan oleh sejarah.

Pertemuan hari ini adalah untuk mengenang seorang bangsawan Tidore yang disebut oleh Gubernur Galvao sebagai seorang laki-laki terhormat dan bermartabat tinggi. Laki-laki itu adalah Sir Kaicil Rade, anak dari Malikiddin Mansyur kaicil Maluko atau Al Mansyur, saudara dari “King Mir” Amiruddin Iskandar Zulkarnain dan Nyai Tjili Boki Ratu. Kaicil Rade adalah Kapita Lau Tidore, Panglima Perang Pasukan Gabungan yang memimpin Pasukan Tidore, Ternate, Bacan, dan Jailolo berjumlah 40 hingga 50 ribu tentara pada saat itu. Pasukan ini dilengkapi dengan bom, senapan, tombak, pedang, perisai, pasukan berkuda dan pasukan pemanah.

493 tahun lalu di Istana Mareku berkumpul para raja dan sultan-sultan Maluku Kie Raha, Sultan Deyalo dari ternate, King Mir Amiruddin Iskandar Zulkarnain Sultan Tidore, Sultan Bacan Alauddin dan Kolano Jailolo Katarabumi yang bersepaham untuk bersekutu melawan Portugis dipimpin oleh Kaicil Rade. Kenangan terhadap Kaicil Rade serta para raja dan sultan-sultan Maluku Kie Raha terdahulu menjadi pelajaran bersama bahwa kita kuat karena bersatu dan bersepaham. Kita kuat karena persekutuan Maluku adalah sebuah visi agung yang memiliki martabat tinggi sebagai tujuan bersama dalam visi negara Maluku Kie Raha.

Untuk itu pertemuan hari ini adalah upaya bersama untuk merestorasi kembali cita-cita luhur yang telah digagas sejak 5 abad lalu itu. Tentang identitas maritim sebagai jati diri bangsa Maluku, pada hari ini dengan segala kerendahan hati, saya atas nama tanah dan leluhur kami, ingin menyampaikan permohonan kepada Yang Mulia Presiden Jokowi, untuk bisa merawat keping-keping masa lalu gemilang di sini, sehingga bisa menjadi mozaik dalam membangun identitas dan peradaban maritim bernama Indonesia.

Sekaligus pada saat yang berbahagia ini saya ingin me-launching proposal rencana usulan “Museum Maritim Dunia” untuk dibangun di Tidore. Tidore memiliki masa lalu yang penting sebagai kawasan satelit maritim dunia selain Ternate, Jailolo, Bacan, dan Loloda karena menjadi pusat perniagaan rempah-rempah dunia abad ke-16. Tidore juga berkontribusi penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan geografi, karena menjadi titik nol dunia yang membuktikan bahwa bentuk bumi adalah bulat bukan datar, setelah ekspedisi keliling dunia Eropa pertama yang dilakukan oleh Magellan Del Cano.

493 tahun lalu, ekspedisi keliling dunia itu lego jangkar di pulau ini, pada hari Jumat sore tanggal 8 November 1521 dengan kapal Santa maria de la Victoria dan Trinidad. Walaupun ekspedisi Magellan itu hanya dilanjutkan oleh Juan Sebastian  De Elcano, karena Magellan sendiri menghembuskan nafas terakhir di Cebu, Philipina dalam suatu kontak senjata di sana akan tetapi ekspedisi ini telah menjadi perjalanan penting bagi sejarah maritim dunia.

Permintaan ini adalah sekaligus upaya untuk merawat identitas bangsa maritim sebagai harga diri anak cucu Maluku bangsa Tidore, Maluku bangsa Ternate, Maluku bangsa Jailolo, Maluku bangsa Bacan, dan Maluku bangsa Loloda. Atas nama raja-raja dan sultan terdahulu, proposal museum maritim ini adalah hutang sejarah untuk membayar kenangan dan penghargaan kepada para raja dan sultan-sultan Maluku Kie Raha terdahulu yakni Yang Mulia almarhum Jou Sultan Malikiddin Mansyur Kaicil Maluko, kepada “King Mir” Amirudin Iskandar Zulkarnain, Kolano Katara Bumi, Sultan Dayalo dan Sultan Alaudin serta Sir Kaicili Rade atas dedikasi dan loyalitasnya dalam menjaga harkat dan visi persekutuan ini sejak 5 abad lalu itu.

FESTIVAL TIDORE - Mengikuti Parade Juanga bersama Drs. Yakob Husain, M.Si (Kadisbudpar Kota Tidore Kepulauan)

Siloloa | Kadisbudpar Tidore Kepulauan
Drs. Yakob Husain, M.Si.

Suba to ten suba, tabea ma lape tabea, Ona Papa Se Yuma Yaya Se Goa, Hira se Bira, Hali se Bangsa Tidore yang farangom mo duka se cinta.

Tabea Joo.

Mari sejenak pulang ke Tidore, tanah di mana tradisi dan kearifan dirawat dalam kebijaksanaan, kesabaran dan kerendahhatian para Sowohi dan Joguru sejak ratusan tahun lampau. Dowaro Munara Hari Jadi ini adalah ungkapan kerinduan, Ngau ma bilang oli matiti dorora sekaligus adalah koro se hadola kepada seluruh anak negeri Tidore di mana pun berada. Madoya duka se cinta te Joungon Moi-mo. E Jou Siokona, mari pulang sejenak untuk merawat rindu pada tanah asal, mengenang Sultan Malikiddin Mansyur Kaicili Maluko, Amiruddin Iskandar Zulkarnaen serta membaca hikmah dan kebijaksanaan Kaicil Rade di istana Gam Mayou Mareku. Atau mungkin sekedar meluangkan waktu mendengar gisa para tetua tentang Kolano dan Sultan-Sultan Tidore dari istana Gam Mayou Mareku, Kadati Biji Nagara Toloa hingga Kadato Kie Soasio.

Papa Se Yuma Yaya Se Goa, Hira se Bira, Hali se Bangsa Tidore. Mari pulang sejenak untuk menjaga dorora kepada Jou Madihutu di rumah Soa masing-masing. Untuk membaca riwayat identitas asal. Dalam dorora dan dzikrullah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, semoga kita semua selalu dalam rahmat dan lindungan-NYA. Sikona Magogoru naro-naro. Farangom duka se simore dika Joungon no aku se maya, toma waktu se loas harap bato jongon no haro, suru ua mai laha, Ino fo maku hadaga tama duka se dodara. 

FESTIVAL TIDORE - Peserta upacara Puncak Hari Jadi Tidore ke-909

Kronik Revolusi Tidore

Sultan Syaidul Djihad Muhammad Al Mab’us Amiruddin Syah, Kaicili, Paparangan, Jou Barakati Sultan Nuku (1797-2017)

Tanggal 10 April seluruh angkatan penyerang Nuku, yang terdiri dari 150 buah korakora dengan 6.000 orang prajurit sudah dipusatkan di Pulau Mare dan di Akelamo; tentaranya terdiri dari orang Tidore, Ternate, Papua, Makian, Bacan, Gorong Alifuru Halmahera dan Alifuru Seram di bawah perintah kepala-kepalanya sendiri.

Kepala-kepala Hongi atau pasukan korakora yaitu Zainal Abidin, Abdul Gafar, Raja Salawati, Kapitan Laut Maba, Sangaji Patani dan Sangaji Gebe. Setelah rencana operasi diatur secara matang bersama panglima-panglima perangnya, Nuku mengutus Abdul Jalal untuk segera menyampaikan ultimatum kepada Sultan Kamaluddin di Tidore. Ultimatum tersebut mengharuskan Kamaluddin turun dari tahta Kerajaan Tidore, menyerah tanpa syarat dan wajib menyerahkan mahkota dan upacara kerajaan Nuku. Setelah ultimatum itu dikeluarkan, pada tanggal 11 April 1797 Nuku mengeluarkan perintah kepada seluruh panglima perang yaitu:

1.Angkatan Perang Kaicil Paparangan hanya memerangi kompeni Belanda dan sekutunya Ternate. Orang Tidore tidak diganggu, begitu pula orang-orang Ternate yang bersekutu dengan Nuku.

2.Masing-masing pasukan melaksanakan tugasnya sendiri-sendiri dan melaporkan pada hari yang telah ditentukan, kecuali tugas selesai dalam waktu yang lebih singkat.

3.Jangan membunuh orang yang tidak melawan atau yang sudah menyerah. Jangan membakar rumah-rumah dengan sia-sia.

4.Barang rampasan berupa senjata api, munisi dan mesiu harus dibawa kembali ke markas besar.

5. Orang-orang Belanda yang tertawan jangan dibunuh melainkan dihadapkan kepada Nuku dan penyerbuan ke Tidore ditetapkan pada tanggal 12 April 1797, satu pasukan induk dengan kekuatan 70 buah korakora di bawah komando Nuku dan Panglima Muda Abdul Gafar; sepasukan sayap kiri dengan 20 buah korakora di bawah komando Raja Maba dan pengawal belakang dengan 40 buah korakora di bawah komando Raja Salawati mulai bergerak. 

Baca juga: Jejak Arkeologi Kesultanan Tidore dan Wilayah Periferinya

Pasukan induk langsung menyerbu Tidore, pasukan sayap kiri mengamati gerakan Hongi Ternate dan kapal-kapal Belanda dengan mengelilingi pulau Tidore dan Maitara, sedangkan oasukan sayap kanan menuju Oba dan pasukan pengawal bertugas menangkis serangan-serangan dari belakang. Lima belas jam sebelum Nuku menyerbu Tidore, Abdul Jalal telah tiba di Soasio Tidore menemui Sultan Kamaluddin menyampaikan ultimatum Nuku. Sultan Kamaluddin dengan tegas menolak tuntutan Nuku itu. Pada malam yang gelap gulita, tanggal 11 April 1797 Sultan Kamaluddin melarikan diri ke Ternate dengan lima buah korakora dan dikawal oleh sepasukan serdadu Belanda.

Pendaratan pasukan induk Nuku di Soasio, Tidore, ternyata tidak ada perlawanan apa-apa. Tidak ada setitik darah pun yang tertumpah. Pasukannya disambut sorak dan sukacita oleh Bobato-bobato, Kimalaha-kimalaha, dan seluruh rakyatnya.

Nuku dinobatkan menjadi Sultan atas seluruh kerajaan Tidore dengan gelas Sri Paduka Tuan Sultan Said’ul Jehad Muhammad el Mabus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan, Sultan Tidore, Papua, Seram, dan daerah-daerah taklukannya. “Revolusi Tidore”, meskipun premature, menunjukkan keberhasilannya dalam mempersatukan kekuatan-kekuatan Tidore, baik yang dipelarian maupun di pulau asal.

Sumber:
Bunyamin Marasabessy Hal.124,125,126.
E. Katoppo, Nuku Sultan Saidul Jehad Muhammad El Mabus Amiruddin Syah Kaicili Paparangan, Sultan Tidore, Riwayat Perjuangan Kemerdekaan Indonesia di Maluku Utara 1780-1805, 114-115. 

FESTIVAL TIDORE
 
Kota Tupa 
Gamtufkange, Tambula, Folarora & Guruabanga. Rabu, 29 Maret 2017 & Ahad, 2 April 2017.

Dowaro & Siloloa adalah proses untuk menyampaikan niat dan maksud pelaksanaan Hari Jadi Tidore ke-909 yang ditandai dengan prosesi Kota Tupa ke rumah para Sowohi di Tambula Folarora & Guruabanga di kaki gunung Kie Matubu. Kota Tupa dimaksudkan untuk memohon doa kepada Allah SWT agar dilimpahkan keselamatan dan kesejahteraan kepada Sultan, Jou Boki, Bobato Pehak Raha (Dewan Menteri) Kesultanan, rakyat dan negeri Tidore serta wilayah kekuasaannya. Dianugerahkan keselamatan dan kesejahteraan dalam pelaksanaan Hari Jadi Tidore Tahun 2017.

Siloloa Sultan Tidore
Sigi Kolano, Kesultanan Tidore. Jumat, 7 April 2017.

Setelah prosesi Kota Tupa, Sultan Tidore, Bobato dunia dan Bobato akhirat akan melaksanakan solat Jumat di Sigi Kolano (masjid Sultan). Setelah solat Jumat dilakukan pembacaan doa oleh imam jaga Sigi Kolano dengan maksud untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi Sultan, Jou Boki, Bobato Pehak Raha (Dewan Menteri) Kesultanan, bala rakyat dan negeri Tidore serta wilayah kekuasaannya. Dalam solat Jumat ini Sultan Tidore menyampaikan Siloloa Hari Jadi Tidore Tahun 2017 kepada khalayak umum.

Festival & Bazaar Gurabunga
Sonine Gurua, Guruabanga. Sabtu, 8 April 2017.

Festival dan Bazaar Gurabunga adalah perayaan masyarakat pegunungan untuk mengekspresikan kegembiraan dan sukacita sebagai ungkapan syukur menyambut datangnya Hari Jadi Tidore ke-909 tahun 2017. Dalam acara ini diadakan penjamuan bagi tamu yang datang dengan suguhan kuliner khas pegunungan serta atraksi-atraksi seni dan budaya masyarakat pegunungan. Selain itu diadakan perkemahan oleh masyarakat umum yang akan mengikuti ritual Tagi Kie Mar'ijang (perjalanan ke puncak gunung) untuk prosesi pengambilan air oleh masyarakat adat Soa Romtoha Tomayou. 


FESTIVAL TIDORE - Festival & Bazaar Gurabunga

Prosesi Tagi Kie
Guruabanga. Ahad, 9 Aprl 2017.

Prosesi Tagi Kie adalah perjalanan ke puncak Gunung Mar'ijang, dilaksanakan oleh Pemuka Adat Soa Romtoha Tomayou untuk mengambil air di puncak Gunung Kie Matubu. Air tersebut kemudian disemayamkan di rumah adat para Sowohi Soa Romtoha Tomayou selama satu malam untuk didoakan sehingga disebut Ake Dango.

Dalam rangka Hari Jadi Tidore ke-909 tahun 2017, ritual Tagi Kie melibatkan elemen organisasi kemasyarakatan dan pemuda dalam ekspedisi Tagi Kie untuk membersihkan di kawasan Puncak Gunung Mar'ijang dalam rangka merawat dan menjaga kelestarian kawasan puncak sebagai situs ritual penting bagi masyarakat adat. 


Rora Ake Dango (Upacara Pembukaan)
Guruabanga. Ahad 9 April 2017.


Rora Ake Dano dilaksanakan di Sonine Guruabunga ba'da Isya hingga menjelang Subuh. Rora Ake Dango adalah upacara untuk menyatukan air yang telah disemayamkan di masing-masing rumah Sowohi Soa Romtoha Tomayou sebelumnya.

Dalam ritual Rora Ake Dango, anak keturunan Soa Romtoha Tomayou akan melakukan moro-moro dan kabata yang berisikan pesan-pesan leluhur untuk dijaga oleh seluruh masyarakat adat Tidore. Prosesi Rora Ake Dango juga merupakan upacara Pembukaan Festival Tidore 2017 dalam rangka Hari Jadi Tidore ke-909.


FESTIVAL TIDORE - Prosesi Rora Ake Dango


Kota Ake Dango & Ratib Haddad Farraj
Senin 10 Aril 2017

Pada waktu Subuh, setelah prosesi Rora Ake Dango selesai, Sowohi Kie Matiti melakukan pelepasan Ake Dango dan disaksikan oleh para Sowohi Soa Romtoha Tomayou lainnya. Ake Dango selanjutnya akan diantar oleh anak keturunan Soa Romtoha Tomayou menuju Kadato Kie dan diterima dalam upacara adat sebagaimana lazimnya oleh Bobato Kesultanan Tidore.

Dalam upacara penerimaan di Gandaria Kadato Kie, Ake Dango yang berada dalam ruas bambu kemudian dituangkan ke dalam Rau (mangkuk putih) dan ditaburi bunga Manuru lalu disemayamkan di ruang dalam Kadato Kie karena akan didoakan dalam prosesi ratib Haddad Farraj oleh Imam Syara Kesultanan Tidore ba'da Magrib serta prosesi Sadat Boso oleh Imam Togubu.

Ratib Haddad Farraj & Sadat Boso dimaksudkan untuk memohon keselamatan dan kesejahteraan bagi Sultan, Jou Boki, Bobato Pehak Raha (Dewan Menteri) Kesultanan, bala rakyat dan negeri Tidore serta wilayah kekuasaannya. 


FESTIVAL TIDORE - Sultan, Permaisuri, dan Walikota Tidore Kepulauan berdoa bersama sebelum Parade Juanga dimulai

Parade Juanga Sultan Tidore
Tidore-Ternate. Senin 10 April 2017.

Parade Juanga adalah ekspedisi hongi Tidore melakukan pelayaran mengelilingi wilayah teritori Kesultanan Tidore. Lazimnya dalam tradisi & protokol Kesultanan, Sultan Tidore dan para Bobato akan melakukan pelayaran hongi beberapa kali dalam setahun untuk melakukan konsolidasi serta silaturahim di wilayah Sangaji se Gimalaha, Fomanyira Nyili Gam Tumdi, Nyili Gamtufkange, Nyili Lofo-lofo dan Nyili Gulu-gulu (Seram, Papua dan Raja Ampat).

Dalam rangka Hari Jadi Tidore ke-909, Parade Juanga Sultan Tidore dan Bobato melakukan pelayaran mengelilingi Pulau Tidore dan singgah di Kadato Sultan Ternate. Dalam lawatan silaturahim juga untuk mengunjungi masyarakat Tidore yang berada di Ternate. Selanjutnya di Kadato Tidore di Ternate, Sultan akan singgah beberapa waktu untuk bersilaturahim sekaligus mengundang (dowora se siloloa) masyarakat adat Tidore di Ternate untuk pulang menghadiri perayaan Hari Jadi Tidore. Dalam upacara ini Sultan akan diterima oleh Yaya Goa dan masyarakat adat Tidore dalam acara perjamuan dan hiburan Kadato Tidore di Ternate. Setelah acara selesai, Imam Syara Kesultanan akan membacakan doa kie dan Parade Juanga Sultan Tidore bertolak pulang ke Kadato Kie. 

FESTIVAL TIDORE - Dua dari puluhan kapal hias yang mengawal armada Kesultanan Tidore


FESTIVAL TIDORE - Di atas kapal Kesultanan Tidore bersama pasukan berbaju merah
FESTIVAL TIDORE - Masyarakat Ternate menunggu kehadiran Sultan Tidore dan rombongan Parade Juanga

FESTIVAL TIDORE - Rombongan dari Tidore tiba di Ternate

FESTIVAL TIDORE - Sultan Tidore mengunjungi masyarakat Tidore di Ternate

Kota & Rora Paji
Kadato Kie. Senin 10 April 2017

Prosesi Kota Paji (pelepasan paji) akan dilakukan oleh Bobato Kesultanan di Kadato Kie. Duplikat paji akan diantar ke masing-masing kamping titik napak tilas yakni Cobo, Rum, Guruabanga, dan Mare. Duplikat paji akan diterima dalam prosesi adat sebagaimana lazimnya oleh Gimalaha-gimalaha, Fomanyira-fomanyira dan Kapita (Bobato Kesultanan) untuk kemudian dilakukan prosesi rora Paji, maka di seluruh masjid di Tidore akan dilakukan prosesi doa dan dorora sebagai bagian dari prosesi Malam Stanggi Timur/malam Dorora oleh seluruh masyarakat Tidore untuk mendoakan keselamatan dan kesejahteraan Sultan, Jou Boki, Bobato Kesultanan, bala rakyat dan negeri Tidore serta seluruh wilayah kekuasaannya.

Paji Nyili-Nyili

Paji Nyili-Nyili merupakan prosesi Napak Tilas 220 tahun perjuangan Sultan Syaidul Djihad Muhammad Al Mab’us Amiruddin Syah, Kaicil Paparangan, Jou Barakati Sultan Nuku (1797-1805). Paji adalah bendera-bendera Angkatan Perang Kesultanan Tidore yang berjumlah 4 buah serta bendera Kesultanan Tidore, paji Sangaji se Gimalaha, diarak dalam perjalanan keliling Pulau Tidore. Di setiap kampung diadakan serah terima paji dan pembacaan borero gosimo.

FESTIVAL TIDORE - Di malam arak-arakan Paji
  
Perjalanan Paji Nyili-Nyili
Selasa, 11 April 2017



Pada tanggal 11 April 2017 pukul 23:00 WIT, duplikat paji akan diarak melalui Soa/kampong menuju Kadato Kie melalui perjalanan laut dan darat sesuai rute Napak Tilas Perjuangan Sultan Nuku. Para Bobato Kesultanan Tidore akan ikut dalam acara Perjalanan Paji Nyili-Nyili.

Kurang lebih 700 orang dari 5 negeri yakni Raja Ampat, Seram, Maba, Patani, Weda (Gamrange) dan Nyili-Nyili dalam wilayah Kesultanan Tidore. Pada tanggal 12 April 2017 pukul 07:00 WIT, seluruh pasukan Paji Nyili-Nyili dari 4 penjuru akan bertemu di depan Kadato Kie, disambut oleh Sultan, Bobato dalam upacara adat. 

FESTIVAL TIDORE - Bersiap menyambut arak-arakan paji (malam hari)
FESTIVAL TIDORE - Seluruh pasukan paji dari 4 penjuru bertemu


FESTIVAL TIDORE - Kirab Agung

Kirab Agung Kesultanan dan Upacara Puncak Hari Jadi Tidore
Sonine Salaka, Kadato Kie. Rabu, 12 April 2017.

Kirab Agung Kesultanan adalah kirab Sultan Tidore dan Bobato Pehak Raha yang terdiri dari Sangaji se Gimalaha, Fomanyira Nyili Gam Tumdi, Nyili Gamtufkange, Nyili Lofo-lofo dan Nyili Gulu-gulu (Seram, Papua, dan Raja Ampat). Kirab dilaksanakan setelah prosesi Paji Nyili-nyili selesai. Menjelang Upacara Puncak HJT, pasukan kirab akan menerima paji (limau Soasio) untuk kemudian diarak memasuki lokasi upacara di Sonine Salaka, Kadato Kie.

Setelah pasukan Kirab Agung memasuki lokasi upacara, maka persiapan Upacara Puncak HJT akan segera dimulai. Pelaksanaan Upacara Puncak HJT adalah prosesi puncak dalam rangkaian acara hari jadi. 

FESTIVAL TIDORE - Upacara Puncak Hari Jadi Tidore ke-909
FESTIVAL TIDORE - Puncak Hari Jadi Tidore ke-909
FESTIVAL TIDORE - Tari Salai Marong dari Sanggar Fola Katu


FESTIVAL TIDORE - Tari Cingery dari Sanggar Fola Katu

Launching “Museum Maritim Dunia”
Kadato Kie. Rabu 12 April 2017.

Launching Museum Maritim Dunia adalah bagian dari upacara puncak HJT. Dalam acara ini Sultan Tidore menyampaikan pidato kebudayaan sekaligus launching Tidore sebagai “Museum Maritim Dunia”, yang merupakan pengajuan proposal usulan untuk menetapkan Tidore sebagai salah satu museum dan situs sejarah maritim dunia mengingat latar belakang sejarah Tidore, Ternate, Bacan, Jailolo, dan Loloda sebagai pusat perniagaan cengkeh dan pala dunia pada beberapa abad lampau.

Selain itu, alasan utama lainnya terkait dengan usulan ini adalah pertemuan Sultan Tidore Malikiddin Mansyur Kaicil Maluko dengan ekspedisi Sebastian De Elcano pada 496 tahun lalu di Tidore, tepatnya pada hari Jumat tanggal 8 November 1521 dalam ekspedisi keliling dunia pertama Spanyol untuk membuktikan bahwa bentuk bumi itu adalah bulat, dan sekaligus membuktikan bahwa Pulau Tidore menjadi titik nol dunia.

Launching ini juga merupakan tindak lanjut dari hasil-hasil petemuan jaringan global kota-kota Magellan yang beranggotakan 17 negara di dunia pada bulan Januari 2017 di Lisabon Portugal, di mana Tidore telah ditetapkan sebagai salah satu anggota dari jaringan organisasi dimaksud.

Pada tahun 2020 rencananya Tidore akan didaulat menjadi tuan rumah pertemuan Jaringan Global Kota-kota Magellan. Dalam acara ini juga ditandatangani Nota Kesepahaman antara para pihak (Sultan Tidore dan Walikota Tidore Kepulauan) untuk mendukung proposal usulan program “Museum Maritim Dunia” dan disaksikan oleh delegasi Sultan-sultan Maluku serta para undangan lainnya. 

FESTIVAL TIDORE


FESTIVAL TIDORE

Ratib Taji besi
Gandaria Kadato Kie. Rabu 12 April 2017

Ratib Taji Besi dilaksanakan di Gandaria Kadato Kie dengan melibatkan para Imam dan Syara (Joguru) Sigi Kolano serta utusan dari kampung-kampung di seluruh Pulau Tidore. Sebagai bagian dari rangkaian prosesi Hari Jadi Tidore, Ratib Taji Besi adalah acara penutup Hari Jadi yang dilaksanakan untuk mendoakan keselamatan dan kesejahteraan Sultan, Jou Boki Bobato, Pehak Raha, bala rakyat serta seluruh wilayah Kesultanan Tidore. Ratib Taji Besi ini jua merupakan ungkapan syukur atas pelaksanaan hari jadi yang telah dilaksanakan. 

FESTIVAL TIDORE - Rakib Taji Besi


FESTIVAL TIDORE - Makan Saro (Makan adat) di Istana Kesultanan Tidore


FESTIVAL TIDORE - Foto bersama di istana Sultan
FESTIVAL TIDORE - Bersama Permaisuri Sultan Tidore di beranda istana pada suatu sore

WISATA TIDORE

Menyaksikan rangkaian kegiatan Festival Tidore tidak lengkap tanpa mengunjungi objek wisata andalan Tidore seperti Benteng Tahula dan Benteng Torre, Makam Sultan Nuku, Masjid Sultan, Dermaga Sultan, Monumen Juan Sebastian de Elcano, Pantai Tugulufa, snorkeling di Tanjung Konde, berenang dan berendam di Pulau Failonga, berbelanja di Pasar Goto (pasar tradisional Tidore), serta kulineran di Safira restoran yang menyajikan aneka makanan khas Tidore.
Kami juga menyambangi desa-desa di ketinggian Tidore seperti Gurabunga, Kalaodi, Ngosi, dan Lada Ake.

Beberapa tempat wisata Tidore yang pernah saya tulis dapat dibaca di : Tiada Gundah di Tidore.

Kuliner Tidore di Restoran Safira dapat dibaca di : Nikmati Kuliner Khas Tidore ini di Safira beach Restoran

Usai acara festival, saya dan kawan-kawan blogger melanjutkan berwisata di Ternate, mengunjungi Makam Sultan Mahmud Badaruddin II (Sultan Palembang), Danau Tolire, Danau Ngade, Pantai Batu Angus, mengunjungi sentra Batik Tubo (Batik Ternate), dan berwisata kuliner.

FESTIVAL TIDORE - Pulau Failonga

Tahun ini Festival Tidore 2018 kembali digelar mulai tanggal 29 Maret hingga 12 April 2018. Buat Anda yang ingin menyaksikan secara langsung festival ini, berikut seluruh kegiatannya, Anda tinggal datang ke Maluku Utara.

Selamat menyambut Hari Jadi Tidore ke-910 tahun 2018 

FESTIVAL TIDORE 2018


Jalur Rempah di Maluku Utara Masa Lalu dan Pengaruh Kebudayaan Dunia

Jalur Rempah di Maluku Utara Masa Lalu dan Pengaruh Kebudayaan Dunia
Oleh: M. Amin Faaroeq, S.Ip.
 Jojau Kadato Kie Kesultanan Tidore 

Disampaikan dalam Seminar Nasional dengan tema Tidore Ternate; Titik temu peradaban Timur-Barat pada Senin, 12 Februari 2018.



Pengantar

Pengetahuan tentang sejarah Maluku Utara sangat sedikit sekali bahkan sangat terbatas. Umumnya diketahui bahwa pada abad ke-15 datang bangsa Portugis kemudian Spanyol, satu abad kemudian Belanda dan yang terakhir adalah Inggris. Buku-buku sejarah Indonesia pun sedikit sekali mencatat tentang Maluku Utara. Kisah sejarah hanya membuntuti arah perhatian Belanda. Padahal Mesir kuno dan Cina merahasiakan ribuan tahun lamanya pulau-pulau penghasil rempah-rempah langka dan berkualitas tinggi yang tidak terdapat di mana-mana. 

Cengkih, pala dan kayu manis adalah primadona negeri yang bernama Maluku. Mesir kuno berburu gaharu, Cina berburu cengkih, kedua pendatang baru itu kemudian menyebut pulau-pulau dupa, mereka melabuhkan kapal mereka tak jauh dari kedua pulau ini, dan pada malam hari hembusan angin malam membawa keharuman buah rempah-rempah terutama cengkih yang jatuh berhamburan di atas tanah. Mulanya rempah-rempah ini tumbuh dan hidup secara liar terutama di Tidore, Ternate dan Makian, orang-orang di sekitar pulau-pulau ini baru mengetahui setelah hadir pedagang-pedagang Makasar, Jawa, Cina, dan Arab membeli dengan cara tukar-menukar barang seperti peralatan rumah tangga dan barang kebutuhan lainnya.  

Begitu pun pemahaman tentang pengolahan dan bagaimana cara memetik rempah-rempah tersebut. Diceritakan bahwa bila pada musim rempah-rempah akan dipanen, penduduk negeri beramai-ramai memotong bambu atau batang kayu berukuran sedang dan memukul pada dahan cabang maupun ranting sehingga berjatuhan buah dan bunga rempah-rempah terutama cengkih. Setelah ada petunjuk dari para pedagang atau pembeli cara memetik  dan mengolah sampai pada penjualnya. Di sinilah  penduduk dan orang-orang sekitar pulau-pulau penghasil rempah utama ini mulai merawat dan menanam pohon-pohon rempah tersebut. 



Persaingan ketat bangsa-bangsa Eropa
    
Ketika harga rempah-rempah utama melangit di Eropa terutama cengkih, pala, lada, dan kayu manis dan rempah-rempah ini tidak lagi didistribusikan kedua Negara Eropa yaitu Portugis dan Spanyol yang mempunyai dampak terhadap ekonomi mereka. Perubahan jalur dagang itu juga memicu konflik antara Negara di Eropa, termasuk Portugis dan Spanyol. Itu yang mendasari kerajaan Vatikan membuat perjanjian Tordesillas pada tahun 1494. Yaitu wilayah Timur diberikan kepada Portugis dan Barat menjadi bagian Spanyol. 

Atas dasar perjanjian itu, raja kedua kerajaan memerintahkan agar mereka harus berlayar mencari dan menemukan kepulauan penghasil rempah-rempah utama di timur jauh nusantara yang disebut Maluku. Portugis pun bergerak cepat dan menemukan kepulauan Banda 1512. 

Sementara ekspedisi Magelhaens melakukan pelayaran ke arah barat dengan 5 buah armada yaitu kapal San Antonio, Concepcion, Santiago, Victoria dan Trinidad dengan 270 kru kapal dan mencapai kepulauan Mariana di kawasan samudra pasifik. 

Pada 6 Maret 1521 terjadi sebuah pertikaian antar suku di pulau itu penyebab tewasnya Ferdinand Magelhaens. Termasuk 3 buah kapal pun ikut serta pada peristiwa itu (ketiga kapal dihancurkan). Sisa kru yang ada melanjutkan misi Magelhaens dengan dua kapal yaitu Trinidad dan Victoria, dikomandani Juan Sebastian Elcano, untuk mencari kepulauan rempah-rempah. Ada 5 pulau yang mereka sebut yaitu Tarante, Mathil, Thedori, Mare dan Matehin (Ternate, Moti, Tidore, Mare, dan Makian). 

Kelima pulau itu berjejer dari Utara ke Selatan serta menghasilkan cengkih, pala, dan kayu manis. Baik Portugis maupun Spanyol sangat berharap bahwa kepulauan rempah-rempah akan berada dalam garis demarkasi dan masuk ke dalam kawasan mereka masing-masing. Hanya rute perjalanan ke kepulauan rempah-rempah yang membedakan keduanya, Portugis melalui jalur Timur dan Spanyol lewat jalur Barat. 


Tidore dan Ternate Bermitra dengan Orang Asing

Ketika terbetik berita bahwa Portugis telah tiba di Banda 1512, Sultan Ternate Bayanullah (Boleif) segera mengirimkan juangan (armada perang) untuk menjemput Fransisco Serrao di Ambon. Sultan Tidore Almansyur pun melakukan hal serupa tetapi kalah cepat. Sehingga ketika utusannya tiba di Ambon, Fransisco Serrao telah lebih dulu diboyong ke Ternate. 

Dalam persaingan politik antara Tidore dan Ternate, Bacan lebih dekat pada Tidore. Kerajaan ini juga memainkan peran penting dalam sejarah Maluku. Bagi kerajaan Ternate kedatangan Fransiscco Serrao memiliki makna sangat penting. Sultan Bayanullah adalah salah satu seorang peramal (astrolog), ia telah memberitahu ramalannya kepada rakyat Ternate tentang kedatangan seseorang dari belahan bumi yang jauh serta orang-orang besi yang akan menjadi penduduk kawasan Ternate dan akan memberikan kemenangan dan kemakmuran kepada Maluku.  

Serrao diperlakukan sebagai tamu kerajaan setiba di Ternate. Dan selaku tamu kerajaan, ia memperoleh berbagai kemudahan, termasuk pemberian hak monopoli perdagangan rempah-rempah, juga diberi jabatan kerajaan sebagai penasihat sultan. Kemudian diberikan hak monopoli, dengan pemberian hak monopoli maka untuk pertama kalinya dunia tataniaga cengkih di Maluku dimonopoli oleh Portugis. 

Boleifpun berpesan kepada Serrao, apabila ia tiba kembali di Portugis ia harus berupaya meyakinkan kepada raja Don Manuel untuk membangun sebuah benteng Portugis di Ternate dan tidak di tempat lain, Portugis pun membangun sebuah benteng di Gamlamo dan selesai pada 1522 dan menempatkan Gubernur pertamanya Antonio de Brito, kemudian Boleif Sultan Ternate mengirim surat kepada raja Portugis di Lisboamenyatakan bahwa; negerinya beserta semua isinya dipersembahkan kepada Portugis. Serrao selama berada di Ternate tinggal di Istana Sultan Boleif.  



Pemberian Hak Monopoli 

Ada dua alasan Boleif memberikan hak monopoli kepada Portugis; pertama, untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dan pendapatan kerajaan, karena Portugis bersedia membayar dengan harga yang lebih mahal ketimbang dengan para pedagang Jawa, Arab, Cina dan Melayu selama ini. Kedua, membangun power kerajaan Ternate dalam persaingan dengan kerajaan-kerajaan lain di Maluku. Sebab mempunyai mitra asing dipandang lebih kuat dan lebih handal ketimbang mitra lokal karena mitra asing Portugis memiliki persenjataan dan militernya yang kuat dengan senjatanya yang modern seperti bedil, meriam dan kanon.

Kedua alasan yang mendasar itu hanya mampu bertahan 10 tahun pertama, pada tanggal 6 Desember 1521. Kedua kapal Spanyol sisa kapal dari ekspedisi Magelhaens yang berlayar dari Sevila hingga sampai ke kepulauan rempah-rempah ditemukan memakan waktu 26 bulan kurang 2 hari Trinidad dan Victoria lego jangkar di pelabuhan Talangame Bandar kota Ternate yang sultannya bersaing keras dengan sultan Tidore. 

Dalam ekspedisi Magelhaens turut serta seorang  sastrawan Italia Antonio Pigaveta yang banyak menulis tentang ekspedisi ini dua hari penuh berlabuh di pelabuhan Talangame, sambutan sangat dingin karena 10 tahun penduduk Ternate telah melakukan transaksi dagang dengan orang-orang Portugis.  

Sebelum matahari terbenam pada 8 November 1521, Trinidad dan Victoria memasuki perairan Tidore, berlabuh di lepas pantai dan memberikan tembakan 20 kali, sebagai penghormatan keesokan harinya sultan Almansyur mendatangi kapal dengan menaiki sebuah juanga, sebelum naik ke kapal juanga mengelilingi kedua kapal tersebut satu kali dan salah satu sekoci diturunkan dari kapal sebagai penghormatan kepada sultan juanga pun merapat ke lambung kapal di mana anak kapal berada. Sultanpun naik ke kapal bersama beberapa bobato dan salah seorang putranya.Komandan kapal dan kru-krunya berdiri dan memberikan penghormatan, lagu-lagu dan music diperdengarkan, semua kru kapal menyalami dan mencium tangan sultan, seusai menyalami langsung mengantar menuju ke dek utama untuk acara ramah-tamah. 


Sambutan Sultan Almansyur

Sultan Tidore Almansyur menyambut kehadiran dua kapal Spanyol dengan antusias sekali. Terjadi pembicaraan antara kedua belah pihak tentang jual beli perdagangan rempah-rempah. Kemudian sultan meminta kepada nahkoda mengarahkan kapal ke pelabuhan yang aman dan lego jangkar di sana, kemudian semua kru-kru turun dan mendarat dengan aman. Kemudian sultan mengajak para perwira kapal dan kaptennya berkunjung ke istanan Sultan di Mareku. 

Pada keesokan harinya para perwira kapal dan kaptennya diundang ke istana Sultan di Mareku dan sultan mengadakan perjamuan dalam perjamuan makan sekaligus membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan politik dan perdagangan. Maka terjalinlah hubungan kemitraan antara Tidore dengan Spanyol. 

Sultan kemudian mengizinkan orang-orang Spanyol melakukan transaksi perdagangan. Untuk keperluan tersebut, dibangun sebuah pusat perdagangan. Dan inilah pusat perdagangan pertama milik orang Eropa di Maluku. Selama berhari-hari cengkih, kayu manis dikumpulkan, rempah-rempah di isi dalam drum-drum kosong dan ketika di Tidore sendiri telah habis, orang-orang sultan pergi ke Makian bahkan sampai ke Bacan. Karena Spanyol membeli cengkih dan rempah-rempah lainnya dengan harga yang lebih tinggi, maka sebagian besar cengkih Ternate dan Moti lari ke Tidore.  



Banyak transaksi yang terjadi dengan cara tukar-menukar barang yang dibawa oleh ekspedisi, seperti peralatan rumah tangga, cangkir, porselin, kain-kain tekstil dan lainnya. Dalam waktu yang sangat singkat, pada 8 November sampai 18 Desember 1521, palka kedua kapal Victoria dan Trinidad sudah penuh dengan rempah-rempah dan siap berlayar kembali ke Sevilla. 

Kedua kapalpun mengangkat sauh dan berlayar melalui Ambon dan seterusnya ke Flores. Sayang, malang tak dapat diraih, Trinidad mengalami kebocoran di lambung kapal, papan dimakan rayap yang bernama “Tambelo”, Trinidad harus harus putar haluan kembali ke Tidore. Setelah sebagian rempah-rempah dipindahkan ke Victoria, setibanya Trinidad di Tidore langsung ditarik ke darat, sayang sekali di Tidore tidak ada dok kapal. 

Selama berada di Tidore kru-kru kapal kehabisan tepung gandum untuk pembuatan roti, kru-kru kapal kemudian mengajarkan penduduk local memarut singkong, kemudian singkong atau ubi diparut lalu diperas dan dibuat tepung lalu dibakar di forno. Begitu masak dikonsumsi dengan abon pengganti roti, di Tidore disebut sagu kasbi dan masuk dalam kuliner khas.  


Kehadiran dua kapal Spanyol dari sisa lima kapal ekspedisi Magelhaens yang berhasil menemukan kepulauan rempah-rempah banyak menuai protes dari Portugis. Portugis menganggap Spanyol telah melanggar traktat Tordesilas yang telah disepakati bersama. Victoria bersama angin timur yang mengantarnya, setelah menghadapi berbagai rintangan akhirnya pada 6 September 1522, setelah 3 tahun kurang 13 hari, sejak awal ekspedisi sampai menemukan kepulauan rempah-rempah dan membawa pulang rempah-rempah tersebut yaitu cengkih, pala, kayu manis dan jahe. 

Victoria tiba di Sevilla pada sore hari itu juga tanggal 6 September 1522. Raja Spanyol menyambut hangat kedatangan Elcano dengan armadanya. Keuntungan yang diraih lebih dari segalanya, termasuk biaya pembuatan 5 buah kapal, gaji para pegawai dan kru-kru kapal serta logistic. 

Victoria membawa serta 15 orang (laki-laki Tidore) sebagai anak buah kapal. Sepulangnya Victoria dari Tidore dengan muatan rempah-rempah yang berkwalitas tinggi, membuat ekspedisi-ekspedisi Spanyol semakin banyak. Contoh ekspedisi lainnya dengan 7 buah armada lego jangkar di perairan Tidore dan melakukan transaksi perdagangan rempah-rempah.   



Dalam waktu yang tidak lama kapal-kapal tersebut berlayar kembali ke Spanyol dengan muatan yang cukup memuaskan. Hal ini membuat Portugis malakukan protes dan membentuk sebuah tim khusus yang melibatkan pakar-pakar hukum dari kedua belah pihak dan mereka bersidang kurang lebih 1 bulan setengah, tetapi tidak membuahkan suatu keputusan. Masing-masing mempertahankan argumentasinya, petinggi-petinggi Spanyol tidak menyetujui Traktat Tordesilas maupun traktat Zaragoza.
 
Ekpedisi-ekspedisi Spanyol memasuki perairan Tidore dan melakukan transaksi perdagangan rempah-rempah selain di Tidore juga ke Makian bahkan sampai ke Bacan dengan alasan yang sangat sepele dan tidak masuk akal, bahwa karena cuaca dan keganasan laut membawa kapal mereka terdampar di perairan Tidore. 

Dunia perdagangan hanya melalui jalur laut yang menghubungkan dunia barat dan timur. Jalur ini memberikan dampak budaya dan ekonomi yang luar biasa seperti perubahan peradaban hidup, sandang, pangan dan papan, mulai dengan cara berpakaian jauh sebelum kedatangan orang-orang asing seperti Arab, Cina, dan Melayu. 

Penduduk setempat orang-orang pinggiran kota terutama laki-laki masih menggunakan cawat (sabeba), sedangkan kaum perempuan memakai selembar kain hitam diikat di dada tanpa kebaya (matao). Pola makan belum teratur, belum menggunakan meja. Sebuah meja pendek yang dibuat dari bambu atau batangan gaba-gaba (baleang). Tempat tidur dari belahan anyaman bambu (dego-dego/para-para). Belum memiliki lampu, masih menggunakan dammar sebagai alat penerang. Ada sejenis alat penerang yang disebut dede/pelita memakai sumbu dengan minyak kelapa.  

Sejak kehadiran orang-orang Eropa terjadi perubahan peradaban hidup yang cukup memadai. Sudah berpakaian yang rapi walaupun sederhana. Sudah memakai perhiasan seperti anting-anting, gelang, kalung walaupun dari metasi dan perak. Begitupun cara makan sudah menggunakan sendok makan garpu, mangkuk, piring dan lainnya.

Imbas Kehadiran Portugis dan Spanyol di Maluku
 
Negara Eropa yang telah berhasil melakukan pelayanan keliling Afrika menuju Asia sebelum  Negara maritim lainnya. Sementara Spanyol adalah Negara Eropa pertama yang berhasil mengelilingi dunia lewat pengiriman ekspedisi Magelhaens sebelum Negara lain melakukannya. Portugis memulai pelayaran ke Asia pada tahun 1490-an dan mengambil  alih perdagangan rempah-rempah dari pedagang Gujarat, Jawa, Melayu dan Arab.

Baik Portugis maupun Spanyol memberlakukan  sistem monopoli dalam perdagangan rempah-rempah. Dengan sistim ini, para bobato kerajaan, baik Ternate maupun Tidore dan Bacan,merupakan alat mati yang bekerja tanpa pemilik untuk menyerahkan cengkih mereka tanpa dibayar. Praktek seperti ini sering terjadi terutama Portugis, sedangkan spanyol masih ada toleransi tidak ada diskriminasi. 



Dampaknya  Bagi  Rakyat  Maluku
 
Harga rempah-rempah yang dibayar Portugis dan Spanyol berdasarkan sistem-sistem monopoli harus diartikan sebagai sebuah pemerasan yang sangat kejam  terhadap rakyat Maluku. Rempah-rempah bagi rakyat Maluku merupakan monokultur dalam sistem ekonomi mereka yang agraris. Sebelum kehadiran Portugis dan Spanyol perdagangan rempah-rempah dilakukan dengan sistem barter. Rempah-rempah di tukar dengan beras dari Jawa. Barang pecah belah dengan pedagang Cina. Tekstil dari Gujarat. Alat rumah tangga lainnya dari malaka. Bahkan rempah-rempah ditukar dengan barang perhiasan seperti emas dan perak. 

Rakyat setempat juga menjual dengan di bayar tunai oleh pedagang Bugis dan Arab dengan harga yang cukup bersaing. Persaingan para pedagang Bugis, Jawa dan Cina, Arab dan Melayu dan perdagangan rempah-rempah yang cukup sengit itu telah menguntungkan rakyat Maluku dan menambah kemakmuran mereka. Sementara kehadiran Portugis dan spanyol di bumi Maluku justru telah melenyapkan semua itu, mudarat lebih besar ketimbang manfaatnya. 



Politik dan Pemerintahan
 
Ada empat kerajaan besar di Maluku yaitu Jailolo, Bacan, Tidore dan Ternate. Selain itu ada dua  kerajaan kecil yaitu Moro dan Loloda di Halmahera Utara. Dari kerajaan – kerajaan  tersebut, hanya Tidore dan Ternate yang paling berpengaruh. Kedua kerajaan ini memiliki daerah-daerah aneksasi yang disebut daerah seberang laut berupa kerajaan-kerajaan mini yang menjadi vazal-nya. Tidore dan Ternate sejak lama berseteru dan bersaing keras memperebutkan hegemoni politik atas seluruh kepulauan  Maluku dan daerah Jirannya. 

Persaingan memperebutkan hegemoni politik itulah yang mendorong keduanya bermitra dengan kerajaan-kerajaan Eropa. Ternate menggandeng portugis 1512. Tidore menggandeng Spanyol 1521. Sepuluh tahun kemudian di balik kebanggaan dan merasa lebih bergengsi karena bermitra dengan orang asing, Tidore dan Ternate tidak menyadari telah jatuh ke tangan imperialisme dan akan kehilangan kemerdekaannya. 

Dalam kenyataan sejarah nasib dan masa depan Ternate lebih buruk dari pada Tidore. Spanyol menyapa Tidore dengan  “Kawan Kita“ (our friend). Di tidore pengaruh ulama sangat kuat. Spanyol tidak mencampuri urusan pemerintahan, termasuk suksesi dalam pemilihan  sultan. Para Sultan melarang penduduk pribumi melakukan konversi ke agama Kristen. 

Hal  berbeda yang di alami di Ternate yang bermitra dengan Portugis yang para gubernurnya rakus dan tamak dalam kekuasaan dan ada beberapa gubernur yang tangannya tetap berlumur darah. 

Dalam bidang pemerintahan, Ternate kehilangan kebebasannya. Semua Sultan yang naik tahta harus memperoleh restu dan izin Portugis dan dilantik oleh gubernurnya sendiri. Dalam cara semacam itu, berlakulah apa yang di sebut  “Suka  dan Tidak Suka ”(like and dislike). Singkat kata, kehadiran Portugis dan Spanyol di Maluku berdampak pada kehilangan kebebasan, jati diri dan kemerdekaan kedua kerajaan  tersebut. Tragis memang. 



Sosial Budaya
 
Berbeda dengan bidang ekonomi dan politik, kehadiran Portugis selama 57 tahun dan Spanyol 142 tahun di Maluku telah memperkaya kebudayaan  Maluku. Pengaruh kebudayaan yang paling kuat adalah dibidang bahasa yang sampai saat ini masyarakat di Maluku masih dan tetap menggunakan bahasa yang berasal dari Portugis dan Spanyol. Contoh: kadera (kursi), tabako (tembakau), oras(waktu), saldado (tentara), pai (Ayah), Mai (ibu), Pastiu (bosan), Fogado (kepanasan), dan lain sebagainya. 

Dibidang musik, Maluku diperkaya dengan musik keroncong. Dibidang tari-tarian Maluku diperkaya dengan dadansa. Dibidang agama, agama Kristen Khatolik merupakan peninggalan paling signifikan yang di wariskan Portugis dan Spanyol yang eksis di Maluku sampai sekarang. 



Belanda Pendatang Baru
 
Ketika spanyol menyerang Ternate  dan menduduki Ibukota Gamlamo, hanya dua orang bobato yang meloloskan diri yaitu Jogugu Hidayat dan Kapita Laut Kaicil Ali. Sultan Saiduddin bersama keluarga ditangkap dan diasingkan ke Manila.
 
Jogugu Hidayat memerintahkan kepada Kaicil Ali (saat itu baru berumur 20 tahun) dengan ditemani Gimalaha Aja segera berangkat ke Banten untuk meminta bantuan Belanda. Setibanya Kaicil Ali di Banten dan melaporkan hal ikhwal Spanyol yang menyerang Ternate secara tiba-tiba. 

Kaicil Ali harus menunggu enam bulan kemudian. Setelah tiba laksamana Matelief de jonge dari negeri Belanda, Kaicil Ali lalu menyampaikan  permohonan atas nama kerajaan meminta bantuan  kompeni belanda (VOC) agar mengusir Spanyol dari kerajaannya. Permohonan Kaicil Ali di setujui tetapi dengan beberapa persyaratan yaitu: pemberian hak monopoli perdagangan  rempah-rempah, penyediaan sejumlah pasukan tempur, ijin mendirikan benteng dan pemukiman bagi penduduk Belanda, serta tanggungan biaya perang. 

Kaicil Ali menyepakati syarat-syarat tersebut pada 29 Maret 1607. De jonge dan Kaicil Ali bertolak dari Banten menuju Ambon. Pada akhir April 1607 sebuah armada Belanda terdiri dari 7 buah kapal, 2 kapal pemburuh, 530 tentara Belanda, 50 serdadu Ambon bertolak dari Ambon menuju Ternate, tiba di Ternate pada 13 Mei 1607. Kehadiran Belanda di Ternate tidak dapat berbuat apa-apa karena tidak berimbang dengan Spanyol. 

Spanyol memiliki tentara yang cukup banyak. De Jonge lalu berupaya membangun sebuah benteng di perkampungan Melayu. Pada awalnya benteng itu di beri nama “Fort Melayu”. Kemudian diganti namanya oleh Gubernur I Belanda Paulus Van Carden menjadi “Fort Orange”. 

Ternate dibagi dalam tiga blok. Satu meliputi Gamlamo ke arah Selatan milik spanyol. Sari Taboko sampai Kastela milik Belanda. Sisanya milik kerajaan.  

Nasib kerajaan Ternate semakin terpuruk setelah Spanyol meninggalkan Maluku pada 1664. Belanda melakukan menyerangan-penyerangan ke Tidore, Makian, Bacan dan Jailolo. Kemudian ke daerah seberang laut Weda, Patani, bahkan sampai ke Kepulauan Raja Ampat, dan sampai ke Seram. Kehadiran VOC cukup lama di Ternate yakni mulai 1607-1800 dan diikuti masa penjajahan Belanda  1800-1942 yang diselingi masa penjajahan Jepang 1942-1945. Kemudian  dilanjutkan kembali oleh Belanda 1945-1950. 

Belanda, baik VOC secara langsung menjajah Maluku sekitar 431 tahun. Sementara Spanyol dan Portugis bercokol selama 142 tahun. Spanyol dari 1521-1663 dan Portugis 1512-1575. Selama 142 tahun Spanyol dan Portugis menguasai Maluku memang tragis. Mereka membeli, bahkan merampas rempah-rempah hak masyarakat dan kerajaan. Tetapi mereka tidak memusnahkan tanaman rempah-rempah. Contoh seperti seorang Gubernur portugis Antonio Galvao mengajak para masyarakat bahkan para serdadu dan Galvao membuka lahan pertanian dan perkebunan demi menunjang perekonomian dan masa depan masyarakat Maluku, khususnya penduduk Ternate.
 
Lain lagi dengan Bangsa Eropa yang satu ini, merampas, merampok, membumi hanguskan negeri-negeri jiran Tidore, Makian, Bacan, Weda, Patani dan beberapa daerah di Halmahera. Kemudian melakukan pemusnahan dengan menebang dan membakar pohon rempah-rempah diseluruh Maluku. 

Kebiadaban Belanda menghancurkan masa depan penduduk Maluku sangat biadab dan tragis. Tetapi Tuhan tidak buta. Sebuah pulau kecil yang tersembunyi di kawasan kepulauan Raja Ampat yaitu pulau pisang tumbuh subur pohon rempah-rempah yaitu cengkih, pala, dan kayu manis yang rimbun seperti hutan belukar yang tidak terurus. Sepeninggalnya Belanda mengangkat kaki dari Maluku atas perintah Sultan Tidore, orang-orang terpilih menyeberang ke Pulau Pisang dan mengambil bibit-bibit rempah-rempah tersebut dan membawa pulang untuk ditanam di Tidore dan sekitarnya. 

Bangsa Eropa yang satu ini adalah pembunuh berdarah dingin. Kolonial Belanda adalah bangsa yang paling biadab. “Robbin Island” atau kepulauan Robbin sebuah pulau yang terletak kurang lebih 50 mill laut dari kota Cape Town yang menjadi saksi bisu. Terdapat kuburan-kuburan masal di satu areal yang tak jauh dari pelabuhan Robbin. Dari sekian kuburan itu yang terbanyak adalah orang-orang Islam asal Maluku (Ambon) yang dipekerjakan sebagai buruh pada 1780. Orang-orang Ambon Islam ini di bawah ke Afrika Selatan bersama “ Tuan Guru” dari Tidore ( Imam Abdullah Bin Qadhi Abd Salam).  



Kepulauan Robbin adalah tempat pengasingan para ulama-ulama besar seperti Syekh Yusup dari Makassar, Saiyid Abdurrahman Al-Mattoru asal Turki dari Mataram, Raja Tambora dan beberapa ulama lainnya. Syekh Yusup kemudian dipindahkan ke sebuah desa terpencil ratusan kilo meter dari kota Bookap. Saiyid Abdurrahman Al-Mattoru meninggal di kepulauan Robbin dan berkubur di sana. Kuburannya terawat baik dalam sebuah bangunan.

“Tuan Guru Imam Abdullah” setelah menjalani hukuman sebelas tahun di Robbin kemudian dibebaskan. Beliau ke Cape Town dan tinggal di Bookap ibukota dan membangun sebuah masjid yang diberi nama “Masjid Awwal“. Beliau membina para budak berkulit hitam dengan sebuah visi “arti sebuah kebebasan” yang terinspirasi dari lubuk hati yang tertular dari sang ayahnya “ Qadhi Abdussalam yang menentang sahwat kompeni Belanda. Qadhi Abdussalam kemudian bergabung dengan Sultan Jailolo menentang kompeni Belanda dan pada akhirnya keduanya sahid di semenanjung Ngolopopo Patani Halmaherah.

Tuan Guru berkubur sepi di jantung kota Cape Town yaitu di kota Bookap. Arti sebuah kebebasan ini pun terinspirasi kepada Nelson Mandela hanya berukuran 2x2 meter persegi. Ada sebuah meja kecil, kursi dan sebuah tong air kecil. Sedangkan pada zaman Tuan Guru, para ulama lain dan pengikutnya hanya di lepaskan begitu saja di dalam tembok raksasa yang beratap langit. Sungguh tragis, kejam dan biadab. Para tawanan tidak bisa melarikan diri sebab suhu air laut sangat dingin enam derajat dan jarak tempuh 50 mill laut.

Terima kasih dan Syukur dofu
Jabal Tidore, 10 Februari 2018
Oleh: M. Amin Faaroeq, S.Ip. (Perdana Menteri Kesultanan Tidore).
Tahun : 2018 

M. Amin Faaroeq, S.Ip kedua dari kiri berbaju hitam

Seminar Nasional bertemakan Tidore Ternate, Titik Temu Peradaban Timur Barat ini sukses dilaksanakan di Aula Sultan Nuku, Kantor Walikota Tidore Kepulauan pada Senin, 12 Februari 2018. Seminar terselenggara atas kerjasama KSBN (Komite Seni Budaya Nusantara) dengan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan

Mayjend (Purn) Drs. Hendardji Soepandji, SH

 
Komite Seni Budaya Nusantara | Jl. Pejaten Raya No. 33D | Jakarta Selatan | Email: ksbnindonesia@gmail.com | Telepon +62.812.9236.345 | Website: www.ksbnindonesia.org

 

Catatan:
Sumber gambar dari panitia seminar nasional.
Penggunaan gambar dan materi harus dengan seijin pemilik. 

Tulisan terkait seminar nasional ini juga bisa dibaca pada tulisan : Tidore Ternate Sebuah Tinjauan dari Aspek Geo Politik, Geo Strategi, dan Geo Ekonomi.