Tampilkan postingan dengan label forest talk with blogger. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label forest talk with blogger. Tampilkan semua postingan

Mengenal Produk Kain Vinto di Event Forest Talk with Netizens Jambi

Forest Talk with Netizens Jambi - Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia menggelar Event Forest Talk di Jambi pada hari Sabtu tgl. 31 Agustus 2019. Kota Jambi menjadi kota kelima setelah Jakarta, Palembang, Pontianak, dan Pekanbaru. Acara diselenggarakan di Swiss-BelHotel Jambi, dihadiri oleh kurang lebih 50 netizens Jambi yang terdiri dari media, bloggers, dan pengguna aktif sosial media.
Forest Talk with Netizens Jambi, Sabtu 31 Agustus 2019

Kain Vinto sang Bintang Tamu

Setiap mengikuti kegiatan Forest Talk saya merasa seperti "ditabok" berkali-kali oleh para pembicara yang merupakan pakar di bidangnya terkait perilaku yang berdampak buruk pada lingkungan. Pada event kali ini saya "ditabok" oleh bahasan mengenai limbah fashion.

Pada event di kota-kota sebelumnya, reportase sederhana ala saya biasanya tidak punya sorotan khusus. Kehadiran Kain Vinto yang membuat ulasan saya mengenai event ini jadi agak berbeda. Mungkin karena ada rasa takjub lebih dari biasanya, mungkin juga karena ada rasa bangga yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Buat yang ingin tahu siapa dan apa Kain Vinto, silakan kunjungi instagram @Kain_Vinto. Anda juga bisa melakukan pencarian di Google mengenai produk dan usaha kerajinan Vinto, pameran apa saja yang pernah diikuti, serta penghargaan apa saja yang pernah diraih.

Sekilas dari saya tentang Vinto adalah nama dari usaha yang didirikan oleh Bustam Effendi, pria yang sejak kecil dipanggil Vinto oleh orang tuanya. Nama kecil tersebut kemudian menjadi branding semua produk kerajinan yang dihasilkan dari rumah Vinto seperti batik, syal, tas, tikar, dan bermacam produk kerajinan lainnya. Istimewanya tentu pada bahan-bahan alam yang digunakan untuk menghasilkan produk, di antaranya daun pandan rawa, serat pandan, bunga alang-alang, rotan, sutra, kapuk, dan lainnya. Bahkan lumut, getah pisang, dan mengkudu bisa dijadikan bahan pewarna alami produk Kain Vinto. Berlokasi di Muara Bungo Jambi, produk kerajinan yang dikerjakan di sana berhasil go internastional.
Saya bersama Bang Vinto owner Kain Vinto
Syal, kain, dan anyaman karya Vinto




Batik Vinto

Betapa tidak pernah terpikirkan oleh saya serat daun pandan hutan, bunga ilalang, bahkan campuran getah pisang bisa menjelma sebuah syal yang cantik. Bagaimana cara bahan diambil dan proses pengerjaannya, menghadirkan rasa ingin tahu yang dalam.

Dulu waktu masih rajin datang ke SMESCO saya pernah lihat beberapa model tas berbahan rotan. Tapi yang model anyamannya seperti yang dibuat oleh Vinto baru kali ini. Terlihat berbeda, lebih manis dan mewah. Saya membayangkan artis Syahrini memakai tas rotan Bang Vinto, alangkah manisnya. Oh, tidak usah Syahrini, saya kalau pakai juga nggak kalah cetar kok! Clutch rotan yang saya ceritakan ini pada akhirnya dibeli oleh Bu Titi Murni Resdiana, salah satu pembicara Forest Talk dari Kantor Utusan Khusus Presiden bidang pengendalian perubahan iklim. Beliau berhalangan hadir di acara, tapi tetap memantau kegiatan dan pastinya melihat dari jauh produk-produk yang dipamerkan. Makanya clutch rotan Vinto itu jadi incaran 😀

Nama Kain Vinto saya ketahui dari Bang Djangki, salah seorang travel blogger asal Jambi yang berdomisili di Muara Bungo, Jambi. Sebelum itu, Bu Titi juga pernah menyebutkan tentang adanya pengrajin batik terkenal yang kainnya menggunakan pewarna alami. Ternyata, yang dimaksud adalah Kain Vinto.

Alhamdulillah Bang Vinto berkenan hadir untuk ikut pameran. Saat ini Bang Vinto sedang bersiap untuk pameran ke Jepang atas sponsor dari dinas kehutanan setempat. Produk-produknya sudah banyak dikirim ke Jakarta untuk di-packing, persiapan berangkat sebelum ke Jepang. Karena itu tak banyak barang yang bisa ia bawa untuk pameran Forest Talk.

Melihat deretan foto di IG @kain_vinto sedikit banyak saya mulai terbayang produk seperti apa yang dihasilkan. Rasa kagum baru muncul ketika akhirnya saya bertemu dengan orangnya, dan mendengar langsung kisah di balik pembuatan produk.
Tas-tas menggemaskan anyaman daun pandan karya Vinto

Mencintai Dunia Fashion Tanpa Menyumbang Emisi Karbon, Bisa?

Menurut Ibu Amanda Katili, Manager Climate Reality Indonesia yang menjadi salah satu pembicara dalam talkshow bertema "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari" bahwa selain plastik, fast fashion adalah penyumbang limbah terbesar. Nah! 😬

Bahasan mengenai hal ini cukup menohok, dan memang perlu kesadaran tinggi untuk memahami apa itu pemanasan global/perubahan iklim dan solusi yang bisa dilakukan.

Tak akan ada perubahan jika kita tidak mengubah cara pandang kita terhadap fashion. Fashion meliputi cara pakaian diproduksi, dipromosikan, dan dikonsumsi tanpa henti, ia turut mengambil andil besar dalam kerusakan bumi ini.

Lantas, seperti apa prinsip slow fashion?

Sederhananya, fashion dalam mode lambat ada pendekatan yang berfokus pada kelestarian alam dan kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan serta keterampilan mereka.

Teman pembaca dapat mengunjungi website www.lestarihutan.id untuk menyimak lebih dalam bahasan mengenai materi yang saya maksud. Di sana ada kutipan materi Ibu Amanda dan Ibu Atiek serta tulisan bernas dari rekan-rekan blogger yang pernah hadir di acara, baik di Jakarta, Palembang, Pontianak, Pekanbaru, maupun di Jambi.
Dr Amanda Katili Niode, Manager Climate Reality Indonesia
Dr. Atiek Widayati dari Tropenbos Indonesia menyampaikan materi Pengelolaan Hutan Lestari dan Lanskap

Moderator diskusi Pak Amril T Gobel
Elly Telasari, Asia Pulp & Paper

Limbah Fashion

Bukan tanpa maksud jika di tiap acara di kota manapun event bertajuk "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari" ini menghadirkan pameran mini yang menampilkan produk berbasis hutan, misalnya produk fashion seperti kain tradisional yang menggunakan bahan alam dan pewarna alami.

Seperti kita ketahui bersama, pewarnaan adalah salah satu contoh klasik penghasil limbah yang mencemari sumber air kita, merusak struktur tanah, dan binatang, serta tumbuhan di sekeliling sebuah pabrik pakaian. Kajian mengenai hal tersebut tentu saja sangat mencengangkan sebab efeknya sangat tidak ramah lingkungan.

Membuat produk fashion ramah lingkungan bisa menjadi langkah baik sebagai solusi untuk mengurangi emisi karbon.

Pada event kali ini, selain Kain Vinto ada pula @rengkerengke yang menampilkan kerajinan rotan suku anak dalam (SAD),  jamur crispy @ragel.id yang berhasil dikembangkan oleh pemudi desa yang berangkat dari keprihatinannya atas nasib petani jamur di desanya, serta produk makanan dari masyarakat Desa Makmur Peduli Api di Jambi.
Bang Vinto @kain_vinto

Bang Ali dari @rengkerengke Jambi

Mita dari Ragel Jamur Crispy

Topi Rotan Rengke-Rengke

Sebagai penggemar topi tapi nggak punya banyak stock topi, saya ingin cerita sedikit tentang topi. Boleh kan? Boleh dong. Wong ini blog saya, bebas! 😆

Anda pernah lihat topi tikar ala @princessyahrini ? Hmm....wait....Syahrini masuk blog saya tolong kasih royalti ya! haha. Jadi gini, topi tikar heboh ala Syahrini yang saya maksud itu memang bikin takjub dan geleng-geleng kepala. Berani dan unik banget pakai topi "aneh" macam itu haha. Melihatnya, bikin jadi pengen duduk 😛 Sudah pernah lihat belum seperti apa topinya? Cuzzz aja ke IG nya.

Saya salut juga sama inces, meski terkenal sebagai artis pemakai produk fashion super mewah yang kebanyakan buatan luar negeri sono, tapi dia masih mau pakai produk-produk lokal yang berbahan alami. Sebut saja topi daun pandan hutan, topi rotan, tas rotan, topi anyaman daun pandan, dan sandal anyaman daun, semua pernah dipakai inces dan bisa dilihat di galeri foto instagramnya. Bahkan sebuah portal berita online pernah membahasnya secara khusus. Keren kan?? Kenapa inces nggak pakai semua produk fashion macam itu buat tampil di acara-acaranya? Bisa jadi duta pelestarian hutan Indonesia lho! hehe. Saya doakan deh moga saja lebih sering dan banyak lagi produk fashion lokal yang dipakai inces yaaa...

UMKM @rengkerengke memproduksi produk anyaman rotan, resam, dan pandan hutan menjadi barang-barang menarik yang bisa dipakai untuk melengkapi penampilan diri maupun ruangan rumah. Kamis (29/8) saya berkunjung ke tempat pembuatan produk Rengke-Rengke dan alhamdulillah bertemu langsung dengan pengrajinnya, Bang Ali. Menurut Bang Ali, sejauh ini plakat paling banyak dipesan. Sayangnya, pengrajinnya tidak banyak. Saat jumlah pesanan tinggi, kadang sampai kewalahan.
Topi rotan Rengke-Rengke buatan pengrajin Suku Anak Dalam. Keren kan?

1 topi IDR 50K. Manis bangeeet!

Aneka produk Rengke-Rengke

Ragel Jamur Crispy 

Terinspirasi dari rumah makan Jejamuran di Yogyakarta yang pernah dikunjunginya beberapa tahun lalu, Mita memproduksi jamur krispi dengan nama Ragel (Rasa Gemilang) @ragel.id bersama temannya. Ia melihat petani jamur di desanya banyak yang gulung tikar karena sulit melakukan penjualan. Harga jual murah, tempat penjualan yang jauh dan mahal diongkos, jadi salah dua penyebabnya.

Petani jamur di desa kembali bersemangat meneruskan budidaya jamur sejak Mita memproduksi jamur krispi. Jamur krispi dibuat dari jamur tiram, diolah secara higienis, dikemas dengan menarik, dan dipasarkan melalui online dan offline. Agar produknya lebih dikenal luas, Mita rajin mengikuti kegiatan pameran dan berbagai lomba produk makanan.

Membantu warga desa menjadi lebih kreatif dalam menambah dan meningkatkan ekonomi adalah tujuan utama Mita. Ia pun mengajak rekan-rekannya satu desa untuk melakukan hal sama, mengedukasi masyarakat desa dan berpikir kreatif atas hasil tanam yang ada.

Saya sudah mencicipi jamur crispy Ragel. Cemilan enak ini cuma dibanderol Rp 10.000 / bungkus 😍😋

Jamur Tiram bahan Jamur Crispy Ragel

Ragel Jamur Crispy
RAGEL Jamur Crispy Ikut pameran mini Forest Talk Jambi

Bersama Mita, owner Ragel Jamur Crispy

Desa Makmur Peduli Api

Tak ketinggalan Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Jambi juga ikut serta dalam mini pameran Forest Talk. Sebagian besar yang dipamerkan berupa produk makanan buatan masyarakat Desa Makmur Peduli Api seperti Kerupuk Jangek buatan ibu PKK Purwodadi yang berlokasi di Kab. Tanjab Barat Jambi,Wedang Jahe Merah Mekar Wangi buatan masyarakat DMPA di Desa Dataran Kempas Tanjabbar Jambi, Keripik Tempe, kopi, dan masih banyak lagi. Paling banyak produk minuman bubuk wedang jahe merah. Minuman ini diproduksi oleh masyarakat dari berbagai desa DMPA. Tentunya, peserta acara tak hanya melihat-lihat tapi juga bisa membeli langsung selama pameran. Saya pribadi tergerak untuk membeli karena produknya memang saya suka, terutama minuman jahe merah. Selain itu, karena harganya sangat terjangkau namun kualitasnya tidak diragukan.

Sekilas tentang DMPA, adalah salah satu perwujudan dari Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) APP Sinar Mas dengan melibatkan masyarakat adat dan lokal secara konstruktif dalam upaya menyelesaikan konflik sosial dan juga pemberdayaan masyarakat sekitar hutan secara sosial-ekonomi.

Masyarakat diajak berperan aktif dalam upaya pengelolaan hutan lestari serta menjalankan roda ekonomi yang berkelanjutan dan bertanggungjawab. Desa Makmur Peduli Api (DMPA) merupakan sebuah upaya perbaikan dari program pemberdayaan masyarakat sebelumnya. Melalui DMPA, APP Sinar Mas berharap desa dan masyarakat dapat berperan penting dalam pengelolaan hutan lestari dengan diiringi pencapaian kemakmuran secara bersama dan berkelanjutan.

Aneka produk yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Makmur Peduli Api

Netizens Jambi

Forest Talk with Bloggers sudah menjadi branding kuat untuk event Forest Talk yang digelar dari kota ke kota oleh Yayasan Doktor Sjahrir dan Climate Reality Indonesia. Khusus untuk Jambi, kali ini audience-nya dibuat lebih luas tidak sebatas bloggers dan media saja melainkan lebih umum yaitu Netizens. Dengan demikian, mereka yang aktif di media sosial (twitter, FB, IG) bisa ikut serta dalam acara meski bukan bloggers dan media.

Kalau boleh jujur, saya yang kebetulan terlibat dalam tim kepanitiaan event sempat under estimate terhadap peserta dari blogger. Pasalnya, jumlah blogger yang blognya benar-benar aktif dan produktif tergolong sedikit. Saya sempat mengecek satu persatu blog yang didaftarkan, dan faktanya memang agak nggak sesuai harapan. Akhirnya, mengundang Netizens jadi salah satu solusi supaya peserta mencapai kuota. Tujuan utamanya sudah pasti supaya informasi yang disampaikan dapat lebih banyak disebarkan.

Alhamdulillah acara dihadiri oleh banyak peserta. Acara pun berlangsung seru dan meriah. Seluruh peserta sangat aktif berpartisipasi dan berinteraksi sepanjang acara.

Sangat berterima kasih pada rekan-rekan blogger yang sudah datang, juga atas bantuan aktif dari Febri Triharmoko yang sejak awal nggak pernah berhenti mengompori para bloggers dan media untuk datang di acara. Terima kasih juga buat Ika dari FLP Jambi yang juga banyak membantu mengajak rekan-rekan Netizens Jambi dari kelompok FLP untuk turut hadir berpartisipasi di acara.

Forest Talk with Netizens Jambi

Forest Talk with Netizens Jambi

Forest Talk with Netizens Jambi
Kegiatan Lomba Forest Talk

Untuk memeriahkan acara, penyelenggara menggelar kegiatan lomba yang dapat diikuti oleh semua peserta yang hadir yaitu Lomba Twitter, Lomba Instagram, dan Lomba Blog.

Lomba Twitter dan Instagram digelar selama acara berlangsung dan pemenangnya langsung diumumkan di akhir acara sekaligus penyerahan hadiah berupa uang tunai. Sedangkan lomba blog digelar setelah acara sampai periode yang ditentukan dengan total hadiah Rp 6 juta untuk 3 blogger beruntung.

Pemenang lomba Twitter Forest Talk with Netizens Jambi adalah akun twitter @ikanuila @sheieka @apatyawanc. Sedangkan pemenang lomba Instagram adalah @febritriharmoko @masyitharasyid @rubianti_biru. Selamat buat para pemenang!

Selain itu, panitia juga memberikan apresiasi berupa hadiah uang tunai kepada para peserta yang mengajukan pertanyaan selama diskusi berlangsung.

Pemenang Lomba Twitter

Pemenang Lomba Instagram

Peserta yang terlibat aktif selama diskusi "Menuju Pengelolaan Hutan Lestari"

Berikut adalah foto-foto yang saya ambil selama kegiatan berlangsung.

Live post kegiatan di Jambi dapat dilihat pada dua akun instagram saya @katerinadaily dan @travelerien. Untuk melihat lebih banyak lagi liputan dan tulisan blogger mengenai kegiatan forest talk dari kota ke kota silakan kunjungi www.lestarihutan.id

Sampai jumpa di kota berikutnya!

Salam lestari hutan 💗

Cewek-cewek Jambi feat travel blogger 😛 

www.lestarihutan.id

Pameran yang menarik perhatian

Interaksi aktif netizens  

Pameran yang menarik perhatian

Netizens Jambi

Netizens Jambi

Demo masak menggunakan bahan hutan

Menu demo masak: Grilled Tenderloin Steak dan Pan Fried Bamboo Shells.
Ragam kain tradisional Indonesia yang menggunakan pewarna alami


Komunitas Bloggers Jambi 
Pembicara, Influencer, dan Tim Panitia



Tim Fotografer Acara

Field Trip Desa Batu Gajah Desa Makmur Peduli Api

Field trip ke Desa Makmur Peduli Api (DMPA) merupakan salah satu kegiatan dalam event Forest Talk with Blogger di Kota Pekanbaru. Adanya kegiatan field trip membuat event kali ini menjadi berbeda dengan acara yang saya ikuti di kota-kota sebelumnya. Para blogger termasuk saya diajak berkunjung ke DMPA untuk melihat seperti apa pemberdayaan masyarakat atas pengelolaan hasil-hasil hutan selain kayu.  
Field Trip Desa Batu Gajah - Desa Makmur Peduli Api (DMPA) di Riau
Workshop blogger mengenai Pengelolaan Hutan Lestari dapat dibaca pada postingan sebelumnya, silakan klik Forest Talk with Blogger Pekanbaru

Sebelum membaca coretan agak panjang berikut ini, saya informasikan dulu bahwa tulisan ini hanya berupa ulasan mengenai perjalanan blogger ke DMPA dari sisi saya sebagai salah satu peserta trip. Untuk materi dan opini lengkap mengenai tema hutan lestari yang berkaitan dengan kunjungan ke DMPA dapat dibaca di blog para blogger Pekanbaru. Silakan kunjungi tulisan-tulisan menarik berikut ini di blog Andrew Perdana : Melestarikan Tak Mudah, Maka Diperlukan Perjuangan, Athrie : Lestari Hutan, Lestari Peradaban, Ananda Nazieb : Persaingan Limbah Fast Fashion dan Limbah Plastik Dalam Mempengaruhi Iklim Global. Untuk tulisan blogger lainnya nanti bisa dibaca juga di website www.lestarihutan.id
Forest Talk with Bloggers Pekanbaru, Sabtu 20 Juli 2019

Forest Talk with Bloggers Pekanbaru

Sabtu, 20 Juli 2019. Kegiatan workshop blogger dengan tema Menuju Pengelolaan Hutan Lestari di laksanakan di Hotel Grand Zuri Pekanbaru. Di acara ini, poin pokok yang dapat kami ketahui bersama adalah bahwa dengan lestarinya hutan, bukan hanya tentang kondisi udara dan lingkungan yang akan semakin membaik, tetapi juga dapat memberikan nilai ekonomi cukup tinggi apabila dapat dimanfaatkan secara maksimal dan sesuai. 

Acara berlangsung dari Pukul 09.00 hingga pukul 11.00. Dimulai dengan opening, dilanjutkan dengan pemaparan materi Perubahan Iklim dari Dr. Amanda Katili (Manager Climate Reality Indonesia), Hutan dan Lanskap Dr. Atiek Widayati (Tropenbos Indonesia), serta Desa Makmur Peduli Api dari Bapak Tahan Manurung (APP Sinar Mas).

Selanjutnya, rombongan blogger yang berjumlah 20 orang berangkat bersama menggunakan bus menuju Desa Batu Gajah yang terletak di Petapahan Kab. Kampar, Riau. Kegiatan makan siang, diskusi dan tanya jawab, serta demo masak, dilanjutkan di desa. 
Bloggers Pekanbaru

Field Trip Desa Makmur Peduli Api

Dua bus masing-masing berkapasitas 40 seat jadi berlebih karena jumlah yang berangkat hanya 20 blogger saja, plus saya, Hendika, dan Gina. Mas Amril dan Ibu Atiek naik mobil Innova yang dikemudikan oleh Pak Al. Bangku bus jadi banyak kosong. Tapi lumayan sih, jadi banyak ruang untuk menaruh nasi kotak yang dibawa dari hotel. Nah, ngomong-ngomong soal makan nih, sebetulnya saat mau berangkat itu perut semata wayang saya sudah mulai berontak. Syukurnya ia masih mau diajak kerjasama untuk sabar. Toh katanya waktu tempuh ke desa sekitar 1 jam saja. Masih bisa tahan lah yaw..

Faktanya, perlu waktu hampir 2,5 jam untuk sampai di Desa Batu Gajah. Ya, ternyata jaraknya tidak sedekat yang saya kira. Harapan untuk makan siang tepat jam 12 langsung sirna. Akibatnya, selama di perjalanan saya menanggung lapar. Maklum punya maag akut, telat dikit bisa panjang urusannya. Perut mual, kepala pusing, dan bisa-bisa jadi makan orang kalau sudah parah 😁 Mana nasi kotak tidak berada dalam bus yang saya naiki pula. Naaah untungnya nih ada cemilan dalam goodie bag pemberian APP. Sungguh sangat berguna!

Saya tidak tahu bus melewati daerah mana saja karena saya tidak memperhatikan jalan. Malah konsen pada obrolan dengan Bang Putra. Oh ya, entah kenapa Tuhan mengirimkan mahluk paling seksi ini di bus saya, bahkan sebangku segala. Mungkin biar jadi pengawal si blogger ibu kota? Bisa jadi. Tapi, jagoan kok mabok perjalanan? Huahaha bang Putra dilanda pusing dan mual katanya kalau di bus diam saja, jadi mesti ngobrol dan banyak ngunyah. Pantes banyak ngobrol sama saya, tapi untung saya nggak ikut dikunyah! 😂
Satu mobil dengan Bapak Tahan Manurung (APP Sinar Mas) dan Bang Putera Senapelan

Bangkunya banyak kosong, sebagian blogger ada di bus lainnya

Melewati Jalan Dua Musim

Saya paling suka kalau diajak blusukan, apalagi ke desa. Buat saya, melihat suasana yang berbeda dari yang sehari-hari biasa saya lihat bisa membantu me-refresh banyak hal, dari mata sampai otak. Makanya saya semangat ikutan field trip. Apalagi ramean bareng blogger, ada tujuan baiknya pula, jadi menggebu-gebu. Walaupun memang, jaraknya nggak dekat, dan perjalanannya juga luar biasa, melewati 2 musim bo!. Musim aspal dan musim tanah berdebu.

Bus membawa kami melewati jalanan ibukota, mulus beraspal. Setelah itu mulus berdebu. Yak, jalannya jalan tanah liat, nggak lebar tapi panjaaaang seperti nggak berujung. Di musim kemarau, jalan tanah liat itu memang rata dan keras, lancar saja dilalui, tapi debunya astagfirullah, tebal menutup jalanan. Seperti kabut pagi hari di kawasan puncak Bogor. Bedanya, debu jalanan mengotori dan bikin mata kelilipan. Untung debunya nggak berputar-putar kencang seperti badai yang siap menyedot ke pusaran. Masih untung juga jalan di musim kering begini, kalau musim hujan tanahnya bakal liat, siap menggulung dan memelintir apapun yang dilaluinya. Kebayang bakal lebih berat lagi buat dilalui. 

Selain berdebu, jalannya sempit. Ketika berpapasan dengan truk pengangkut kayu HTI, jadi susah lewat. Jika nggak minggir alamat bakal bergesekan dengan truk. Tapi kalau terlalu banyak ke pinggir bisa kejeblos parit cyiiin haha Bahkan bisa oleng karena pinggirannya lebih rendah. Bisa-bisa bus kami tergelimpang menimpa pohon sawit. Yak, pohon sawit!
Jalannya masih beraspal nih
Masih bisa cek WA sebelum akhirnya kehilangan sinyal berjam-jam 😃


Jalan tanah kering

Melintasi 3 Hutan

Saya sudah agak lama mendengar tentang perkebunan sawit di Riau. Katanya terluas di Indonesia, apa iya? Entah, saya nggak ikut mengukur. Yang jelas, perjalanan melintasi “3 hutan” jadi pengalaman pertamaku di Riau. Pertama, hutan sawit. Kedua, hutan Eucalyptus. Ketiga, hutan Akasia. Sepanjang 23 kilometer berkendara bus, kebanyakan sawit, sawit, dan sawit saja yang terhampar di depan mata. Setelahnya baru eucalyptus dan akasia. 

Mana hutan alamnya? Hmmm…mana yaaa? :D

Jalan di tengah perkebunan itu lebih banyak sunyinya, baik dari orang-orang maupun dari hidupnya sebuah perkampungan. Hanya sesekali 1 atau 2 motor melintas, atau beberapa orang yang sedang bekerja di antara batang-batang pohon sawit. Mungkinkah ada di sisi lain yang tidak kami lewati?
Perkebunan sawit
HTI Eucalyptus
Desa Batu Gajah -  Desa Makmur Peduli Api

Sabtu siang sangat terik. Matahari pukul 13.30 terasa begitu garang. Saat itulah kami sampai di Desa Batu Gajah. Saya keluar dari bus seperti dikejar hantu, saking takut kepanasan. Untunglah teras rumah warga tempat berkumpul cukup teduh, ampuh buat berlindung dari sengatan sinar matahari yang tak pandang bulu. Riau sepanas ituuuuh ckckck

Warga yang menunggu kedatangan kami langsung mempersilakan kami untuk makan siang dulu. Maka, dengan kecepatan cahaya, seluruh kotak nasi dibagi, isinya kami serbu tanpa ba bi bu. Hening.

Kelar makan, acara pun di mulai. Mas Amril mewakili Yayasan Dr Sjahrir dan Climate Reality Indonesia langsung membuka acara dan menyampaikan maksud kedatangan. Kemudian 2 warga desa makmur bergantian mengenalkan diri. Ada ketua Peternak Lestari, Ketua Nelayan Lestari, dan ada Ketua Petani Lestari. Salah seorang mewakili, menceritakan keadaan dan kegiatan mereka sebagai warga desa yang mendapatkan program dari APP Sinar Mas. 
Makan siang dulu gaes

Sesi sambutan dan perkenalan ditutup dengan pemberian Rompi Lestari Hutan. Ada kejadian sedikit bikin ngikik nih pas pemakaian rompi oleh bapak dari nelayan lestari. Bapaknya mengalami kesulitan memasang retsleting rompi. Entah kenapa susah sekali dipasang. Nggak ada yang salah dengan rompinya. Tampaknya karena bapaknya terlalu gembira pakai rompi baru. Sampai terburu-buru dan tidak memperhatikan cara pasang. Jadilah dibantu, makan waktu. Akhirnya dibiarkan berlalu, Mas Amril lanjut bicara hal lainnya 😃

Sesi berikutnya adalah “ngobrol” ringan antara blogger dengan warga dan pihak APP. Mulai dari kisah penamaaan desa, sejarah, hingga kegiatan warga dalam mencapai kemakmuran desa. Seperti yang dituturkan oleh pihak APP, di Desa Batu Gajah ini masyarakatnya dibina dan dibimbing untuk dapat mandiri secara ekonomi. Ada beberapa program pengelolaan diterima warga desa diantaranya adalah pembibitan sapi, nelayan, serta hortilkultura. 
Petani Lestari DMPA

Peternak Lestari - DMPA
Bincang ringan dengan perwakilan masyarakat DMPA

Kerajinan Bambu

Para perempuan warga Desa Batu Gajah ada yang jadi pengrajin, mengolah bambu untuk dijadikan tudung saji atau alat yang digunakan menutup makanan yang dihidangkan di atas jamba atau nampan berbentuk bulat. 

Bambu dibentuk seperti topi caping, lalu bagian atasnya diwarnai dengan pewarna dari jelaga lampu togok yang dicampur dengan getah kulit jeruk nipis. Yang kemudian menghasilkan tinta berwarna hitam. Menurut curhatan seorang warga, kini agak sulit menemukan bambu yang digunakan sebagai bahan baku karena hutan juga sudah mulai berkurang, berganti dengan Hutan Tanam Industri. Ah!
Pengrajin bambu

Membuat caping dari bambu dengan pewarna alami

Bisa bikin tudung hati ga bu? 

Demo Masak - Membuat Keripik Tempe dan Pisang

Jika biasanya sesi demo masak dilakukan di hotel dengan beragam bahan yang lengkap dan dimasak dengan alat masak modern oleh chef berpengalaman, kali ini dilakukan di desa. Bahannya hasil kebun seperti singkong dan pisang. Ada juga tempe. Semua dijadikan keripik dan sempat kami coba langsung setelah diangkat dari wajan berisi minyak panas. 

Menurut keterangan, keripik yang mereka produksi juga dipasarkan melalui media sosial. Meski kemasannya masih sederhana tanpa merek yang mentereng, tapi kualitas makanannya tak kalah bersaing. Saya suka keripik tempenya, nggak cuma garing tahan lama, tapi juga mantap gurihnya.
Demo masak produk makanan keripik pisang dan tempe

Goreng-goreng tempe jadi keripik

Beli bu....beli mbak....borong yang banyak
Nah ini sedang bikin keripik pisang. Pisang diiris di atas penggorengan, langsung plung dicemplung 😄

Peternakan Sapi Desa Batu Gajah 

Sesi terakhir kami di Desa Batu Gajah adalah mengunjungi peternakan sapi yang berlokasi sekitar 500 meter dari tempat kami kumpul dengan warga. Ceritanya nih, sapi-sapi tersebut merupakan bantuan dari program CSR APP. Awalnya pada tahun 2016 masyarakat desa menerima 8 ekor sapi. Setelah 3 tahun dipelihara dan dikembangbiakkan kini sudah berjumlah 18 ekor sapi.

Saya grogi juga nih ke peternakan sapi. Antara takut diseruduk sapi, tapi kok seru bakal liat sapi dari dekat. Sampai di peternakan, ternyata ketemu “ranjau” busuk. Ranjau sih bisa dihindari dengan loncat-loncat atau menjauh. Tapi kalau aroma? Mana bisa. Apalagi kalau ada angin berhembus, aromanya menyerbu hidung! 
Peternakan sapi Desa Batu Gajah
Sapinya cakep-cakep tapi galak
Terima kasih pak sudah ajak kami ke DMPA

Diseruduk Sapi Seru Tapi Jangan Mau yaaa

Ketika para cowok-cowok masuk kandang, saya cuma bisa lihat dari luar kandang. Mengamati dan mengambil gambar. Mana berani liat dari dekat, apalagi sapinya ternyata galak-galak. Bergerak liar seperti marah. Apakah terusik oleh kedatangan kami? Padahal kami nggak nakal loh, baik hati, tidak sombong, cakep-cakep pula. Apa hubungannya??? 😂 

Nah, sebuah kejadian tiba-tiba lewat di depan mata. Seekor sapi nggak gede-gede amat mendadak meyeruduk seorang ibu. Si ibu terjatuh. Beruntung sapinya tidak menyeruduk lagi. Si ibu bangkit. Mukanya biasa saja, malah tersenyum. Oalah bu, saya deg-degan panik, si ibu tenang saja. 

Peristiwa diseruduk sapi itu begitu membekas di benak saya. Lama, sampai sekarang. Bahagia itu sungguh sederhana, liat sapi dan orang diseruduk sapi saja saya sesenang ini. Antara ingin tertawa tapi takut dosa 😂😂

Pihak APP sempat menawarkan kami untuk melihat area pertanian dan nelayan. Namun, hari sudah semakin petang. Rombongan sudah harus kembali ke Pekanbaru sebelum malam. Akhirnya, kunjungan ke peternakan sapi menutup kegiatan kami di Desa Batu Gajah. 
Orang kota kegirangan di kandang sapi 😃

Tentang Desa Makmur Peduli Api

Salah satu perwujudan dari  Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) APP Sinar Mas adalah pelibatan masyarakat adat dan lokal secara konstruktif dalam upaya menyelesaikan konflik sosial dan juga pemberdayaan masyarakat sekitar hutan secara sosial-ekonomi.

Masyarakat harus ikut berperan aktif dalam upaya pengelolaan hutan lestari serta menjalankan roda ekonomi yang berkelanjutan dan bertanggungjawab. Dengan latar belakang inilah APP Sinar Mas merangkul masyarakat lokal untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Pada penghujung 2015, APP Sinar Mas memperkenalkan Desa Makmur Peduli Api (DMPA), sebuah upaya perbaikan  dari program pemberdayaan masyarakat sebelumnya.

Melalui DMPA, APP Sinar Mas berharap desa dan masyarakat dapat berperan penting dalam pengelolaan hutan lestari dengan diiringi pencapaian kemakmuran secara bersama dan berkelanjutan.



Pilar Program DMPA

Program DMPA mengedepankan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, antara lain masyarakat , perusahaan, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat dan juga akademisi. 

Program ini diharapkan mampu mengurai masalah dan menghadirkan solusi bagi dinamika sosial kemasyarakatan yang dihadapi untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang bertanggungjawab. Program 

DMPA memiliki enam pilar. Pilar-pilar ini dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kondisi dan potensi dari desadesa yang menjadi sasaran program.



MANFAAT PROGRAM DMPA

Dengan menjalankan enam pilar program DMPA diharapkan dapat bermanfaat dan berkonstribusi pada : 

1. Peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat 
2.Peningkatan ketercukupan pangan di desa-desa DMPA 
3.Meningkatakan hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat 
4.Membantu menyelesaikan sengketa yang ada dan mencegah sengketa yang baru 
5.Berfungsinya kelembagaan ekonomi desa 
6.Meningkatakan keikutsertaan pemerintah desa dan masayarakat untuk pengamanan/ pelestarian sumber daya hutan di sekitarnya

TARGET DESA DMPA 

Target Program DMPA di Riau selama lima tahun mulai dari 2016 sampai dengan 2020 sebanyak 236 desa yang tersebar di Propinsi Riau

Pemilihan  Desa Program DMPA : 
1.Desa yang berada di dalam dan diluar konsesi dengan jarak paling jauh 3 km 
2.Masyarakat Desa memiliki interaksi yang erat dengan sumber daya hutan dalam konsesi 
3.Pernah terjadi kebakaran lahan dan hutan di desa tersebut

PEMILIHAN JENIS PROGRAM 
Proses pemilihan program dilakukan secara partisipatif dengan masyarakat melalui pertemuan, dialog dan observasi lapangan dengan berbagai pemangku kepentingan berdasarkan tahapan-tahapan.

Ragam Kegiatan DMPA

 






Sumber:
Materi Desa Makmur Peduli Api - Bpk. Tahan Manurung, APP Sinar Mas

Kunjungi juga website berikut untuk melihat kegiatan Forest Talk with Bloggers
www.lestarihutan.id
www.yayasandrsjahrir.id

Instagram @yayasandoktorsjahrir
Twitter @Ysjahrir

Sumber foto: 
Dokumentasi pribadi
Septian Arief K

Terima kasih kepada:
Yayasan Doktor Sjahrir 
The Climate Reality Indonesia.
Ibu Dr. Amanda Katili Niode (Manager The Climate Reality Indonesia)
Ibu Dr. Atiek Widayati (Tropenbos Indonesia)
Ibu Murni Titi Resdiana (Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim)
Bapak Tahan Manurung dari APP 
Moderator Amril Taufik Gobel
Seluruh rekan Bloggers Pekanbaru yang hadir
Hendika
Gina