Tampilkan postingan dengan label eka hospital BSD. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label eka hospital BSD. Tampilkan semua postingan

Operasi Batu Empedu Ditunda Melulu, Ini Penyebabnya

Saya mau lanjut cerita tentang sakit batu empedu yang dialami oleh suami. Bukan untuk berbagi penderitaan agar mengundang simpati atau semacamnya, tapi untuk berbagi pengalaman atas apa yang terjadi supaya siapa saja bisa mengambil hikmah tentang bagaimana menjaga pola makan yang baik agar bisa tetap sehat di berapa pun usia.

Saya selalu mendampingi suami selama ia sakit dan dirawat. Karena itu saya tahu apa yang terjadi selama ia mendapatkan perawatan dan berbagai tindakan medis dari para dokter spesialis di Eka Hospital, rumah sakit tempat suami berobat. Di sini saya juga akan berbagi info biaya selama perawatan pra operasi. Silakan simak, semoga bermanfaat.

Topik ini saya tulis dalam beberapa bagian. Silakan klik link berikut jika ingin mengetahui lebih banyak:
- Salah Duga Maag Ternyata Batu Empedu

Cholelithiasis & Dyspepsia

09 Mei 2020 suami masuk UGD Eka Hospital karena nyeri hebat di perut. Serangkaian pemeriksaan lab dan USG abdomen atas dan bawah hasilnya menunjukan adanya batu empedu berukuran 0,9cm. Dari sini didapat diagnosa awal untuk suami adalah Cholelithiasis (batu empedu) dan Dyspepsia (gangguan pencernaan).

Pada saat itu bilirubin, amilase, dan lipase suami sangat tinggi. Dokter spesialis penyakit dalam yang menangani suami Dr. Ratna J. Soewardi, Sp. PD KGH mulai melakukan pengobatan dan diet makan yaitu dengan berpuasa penuh selama 24 jam selama 3 hari. Semua makanan dan minuman masuk lewat infus. Infus apa saja? Ada futrolit, Asering, Nacl, Smof Kabiven dll saya nggak hafal. Dari cairan bening, hingga putih pekat seperti susu, yang kata perawatnya adalah cairan nutrisi, semua masuk lewat infus. Obat  mah jangan ditanya, bejibun. Ada yang ditelan, dimasukkan lewat infus, hingga disuntik langsung ke pembuluh darah di lengan.

Sudah tahu apa penyebab batu empedu?
Silakan klik di sini --> Penyebab Batu Empedu dan di sini --> Gejala Batu Empedu


Pantangan Makan

Setelah 3 hari puasa penuh suami di-lab lagi dan hasilnya membaik. Bilirubin, amilase, dan lipase turun. Dokter bedah yang menangani suami yaitu Dr. dr. Heber Bombang Sapan, SpB (K) BD selanjutnya melakukan challenge dengan membiarkan suami makan makanan seperti yang dimakan orang sehat kecuali yang mengandung santan, lemak, dan goreng-gorengan. Suami saya girang bukan main boleh makan lagi setelah 3 hari puasa tanpa jeda 😂

Beberapa makanan yang saat itu "diharamkan" buat suami:
- Santan

- Kulit ayam, jeroan, semua daging berlemak, ikan darat seperti patin, keju, susu, coklat
- Makanan / minuman kaleng (berpengawet)
Salah satu menu diet suami, serba sayur/buah, tanpa protein hewani dan nabati. Tentunya dilarang makan makanan berlemak dan mengandung santan serta pengawet

Cholelithiasis & Pancreatitis

Hari ke-3 (11/5), kelar puasa 24 jam selama 3 hari itu, dokter bedah minta agar dilakukan MRCP untuk mengetahui lebih detail semua kondisi pencernaan. MRCP Kontras berbiaya Rp 6 juta ini memberikan hasil sebagai berikut:
"Batu multiple kecil di CBD dan kandung empedu disertai cholecystitis akut. Saat ini saluran bilier tampak tidak melebar. Ductus pancreticus tidak melebar, pancreas dalam batas normal, belum tampak gambaran pancretitis pada MRI. Tidak tampak massa di hepar. Organ Abdomen atas lainnya dalam batas normal."


Hasil lab pada hari ke-3 membaik. Selanjutnya dokter bedah melakukan challenge. Jika dengan puasa keadaan hati dan pankreas membaik, lantas bagaimana jika dengan makan?  Apakah "mengamuk" atau tidak. Alhamdulillah hasilnya tetap bagus. Namanya manusia, normalnya makan, masa harus puasa seumur hidup demi menjaga pankreas? Saya rasa itu alasan challenge makan dari dokter bedah. 

Berikut hasil 3 kali lab, khusus untuk 3 item berikut:
1. Tgl. 9/5 Amilase 159 (nilai normal 13-53), Lipase 686 (nilai normal <60), Bilirubin total 2.26 (nilai normal <1.0)

2. Tgl. 11/5 Amilase 42 (nilai normal 13-53), Lipase 92 (nilai normal <60), Bilirubin total 4.71 (nilai normal <1.0)

3. Tgl. 13/5 Amilase 36 (nilai normal 13-53), Lipase 78 (nilai normal <60), Bilirubin total 3.25 (nilai normal <1.0)

Dari hasil lab terbaru tersebut didapat diagnosa baru yaitu Cholelithiasis dan Pancreatitis.

Dokter bedah menjelaskan seperti ini kepada saya dan suami:
"Batu empedu kecil (0,9cm), tetapi keluar kantong (jatoh), masuk saluran, dan ini mengganggu saluran bersama (antara hati dan pankreas), itu sebabnya terjadi sakit di hati dan pankreas yang ditandai dengan nyeri ulu hati, bilirubin tinggi, nyeri perut, kembung, mual, dan muntah. Perlu tindakan operasi yang disebut dengan Laparatomi dan by pass."

Operasi Laparatomi dan By Pass

Terkait dua tindakan operasi yang akan dilakukan terhadap suami, kami mendapat penjelasan lanjutan bahwa operasi yang akan dilakukan adalah operasi konvensional yaitu bedah besar. Selama pandemi ini, laparaskopi sementara dihentikan. Kalau saya tak salah dengar hal ini terkait penggunaan aerosol pada saat laparaskopi, dan ini tidak aman. Aerosol biasanya digunakan dalam pelayanan kedokteran gigi. Mungkin karena itu banyak klinik dan poli gigi stop beroperasi selama pandemi. 

Lanjut lagi soal metode laparaskopi, kata dokter bedah terakhir ia lakukan pada bulan Maret 2020, setelah itu stop dulu sampai nanti keadaan aman. 

Noted: Belakangan saya diinfo bahwa Juni ini laparaskopi sudah bisa dilakukan lagi.

Nah, selain untuk alasan itu, operasi by pass membutuhkan bedah besar, itu kenapa harus bedah metode konvensional. Operasi by pass adalah tindakan membuat saluran baru dalam sistem pencernaan. Saya kurang paham detailnya seperti apa, intinya ketika kantong empedu diangkat, batu empedu dalam saluran dibuang, maka perlu saluran baru supaya hati dan pankreas tetap saling terhubung.

Tindakan pertama meliputi operasi Laparatomi Choledochotomy + Eksplorasi CBD + IOC Open. Tindakan kedua berupa By Pass Choledocoduodenostomy.

Estimasi biaya untuk kedua operasi tersebut Rp 71.540.000


Tunda Operasi demi Lebaran

Hasil lab ke-3 pada hari ke-5 di bulan Mei menunjukan hasil yang positif. Itu artinya dengan berpuasa dan makan seperti biasa kondisi perut membaik. Lipase dan Amilase turun jauh, sedangkan Bilirubin diharapkan bisa kembali normal dengan terapi obat dari dokter internis.

Pada saat kondisi sudah membaik, suami dinyatakan aman untuk tindakan operasi. Dokter bedah tinggal menunggu keputusan kami, apakah siap operasi atau belum. Tapi yang pasti, batu empedu itu memang harus dioperasi agar nyeri hebat di perut tak terulang lagi. Jika belum dioperasi, sakitnya akan terulang kapan saja. Apalagi bila tak jaga makan.

Setelah pikir-pikir, kami pilih menunda operasi. Suami ingin berlebaran dulu di rumah, ia ingin menjadi imam kami salat Ied di rumah dalam keadaan normal meski di situasi tak normal. Maksudnya begini, jika operasi sebelum lebaran, maka keadaan setelah operasi tentu belum pulih betul. Otomatis saat jadi imam salat tidak bisa dalam keadaan seperti saat sehat. Keceriaan lebaran pun akan tertahan.

Pilihan pulang dan menunda operasi kami konsultasikan ke dokter yang menangani. Keduanya mengijinkan untuk rawat jalan dan minta suami untuk taat kontrol. Kami setuju untuk minum obat dan melakukan cek lab sesuai jadwal yang ditentukan.

Biaya Rawat Pra Operasi Bagian Pertama

Biaya yang akan saya sebutkan berikut bukan biaya patokan untuk semua orang di semua rumah sakit. Beda rumah sakit bisa jadi beda pula kebijakan dan biaya yang dikenakan. Saya menerangkan dalam rangka berbagi informasi, siapa tahu ada yang punya masalah kesehatan yang sama, lalu ingin berobat dan melakukan perawatan di Eka Hospital, bisa jadi pertimbangan.

Biaya rawat inap sejak tgl. 9 Mei hingga 13 Mei 2020 untuk kasus yang saya ceritakan di atas, terdiri dari:
1. Accomodation Service (ruang IGD dan tarif kamar standar) Rp 3.105.000
2. Adm fee Rp 2.382.855
3. Konsultasi dokter (umum, jaga, spesialis) Rp 2.880.000
4. Drugs (obat-obatan) Rp 13.006.800
5. Laboratory Rp 4.633.580
6. Medical Supplies Rp 1.235.250

7. Radiology Rp 10.551.185

Total Rp 38.244.185

Selanjutnya rawat jalan untuk cek lab, obat, dan konsul ke dokter spesialis bedah dan spesialis penyakit dalam sebanyak 3 kali dengan total Rp 5.600.150

Total keseluruhan sejak rawat inap sampai rawat jalan paska rawat inap Rp 43.844.335

Alhamdulillah sebagian besar biaya tersebut dicover asuransi, segelintir item lainnya tidak, seperti biaya tes covid untuk keperluan prosedur rawat inap.

Bagaimana selanjutnya? Jadi operasi? Keluar biaya berapa lagi? Yuk simak terus ya.
Jamu dan Salad, Biar Kuat dan Sehat selama Jaga Suami di Eka Hospital

Nyeri Hebat Lagi, Masuk UGD lagi

Dua hari sebelum lebaran suami melakukan cek lab lagi dan kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam. Hasil lab sangat baik, semua sudah kembali normal, baik hati maupun pankreas. Dokter juga mengatakan suami berada pada kondisi sangat aman jika hendak melakukan operasi. Kami merasa lega dengan pernyataan itu. 

Namun tak disangka tengah malam di malam takbiran terjadi nyeri hebat lagi sehingga suami harus saya bawa lagi ke UGD. Minggu pagi (24/5) keadaan suami membaik dan bisa pulang untuk berlebaran di rumah. Tapi malamnya nyeri hebat lagi dan kembali saya bawa ke UGD Eka Hospital.

Hari-hari selanjutnya suami kembali rawat jalan dengan minum obat, istirahat, jaga makan, dan menunggu waktu yang tepat untuk operasi. Tgl. 31 Mei mulai masuk RS lagi dengan rencana operasi pada tanggal 1 Juni 2020. Namun, hasil cek lab sangat buruk. Amilase dan Lipase berada pada nilai tertinggi dari yang pernah terjadi sebelumnya yaitu:

Amilase 332 (nilai normal 13-53), Lipase 1390 (nilai normal <60).

Saking tingginya, hasil Lipase tersebut diberi kode HH (high high), yang artinya tinggi banget!

Amilase & Lipase Tak Kunjung Normal

Rencana akan adanya operasi sudah diberitahukan sejak pertama kali dinyatakan punya gangguan Batu Empedu. Namun jadwal operasi terus berubah karena kondisi Amilase dan Lipase tidak normal (tinggi). Sebagai informasi, Nilai Normal Amilase 13-53, Nilai Normal Lipase <60.

Berikut jadwal operasi yang ditetapkan namun akhirnya ditunda terus karena nilai lipase dan amilase tidak normal:

1. Cek 24/5:  Amilase 61, Lipase 154. Jadwal operasi tunda ke 27/5

2. Cek 1/6: Amilase 332, Lipase 1390. Jadwal operasi tunda ke 3/6
3. Cek 3/6: Amilase 224, Lipase 880Jadwal operasi tunda ke 5/6
4. Cek 5/6: Amilase 245, Lipase 835Jadwal operasi tunda ke 7/6
5. Cek 7/6: Amilase 209, Lipase 826Jadwal operasi tunda ke 9/6
6. Cek 7/6: Amilase 179, Lipase 683Jadwal operasi tunda ke 11/6
7. Cek 11/6: Amilase 165, Lipase 568Jadwal operasi kami hentikan 😂

Operasi Ditunda Berulangkali

Bukan mau kami menunda operasi. Yang ada malah mau secepatnya operasi supaya suami tidak lagi mengalami nyeri hebat. Tetapi, ada kronologi yang membuat operasi tak kunjung terjadi. Seperti yang saya tulis di atas, 7 kali cek lab, nilai amilase dan lipase tak juga normal. Kondisi ini tidak aman bagi pasien, itu yang dikatakan oleh dokter.

Bila dipaksakan, kondisi paska operasi tidak ada yang tahu akan seperti apa. Yang jelas, dalam keadaan pankreas meradang, bisa saja terjadi perdarahan hebat. 

Sejak dirawat sampai tgl 12 Juni, semua rasa sakit yang dialami suami sudah tidak ada lagi. Secara fisik luar ia terlihat sehat dan normal. Bisa duduk, berjalan, dan pergi ke kamar mandi. Untuk salat sementara hanya bisa duduk karena infus tidak pernah lepas dari tangannya. Kalau berdiri, gerakannya terbatas. Makan pun normal. 3 kali sehari makan makanan yang disajikan oleh RS, sesuai menu yang disarankan oleh dokter penyakit dalam dan dokter gastro.

Simple-nya begini: Pankreas sakit, tapi tidak menimbulkan gejala pada pasien, sehingga pasien tak terlihat seperti orang sedang sakit. Nah, dengan kondisi seperti ini, tingkat urgensi untuk operasi menurun, sehingga dokter bedah menyatakan TIDAK PERLU BURU-BURU OPERASI.

OK SETUJU! 
Kamar Standard ini tidak terlalu luas tapi tenang karena hanya sendirian tanpa pasien lain

Pendapat dari 3 Dokter Spesialis

Obat nyeri saat pankreas sakit itu ada, tetapi obat untuk menurunkan lipase dan amilase itu tidak ada. Satu cara yang sudah dilalui dengan puasa 24 jam selama 3 hari, cukup drastis bisa turun 500 dari 1300 ke 800-an. Tapi saat kembali makan, tidak mengalami banyak penurunan, malah stag di 800 selama beberapa hari. Lipase dan Amilase suami  harus dalam normal lagi, terlebih untuk operasi.

Untuk mendapatkan tambahan opini, dokter bedah meminta agar Dokter spesialis Gastroenterologi-Hepatologi yaitu Dr.dr Nella Suhuyanly, Sp.PD-KGEH turut memeriksa suami untuk keperluan tindakan operasi dalam kondisi amilase dan lipase tinggi. Ternyata, pendapat beliau sama, suami belum aman dioperasi. 

Tiga dokter spesialis sudah memberikan pendapat yang seragam: Belum aman untuk operasi, tetapi aman bila ditunda

OK. Kami fix memilih pulang dan lanjut rawat jalan. 

Biaya Rawat Inap Bagian Kedua

Kali ini biaya rumah sakit lebih besar dari yang pertama karena durasi rawat inap lebih panjang. Totalnya mencapai Rp 47.970.637 

Lumayan berkeringat melihat angkanya. Memang ada asuransi, tapi beberapa item tidak tercover dan akhirnya harus dibayar sendiri. Biaya pribadi selama mendampingi suami juga tidak sedikit. Tapi sungguh, berapapun biaya yang keluar jadi tidak penting ketimbang kesembuhannya. Insha Allah saya ikhlas.

Biaya rawat inap sejak tgl. 1 Juni hingga 12 Juni 2020 untuk kasus Pankreatitis Akut yang diderita suami terdiri dari:
1. Accomodation Service (tarif kamar standard) Rp 6.900.000
2. Adm fee Rp 3.553.290
3. Konsultasi dokter (umum dan spesialis) Rp 6.400.000
4. Drugs (obat-obatan) Rp 16.192.960
5. Laboratory Rp 8.761.965
6. Medical Supplies Rp 1.653.720

7. Radiology Rp 6.698.002

Total Rp 47.970.637 

Pankreatitis Akut & Kolelitiasis

Sejak masuk rumah sakit, dirawat selama 12 hari dan akhirnya keluar, diagnosa awal dan akhir sama-sama menyebutkan Pankreatitis Akut dan Kolelitiasis. 

Ya, karena batu empedu, terbitlah pankreatitis.

Batu empedu masih dalam kriteria kecil ternyata berdampak tidak kecil pada organ pencernaan. Karena ukurannya yang kecil, ia keluar kantong, jatuh masuk saluran, menyebabkan sumbatan. Meski ringan tapi pankreas jadi ngamuk. Hati pun kena gangguan fungsi. Maka jangan heran bila nyeri datang, rasa sakitnya luar biasa, mirip orang mau sakaratul maut. 

Alhamdulillah suami kini masih baik-baik saja. 
Momen langka, berulang tahun di Rumah Sakit di saat pandemi 

Pengobatan Herbal, Sebuah Ikhtiar Untuk Sembuh

Masa tunggu operasi tidak tentu karena ada lipase dan amilase yang harus kami upayakan sembuh. Tak ada obat dari dokter untuk itu. Karena itu, saya terus berjuang mencari jalan agar suami bisa sembuh. Upaya saya saat ini adalah membawa suami berobat herbal ke herbalis yang sudah saya kenal lama. Beliau seorang herbalis lulusan S2 Parmasi UI. Siapa beliau? Sabar, saya akan ceritakan segera.

Ada alasan kuat kenapa saya menempuh pengobatan herbal, karena hasil baiknya sudah terbukti pada anak saya Alief saat menderita cerebral atrofi di usia 7 bulan dan saat itu dokter bedah bilang pada usia 3 tahun nanti Alief harus dioperasi kepala untuk pemasangan selang dalam kepala hingga badan. Saya juga pernah punya kista besar di rahim yang menyebabkan haid selalu sakit. Dokter kandungan sudah bilang kista itu akan dioperasi jika sudah mencapai 5-7 cm. Tetapi, berkat pertolongan Allah SWT melalui kegigihan saya berobat herbal secara rutin dan taat pada saran kesehatan yang diberikan, alhamdulillah  saya dan Alief sembuh tanpa operasi.

Saya sudah melakukan pengobatan kedokteran, dan kini pengobatan herbal. Saya hanya berusaha, tidak tahu jalan mana yang akan membawa suami saya pada kesembuhan. Semoga saja salah satunya, atau keduanya. Sebisa mungkin bisa sembuh tanpa operasi. Insha Allah bisa....bisa...bisa.

Saya suka menjadi seseorang yang tetap optimis, semangat, dan tidak pernah putus asa.

Setiap orang, seharusnya demikian bukan?

Silakan baca tulisan lainnya tentang upaya kami mencari kesembuhan lewat pengobatan Herbal. Info tempat pembelian obat herbal juga saya tuliskan pada link berikut:

Silakan KLIK:

Salah Duga Sakit Maag Ternyata Batu Empedu, Periksa dengan Teliti Biar Cepat Tertangani


Rawat Inap di Eka Hospital karena Batu Empedu

Bulan Ramadan lalu suami saya mengeluh nyeri ulu hati hebat disertai perut kembung, mual, muntah, dan tidak bisa buang angin maupun buang air. Dugaan pertama kami adalah maag. Kemudian saya beri promag tapi tidak mempan. Saya ganti dengan sirup Propepsa, kebetulan ada stock di rumah, sama saja tidak ampuh. Gejala lainnya adalah merasa makin sakit bila berbaring telentang dan berdiri tegak. Hanya bisa duduk dengan agak menyender. Saya merasa keadaannya gawat, lalu saya bawa ke UGD Eka Hospital.

Selama perjalanan bermobil ke rumah sakit yang jaraknya sekitar 4 kilometer dari rumah, suami saya mengeluh sakit setiap kali mobil melewati speed bump (polisi tidur). Jadi, saya mesti memelankan laju sepelan-pelannya. Ucapan istighfar dan kata "Ya Allah" dari mulut suami saya terus terdengar sepanjang perjalanan, menambah kecemasan.

Rasa sakit di perut yang dialami oleh suami selalu datang di malam hari. Pernah dini hari. Kondisi jalan selama pandemi sering sepi, apalagi malam hari, lebih sepi. Jadi perjalanan saya membawa suami sangat lancar, tidak ada kendala hingga akhirnya bisa masuk ruang rawat UGD dengan selamat.

Yang tidak lancar adalah tindakan di ruang UGD. Dalam artian begini, pasien datang dalam kondisi nyeri hebat, disambut security di depan UGD membawakan kursi roda, diantar ke dalam, langsung dinaikkan ke ranjang pasien dibantu perawat sambil ditanya-tanya keluhannya apa, namun belum langsung ditangani misal langsung buru-buru diberi obat atau apa lah. Ok sampai sini saya mengerti, mungkin menunggu dokter dulu, baru lanjut tindakan. Tapi pernah sampai 1 jam nunggu nggak dipegang-pegang juga itu suamiku huhu. Padahal pasien di UGD saat itu cuma 1. Petugas di UGD banyak, ada 5-6 perawat dan 1-2 orang dokter jaga. 

Sementara itu saya ke bagian administrasi UGD, dijelaskan oleh staff (di situ standby 2-3 orang) nanti bakal ada biaya APD Rp 600.000, dan bila pakai asuransi nanti perlu informasi tambahan untuk pengajuan klaim, dan bila nanti dirawat bakal dikenakan biaya tes covid. Selesai bagian itu, tanda tangan ini dan itu, baru saya bisa mendekati suami dan menemaninya menunggu tindakan dari dokter di UGD.

Menurut saya pribadi nih ya, ruang gawat darurat itu nggak selalu penanganannya ala gawat darurat di mana saat kita masuk pasien langsung cus dapat penanganan secepat kilat. Meski suami saya sudah tulung-tulungan kesakitan, ya nggak usah ngarep ada yang buru-buru menenangkan langsung suntik ini itu. Perlu waktu buat urus administrasi dulu, nunggu dokter free dulu. Ya siapa tahu pas kita datang itu dia lagi sibuk ama pasien lain. Jadi kudu antri ya kan. 

Cek LAB dan USG

Singkat cerita, setelah mendapat pertolongan pertama berupa obat pereda nyeri, obat lambung, dan dipasang infus, suami saya dilab dan USG. 

Pemeriksaan lab meliputi Hematologi Lengkap sebanyak 29 item. Hasilnya 14 item tidak baik yaitu:
Leukosit tinggi, eosinofil rendah, neutrofil tinggi, limfosit rendah, neutrofil limfosit ratio tinggi, MCH rendah, MCHC rendah, SGOT tinggi, SGPT tinggi, Amilase tinggi, Lipase tinggi, bilirubin total tinggi, bilirubin direk tinggi, bilirubin indirek tinggi.

Dari hasil tersebut yang paling diperhatikan adalah bilirubin tinggi (terkait dengan hati), lipase dan amilase tinggi (pankreas). Hasilnya mengarah ke batu empedu, makanya kemudian dilanjut dengan USG Abdomen Atas dan Bawah. 

Kesan dari USG:
Sludge dan multiple cholelithhiasis disertai hidrops ringan kandung empedu, kemungkinan ada batu impacted belum dapat disingkirkan. Saat itu tidak tampak tanda-tanda cholecystitis/bendungan bilier USG hepar, lien, pancreas, ginjal, vesica urinaria dan prostat normal. Tidak tampak ascites/pemesaran kelenjar.

Dari dua pemeriksaan tersebut paling kuat memang karena batu empedu. Nah, sebetulnya ini cocok dengan hasil MCU (medical check up) yang dilakukan oleh suami saya pada bulan September 2019, batu empedu terdeteksi berukuran 0,9 cm. Namun, karena tergolong kecil, saat itu suami dan saya masih cuek. Tidak pantang makan, tidak pula terpikir untuk operasi. Kenapa? Dari hasil baca sana sini tanya ke sana kemari, batu empedu mulai dianggap besar di atas 1 cm. 

Bukan Maag

Sampai pada dua pemeriksaan terakhir, saya dan suami kini paham, gejala yang dialami seperti yang biasa terjadi saat sakit maag belum tentu maag, buktinya setelah diperiksa ternyata batu empedu.

Tadinya yakin banget itu maag karena 5 tahun lalu suami pernah maag hebat sampai dirawat selama 1 minggu dan harus endoskopi.

Selain itu...

Saya tadinya sempat berujar ke teman-teman, jangan ke rumah sakit kalau gak penting-penting banget. Misal tiba-tiba muncul gejala maag, obati sendiri di rumah, atasi dengan obat yang ada. Jika nyeri tahan saja, sembuhkan sebisa mungkin. Daripada ke RS, musim pandemi gini ribet, banyak tes ini itu dan bakal bikin biaya bengkak, kamu pun nggak aman siapa tahu ketemu pasien covid di RS.

Sekarang.....

Saya menganjurkan jangan anggap sepele sakit yang dianggap sepele, pergi ke rumah sakit, tentunya dengan mengikuti protokol kesehatan ya, lalu periksa dengan teliti apa yang terjadi pada diri.

Saya, kalau tidak bawa suami saya periksa ke dokter penyakit dalam, tidak tahu kalau sakit mirip maag itu, yang ternyata batu empedu, membawa derita hebat pada tubuh suami saya. Ukuran batu empedu suami memang kecil, sekecil beras, tapi batunya keluar dari kantong empedu (dokter bedah menyebutnya jatoh) dan masuk ke saluran sehingga menyebabkan sumbatan.

Sumbatan inilah yang menyebabkan terganggunya fungsi hati dan pankreas, dan itu terbaca dari hasil lab di mana bilirubin tinggi, amilase tinggi, lipase tinggi.

Biar sembuh gimana? Operasi.

Tetapi tindakan operasi hanya aman dilakukan bila lipase dan amilase dalam keadaan normal. Disebut tak normal karena sedang radang, alias ngamuk. Nah, bila dioperasi, bisa jadi terjadi perdarahan. Ini kondisi bahaya yang dikhawatirkan.

Operasi Batu Empedu

Begini, nilai normal amilase 13-53, suami saya ada di angka 159. Nilai normal Lipase <60, suami saya 686. Selama 5 hari dirawat akhirnya lipase turun ke angka 92 dan amilasi 42. 

Sudah aman untuk operasi? Sudah. Tapi saat itu kami menunda operasi. Kami minta ke dokter bedah agar dilakukan setelah lebaran saja. Suami ingin lebaran di rumah bersama kami dalam keadaan masih segar bugar. Mungkin biar bisa salat Ied di rumah dalam keadaan normal, tidak berbaring sakit karena habis operasi, kira-kira begitu.

Tapi apa yang terjadi teman-teman?

Malam takbiran dan di hari lebaran, suami saya nyeri hebat lagi, masuk UGD lagi dengan kondisi lipase mencapai 1390 (normalnya <60) dan amilase 332 (normalnya 13-53) Sangaaaat sangat tinggi...

Otomatis tidak bisa operasi. Yang ada adalah rawat inap lagi menurunkan lipase dan amilase tersebut.

Untuk operasi batu empedu, pemeriksaan tidak hanya sebatas LAB dan USG, tapi juga MRCP Kontras yang biayanya mencapai 6 juta per sekali periksa. Pemeriksaan MRCP ini untuk melihat secara detail seluruh organ di perut meliputi kandung empedu, pankreas, dan hati. 

Jika Nyeri Perut Hebat

Saya sudah terbiasa menganggap mual muntah mulas dan nyeri di ulu hati yang saya alami sebagai maag. Tapi kini, belum tentu maag. Bisa jadi pankreas dan hati yang sakit akibat batu empedu. Periksa lebih lanjut dan mendalam memang perlu biaya, tapi bila dikenali lebih cepat bisa ditangani dengan tepat.

Selain itu, tidak selamanya batu empedu kecil tidak bahaya dan tidak butuh buru-buru operasi. Karena ukurannya yang kecil, bisa jadi keluar kantong, masuk saluran, malah bisa menyebabkan sumbatan. Sumbatan ini yang bisa menyebabkan masalah pada hati dan pankreas. Jika pankreas sakit, maka nyeri yang timbul persis seperti maag ketika kambuh. Dalam istilah kedokteran disebut Pankreatitis.

Bagaimana mencegah timbulnya batu empedu?
Diet apa yang harus dilakukan untuk menormalkan lipase dan amilase?
Pemeriksaan apa saja pra operasi batu empedu?


Tunggu tulisan saya pada postingan selanjutnya ya.

Saya bukan ahli kesehatan. Apa yang saya tulis di sini hanya berdasarkan pengalaman pribadi suami saya. Saya selalu mendampinginya selama pengobatan dan perawatan sehingga tahu banyak soal kondisi yang terjadi. Saya merekam semuanya dalam ingatan dan menuliskannya berdasarkan rekam medis yang saya pegang sejak awal sampai saat ini.

Semoga bermanfaat.

Btw, ada yang bertanya-tanya, kenapa blog travel ini kini isinya tulisan tentang informasi kesehatan bukan perjalanan? Hmmm.....ini juga tulisan perjalanan lho...perjalanan hidup di saat pandemi 😛 

Baca juga: