Tampilkan postingan dengan label dinas pariwista krui. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label dinas pariwista krui. Tampilkan semua postingan

Keliling Krui Jelajah Pesona Pesisir Barat

Travelerien.com

“Minta Pak Ardi ngebut supaya keburu lihat sunset di Labuhan Jukung,” pesan Aries melalui chat WA.

Saya sih pinginnya bilang begitu ke Pak Ardi. Tapi kendaraan sudah melaju cukup kencang, kalau minta tambah ngebut lagi, khawatir mobil kami bakal terbang :D 

jalan jalan krui pesisir barat
Naik mobil keliling Krui bersama Pak Ardy (dispar Krui)

Kamis siang (16/3/2017) kami melakukan perjalanan berkendara mobil dari Bandar Lampung menuju Krui, Kabupaten Pesisir Barat. Waktu tempuh hampir 7 jam lamanya. Ada yang bilang biasanya cuma 5 jam. Dengan jarak tempuh sekitar 250 KM BDL- Krui, saya perkirakan yang 5 jam itu pasti ngebut banget.

Perjalanan lancar Alhamdulillah, melewati Kabupaten Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, dan melintasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Ada kenangan yang tiba-tiba menyeruak ketika melewati Sanggar Batik Ratu di Kecamatan Talang Padang, Penginapan Pelangi di Kota Agung, Tugu Lumba-lumba, dan Rumah Dinas Bupati Tanggamus. Tempat-tempat itu pernah saya kunjungi saat Festival Teluk Semaka 2015 (FTS 2015) bersama kawan-kawan blogger yang diundang oleh dispar Tanggamus. 2 tahun berlalu tanpa terasa, ternyata semua masih lekat dalam ingatan. Saya colek Yayan yang sama-sama pernah ikut FTS, ia pun masih ingat.  

Singgah sesaat di Gisting Kab. Tanggamus - in frame : Dian www.adventurose.com

Jalan mulus sesekali berlubang, berkelok-kelok naik turun bukit. Sejak siang terang hingga malam gelap, kami lalui dengan berbagai rasa yang dulu pernah ada #eh. Puluhan lagu mengalun dari MP3. Lagu-lagu tempo dulu sampai lagu kekinian. Dari lagu dengan lirik sedih, riang, bahagia, hingga galau, menemani perjalanan. Sayang nggak ada lagu indianya. Andai ada, mungkin pemuda yang satu itu sudah konser sambil nari-nari di dalam mobil :D

Deddy, Dian, Yayan, dan Yuk Annie terkantuk-kantuk, lalu tidur. Saya dan Mas Arif yang sengaja duduk bertigaan di belakang bersama koper pink cantik punya wanita milenia, banyak melek sepanjang jalan dan tetap terjaga ketika mobil sudah sampai di RM Sari Rasa pada pukul 8 malam.

Hooo kemalaman. Gagal lihat sunset. 

Menu makan malam pertama kami di Krui

Makan Malam di RM. Sari Rasa

Pesisir Barat punya kuliner khas yang wajib dicoba. Di antaranya pandap, kue cucokh, kacang tujin, sate ikan tuhuk, dan gulai taboh. Masakan pandap, sate tuhuk dan gulai taboh berbahan dasar ikan. Sedangkan kacang tujin berbahan kacang merah. Kue cucokh berbahan gula merah dan tepung. Kalau ke Krui, wajib nih nyobain makanan-makanan tersebut.

Hari pertama di Krui, kami makan malam di RM Sari Rasa. Menunya ikan. Tapi bukan diolah menjadi makanan khas Krui seperti yang saya sebutkan tadi. Okelah, yang penting makan. Perut sudah lapar. Badan sudah letih. Makan yang ada saja dulu.

Ada 5 pengunjung lain saat kami masuk. Salah satunya Aries dari Dispar Krui yang sudah menunggu kami sejak siang. Dialah yang mengundang kami ke Krui. Setelah 3 bulan (sejak Januari 2017) hanya saling chat di WA dan ngobrol via telpon, akhirnya saya dan Aries bertemu. Kami pun bersalaman, bergantian berkenalan. Tak lama, Aries meminta kami untuk segera memesan makanan. Sambil menunggu pesanan terhidang, kami ngobrol. 

Melepas lapar dan dahaga

Menu ikan menjadi menu andalan di Rumah Makan Sari Rasa. Mau ikan nila atau mas, tinggal pilih. Dapat dimasak dengan cara digoreng dan dibakar. Saya memesan ikan nila goreng garing. Untuk minuman, saya inginnya minuman buah. Biar segar gitu. Alhamdulillah ada. Buah naga kesukaan pula. Pas banget.

Mbak Dian, Mas Arif, dan Yuk Annie memesan kopi. Buat mereka, tampaknya kopi jadi penambah energi. Eh tapi Mas Arif tumben sih ngopi. Malam-malam pula. Mumpung ada teman ngopi kali ya.

Buat traveler yang sedang melancong di Krui, mampir makan ikan di sini enak juga lho. Ikannya segar. Sambelnya sedap. Barangkali mau duduk-duduk ngobrol sambil ngopi saja juga bisa. Rumah makannya buka sampai malam. Jam 10 kami keluar, rumah makannya belum tutup. 

Coba makan di sini kalau ke Krui

Cottage Labuhan Jukung Dispar Krui

Dinas Pariwisata Krui punya 2 cottage di Pantai Labuhan Jukung. Cottage-nya berbentuk panggung. Semuanya menghadap pantai. 1 cottage terdapat dua kamar. Pas untuk kami berenam. Masing-masing 1 kamar untuk tiga orang. Saya bersama Dian dan Yuk Annie. 1 kamar lagi ditempati oleh Yayan, Deddy dan Mas Arif. Cottage ini biasanya disewakan dengan harga Rp 275.000/malam/kamar tanpa sarapan. Buat yang berminat menginap di Cottage Labuhan Jukung, boleh lho hubungi Aries Pratama di nomor HP. 0821-8683-9738

Kamarnya tidak terlalu besar. Tapi ada AC, kamar mandi dalam, 1 tempat tidur dengan kasur besar, dan 1 kasur tambahan. Ada TV flat juga. Nah, urusan TV ini sempat bikin kesel. Jika di kamar sebelah TV mudah dinyalakan, yang dikamar kami susahnya kebangetan. Yuk Annie sampai ngiri sama kamar sebelah. Saya ngikik. Dalam hati, biarin TV nya mati, biar saya bisa tidur haha. 

Cottage Labuhan Jukung milik Dispar Krui

AC dinyalakan. Kamar jadi dingin. Jika Mbak Dian dan Yuk Annie mandi, saya cuci muka dan gigi saja. Solat, lalu tidur. Setelah saya terlelap, dua wanita itu ternyata ngobrol sampai tengah malam. Sepertinya efek kopi membuat keduanya segar bugar. Lha saya, nempel bantal langsung molor. Putri tidur banget. Akibat ingin tidur cepat inilah saya jadi lupa mau motret bintang. Padahal saat tiba di cottage sudah sepakat sama Mas Arif mau ke pantai. Mumpung langitnya bagus.

Malam pertama di Krui saya tidur lelap. Bangun pagi badan sudah segar lagi. Listrik menyala sampai pagi. Teringat cerita Aris. Di Krui listrik terbatas. Pada jam tertentu padam. Tapi di cottage ada jenset. Kami jadi aman tanpa gelap-gelapan.  

Sarapan di pinggir pantai, membelakangi cottage


Pantai di depan cottage

Ada saung kayu di depan cottage, enak buat duduk-duduk sambil sarapan. Tapi kami memilih bangku di bawah pohon dekat pantai. Duduk di sana bareng-bareng, menikmati nasi uduk lauk ikan tuhuk yang dibeli oleh Aries entah di mana. Oh ya, cottage tidak menyediakan sarapan. Jadi tamu harus cari sendiri. Tapi di sekitar penginapan ada warung, tinggal beli saja.

Suguhan pagi dari alam berupa laut luas dengan ombaknya yang tak henti menderu. Barisan bukit sambung menyambung di latar belakang. Langit cerah. Matahari pun bersinar hangat. Teh dan kopi panas yang terhidang, jadi saksi betapa pagi sedang berbeda dari hari-hari biasa. 

Yayan sedang jalan santai menikmati suasana pantai

Pantai Labuhan Jukung yang biasanya cuma saya lihat di instagram milik pengguna akun-akun asal Lampung, kini saya lihat langsung. Pantai wisata ini dikelola langsung oleh dispar Krui. Terletak di lokasi strategis. Dilewati jalur lintas barat, dekat pusat kota, dekat pusat kuliner, dan tempat berlabuhnya para nelayan. Pantai Labuhan Jukung merupakan surganya peselancar karena pantai berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, sehingga dianugerahi ombak besar dan tinggi. Yang lebih menarik lagi, dari pantai ini kita juga dapat melihat matahari terbenam dibalik cakrawala.

Banyak pesona yang bisa dikagumi dari Pantai Labuhan Jukung. Sayang kami tidak berlama-lama di tempat ini. Usai sarapan kami langsung berangkat ke Pulau Pisang dari Pelabuhan Kuala Stabas. Memulai petualangan di Pesisir Barat.

Cerita perjalanan menjelajah Pulau Pisang dapat di baca pada tulisan saya sebelumnya: Jelajah Keindahan Pulau Pisang Pesisir Barat  

Pantai Labuhan Jukung depan cottage kami

Pelabuhan Kuala Stabas

Jumat pagi rencananya kami akan diajak bertemu salah satu pejabat dispar. Tapi ibu yang mau ditemui ternyata upacara. Tidak bisa diganggu. Kalau ditunggu bakal lama. Rencana diubah, daripada habis waktu buat menunggu, lebih baik langsung berangkat ke Pelabuhan Stabas untuk menyeberang ke Pulau Pisang.

Selama ini saya mengira pelabuhan untuk menyeberang ke Pulau Pisang itu dari Dermaga Labuhan Jukung, ternyata dari Pelabuhan Kuala Stabas. Letaknya tidak terlalu jauh dari cottage. Meski dekat, kami ke sana naik mobil, diantar Pak Ardy. Semua barang kami bawa. 





Saat ini Pelabuhan Kuala Stabas merupakan perlabuhan utama di Pesisir Barat. Kalau punya banyak waktu, kita dapat menemui beragam hasil laut seperti lobster dan ikan Blue Marlin yang ditangkap secara tradisional oleh penduduk setempat menggunakan kapal-kapal kecil.

Sepertinya akan menyenangkan jika bisa menunggu nelayan-nelayan pulang melaut, bawa ikan segar, dan kita jadi yang pertama kali menyambut ikan-ikannya sesampainya mereka di dermaga. Saya jadi rindu aroma amis ikan yang dulu pernah saya lihat di pelelangan ikan Pelabuhan Kota Agung Tanggamus (Nopember 2015). 
nelayan menikmati pagi di pelabuhan


ngopi di pelabuhan

Suasana Pelabuhan Kuala pagi itu tampak sepi dari seliweran orang-orang. Hanya jukung (perahu nelayan khas Lampung) yang rapat berbaris, terapung di laut. Beberapa pria, mungkin nelayan, tampak menikmati kopi pagi di warung-warung sekitar pelabuhan. Hanya sesekali saja 2 atau 3 orang warga melintas.

Diantara deretan jukung, terdapat sekitar 6 kapal cepat. 1 kapal kecil bertuliskan “Polisi”. 4 kapal cepat ukuran sedang. 1 kapal cepat ukuran agak besar. Sepertinya kapal khusus. Pada tembok sebuah rumah, terpasang informasi tarif menyeberang, waktu, dan rute.
Pulau Pisang - Kuala Stabas Jam 6.30-08.00 Rp 20.000,-
Kuala stabas – Pulau Pisang Jam 10.00-10.30 Rp 20.000,-
Tebakak – Pulau Pisang Jam 8.00 Rp 10.000,-
Pulau Pisang – Tebakak Jam 14.00 Rp 10.000,-





Jika tidak mau menunggu jadwal tersebut, bisa juga dengan sewa jukung. Berangkat kapan saja. Untuk menyeberang ke Pulau Pisang Rp 600.000,- PP sudah termasuk tur lumba-lumba. Saya jadi teringat sewa jukung untuk tur lumba-lumba di Kiluan, harganya sama, Rp 300 ribu juga untuk sekali tur.

Cerita naik jukung dan bertemu lumba-lumba bisa di baca di sini: Bertemu Lumba-lumba di Pulau Pisang.

Kantor Unit Penyelanggara Pelabuhan Kelas III


Sepi

Bukit Selalaw

Bukit kecil di pinggir pantai ini ada di samping Pelabuhan Kuala Stabas. Cukup jalan kaki nanjak 3 menit sudah sampai di atasnya. Tidak ada ongkos atau tiket yang mesti dibayar. Tinggal naik dan nikmati pemandangan dari ketinggian.

Bukit Selalaw dibalut oleh rerumputan hijau. Di puncaknya ada sebatang pohon. Saya membayangkan duduk di bawah pohon itu, memandang laut di bawah sana semacam magis. Ditemani secangkir teh yang diminum berdua, bergantian meneguknya. Teh manis, laut, burung-burung yang pulang menuju matahari, dan punggung Gunung Pugung yang mengintip malu-malu dari kejauhan, adalah waktu-waktu terbaik bersamanya.

Jreng….bayangan saya buyar. Ibu milenia memanggil, minta tolong difotoin. Haha.


Perjalanan membawa kekuatan dan cinta kembali ke dalam hidup Anda ~ Jalaludin Rumi. _____________________________________________ Bukit Selalaw Samping Pelabuhan Kuala Stabas, Krui. Mampir sesaat di sini seusai kembali dari Pulau Pisang. Dekat dari pelabuhan, hanya jalan kaki nanjak sedikit 3 menit sampai atas. Pemandangan laut, daratan Lampung bagian Pesisir Barat, hingga Pulau Pisang pun kelihatan dari puncak bukit. Terdapat bunker di salah satu sisinya. Beberapa sisi bukit ini cukup nyaman dan aman buat dijadikan tempat duduk2. Apalagi permukaannya dibalut oleh rumput2 hijau yang bersih. Walau memang ada beberapa titik yang sepertinya pernah dijadikan tempat pembuangan sampah, dan itu mengganggu, tapi panorama alam yang terlihat dari sini cukup menarik untuk disaksikan. Di bagian bawah terdapat tebing batu cadas dengan ombak deras yang tak henti menghempas. Cukup berbahaya kalau sampai terjatuh. Perlu hati2. Jaga diri dan keselamatan, serta jaga alam dengan tidak mengotorinya dengan sampah. Pict taken by @riez_aries Goes to Pesona Krui 2017. Trip by Dinas Pariwisata Krui @kruitourism Cek info Pesona Krui 2017 di akun @kruitourism _________________________________________________ Traveling bareng @adventurose @omnduut @deddyhuang @annie_nugraha #krui #kruitourism #ijamitkrui #pesonakrui #wisatakrui #kualastabas #bukitselalaw #travelblogger #traveling #jalan2lampung #jalanjalan #visitlampung #wisatalampung #lampunggeh #lampunggham #pesisirbarat #indonesiatravel
A post shared by Katerina (@travelerien) on
  
Sisi bukit yang bertemu dengan laut sangat curam. Perlu berhati-hati ketika turun. Jika terpeleset, bisa saja nyemplung ke laut. Saat di sana, ada seorang pria sedang asik memancing. Sendirian.

Di sisi timur bukit terdapat tebing batu yang dalam. Di bawahnya terlihat ombak deras tak henti-henti menampar permukaan batu yang diam saja tanpa protes. Terdapat sebuah bungker tua. Menurut Aries, bunker tersebut sudah ada sejak jaman Belanda. Menarik. Tapi saya sedih, dekat bunker itu jadi tempat pembuangan sampah warga. Ah.

Jika bukit ini bersih secara keseluruhan, pasti jadi tempat yang nyaman banget untuk melihat rindu yang bergelantungan di langit. Yang terasa hanya sejuk, seperti kemarau yang lepas dari hati. #malah berpuisi
bunker di Bukit Selalaw

Nanjak

Tebing batu di sisi Bukit Selalaw

View laut dan Gunung Pugung di kejauhan

Krui Mutun Walur Surf Camp


Setelah sebelumnya merasakan menginap di Cottage Labuhan Jukung dan Homestay di Pulau Pisang, malam terakhir di Krui kami bermalam di Krui Mutun Walur Surf Camp. Lokasinya di Desa Walur, Krui Selatan.

Terletak di pinggir Pantai Walur yang sepi, tinggal di penginapan berkonsep bambu ini seakan punya pantai pribadi. Tidak ada warga atau pengunjung lain yang berseliweran, hanya tamu-tamu cottage saja. Akses ke pantainya yang landai juga mudah dan dekat, tinggal jalan kaki 20 meter keluar kamar, lalu keluar pagar, langsung ketemu pantai. 
Kamar private (ujung) dan unit rumah panggung di Cottage Krui Mutun Walur Surf Camp

Unit rumah 2 lantai di Cottage Krui Mutun Walur Surf Camp

Cottage Krui Mutun Walur Surf Camp terdiri dari 2 kamar bertipe private, 2 unit rumah panggung dan 2 unit rumah 2 lantai. Kami menempati kamar private, bersebelahan dengan  kamar private yang ditempati Yayan, Deddy dan Mas Arif. Kalau masih tersedia, memesan rumah panggung yang menghadap ke laut sepertinya lebih asik. Viewnya langsung ke laut. Suara angin dan debur ombak terdengar lebih kencang. Bagi yang menyukainya, pasti merasakan senang. Sedangkan rumah 2 lantai cocok untuk tamu yang datang dengan rombongan. 
Teras kamar kami yang berkonsep bambu

kamar yang kami tempati

kamar mandi shower di dalam kamar yang kami tempati

Luas area Krui Mutun Walur Surf sekitar sekitar hampir 1000m2. Ada taman dibalut rumput hijau yang segar dan bersih. Terdapat pula beberapa pohon kelapa menjulang tinggi. Ada hammock dan saung kayu dekat pagar keluar menuju pantai. Siang itu sepi, tamu-tamu bule sepertinya sedang keluar, sebagian di dalam kamar. Hanya satu yang kelihatan, wara wiri bawa motor dan nenteng papan selancar.

Di Krui listrik terbatas. Saat kami datang listriknya menyala, tak berapa lama mati. Ada jenset, tapi tak dihidupkan. Kamera dan hp yang kehabisan baterai jadi tak bisa dicas. Daripada bengong di kamar menunggu Pak Ardi jemput kami untuk keliling Krui, saya melakukan sesi foto-foto bareng Mas Arif. Sementara yang lain ngobrol di saung. Tak berapa lama 2 atau 3 tamu bule keluar kamar, turun ke pantai. Main bersama ombak.
Ada yang ketiduran di hammock :D


Ombak di Pantai Walur memang deras dan tinggi. Tamu-tamu yang hobi main selancar pasti seneng banget tinggal di cottage ini. Berasa surga banget kali ya. Kami tidak sempat mencicipi main air, keburu jalan lanjut keliling Krui. Mau lihat kebun damar dan pantai Tanjung Setia. Balik cottage sudah malam. Masuk kawasan cottage gelap gulita, melewati kebun kelapa. sampai cottage baru terang. Masuk kamar langsung mandi dan salat. Setelah itu mulai ngecas segala macam baterai gadget. Tapi ulalala….listrik padam tanpa permisi. Bahkan sampai pagi. Alamak. Buat kamu yang mau traveling ke Krui. Bawa baterai kamera, baterai HP, dan power yang lebih. Kalau ada listrik langsung cas. Kalau sedang tak ada, bisa gunakan baterai-baterai cadangan.

Harga kamar Krui Mutun Walur Surf Camp di bandrol Rp Rp 300 ribu/malam/kamar. Kalau tambah extra bed biayanya Rp 50 ribu/kasur. Sudah termasuk sarapan pagi.
"Mas, itu yang di belakang ada yang pasang muka sinis..." :))

Tugu Tuhuk Ikon Kabupaten Pesisir Barat

Setelah Tanggamus dengan ikon ikan lumba-lumba, sekarang Krui dengan ikon Ikan Tuhuk (blue Marlin). Sama-sama daerah pesisir, sama-sama ikan yang jadi ikon. Kalau FTS 2015 saya sudah pernah foto di Tugu Lumba-Lumba, sekarang di Krui juga mau foto-foto di Tugu Tuhuk. Buat kenang-kenangan. Meski bisa kapan saja ke Krui, tapi momen bersama orang-orangnya belum tentu terulang lagi.

Ikan Tuhuk merupakan ikan khas yang ada di Kabupaten Pesisir Barat. Musim dan beratnya medan tempat menangkap ikan ini membuatnya semakin istimewa sebagai kuliner pilihan wisatawan, yakni Sate Tuhuk. Pernah coba? 
Tugu Tuhuk Krui

Makan Malam di Pasar Pagi

Saya masih penasaran dengan kuliner khas Krui. Saya berharap di hari terakhir keliling Krui ada kesempatan makan di warung makan yang benar-benar menyajikan makanan khas, entah saat makan siang, atau saat makan malam. Tapi siangnya kami makan di rumah makan Padang. Onde mande ranca bana :D

Setelah seharian keliling, dari perkebunan damar hingga pantai-pantai di Tanjung Setia, kami kembali ke kota. Malam telah tiba, dan perut mulai menuntut untuk di isi. Makan malam di mana? Di Pasar pagi. Pasar pagi rasa malam hihi. 
Makan malam di Pasar Pagi

Di Pasar Pagi saya masih belum menemukan yang khas semacam pandap, gulai taboh, sate tuhuk, dll. Adanya nasi goreng, mie goreng, pecel lele, pecel ayam, dan sebagainya. Umumlah itu ya, ada di mana-mana :D Yang bikin saya merasa menemukan sesuatu yang baru dan patut dicoba justru Jus Buah Pinang. Baru kali itu saya minum jus pinang. Seger-seger manis dan sepet. Campurannya buah naga, susu kental, dan lemon. Sepertinya campurannya itu buat meminimalisir rasa sepet buah pinangnya. Enak menurutku.

Kalau ke Krui, kamu harus cari makanan khasnya ya. Biar lidahmu punya pengalaman pernah mencicipi kuliner Krui.  
Buah pinang di gerobak penjual jus pinang

 Jus Pinang campuran buah pinang, buah naga, susu kental, lemon. Seger!

Bandara Seray

Jarak Bandar Lampung ke Krui terbilang jauh. 250 km dengan waktu tempuh sekitar 6-7 jam, cukup melelahkan. Waktu banyak habis di jalan. Kalau mau liburan ke Krui selama 3 hari, mungkin baiknya tambahkan 2 hari untuk pulang dan perginya. Kami kemarin juga begitu. Tgl 16 Maret khusus berangkat. Tgl. 17-18 Maret jelajah Pulau Pisang dan keliling Krui. Tgl. 19 Maret khusus buat pulang. Jam 4 pagi meninggalkan Krui. Sampai Bandar Lampung siang. Terbang ke Jakarta sore. Sampai rumah malam. Lebih dari 12 jam di jalan.

Untuk transportasi ke Krui bisa gunakan mobil sewa dari Bandar Lampung. Biaya sewa Rp 250.000/hari belum termasuk BBM dan Supir. Bisa juga naik travel dari Bandar Lampung yang beroperasi setiap hari. Ongkosnya Rp 100.000/orang. Angkutan paling akhir biasanya sampai di Krui selepas isya. 
Bandara di Pesisir Barat bernama Bandara Muhammad Taufiq Kemas

Terminal keberangkatan

Rumah karyawan petugas bandara


Keberadaan Bandara Muhammad Taufiq Kiemas yang terletak di Pekon Seray, Kecamatan Pesisir Tengah, membuat Pesisir Barat juga bisa dicapai dengan menggunakan pesawat dari Bandar Lampung. Tapi itu dulu. Sebelum kontrak Susi Air habis pada November 2016.

Penasaran lihat bandara Muhammad Taufik Kiemas, kami pun diajak mampir. Karena sudah tidak beroperasi, keadaan bandara sangat sepi. Saat kami tiba, tak seorang pun terlihat. Untuk memasuki terminal, Aries mengajak dua petugas bandara yang dikenalnya, salah satunya Mas Azis. Kami pun memasuki terminal. 


Bandara Muhammad Taufik Kiemas dibangun pada tahun 2007. Diresmikan oleh Dirjen Perhubungan pada tahun 2013, pada masa pemerintahan Bupati Herlani.
 
tetap dirawat meski tidak beroperasi

ruang tunggu

Untuk ukuran kabupaten, bandara terbilang cukup besar, modern dan canggih. Termasuk terminal dan rumah-rumah petugas bandara. Meski tidak beroperasi secara administrasi, tetapi perawatan harian bandara tetap dilakukan. Karena itu terminal dan apron tetap dalam kondisi baik dan bersih. Hanya ada satu sisi pagar yang tampak rubuh. Dijelaskan oleh Mas Azis, pagar itu sengaja dibuka untuk memudahkan keluar masuk kendaraan berat yang sedang melakukan perbaikan apron. Setelah selesai, pagar akan dipasang kembali.

Selain melayani penerbangan tujuan Bandar Lampung, bandara Muhammad Taufik Kiemas melayani rute ke Palembang. Satu-satunya maskapai yang beroperasi di bandara ini adalah Susi Air. Mengingat Pesisir Barat memiliki potensi wisata yang besar, moda transportasi udara ini tentu akan bermanfaat sekali buat para wisatawan maupun masyarakat Krui itu sendiri. Semoga saja bandara kembali beroperasi, dan pesawat yang melayani rute penerbangan bisa bertambah.
Pilot salah kostum?

apron


Pesona Krui tak cukup untuk dijelajahi dalam sehari atau dua hari. Banyak yang bisa dilihat dan dirasakan. Terutama buat peselancar, Krui adalah surga bagi mereka. Pesisir Barat sangat terkenal dengan ombaknya yang besar dan panjang. Wajar jika banyak wisatawan asing datang kemari untuk menikmati tarian ombak Pesisir Barat.

Salah satu pantai yang menjadi incaran para peselancar adalah Tanjung Setia. Saya dan kawan-kawan blogger berkesempatan ke sana, melihat langsung ombaknya yang terkenal itu. Nah, cerita tentang Tanjung Setia akan saya tulis pada postingan berikutnya. Termasuk pengalaman saya melihat proses panen damar untuk pertama kalinya.



Bulan April ini Dinas Pariwisata Krui akan menggelar berbagai event dalam rangka hari jadi Krui. Banyak kegiatan yang akan dilaksanakan dalam event tersebut, di antaranya:
• Krui Pro 2017 WSL QS1000 Surfing Competition pada tgl. 15-20 April 2017
• Aneka lomba yang akan digelar mulai 13-22 April 2017 terdiri dari lomba tari adat, lomba tari kreasi, lomba ngunduh damar, lomba pidato bahasa Inggris, lomba layang-layang, lomba lagu Lampung, Lomba Mawalan, Lomba Foto Wisata, Lomba Bahasa Arab, Lomba Pidato Bahasa Mandarin, Lomba Ngukur kelapa
• Rekor MURI 1001 orang Ngunduh Damar pada tgl. 13 April 2017

Buat teman-teman yang ingin berlibur ke Krui, bisa datang saat event tersebut, biar bisa sekalian menyaksikan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh dispar Krui.

Baca juga cerita perjalanan Jelajah Krui dari teman-teman seperjalanan saya berikut ini :
Dian Radiata : Ija Mit Krui
Annie Nugraha : Hatiku Tertambat di Pulau Pisang
Haryadi Yansyah : 24 Jam Bermanjah di Pulau Pisang
Annie Nugraha : Sejuta Pesta di Pesisir Barat Lampung
Deddy Huang : Jelajah Pesona Pulau Pisang bagian 1
Deddy Huang : Jelajah Pesona Pulau Pisang bagian 2

Jelajah Keindahan Pulau Pisang Pesisir Barat

pulau pisang pesisir barat

Travelerien.com

Pelabuhan Kuala Stabas Krui tampak berseri meski sedang sepi dari seliweran orang-orang. Mungkin yang ingin menyeberang sudah berangkat, atau bisa jadi jadwal kedatangan baru saja lewat. Beberapa pria tampak duduk di warung sambil menyeruput kopi, menikmati pagi. Melewati mereka tanpa sedikitpun melirik cukup membantu saya berjalan lebih cepat ke arah jukung dengan pengemudi yang  mulai berteriak-teriak. 


“Cepat, cepat…cepat naik!

Seruan itu terdengar berulang tiap kali ombak kembali ke laut, sedikit mendatangkan rasa panik. Memang beralasan, sebab dengan cara itu naik jukung jadi lebih mudah. Meski diminta cepat, kami tetap ditunggu karena jaket pelampung orange harus dipakai dulu, cover ransel dipasang, gadget disimpan rapat-rapat, dan bila perlu minum obat anti mabuk dulu agar nyaman selama berlayar. Setelah beres baru naik. 

Jukung-jukung di Pelabuhan Kuala Stabas

“Mundur sini, ke belakang, duduk ke belakang….cepaaat.” 


Bapak pengemudi masih setengah berteriak. Wajahnya tegang. Saya mengikuti perintahnya, menata letak badan di atas perahu yang dikuasainya.

Petualangan dimulai. Jukung menuju lautan, melaju kencang menyeberang ke Pulau Pisang. Sepuluh orang dalam satu jukung, sesuai kapasitas maksimum. Ikut serta ransel-ransel berisi berbagai perlengkapan. Alam semesta tampaknya merestui perjalanan. Dihadiahkannya kami langit biru bersih, matahari bersinar terang, dan angin yang membelai wajah dengan jutaan rasa sayang. 

Tak keliru memilih trip di bulan Maret karena cuaca mulai bersahabat. Berlibur ke pulau sudah aman. Pelayaran ini pun mengandung kebahagiaan. Wajah-wajah teman seperjalanan mengguratkan rasa senang yang tak terkatakan. Saya mengembangkan senyum, mensyukuri nikmat Tuhan yang telah mengantarkan saya ke Pesisir Barat pada waktu yang tepat bersama orang-orang yang tepat. Rejeki sungguh misteri, seperti halnya jodoh. Indah pada waktunya.

Pakai jaket pelampung sebelum naik, biar aman :)

Menyeberang ke Pulau Pisang

Pulau Pisang dapat dilihat dari Pelabuhan Kuala Stabas, seakan begitu dekat. Tapi ternyata perlu waktu tempuh 45 menit untuk mencapainya. Pagi itu tak ada acara berburu atraksi lumba-lumba. Jadwalnya besok, saat kembali ke Pelabuhan Kuala. Fokus pada jelajah daratan Pulau Pisang membuat saya ingin lekas sampai. Meski begitu, mata tetap saja awas menyapu lautan. Barangkali bersirobok dengan gerombolan lumba-lumba yang tiba-tiba muncul dan melompat.

“Kalau sudah dekat Pulau Pisang saya mau ambil gambar, boleh agak melambat, pak?” tanya Mas Arif ke bapak pengemudi di belakang. Bapak tua itu mengiyakan. Waktu yang diberikan untuk mengambil gambar Pulau Pisang yang luasnya sekitar 231 hektar saja itu hanya sebentar. Selanjutnya perahu kembali ngebut.

Pengalaman seru menyeberang naik jukung

Dari kejauhan, pasir putih yang membalut permukaan pantai tampak begitu cemerlang. Sedangkan pohon-pohon kelapa dengan daunnya yang melambai-lambai, bak canopy yang memayungi pulau. Jauh di bagian tertingginya terlihat puncak Menara Rambu Suara menyembul di antara pepohonan. Rasa tak sabar untuk segera sampai kian memuncak.

Pulau Pisang cukup dekat dengan daratan Pulau Sumatera bagian Lampung, tepatnya Desa Tembakak, Kecamatan Karya Penggawa, Pesisir Barat. Jika menyeberang dari Desa Tembakak, hanya perlu waktu tempuh 15 menit saja untuk sampai ke Pulau Pisang. Jika saya tinggal di Tembakak, mungkin sudah bolak-balik beberapa kali dalam sehari ke Pulau Pisang. Ngapain? Leyeh-leyeh senang di atas pasir putihnya :D 

Dermaga apung Pulau Pisang

Pulau Pisang kami datang!

Sebuah dermaga peninggalan masa lampau, tampak rusak, retak, dan bolong-bolong. Sungguh mustahil digunakan. Di sebelahnya ada tonggak-tonggak hitam berjejer mengapit pijakan terapung warna oren yang terbuat dari plastic floating dock. Sayangnya jukung tidak mengantar ke dermaga apung itu, sebab katanya sulit untuk turun. Musim angin barat begini, pasirnya bertumpuk, jadi terangkat.

Kebanyakan jukung memilih mendarat di atas hamparan pasir pantai. Termasuk jukung kami. Melompat dari jukung saat ombak lari ke laut sepertinya akan menjadi hal biasa di musim ini. Sensasi berkejaran dengan ombak disertai jeritan kebasahan membuat acara turun dari jukung jadi seru-seru menegangkan. 

Akhirnya saya di sini bersama mereka

Tulisan “Welcome to Pulau Pisang” pada sebuah kayu dengan latar belakang bangunan Balai Pekon Pasar menyambut kedatangan. “Akhirnya saya menjejakkan kaki di Pulau Pisang,” begitu yang terucap di hati ketika membaca tulisan itu. Sebuah kelegaan sederhana untuk keinginan yang pernah tertunda.

Siang amat terik, keringat mengucur, membangkitkan rasa haus untuk menenggak minuman soda dingin. Tapi ucapan Aries bahwa di sini susah listrik, membuyarkan keinginan itu. Membuahkan gelak tawa seiring langkah menuju homestay yang berjarak cukup dekat dari pantai. Homestay Bang Jon namanya. 

Menginap di rumah warga

Ada banyak rumah warga yang kamarnya disewakan untuk wisatawan. Harga sewa rata-rata Rp 200 ribu/malam/orang sudah termasuk makan 3 kali sehari. Rumah yang kami tempati berada di pinggir jalan, dekat pantai dan dermaga. 

Dua kamar untuk rombongan kami. Satu kamar besar dengan dua kasur besar untuk 4 orang (Yayan, Aries, Deddy, dan Mas Arif). Sedangkan mas Don di ruang tengah. Satu kamar ukuran sedang dengan dua kasur besar untuk Yuk Annie, Dian, dan saya. Dua kamar mandi dalam rumah sepertinya mesti bergantian agak lama he he. Tapi antrian tertib kok :D 

Kamar kami para perempuan


Kamar para lelaki, cukup buat berempat

Usai menaruh barang-barang dan melepas lelah sejenak, kami mengisi waktu dengan pergi ke pantai dekat dermaga. Ada waktu satu jam sebelum solat Jumat, cukup lama untuk melihat-lihat dan mengambil foto suasana pantai. Beberapa kali jukung datang menurunkan penumpang. Saat itulah pantai jadi ramai. Setelahnya, sepi lagi. 

Sesi foto jadi pecah kalah anjing tuan rumah mengikuti kemana kami pergi. Bahkan tanpa terduga jadi model masuk frame. Sebuah nama diberikan padanya: Ogik! 

Main bareng di pantai Pulau Pisang *Photo Aries Pratama*

Desa bersahaja dengan warga yang lebih banyak beraktivitas di dalam rumah, terutama para perempuan. Sedangkan laki-laki ada yang menjadi nelayan dan berkebun. Jalan desa berupa setapak kecil yang cukup untuk dilewati motor. Tak ada mobil di sini. Bangunan-bangunan rumah banyak telah tua dan tak terurus, ditinggalkan penghuninya yang telah pindah ke luar pulau.

Mau kemana kita?
Banyak rumah tua kosong dan rusak di Pulau Pisang, salah satunya ini

Hidangan makan siang masakan dari pemilik homestay berupa gulai buah kelor, ikan segar goreng, sayur lodeh daun katu, kentang cabai merah, petai rebus, dan sambal pedas, sukses menggoyang lidah. 

Ada kenikmatan tersendiri bersantap bersama kawan-kawan yang doyan makan. Saya yang sehari-harinya tergolong malas makan, jadi ketularan lahap dan nambah-nambah. Tapi memang perlu makan yang cukup karena energi yang keluar saat traveling itu berlipat-lipat. Saya sering berkata pada diri sendiri: ”Makan yang cukup dari apa yang ada, biar nggak ada apa-apa saat jalan-jalan.” 



Naik Motor Keliling Pulau Pisang

Aries memberi saya kejutan dengan mengajak keliling pulau naik motor. Kapan saya pernah menduga bakal motoran menjelajah Pulau Pisang? Kenyataan yang amat menyenangkan. Aroma petualangan pun menyergap, memeluk saya dengan seribu kegembiraan, terlebih boncengan berdua Mas Arif. Sebuah pengalaman baru yang benar-benar seru.

“SIM C ku kan sudah kadaluarsa, Ma,” ucap Mas Arif khawatir. Entah kapan terakhir kali bojoku itu nyetir motor. Saya pun sudah lupa saking lamanya :D

“Yang menilang paling kera atau mungkin lumba-lumba, mas.” Candaan istrinya ini tak membuatnya tertawa. Hadeuuh… khawatir banget sih mas…mas…haha. Dampak terbiasa taat aturan berkendara mungkin ya. Positive sih ketimbang ia justru merasa baik-baik saja tanpa SIM kemana-mana.

Sewa motor buat keliling pulau

Aries berdua Don, Deddy bonceng yuk Annie, Yayan bonceng Dian. Saya dan mas Arif. Pas 4 motor. Seingat saya Deddy ingin dibonceng biar bisa foto-foto, tapi pada akhirnya dia yang harus nyetir motor boncengin yuk Annie hihi.

Di Pulau Pisang, motor bisa disewa dengan harga Rp 60.000 perhari. Nyetir sendiri. Kalau masih asing dengan pulau, saran saya ajak warga buat jadi guide. Meski pulau kecil, tetap perlu seseorang untuk bantu menunjukkan tempat-tempat yang bisa dikunjungi. Pun kita tidak tahu mana tempat yang aman dan tidak aman. Menggunakan jasa warga turut membantu mereka dalam merasakan manfaat atas kedatangan wisatawan juga, kan?

Sepanjang jalan berfoto dan membuat video, saksikan videonya diYoutube saya ya  :D

Bangunan Sekolah Jaman Belanda
Di Pulau Pisang hanya ada dua sekolah dasar, salah satunya SDN Pasar Pulau Pisang. Bangunan SDN Pasar ini sudah beberapa kali saya lihat fotonya di medsos para pejalan yang pernah ke Pulau Pisang. Sekolah didirikan sejak jaman kolonial Belanda sehingga dianggap bersejarah.

Bangunan asli berdiri di bagian depan, terdiri dari 5 ruang kelas. Sedangkan bangunan tambahannya ada di belakang. Bentuk pintu yang tinggi dan lebar, mencirikan arsitektur bangunan gaya Eropa. Tanpa jendela namun dinding bagian atas dibuat berlubang-lubang sebagai sirkulasi udara. 

Bangunan sekolah sejak jaman Belanda

Menara Rambu Suara

Perjalanan berkendara motor terasa mudah karena jalan yang kami lalui berupa setapak yang disemen. Rata dan mulus meski kontur tanah menanjak dan menurun. Melintasi perkampungan dan perkebunan. Pada satu belokan, jalanan menurun terjal, ada sedikit ketakutan yang menyertai. Tapi mas Arif menenangkan, aman katanya.

Saya tak pernah sesenang ini. Menceritakan ulang bagaimana rasanya bermotor berdua di tengah kebun cengkeh yang rimbun, adalah pengalaman tak biasa yang mampu menggetarkan rasa. Mungkin hal biasa bagi orang lain, tapi ini beda bagi saya. Merekamnya dalam video jadi sebuah keharusan. Saya ingin menjadikannya oleh-oleh untuk diperlihatkan pada dua buah hati tersayang.

Perkebunan cengkeh milik warga

Di perkebunan cengkeh milik warga inilah terdapat Menara Rambu Suara. Saya sempat keliru menyebutnya sebagai Mercusuar. Jika mercusuar pada umumnya bangunan tertutup, Menara Rambu Suara terbuka. Fungsinya pun berbeda. 

Menara ini terdiri dari 4 tingkat. Lantai singgahnya kecil, paling banyak bisa dipijak oleh 4 orang dengan total beban tertentu. Mesti bergantian kalau mau naik. Karena terbuka, bisa jadi kena panas atau hujan. Harus berhati-hati saat turun. Besi-besi masih terlihat baru dan kuat. Catnya pun masih bagus. Enak dilihat. Naik pun merasa aman. 

Gratis masuk Menara Rambu Suara

Saya hanya sampai pada tingkat 2. Pada tingkat 3 dan 4 ada Yayan, Deddy, Aries, dan Mas Arif. Agak gentar jika melanjutkan. Saya tak seberani itu. Namun apa yang saya lihat dari tingkat dua sudah sungguh Alhamdulillah. Menakjubkan dan bikin saya tak ingin lekas-lekas turun.

Pemandangan laut dengan gradasi warna yang cantik. Barisan bukit di daratan Pulau Sumatera bagian Lampung. Garis pantai, pasir putih di pantai, nyiur melambai, atap-atap rumah penduduk, area perkebunan, hingga gulungan ombak yang tak henti menyerbu pantai. Semua terlihat dari atas menara. Memanjakan mata. Menyegarkan jiwa. Pesona tak terbantahkan dari Pesisir Barat. Jika ke sini, naiklah menara ini. 

Pemandangan indah dari atas menara


Alhamdulillah bisa berada di sini bersama orang-orang tersayang

Makam Keramat di Batu Liang

Tawaran menggiurkan dari Batu Liang karena merupakan salah satu spot sunset terbaik di Pulau Pisang. Motor-motor pun berhenti pada sebuah jembatan. Sekitar 20 meter jalan kaki untuk sampai di pinggir tebing yang sangat curam. Dibawahnya sudah menanti batu-batu cadas yang cukup dengan sekali jatuh bisa meremukkan tulang belulang. Naudzubillah. 

Sementara di samudera nan luas, gelombang menciptakan ombak panjang dan tinggi menuju tepian. Surganya para peselancar. Surganya para fotografer. 



Terus terang, tempat ini membuat saya dihantui ketegangan sekaligus rasa takut. Duduk sesaat pada sebuah batu yang menjorok ke laut pun bikin saya gemetar. Melihat Deddy, Yayan, Dian, dan Mas Arif berfoto di batu itu saya jadi takut. 

Karena tempat ini tidak aman, saya sarankan pada siapa saja yang mampir ke sini untuk berhati-hati. Jangan berdiri terlalu pinggir. Jangan abaikan keselamatan untuk sekedar mendapatkan foto spektakuler.

Aries dengan keberaniannya berdiri di ujung batu :D


Kita fotonya di sini saja biar aman :D

Sekitar 5 meter dari bibir jurang ada lubang dalam dan panjang, yang konon kabarnya jika dimasuki ada terowongan yang mengantar kita pada suatu tempat. Hmm…ada yang sudah membuktikan? Tapi jaman dulu, mungkin saja ada yang membuatnya untuk tujuan tertentu. Bisa jadi sebagai tempat persembunyian, jalan pelarian, atau malah tempat pembuangan mayat? Hiii…saya bergidik. 

Terdapat sebuah makam yang disebut-sebut keramat. Kuburannya panjang. Mungkin karena ukuran orang jaman dulu tinggi-tinggi. Konon merupakan orang penting di jamannya (perlu diteliti lagi). Di nisan tertulis tahun lahir tahun 1844 dan meninggal di tahun 1964. Itu artinya usia hidupnya 120 tahun dan jenazahnya telah 53 tahun bersemayam di Pulau Pisang.

Suasana sepi dan jauh dari keramaian membuat tempat yang menjanjikan pemandangan menawan ini kami tinggalkan. Agak kurang nyaman jika harus berada di sini sampai gelap. Hutan di kiri dan kanan jalan juga menambah kesan angker. Tapi percayalah, ungkapan ini ditulis oleh seorang penakut he he. Kalau kamu pemberani, habiskan petangmu di sini. Siapa tahu bisa bertualang sampai menjelajah dunia lain :D 


Kenangan Indah di Batu Gukhi

Jalan bagus dan panjang, berawal dari Pekon Pasar tempat kami menginap dan berakhir sampai Pekon Pasar lagi, membuat motoran keliling Pulau Pisang jadi asik. Jalannya tidak putus meski banyak persimpangan. Letaknya pun berada di sepanjang pinggir pantai. Memudahkan untuk mampir berwisata pantai bagi siapa saja yang lewat.

Kami sempat mampir ke salah satu pantai untuk acara mandi-mandi senang, tapi urung karena banyak karang. Pantainya sepi. Hanya terlihat 2 orang sedang memancing ikan. Motor kembali dipacu, kali ini langsung ke tujuan terakhir: Batu Gukhi. 



Abrasi menyebabkan kerusakan pada garis pantai. Beberapa pohon rubuh dengan akar yang terangkat ke atas. Di dekatnya tersisa area terbuka dengan permukaan yang dibalut rerumputan halus. Di sana kami duduk melepas penat setelah beberapa jam berkeliling naik motor.

Pantai di sebelah selatan merupakan pantai pasir putih, cocok buat berenang-renang atau sekedar berendam. Sedangkan sebelah utara lebih banyak karang, besar-besar dan tajam. Terdapat karang tinggi yang bila dilihat dari samping bentuknya menyerupai wajah manusia. Karang inilah yang disebut sebagai batu Gukhi. Namanya kemudian dilekatkan sebagai nama pantai. 
Ada yang asik bermain air melihat hewan-hewan laut

Perairan di sekitar pantai terbilang dangkal meski banyak karang. Sekitar 100 meter ke arah laut baru agak dalam. Deddy, Yayan, Dian mengisi waktu dengan melakukan sesi foto. Mas Arif sibuk dengan action cam, merekam video hewan-hewan laut yang banyak ia jumpai di sekitar Batu Gukhi. Cukup lama ia asyik sendiri melihat teripang, kepiting, ikan, hingga kerang. Sementara saya, yuk Annie, Aries, dan mas Don lebih banyak beristirahat di atas rerumputan. Mengunyah snack dan menyeruput kopi yang dibeli Aries di warung desa. Sore yang indah dan tak terlupakan.

Gempuran ombak besar dan tinggi di sisi selatan jadi hiburan yang tak henti membuat kagum sekaligus ngeri. Aries dan Mas Arif tampak bersemangat memotret moment tersebut.

Matahari mulai turun, tapi awan tebal kelabu sepertinya datang dan tak mau menyingkir. Nun jauh di kaki langit, sepertinya badai di laut tengah terjadi. Nyali saya ciut. Ditambah angin kencang yang terus berhembus. Kami memilih pulang.


Di saat langit senja tanpa selendang jingga. Coba menggoyahkanku. Merapuhkanku. Aku tegar berdiri ---------------------------------------------------------------------------- . . 📍 Pantai Batu Gukhi, Pulau Pisang. Salah satu spot sunset terbaik di Pulau Pisang. Ombak tinggi dan besar, suguhan memukau kala bergulung2 menuju pantai. Pantai pasir, pantai karang, karang tinggi, dan hewan2 laut yang cuek beibeh. Rerumputan hijau, dan tubuh2 yang rebah dan bersujud. Tempat ini menawarkan ketenangan, juga indahnya kenangan. Tentu sayang dilewatkan kalau sedang di Pulau Pisang. Nikmati alam sambil dijaga dengan tidak membuang sampah sembarangan ya teman 🙂 ---------------------------------------------------------------------------- . . Trip Krui oleh Dinas Pariwisata Krui @kruitourism Goes to Pesona Krui 2017 Special thanks to @riez_aries Photo by @arifgwibowo #ijamitkrui #kruitourism #pesisirbarat #pulaupisang #pantaigukhi #kelilinglampung #lampunggeh #pikniklampung #jalanjalan #adventure #lampung #travelblogger #pesonakrui #beach #travelblogger #visitlampung #sunset #beautiful #travel #wonderfulindonesia #pesonaindonesia
A post shared by Katerina (@travelerien) on
  
Melihat Kerajinan Tapis di Pulau Pisang

Ibu pemilik homestay menyajikan makan malam dengan sayur khetak kidhip, masakan yang baru pertama kali saya jumpai. Sayur berkuah santan berisi campuran daun tangkil dan kacang hijau. Mirip lodeh bening tanpa bumbu-bumbu yang rasanya tajam. 
Lauknya ikan blue marlin/tuhuk goreng. Tak ketinggalan petai rebus, mentimun, dan sambal. Kejutan kuliner kedua di Pulau Pisang setelah siangnya makan sayur buah kelor :D
Makan malam dengan Ikan Tuhuk (marlin) goreng dan sayur Khetak Khidip. Enak!

Kegiatan jelajah pulau selama seharian menyisakan lelah. Badan segar seusai mandi dan rasa kenyang seusai makan, menghadirkan kantuk yang tak bisa saya lawan. Ketika yang lain masih asik mengelilingi hidangan sambil ngobrol, saya masuk kamar. Tidur nyenyak sampai pagi tanpa tahu kalau teman-teman malah pergi ke rumah tetangga untuk melihat kerajinan tapis.

Beruntung Mas Arif mengambil beberapa foto, ditambah info dari Mbak Dian dan Yuk Annie, jadi saya bisa bercerita sedikit tentang kerajinan tapis ini. Pengrajin tapis di Pulau Pisang cukup banyak. Biasanya tapis dibuat berdasarkan permintaan. Ada yang dalam bentuk kain, selendang, dan gorden pintu yang digunakan untuk acara tertentu. Kisaran harga kain Rp 3 juta, sedangkan gorden pintu Rp 1,5-2 juta.

Jika malam itu saya ikut serta, kebayang bakal ngiler liat kainnya dan bisa saja jadi kebawa mimpi :D 
Kain Tapis Rp 3 jutaan

Tapis untuk gorden pintu Rp 1,5-2 juta

Pagi tanpa Sunrise tetap indah


Anjing pemilik homestay mengikuti langkah kami yang bergegas menuju pantai. Sepertinya hewan jinak itu cepat akrab dengan orang yang baru dia temui. Aries dan Mas Arief sibuk menata kamera, angkat tripod ke sana kemari. Saya dan yang lain mengisi waktu membicarakan Ogik yang tak mau lepas dari Deddy. Kami seperti punya teman baru, meski hanya seekor hewan.

Bukit di seberang pulau tempat matahari pagi biasa muncul masih jadi pusat perhatian. Tapi, langit di ufuk timur tak jua memerah. Akhirnya, sama seperti matahari terbenam di Batu Gukhi yang tak bisa kami saksikan karena awan yang menutupi, pagi ini pun matahari terbit lewat dari harapan. Sedih? Tidak.
Demi sunrise indah, keluar pagi2 seusai subuh

Alam memang tak bisa diajak janjian. Masih bersyukur tidak hujan. Setidaknya masih bisa menikmati suasana fajar di Pulau Pisang. Menyaksikan nelayan menaiki perahu, pergi mencari ikan di lautan. Sisanya melakukan kesenangan dengan memotret. Namun yang paling saya sukai adalah menghirup dalam-dalam udara pagi yang masih sangat bersih dan segar. Tidak tiap saat begini. Betapa saya mensyukurinya. 
Pagi nan syahdu

Pagi masih terasa syahdu, masih asik untuk berlama-lama di pantai. Namun ada yang mesti diburu. Jam 7 kami mesti segera meninggalkan Pulau Pisang. Hari ini hari terakhir menjelajah pesona Krui. Kami harus kembali ke Labuhan Jukung secepatnya.

Kopi, teh, dan pisang goreng jadi sarapan pembuka yang lezat. Di jeda berkemas dan mandi, lalu dilanjut sarapan bersama dengan nasi goreng. Sederhana namun nikmatnya luar biasa. Meski hanya semalam, berpisah dengan rumah yang menjadi tempat kami bermalam menerbitkan sedih. Masih terkenang mandi bergantian di dua kamar mandi yang ada. Kamar mandi kecil namun airnya berlimpah. Mati lampu di kamar mandi. Pakai senter HP. Ngecas batre Hp dan kamera, ternyata listrik mati. Tidur di kamar yang pintunya terbuka, hanya ditutup gorden tipis yang kapan saja bisa terbuka kala melambai tertiup angin. Entah kapan saya akan kembali lagi melihat rumah itu… 
Sarapan pembuka

Sarapan penutup

Waktu pasti akan berlalu, tapi kenangan akan Pulau Pisang akan tetap tinggal dalam ingatan. Kebersamaan dengan sahabat-sahabat dekat, adalah momen terindah yang tak akan pernah berulang. Teramat sayang jika tak menghargainya.
colokan kabel di ruang tengah yang akan selalu dikenang :D

Momen Indah Bertemu Banyak Lumba-lumba

Telah tiga kali datang ke Kiluan pada periode 2016, tak juga bertemu banyak lumba-lumba yang mampu membuat saya benar-benar merasa puas. Meski selalu gagal, tapi tak ada kesal, tak ada kapok. Yang ada saya terus menyulam harapan suatu hari nanti akan bertemu dengan sajian paling spesial. Entah kapan, hanya bisa menunggu sampai semesta menjawab dengan caranya yang paling rahasia.

Perjalanan pulang ke Pelabuhan Kuala Stabas punya warna yang berbeda. Jika saat berangkat dihadiahi langit cerah dan sangat biru, sekarang kami pulang dengan langit berawan dan cenderung mendung. Tapi siapa sangka di balik itu Tuhan menghadiahkan kami dengan atraksi paling menawan dari lumba-lumba. 
Lumba-lumba terbanyak yang pernah saya lihat *Photo by Aries Pratama*

Lumba-lumba muncul jauh lebih banyak dari yang pernah saya lihat selama di Kiluan. Sangat dekat. Dari depan, dari samping kanan dan kiri jukung. Kamera sudah siap, tapi selalu kalah cepat. Mungkin memang waktunya hanya melihat dengan mata. Menikmati tanpa harus terbebani oleh kata-kata hoax bagi yang meragukan. Seperti yang diucapkan Yayan yang saat itu duduk dekat saya, “Cuma mau menikmati”. Iya, kita adalah pejalan yang menikmati perjalanan. Menikmati apa-apa yang kita lihat dalam perjalanan. Kita bukan penjual foto. Lupakan urusan foto-foto. Terima kasih kepada Aries yang berhasil mengabadikan kemunculan lumba-lumba lewat kameranya.

Lagi-lagi, saya tak pernah sesenang ini. Betapa keberuntungan begitu pandai memberi pelukan pada waktu yang sangat indah.

“Saya tak membawa atraksi lumba-lumba itu ke hadapanmu, tapi saya membawamu ke tempat di mana lumba-lumba beratraksi di habitatnya.”




Pesona Krui 2017

Perjalanan menjelajah Pulau Pisang memberi pengalaman berharga, sekaligus kenangan yang indah. Laut dan daratannya menawarkan petualangan seru yang akan selalu dirindukan pada masa-masa yang akan datang.

Tidakkah kamu juga menginginkannya?

Sebagai salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Lampung, Kabupaten Pesisir Barat memiliki berbagai potensi pariwisata dan keberagaman budaya yang tidak kalah menarik dengan daerah lain. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sehingga memiliki panorama pantai yang indah dan memukau. Para pengunjung dapat menikmati indahnya pemandangan pantai dan deburan ombak serta kesejukan angin sambil menyaksikan sunset. 




Selain pantai, objek wisata di Kabupaten Pesisir Barat sangat beragam. Terdapat beberapa wisata unggulan yang akan terus dikembangkan oleh Dinas Pariwisata Pesisir Barat, di antaranya Pulau Pisang yang baru saja saya jelajahi tgl. 17/3, Pantai Tanjung Setia yang kami kunjungi pada tgl. 18/3, Pantai Labuhan Jukung tempat kami menginap tgl. 16/3, dan wisata sejarah di Kramat Manulla, Makam Gajah Mada, dan Goa Matu.

Letak pantai-pantai di Pesisir Barat sangat strategis dan mudah diakses. Dari Bandar Lampung, Pesisir Barat dapat ditempuh sekitar 5-6 jam dengan berkendara mobil atau motor. Jangan khawatir dengan tiket masuk tempat wisata, di sini rata-rata tidak dipungut biaya. Sewa mobil dari Bandar Lampung Rp 250 ribu per hari belum termasuk supir dan BBM. Biaya sewa perahu ke Pulau Pisang Rp 600.000 PP sudah termasuk tur lumba-lumba. 




Bulan April nanti Dinas Pariwisata Krui akan menggelar berbagai event dalam rangka hari jadi Krui. Banyak kegiatan yang akan dilaksanakan dalam event tersebut, di antaranya:
• Krui Pro 2017 WSL QS1000 Surfing Competition pada tgl. 15-20 April 2017
• Aneka lomba yang akan digelar mulai 13-22 April 2017 terdiri dari lomba tari adat, lomba tari kreasi, lomba ngunduh damar, lomba pidato bahasa Inggris, lomba layang-layang, lomba lagu Lampung, Lomba Mawalan, Lomba Foto Wisata, Lomba Bahasa Arab, Lomba Pidato Bahasa Mandarin, Lomba Ngukur kelapa
• Rekor MURI 1001 orang Ngunduh Damar pada tgl. 13 April 2017

Rangkaian kegiatan yang tentunya sangat menarik untuk disaksikan. Selain dapat memperkaya pengetahuan akan budaya salah satu daerah di Lampung, juga dapat memperkaya pengalaman berwisata.  





Jika teman-teman punya rencana berkunjung ke Pulau Pisang pada bulan April nanti, bisa datang saat event, biar dapat momentnya. Percaya deh bakal ketagihan datang ke Krui. Saya yang baru saja habis dari sana rasanya pingin balik lagi dan ingin ikut menyaksikan rangkaian kegiatannya, tapi tidak bisa karena bertepatan dengan trip selama 2 minggu di Tidore dan Ternate. Tapi suatu saat saya pasti kembali, entah bersama rombongan traveler, atau berdua saja bersama suami.

Berwisata di Krui tentu bukan hanya ke Pulau Pisang. Masih ada tempat-tempat menarik lainnya yang kami kunjungi selama di Krui, seperti Pantai Tanjung Setia, Perkebunan Damar, Pantai Labuhan Jukung. Kami juga sempat mengunjungi sentra kuliner di Pasar Pagi, melihat Bandara Seray, dan mampir ke Tugu Tuhuk (ikon Krui). Kunjungan ke tempat-tempat tersebut akan saya tulis pada postingan berikutnya.  



Liburan bareng ke Pulau Pisang itu menyenangkan :)

  • Terima kasih kepada Dinas Pariwisata Krui atas undangan mengikuti trip Krui dari tgl 16-18 Maret 2017 dalam rangka menyambut Pesona Krui 2017.
  • Terima kasih juga kepada Mas Aries Pratama dari Dinas Pariwisata Krui yang telah menemani kami selama 3 hari Eksplorasi Keindahan Krui
  • Terima kasih kepada akun-akun medsos di Lampung yang telah membantu me-repost postingan foto-foto Krui saya di Instagram dengan tanpa pamrih telah turut menyebarkan informasi wisata Krui: @Lampuung @lampunggham @pesisirbarat_ @ilovelampung @jalan2lampung @lampungkuybareng.
  • Terima kasih @ijamitkrui dan  @kruitourism
  • Terima kasih teman-teman Travel Blogger Indonesia atas kebersamaannya : Dian Radiata dari Batam (adventurose.com), Deddy (deddyhuang.com) dan Haryadi Yansyah (omnduut.com) dari Palembang, dan yuk Annie (annienugraha.com) seorang blogger sekaligus konsultan pariwisata dari Jakarta

Lampung memang bukan milik masyarakat Lampung saja, Lampung adalah milik mereka semua yang mencintai Lampung. Jaya terus pariwisata di Indonesia, khususnya Pesisir Barat dan semoga event Pesona Krui 2017 sukses.

Baca juga cerita perjalanan Jelajah Krui dari teman-teman seperjalanan saya berikut ini :

Dian Radiata : Ija Mit Krui


Video Jelajah Pulau Pisang: