Tampilkan postingan dengan label friendship. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label friendship. Tampilkan semua postingan

Temu Rindu di Jakarta, dari Sarinah hingga Kikugawa


"Ayuk, kalau lagi ke Jakarta dan lagi santai kabar-kabari ya yuk. Mungkin biso ketemuan. Aku mau ajak Tami ketemu ayuk."

"Nah kebetulan. Aku tuh besok rencano nak ketemu Deddy. Dio lagi ke Jakarta," jawab Yuk Annie.

Pesan yang kukirim kepada Yuk Annie via Whatsapp, tgl. 4 Januari 2023, mulanya buat bertemu bertiga dengan Tami saja, ternyata malah bikin aku bertemu dengan Deddy Huang juga. Dari sinilah temu rindu itu bermula. 

Namun, pertemuan itu akhirnya tanpa Tami, karena Tami masih di Bandung. 

Kamis, tgl. 5 Januari 2023, kami janjian di Sarinah Thamrin Jakarta Pusat dengan lokasi temu di Restoran Dewata Indonesia. Setelah itu baru lanjut ke Restoran Kikugawa untuk makan siang sambil bercengkrama santai dan bicara serius tentang banyak hal. 

Di akhir pertemuan, bojoku muncul. Bisa-bisanya datang, padahal sedang kerja. Setelah dijelaskan, ternyata hari itu sedang ada meeting di luar, jadinya pas kelar langsung melipir ke tempat kami bertemu. 

"Aku kan jugo la lamo idak betemu ayuk dan Deddy, pengen mikut ketemu jugo," ujar suamiku.  Ternyata bukan cuma aku yang kangen Yuk Annie dan Deddy😄
Restoran Dewata Indonesia, Sarinah Thamrin Jakarta.

Deddy tinggal di Palembang. Yuk Annie tinggal di Cikarang, Bekasi. Aku tinggal di BSD City, Tangerang Selatan. Sah untuk disebut berjauhan. Wajar bila jadi sangat antusias ketika ada kesempatan bertemu.

Antusiasme yang didasari oleh rasa persahabatan yang gak sedangkal lubang di jalan.

Fakta bahwa kami berjauhan, bertemu offline amat sangat jarang, komunikasi pun kadang-kadang sebab semua sibuk dengan urusan masing-masing.

Bukan berarti hubungan persahabatan itu tidak berjalan.

Bukan berarti rasa persahabatan itu tidak mendalam.

Kendati jalinan persahabatan kami tampil sederhana, tampak serba biasa, tapi bagiku mereka sahabat spesialku. Spesial pake manis dan erat. Seerat setiap kenangan yang melekat kuat dalam ingatan. 

Helai-helai kenangan itu...
Jelajah Ternate, Maluku Utara. Bareng Yuk Annie, Deddy Huang, Haryadi Yansyah, Mbak Zulfa 

Di Perayaan Ultah Tidore ke-909. Bareng Yuk Annie, Deddy Huang, Haryadi Yansyah, Mbak Zulfa 
 

Kilas Balik        

Beberapa tahun silam kami dipertemukan pada momen-momen baik yang manis untuk dikenang. 

Selanjutnya, beberapa kali melakukan kegiatan bersama. Pernah bepergian selama sembilan hari jelajah Maluku Utara, dari Ternate hingga Tidore. 

Pernah beberapa kali bolak-balik jelajah wisata Lampung. Dari Bandar lampung, Way Kanan, Krui, hingga Pulau Pisang. Pernah liburan bareng di Belitung. Pernah juga bersama di acara-acara sarat kesan lainnya.

Sejumlah momen bersama yang akhirnya menautkan kami pada hubungan baik, sebagai teman dan sahabat rasa saudara

Keseruan yang tak terlupakan

Bermain dan bergembira bersama

Memetik Manfaat Traveling Bareng    

Ada perkataan ulama yang dapat dipraktekkan untuk tujuan baik: "Kenali seseorang dengan safar" (perkataan tersebut dapat ditemukan dalam kitab Syarhul Mumthi’ ‘Alaa Zaadil Mustaqni’ karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin Rohimahullah)

Secara sederhana aku menterjemahkannya dengan: Bepergian bersama atau berkegiatan bersama dalam durasi bukan sesaat.

Safar menurutku merupakan salah satu cara baik untuk tujuan yang dimaksud. 

Sependek aku pernah traveling rombongan dengan teman-teman yang baru kenal sekadarnya, maupun belum kenal sama sekali, aku sudah membuktikannya. 

Seluruh indra yang bekerja saat bepergian bersama, secara otomatis dapat mendengar, melihat, dan merasakan langsung teman jalan kita itu seperti apa dengan cara mengamati gelagatnya, pola bertindaknya, maupun responnya terhadap situasi. Hasilnya, kita jadi tahu karakternya. Sesederhana itu.

Mengetahui karakter seseorang bukan agar bisa sembarang menilai lalu mengomentari. Tapi untuk kita menyesuaikan diri dan membuat kendali pada diri supaya menghasilkan hubungan yang dewasa.

Dari ngetrip bareng itu jadi lebih kenal, dan kemudian secara alamiah menemukan siapa-siapa yang akhirnya menjadi sahabat.
Teman apa adanya 😂 -- Cobo Doe, Tidore 2017 (Yuk Annie, Deddy Huang, Mas Dwi, Mas Eko)

Perjalanan yang Mendewasakan    

Para pejalan berkata: "Perjalanan itu mendewasakan."

Karena perjalanan memang tak melulu tentang kesenangan dan keindahan, tapi juga tentang berbagai tantangan yang harus dihadapi. 

Bertemu orang-orang yang memiliki karakter berbeda. Bertemu berbagai kejadian dan peristiwa yang mungkin saja tak menyenangkan. Bertemu tempat-tempat baru dan tidak biasa ditinggali. Bertemu sekelompok orang dengan budaya dan tradisi berbeda. Bertemu berbagai hal baru.

Dari sanalah belajar. Belajar menjadi dewasa.

Mengenal karakter orang lain juga dapat menjadi jalan untuk menuju dewasa.

Jika bukan kita yang menjadi dewasa karena orang lain, setidaknya orang lain yang punya kesempatan menjadi dewasa karena kita.

Semenarik itu hasil sebuah perjalanan bersama 💕

Aku suka bergaul dengan Yuk Annie dan Deddy, menjadi sahabat keduanya bagiku berharga. Banyak serunya, lucunya, senangnya, dan tentu saja pernah terselip gak saling setuju dan sependapat, tapi tetap saling baik dan menjaga, tidak saling pergi, tidak menyakiti, apalagi mencelakai. 

Jika ada orang-orang yang menjadi spesial di hati sejak pertama kali bertemu, itu karena Tuhan yang menghendaki dan Tuhan pula yang mengatur caranya.

Krui Pesisir Barat Lampung bareng Yuk Annie, Deddy Huang, Haryadi Yansyah, Dian Radiata. Ada suamiku juga ikut serta.

Pulau Pisang Lampung. bareng Yuk Annie, Deddy Huang, Haryadi Yansyah, Dian Radiata. Suamiku yang motret.

Memuat kembali foto-foto lama kami, membuatku teringat sahabat-sahabatku yang lainnya. Mbak Dian, Yayan Omnduut, Mbak Zulfa, Mbak Lina, dan beberapa nama lainnya. Kangen ketemu dan kumpul. Tapi semuanya berjauhan😔

Aku menganut prinsip semua rasa baik itu adalah tentang ketulusan. Tak terkatakan, bahkan kadang tak keliatan, tapi ada, bisa dirasa. 

Ada dalam bentuk doa yang dipanjatkan.
Ada dalam bentuk kerinduan.
Ada dalam semua bentuk kebaikan yang tak bisa satu-satu dijabarkan.

Rindu yang membuncah, terpancar dalam pertemuan yang hangat, cerita yang tak berkesudahan dari Sabang sampai Merauke se-Indonesia Raya, canda dan tawa yang meledak... sungguh nyata. 


Minum Teh di Dewata Indonesia   

Perjalananku menuju Sarinah sebetulnya cukup jauh. Dari stasiun Rawa Buntu di BSD ke stasiun Tanah Abang aku naik KRL Commuter Line, moda transportasi yang tak diragukan lagi kemudahan dan kecepatannya. Selain itu, berbiaya sangat murah. 

Aku pernah cerita di blog ini tentang kesukaanku kini naik KRL Commuter Line, bisa dibaca di sini: Naik KRL Commuter Line dari BSD

Dari stasiun Tanah Abang lanjut naik taksi online. Jarak menuju Sarinah kurang lebih 3 kilometer. Waktu tempuh kurang lebih 10-15 menit saat kondisi macet masih dalam skala normal.

Yuk Annie naik bus dari Cikarang. Deddy naik ojol dari hotelnya di Cikini. 

Cuaca pagi itu agak kelabu, bahkan sempat gerimis. Kondisi ini yang membuatku setiba di Dewata Indonesia tidak memesan minuman dingin, melainkan minuman hangat Lemongrass Turmeric Honey

Sajian estetik Lemongrass Turmeric Honey membuat jiwa ngontenku menggelora. Kuajak Deddy dan Yuk Annie bekerjasama, bikin video minum teh! Gak pake lama, video reel minum teh estetik pun jadi 😂
Teko estetik, bikin kepingin punya 😄

Foto-Foto Gembira     

Kami tak berlama-lama di Restoran Dewata Indonesia. Sekadar singgah meluruh haus sebelum pergi ke Kikugawa Japanese Restaurant. Namun sebelum itu, tak lengkap rasanya jika tak berfoto-foto dulu di Sarinah. 

Berbekal kamera Zenfone 9, hobi jeprat-jepret yang gak berarti udah ahli ini langsung dilakukan dengan gencar. Tiap lantai ada spot bagus, jari ini langsung mencet tombol kamera. Cekrek!

Dari dalam hingga luar Sarinah jadi tempat foto.  

Sesama hobi mainan kamera, sesi foto di Sarinah ini jadi momen menyenangkan. 

Sarinah Thamrin

Sarinah Thamrin

Sarinah Thamrin

Sarinah Thamrin

Memori di Sarinah   

Sejujurnya, kunjunganku ke Sarinah kali ini membuka memori lamaku di tahun 90-an.

Kala itu masih gadis remaja beranjak dewasa, ber-KTP Jakarta. Masa-masa masih labil dan pecicilan, suka main dan belanja di tiga tempat berbeda yang amat memorable bagiku: Metro di Pondok Indah Mall, Seibu Pasaraya Blok M, dan Sarinah di Thamrin.

Cuci mata di Sarinah. Beli baju di Blok M. Beli sepatu dan tas di Pondok Indah. Entah kenapa saat itu aku menandai tempat-tempat itu untuk keperluan berbeda. Mungkin ada hubungannya dengan kondisiku saat itu yang belum bisa menghasilkan uang sendiri untuk belanja macem-macem 😂

Dulu aku tinggal di rumah kakek P di Ciputat. Dari sana naik bus warna kuning ke Tanah Abang, turunnya di Sarinah. Abis cuci mata di Sarinah langsung pulang, tapi ke rumah kakek Daniel di Pasar Minggu. Begitulah dulu. Kenangan weekend, jadwal cuci mata di Sarinah sekaligus jadwal main ke rumah kakek. Banyak ya kakekku😂

Setelah menikah, aku belum pernah ke Sarinah lagi, hingga bertahun-tahun kemudian saat aku jadi blogger, aku diundang acara yang bertempat di Sarinah. Aku tidak ingat tahun berapa, tapi sudah lama sekali, sebelum tahun 2015. Seingatku di acara itu aku bertemu Evrina dan blogger-blogger lainnya tapi aku lupa siapa saja.

Selepas acara itu, baru pada tgl. 5 Januari 2023 aku ke Sarinah lagi, saat janji temu dengan Yuk Annie dan Deddy. Sekaligus jadi momen pertamaku melihat Sarinah yang kini sudah tampil dengan wajah baru. 

Di Sarinah kali ini, aku membuat kenangan baru yang mungkin saja akan kukenang lagi berpuluh tahun kemudian. Seperti saat ini aku mengenang Sarinah di tahun 90-an. 

Video berikut ini akan jadi salah satu caraku mengingat kenangan manis di Sarinah kali ini. 


Kikugawa Japanese Restaurant   

"Rin, umur restoran Kukigawa itu seumuran dengan aku," ujar Yuk Annie.

Berhubung aku lupa tahun kelahiran yuk Annie (aku cuma ingat tanggal ultahnya hihi), aku langsung gugling umurnya Kikugawa. Taraaaa ketemu! 

Ternyata restoran yang berlokasi di Jalan Cikini IV No. 13 Jakarta Pusat itu sudah berdiri sejak tahun 1969. 

Selain merupakan restoran Jepang tertua di Jakarta, Kikugawa juga jadi restoran Jepang pertama di Indonesia. 

Aku sendiri belum pernah makan di Kikugawa. Begitu pun dengan Deddy, sama-sama baru kali ini. Lain halnya dengan Yuk Annie yang sudah beberapa kali makan di sana. 

Nah, kunjunganku di Kikugawa ini menjadi yang pertama dan terakhir kalinya. Sebab, bulan depannya, Kikugawa pindah lokasi. Beuh, baru juga datang udah mau pindah 😅

Yup, setelah 54 tahun restoran ini akhirnya pindah tempat. Lokasinya masih di jalan yang sama, hanya geser nomor saja. Dari yang awalnya di Jalan Cikini IV No. 13, pindah ke Jalan Cikini IV No. 20. Berjarak kurang lebih 200 meter dari lokasi lama.


Otentik dan Klasik  

Selama di restoran, aku sibuk ngobrol dengan Yuk Annie dan Deddy. Terlalu asyik, sampai gak sempat kepo soal restonya. Gak kepikiran mau ngorek-ngorek info ke orang-orang yang bekerja di resto. Jadi, saat aku butuh beberapa informasi mengenai resto untuk ditulis di sini, aku membaca berbagai sumber.

Menurut keterangan yang aku dapat, nama Kikugawa diambil dari nama pemilik restoran yaitu "Kiku" dan "Gawa" yang merupakan orang asli Jepang. 

Design klasik dan tradisional khas Jepang pada bangunan resto yang aku lihat hari itu, kabarnya tidak mengalami perubahan sejak awal berdiri. Berarti seperti itulah wujudnya sejak 54 tahun yang lalu, jauh sebelum aku lahir.

Lokasi resto bukan di jalan raya, tapi masih bisa diakses oleh kendaraan pribadi. Ada area parkir di bagian depan, tapi kapasitasnya sangat terbatas. Resto menyediakan musala untuk salat. 

Saat berjalan menuju pintu masuk, ada jembatan mini dari kayu dan gemericik air di kolam. Begitu masuk ke dalam, nuansa Jepangnya makin terasa karena hampir di seluruh sudut bangunan dihiasi dengan ornamen khas jepang yang didominasi dengan kayu dan bambu.

Seluruh menu yang tersedia merupakan menu makanan khas Jepang. Bahkan tampilan menunya pun masih klasik dan sederhana, bertuliskan dua bahasa yakni Inggris dan Jepang.  

Ambience restonya kental dengan suasana rumah tradisional khas Jepang, vibes-nya pun sangat tenang. 

Foto-foto di Resto Kikugawa. Kamera udah ready, orangnya belum. 

Foto-foto di Resto Kikugawa. Orangnya udah ready difoto 😂

Pilih Menu Set Biar Gak Bingung!  

Menurut info, buat yang pengen makan di sini weekdays, baik siang maupun malam, kudu reservasi dulu. Sedangkan di waktu weekend, resto gak terima reservasi. 

Kami datang hari Kamis, gak pakai reservasi dulu. Ternyata bisa langsung datang dan makan. Mungkin karena lagi gak ada yang reservasi? Bisa jadi.

Waktu ke sini aku pesan Kiku Set. Alasanku memilih menu set karena gak mau bingung dengan menu-menu satuan yang ada. Kalau satu set gitu udah sekalian, terdiri dari beberapa macam makanan.

Untuk Kiku Set seharga IDR 139K terdiri dari sashimi, tempura, yakitari, sukiyaki, miso soup, dan nasi. Karena isinya banyak, jadi ku-share dengan Deddy. Padahal saat itu aku lapar, kukira 1 set pun kurang, ternyata malah kebanyakan. Jadi, udah paling tepat berbagi dengan Deddy, biar gak mubazir.

Yuk Annie pesan Ume Set seharga IDR 169K. Isian set ini sama dengan Kiku Set yang aku pesan, bedanya ada Salmon Sushi dalam Ume Set.

Sementara itu, Deddy memesan menu bukan set, yakni Tempura Udon seharga IDR 87K.

Kami juga memesan Salmon Gyoza dan Tamagoyaki. 

Nah, Gyoza Salmon itu merupakan salah satu best seller-nya Kikugawa selain Chicken Curry, Udon Tenpura, dan Chako Salmon. 





Gak Pake Mahal!  

Soal harga, kuakui makanan di Kikugawa ini dibandrol dengan harga yang jauh lebih ekonomis dari restoran Jepang lainnya yang pernah aku kunjungi.

Lihat saja set menu Kiku termurah yang aku makan, dengan harga hanya IDR 139K udah dapat segitu banyak, mana enak-enak pula rasanya. Baru liat sajiannya saja sudah bikin lapar mata, apalagi setelah makan, langsung bikin nagih. Berhubung ukuran lambungku kecil aja nih, cepet penuh, susah buat makan banyak-banyak 😆

Aku puas makan di sini. 

Puas dari segi citarasa, gak ada yang gagal, ga ada yang bikin aku berjanji dalam hati: aku gak akan pesan ini lagi! Gak ada sama sekali. Yang ada malah nagih. Apalagi Salmon Gyoza nya itu, asli bikin aku pengen pesan berulang.

Aku mau ke Kikugawa lagi, kebetulan nanti udah di tempat baru. Semoga suasana dalam restonya lebih cerah dan benderang, gak bikin aku takut ke belakang😁

Makanan enak dan obrolan seru adalah dua faktor penyebab waktu berlalu tanpa terasa. Tahu-tahu sudah hampir 4 jam di restoran. Untung gak diusir wkwkw.

Awal datang baru satu meja terisi. Setelah kami datang, satu persatu meja yang masih kosong terisi hingga akhirnya gak ada sisa sama sekali. Ternyata memang serame itu pengunjungnya. 

Pastinya ada sejumlah keunggulan yang dimiliki restoran ini sehingga bisa bertahan lama lebih dari separuh abad. Yang pasti, restoran ini hebat tetap bisa mempertahankan keotentikannya.

Makanan habis, bojoku baru tiba. Tapi masih ada ocha yang bisa diminum. Jadi Mas Arif bisa ikut mencicipi pesanan kami, walau cuma ocha wkwk. 

Hot Ocha di sini dibandrol IDR 20K, bisa refill berkali-kali. Entah sampai berapa kali, yang jelas sampai kami mau pulang itu masih bisa refill 😅

Pertemuan yang menyenangkan sekali hari itu. Walau gak full seharian, alhamdulillah tuntas rindu bertemu yuk Annie dan Deddy. 


Sore itu, aku dan Mas Arif langsung pulang ke BSD. Tapi, usai nganter aku ke rumah, Mas Arif langsung balik kantor lagi wkwk. Datang ke Kikugawa memang cuma buat ketemu Yuk Annie dan Deddy 💕

Yup, bukan cuma aku yang dekat dengan Yuk Annie dan Deddy, suamiku juga. Deddy, Mbak Dian, dan Yayan, bagiku dan suami mereka udah kayak adek. Kalau Yuk Annie, oh udah jelas ayuk kami semua 😂

Setelah aku dan Mas Arif pergi, Yuk Annie dan Deddy lanjut ke tempat lain.

Semoga kami semua umur panjang, sehat selamanya, dan bisa berkumpul lagi dalam suasana baik seperti kali ini. 

10, 20, 30 tahun lagi, pertemuan kali ini akan selalu kukenang.

Indahnya Etika Bertemu, Senangnya Berjumpa denganmu!


Mbak Savitry "Icha" Khairunnisa dari Norwegia sedang mudik ke Indonesia sejak bulan Juni sampai Agustus 2022. Baru-baru ini saya bertemu dengannya di Plaza Senayan, Jakarta (2/8).

Pertemuan kami singkat saja, namun menyenangkan, istimewa, dan agak "langka". Karenanya, saya jadi ingin mengabadikannya di blog ini, sebagai kenangan.

Namun sebelum itu...

Saat hendak menuliskan cerita pertemuan dengan Mbak Icha di sini, ada satu ingatan yang tiba-tiba muncul dalam benak saya. Tentang ajakan bertemu yang pernah tak berkenan di hati. Ceritanya begini.....

Beberapa tahun silam, pada suatu siang. Seorang kenalan blogger mengirim pesan melalui Whatsapp. Isinya singkat saja. Intinya dia memberitahu saya sedang berada di suatu tempat di BSD, dan meminta saya datang untuk bertemu saat itu juga.

Tidak ada yang salah dengan ajakan itu, saya hanya jadi agak kaget karena ajakan bertemu tersebut sangat mendadak dan harus saat itu juga.

Saya mencoba mengingat kapan kami pernah membicarakan janji temu. Namun, sekeras apapun saya berusaha, ingatan soal janji temu itu tak ditemukan, karena memang tak pernah ada. 

Kami sebenarnya bukanlah kawan dekat. Hanya saling tahu dan pernah berinteraksi di medsos saja, itu pun sesekali.

"Mohon maaf banget tidak bisa sekarang. Saya sedang kurang sehat, baru haid. Badan lemas, mual, mulas, dan kepala pusing."

Saya menjelaskan kondisi diri sesuai fakta. Meskipun ada fakta lainnya seperti sedang ada kerjaan di rumah, sebentar lagi mau jemput anak pulang sekolah, dan lainnya. Namun fakta lain itu saya sembunyikan. Cukup hal paling gawat saja yang terinfo, soal sakit itu.

Ketidakbisaan saya untuk bertemu direspon dengan datar. Kemudian yang luar biasa, saya distatusin di Facebook! 😱 Aneh juga sih. Kan katanya dia lagi ada acara di BSD. Ketemu saya itu cuma sambilan. 

Kenapa kesalnya sebegitunya, ditumpahin di tempat umum pula 😂 Jujurly, saya paling gak suka sama orang yang bila ada masalah diomongin di belakang, atau malah di statusin di medsos dengan tujuan ngajak orang mendukung emosi pribadinya dia. Kalau ada masalah dikelarin, bukan dipanjangin wkwk.


Ketika Saya Mengajak Bertemu 

Saat saya punya rencana datang ke suatu kota, dan punya waktu untuk bertemu dengan teman-teman yang ada di kota itu, tapi waktunya terbatas, saya biasanya akan bilang begini:

"Insha Allah hari Jumat saya ke Surabaya. Saya punya waktu luang hari Sabtu, jam 4 sore. Kalau ada waktu, ketemuan bareng-bareng yuk di Mall Tunjungan Plaza. Lokasinya dekat dari hotel tempat saya nginap. Biar gak jauh. Soalnya saya punya waktu 2 jam-an saja buat ketemu."

Dengan cara begini, saya menawarkan kesempatan, tapi tidak memaksa. Yang bisa ayo mari ketemu, yang gak bisa gapapa. 

Penting bagi saya memberi info yang jelas dan rinci. Untuk mempermudah orang lain membuat keputusan apakah bisa bertemu atau tidak. Karena yang sibuk bukan saya saja, orang lain juga sibuk.

Saya ada sebut "bareng-bareng", tujuannya supaya bisa dilakukan di satu tempat, pada satu waktu. Selain untuk efisiensi waktu, juga biar hemat biaya, dan meminimalisir kerepotan. 

Balik lagi ke soal bertamu ke suatu kota, lalu ngajak ketemu...

Kalau sudah terinfo, harapannya gak ada lagi teman yang ngomong: "Ih ke Surabaya ga bilang-bilang. Kok ga ngabarin? Kok gak ajak-ajak ketemu? Sombong amat diem-diem aja ke Surabaya"

Hadeuh 😅

Saya suka mengajak teman bertemu. Bukan untuk merepotkan, tapi untuk merawat hubungan, supaya silaturahmi senantiasa baik dan terjaga. 

Kepada kawan dekat, biasanya langsung saya japri seperti ini:


Ketika Saya Mengajak Mbak Icha Bertemu

Mbak Icha adalah seorang penulis. Beliau berasal dari Surabaya. Pernah tinggal di Inggris, Malaysia, dan sekarang sudah belasan tahun di Norwegia bersama keluarganya. 

Mbak Icha punya blog, tapi sudah lama belum diupdate. Katanya sibuk dan ada prioritas lain.  Tetapi kegiatan menulisnya jalan terus, terbukti dari adanya karya berupa buku-buku solo yang diterbitkan oleh Gramedia dan dapat dibaca oleh penggemarnya di Indonesia.

Selain menulis buku, Mbak Icha aktif di media sosial; Facebook dan Instagram. Di FB Mbak Icha menulis beragam topik. Kadang tentang keluarga, kegiatan harian di rumah, traveling, parenting, aktivitas putranya di sekolah (pendidikan di Norwegia), kuliner dan masakan, pertemanan, politik, dan agama pun ada. 

Saya suka baca tulisan-tulisannya yang berbobot. Saya suka dengan pandangan-pandangannya yang dewasa dan bijaksana. Saya suka buah pikirannya yang cerdas. Selalu ada hal menarik yang bisa diketahui, dan ada saja pelajaran yang bisa dipetik. 

Lewat tulisan-tulisannya itulah kami berinteraksi. Berbalas komen dengannya terasa menyenangkan. Hal seperti inilah yang membuat saya nyaman, betah dan jadi ingin jumpa.

Pada minggu terakhir bulan Juni lalu saya melihat postingan mbak Icha di Instagram. Ada foto Mbak Icha sedang di Jakarta. Ternyata Mbak Icha dan keluarganya sedang mudik ke Indonesia.

Lantas bagaimana dengan saya, ada rasa pengen ketemu? Oh itu pasti.

Tapi saya sangat mengerti. Orang baru datang dari benua jauh, telah 2 tahun tak bisa mudik karena pandemi, saat mudik tentu sudah punya prioritas bersama keluarganya.

Untuk mengajak Mbak Icha bertemu, tentu saya perlu menyusun kata setepat mungkin supaya tidak menjadi bebannya, dan tidak mengganggu jadwal kegiatannya.


Pada saat saya menulis:

"Masya Allah 😍😍 Selamat menikmati hari² selama di Indonesia ya mbak. Lumayan agak lamaan di Indonesia-nya ya sampai awal Agustus. Sekiranya sedang papasan waktu dan tempat, senang sekali jika dapat berjumpa. Jumpa sama panutankuuu 😚😘"

Lalu Mbak Icha membalas: 

"insyaallah nanti setelah aku kembali dari Surabaya, semoga kita ada rezeki ketemuan, ya Mbak Erien ❤️" 

Ungkapan mengajak bertemu hanya sekali itu saja. Setelah itu saya tidak mengulanginya lagi. Saya tidak ingin membuat Mbak Icha jadi terbebani waktu. Sebab saya pun sama, kalau sedang bepergian ke suatu tempat, semisal ada yang menagih pertemuan, rasanya tak tenang. Sayanya jadi sibuk mencari waktu, bahkan menggeser jadwal sana sini. Karena itulah, saya pun ingin pengertian terhadap orang lain.

Hingga suatu hari Senin tgl. 1 Agustus 2022.....



Ketika Mbak Icha Mengajak Saya Bertemu 

Masya Allah. Niat tulus menjalin silaturahmi dimudahkan Allah. Rejeki waktu dan kesempatan itu akhirnya datang. 

Tanpa saya duga tepat di hari pertama bulan Agustus, Mbak Icha menghubungi saya lewat DM IG. Saya diajak bertemu hari Senin tgl. 8 Agustus di Citos, Jaksel. Waktunya tepat satu hari sebelum keberangkatan kembali ke Norwegia pada Selasa 9 Agustus 2022.

Tanpa menawar, saya langsung setuju. Sebab di sini yang sibuk adalah Mbak Icha. Waktunya berada di Indonesia terbatas. Jadi, saya biarkan Mbak Icha yang mengatur waktu dan tempat. Saya tinggal mengikuti dengan senang hati.

Termasuk ketika tiba-tiba Mbak Icha mengubah jadwal ketemuan dengan memajukannya menjadi Selasa tgl. 2 Agustus. Saya tetap setuju, tetap dengan senang hati.

Tidak ada keadaan yang membuat saya mesti menolak, terlambat datang, atau pun merasa malas menempuh jarak panjang dari BSD ke Plaza Senayan. 

Saya sangat bersemangat. Alhamdulillah semuanya lancar, semuanya aman. Kami pun berjumpa.


Bertiga di Monologi, Plaza Senayan

Hari itu, Mbak Icha juga janjian dengan Mbak Mia, seorang business woman mumpuni yang merupakan adik angkatan kuliah adiknya Mbak Icha. Kami ketemu bertiga di waktu yang sama. Alhamdulillah saya jadi punya teman baru.

Nah, Mbak Mia itu ternyata pernah tinggal di BSD, di komplek yang sama dengan saya. Gak nyangka kami pernah tetanggaan, bahkan satu blok. Lucunya, selama bertetangga kami belum pernah ketemu. Ketemu dan kenalannya baru hari itu, di Plaza Senayan,  setelah udah gak tetanggaan lagi.

Dunia memang sesempit itu 😁 

Drama Hilang HP yang Ditemukan Kembali

Obrolan siang itu mengalir lancar, sambung menyambung, dan ada saja yang bisa diceritakan. Suasana terasa hangat dan akrab. Saya merasa seperti bertemu kawan lama yang sudah lama tak jumpa. 

Sampai kemudian obrolan terhenti saat Mbak Icha sadar dua buah HP nya tidak ada. Kalau tak salah, saat itu Mbak Icha mau menghubungi suami dan anaknya, ternyata kedua hapenya hilang!

Ada satu tempat yang langsung terlintas di pikiran saya saat itu, yakni musala. Tempat saya dan Mbak Icha pertama bertemu, saat sama-sama menunaikan salat Zuhur.

Dan benar saja, HP memang ketinggalan di musala. Ditemukan di rak sepatu oleh akhwat yang jaga musala, lalu dititipkan di pos keamanan tempat pengambilan barang ketinggalan. Saya jadi ingat, ketemu mbak Icha di musala saat sedang pasang sepatu. Kemungkinan tertinggalnya saat itu. 

Alhamdulillah HP sudah ketemu. Mbak Icha lega, saya juga turut lega. Masih rejeki. Masih Allah jaga. 

Selama ngobrol di Monologi itu kami memang sama sekali gak pegang HP. Semua abai pada gawai. Sebuah etika juga, lepaskan HP ketika duduk berjumpa kawan. Kami baru pegang HP lagi saat mau foto bareng.

Buku Kelana Rasa Mancanegara karya Mbak Icha, terbitan Gramedia. Thanks bukunya, mbak!

Tak lama setelah HP ketemu, kami menyudahi pertemuan. Karena Mbak Icha masih ada janji temu lagi dengan orang lain, masih di sekitaran Senayan juga. Dan ternyata terjadi drama kedua di Mbak Icha, orang yang hendak mereka temui kemudian ternyata ada di gedung seberangnya wkwk.

Udah selesai? Belum. 

Masih ada sesi singkat saya ketemu Fatih, anaknya mbak Icha yang sore itu menyusul ke Plaza Senayan bersama suaminya.

Walau sesaat tapi saya senang bisa bertemu keluarga Mbak Icha lengkap. Ngobrol sedikit sama Fatih, yang ternyata bahasa Indonesianya bagus sekali. Kata Mbak Icha, bahasa Ibu tetap diajarkan dikeseharian, makanya Fatih lancar berbahasa Indonesia. Malah ada aksen Jawa nya.



Terima kasih Mbak @ichasavitry untuk pertemuan yang hangat ini. Untuk obrolan yang bersahaja. Untuk buku Kelana Rasa Mancanegara yang menggugah selera dan mengajak untuk "Ayo praktekkan". Untuk kesempatan berjumpa dengan Fatih, anak soleh yang manis sekali sikapnya.

Selamat bersiap kembali ke Norwegia, mbak Icha.

Semoga kita sehat selalu, umur panjang, dan berjumpa lagi di lain waktu.

Indahnya berteman 😍



Terakhir, saya unggah poster KEB Ngobrol. Saat Mbak Icha jadi narasumber untuk obrolan bertema: Catatan Seorang Ibu Tentang Pendidikan di Norwegia.

Instagram Mbak Icha @ichasavitry

Saya sangat suka dengan persahabatan yang sehat. Saling memberi dampak positif, kekuatan, dan kedamaian hati, satu sama lain ✨❤️