Tampilkan postingan dengan label air terjun lampung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label air terjun lampung. Tampilkan semua postingan

Trail Adventure Air Terjun Putri Malu Way Kanan


Air Terjun Putri Malu Way Kanan - Sebuah pengalaman tidak terlupakan saat mengikuti kegiatan Trail Adventure Air Terjun Putri Malu di Way Kanan hari Minggu tgl. 23 April 2017. Naik motor sepanjang 7 KM dengan jalur ekstrem. Melewati perkebunan, perkampungan, dan hutan desa. Menanjak dan menurun di jalan tanah, berbatu, becek, lumpur, bahkan jalan di sisi tebing curam pun dilalui. Perginya aman meski banyak meringis sambil menahan badan takut jatuh. Sampai di air terjun basah-basahan kena hujan. Makanan yang dimakan bercampur air hujan hujan. Pulangnya lebih menantang. Jalan licin. Ban motor dipasangi rantai guna menghindari terpeleset. Di tengah perjalanan, motor terbalik, berdua jatoh. Kapok? Bagaimana bisa kapok dengan petualangan seseru ini? 

Air Terjun Putri Malu Way Kanan 2017
Peserta Trail Adventure Air Terjun Putri Malu Way Kanan 2017


Trail Adventure


Desa Jukuh Batu Kec. Banjit menjadi titik awal perjalanan menuju Air Terjun Putri Malu. Rumah Pak Daruni, mantan Kepala Kampung Jukuh Batu, jadi tempat rombongan peserta trail adventure berkumpul. Saat tiba, waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB. Kami datang kesiangan karena berlama-lama di Kampung Wisata Bali Sadhar. Mobil langsung diparkir dibelakang. Beberapa dari kami bergegas menumpang kamar mandi, toilet, dan salat di rumah Pak Daruni.

Tahun lalu, Juli 2016, saat pertama kali mengunjungi Air Terjun Putri Malu bareng Mas Yopie, Indra, Dian, Riant, dan mbak Rosanna, kami juga singgah di rumah Pak Daruni. Saat itu keluarga Pak Daruni sedang tidak di rumah. Kami hanya menaruh mobil di halaman samping rumahnya dan sesaat melongok ke belakang yang menghadap sawah/kebun. Ada pondok kecil di sana, tempat yang asyik buat duduk-duduk santai, mungkin sambil bercengkerama dan menyeruput kopi. Kemarin saya tak sempat melangkahkan kaki ke belakang. Sudah diburu-buru waktu untuk segera berangkat ke air terjun.



Halaman samping rumah Pak Daruni


Titik kumpul peserta trail adventure


Sekelompok orang dari
klub motor trail Way Kanan Tribal Chapter sudah ramai berkumpul di depan rumah Pak Daruni. Jumlahnya 10 orang. Di antara mereka juga terdapat abang-abang ojek desa yang sudah dipesan untuk mengantar rombongan kami. Dari kostum yang dikenakan, bisa keliatan mana yang dari klub motor trail dan mana yang bukan. Bunyi motor dan orang-orang yang berbicara, membuat suasana jadi ramai dan berisik.

Rombongan kami terdiri dari Bang Rinto, Yuk Annie (blogger), Dian (blogger), Ika (blogger), Mbak Sari (fotografer), Oqta (tv), Angga, Adjie, Ayu, Thini, Chaikal, dan Mas Verry Lumut. Turut serta Ibu Henny yang merupakan tokoh masyarakat setempat, dan adiknya.



Klub Motor Trail Tribal Chapter

Motor sudah siap. Kami langsung pilih sendiri mana motor yang mau dinaiki. Sebelum motor-motor mulai jalan, saya teringat Mbak Dian masih di dalam, menunaikan salat. Saya beritahu berulang-ulang ke Bang Rinto Macho bahwa mbak Dian belum keluar. Saya khawatir mbak Dian ketinggalan. Kan nggak lucu sudah pada sampai di air terjun lalu balik lagi buat jemput :D

Sementara yuk Annie sudah anteng di motor pilihannya. Sempat kepikiran gimana rasanya Yuk Annie bakal motoran melewati medan sulit. Apa dia akan baik-baik saja tanpa ada tragedi kejengkang? Apa dia takut lalu minta turun lanjut jalan kaki sampai gempor? Atau malah minta ojeknya putar balik. Syukurnya itu tidak terjadi. Yuk Annie tetap perkasa sejak berangkat hingga pulang. Jika tahun lalu Mbak Rosanna saja mampu hadapi segala rintangan, mestinya Yuk Annie pun sama. 



Sesekali melewati jalan sempit banyak semak seperti ini

Kami mengurus ransel masing-masing. Adjie kebagian mengurus bekal makan siang kami yang akan dibawa ke lokasi air terjun. Ada Nasi Ibat dan Gulai dalam buloh yang dimasak di Jukuh Batu untuk dimakan beramai-ramai. Bungkusannya cukup besar. Saya bisa bayangkan bagaimana repotnya Adjie membawa bungkusan nasi itu. Tapi bukan Adjie namanya kalau tidak berkorban demi menyelamatkan perut-perut yang belum makan di jam 1 siang :D
 


35 MENIT UNTUK PERJALANAN PENUH TANTANGAN

Saya merekam perjalanan bermotor dengan smartphone. Teringat tahun lalu tidak bawa tongsis, tidak bisa mengabadikan diri saat naik motor. Kalau bukan sedang bertualang, mana pernah motoran pakai trail lewati sungai dan lembah :D Makanya sekarang persiapan lebih lengkap. Sejak mulai berangkat, selama di perjalanan, hingga sampai tujuan, semua ada foto dan videonya.

Mengalami terguncang-guncang di atas motor. Melewati jalan berbatu yang bikin badan sakit. Kadang menurun, kadang menanjak. Kadang harus memiringkan badan kala menerabas semak-semak. Di tempat-tempat tertentu saya harus turun, lanjut jalan kaki beberapa meter sampai motor bisa berada di tempat aman lagi untuk dinaiki. Tangan kanan memegang tongsis, tangan kiri berpegangan pada motor. Kadang-kadang pegangan pundak abang ojeknya. Dan tidak sadar si abangnya sampai ter-tarik ke belakang. Untung baju si abang tidak ikut robek. Kalau robek bisa lain kisah, disangka si abang kena perkosa penumpangnya :D



ojek-ojek handal

Banyak cemasnya, takut badan jatuh, takut HP jatuh, dan takut motornya tiba-tiba mogok, lalu saya harus jalan kaki. Wiiih… tapi tentu lebih banyak senangnya. Seru!

Beberapa kali saat sedang sampai di atas tanjakan, suguhan panorama alam berupa hutan-hutan yang lebat dan lekuk bebukitan yang memanjang tampak memanjakan mata. Terlihat indah dan menenangkan. Begitu pula saat melewati turunan, bertemu sungai berair jernih yang mengalir tenang, tampak begitu menyegarkan. Menggoda untuk singgah. Sayang si abang ojek mengemudi seperti dikejar guk guk. Tidak nengok kiri kanan, jalan terus tanpa peduli rintihan hati penumpangnya #halah lebay :p

Saya membayangkan jika trip Air Terjun Putri Malu ini tidak hanya tentang mengejar waktu agar lekas sampai, tapi juga menikmati apa-apa yang ditemui selama perjalanan, pasti akan makin menyenangkan. Selain jadi punya kesempatan untuk singgah, sejenak melepas lelah, juga punya waktu untuk menikmati pemandangan dan ambil foto. 



Biji kopi sedang di jemur

Buat saya, perjalanan naik motor dengan jalur ekstrem itu menegangkan, lho. Ngeri-ngeri sedap. Mungkin kalau pakai singgah di beberapa titik yang punya pemandangan cakep, bisa bikin ketegangan itu menurun. Mungkin nggak ya jika pada titik-titik tertentu dibuatkan pondok kecil, semacam spot pandang untuk menikmati bentangan alam?

Kami melewati kebun kopi. Di sana ada rumah-rumah pemilik kebun. Ada buah-buah kopi yang sedang dijemur. Lagi-lagi saya berangan-angan mesra pada angin yang menerpa wajah, tentang betapa menariknya jika tempat itu menjadi salah satu titik pemberhentian. Mungkin jadi tempat singgah sambil minum kopi, berbincang tentang kopi, dan bawa pulang souvenir kopi bubuk siap minum. Gitu loooh… :D

Bagi para penggemar wisata petualangan, perjalanan bermotor sejauh 7 KM dengan jalur yang sulit menjadi sebuah kenikmatan. Semakin menantang, semakin menyenangkan. Tapi kalau mesti tiap hari ke sana, mikir juga sih ya. Bisa rontok tulang di badan. Paling tidak 2-3 minggu sekali oke lah.



Rombongan baru tiba di lokasi Air Terjun Putri Malu

Sampai pada sebuah turunan, perjalanan berakhir. Sebuah papan nama bertuliskan Air Terjun Putri Malu terpasang di tempat pemberhentian motor. Kami melanjutkan jalan kaki sekitar 20 meter. Suara gemuruh air yang jatuh mulai terdengar. Selangkah demi selangkah kaki menaiki tanjakan. Sesaat kemudian terpampanglah Air Terjun Putri Malu. Mereka yang baru pertama kali langsung berdecak kagum. Tapi saya yang sudah kedua kali, lebih dari berdecak, tapi berteriak WOW! Alay pun kumat. Langsung narsis tralala berfoto dan membuat video penuh wajah, lupa kalau air terjun mestinya lebih ditonjolkan dari pada muka. Video jelek. Hapus! :))
 


Putri Malu, Kami Datang!

Adjie menggelar nasi ibat dan gulai dalam buloh. Bukan untuk makan, tapi untuk difoto berlatar belakang derasnya air terjun. Setelah itu makanan dibawa ke bawah. Kami menuruni tangga bambu, kecil, licin dan goyang-goyang. Di bawah disambut tanah dan bebatuan licin. Gemuruh air terjun seperti menghentak, memburu, menggetarkan. Bikin deg-degan takut terpeleset.



Air Terjun Putri Malu (foto tahun 2016)

“Lewat mana nih nyebrangnya, kayu atau air?” tanya saya grogi takut hanyut.“Lewat air aja mbak, lebih aman,” ucap salah satu abang ojek yang sudah lebih dulu nyebrang. Gile, dia udah duluan aja, penumpangnya masih semaput ditinggal di belakang.

Sebagian orang dengan lancar berpindah tempat. Menyeberangi aliran air deras dengan mudahnya. Sementara saya dan beberapa perempuan lainnya, mesti tertatih dan ditolong bak nenek tua yang ringkih. Air deras lebih kuat dari pada badan saya yang mungil. Kebawa arus siapa yang nangis? Ga sedih kehilangan travel blogger yang banyak fans-nya ini? Mulai dari fans seneng, sampai fans sebel ingin menjatuhkan juga ada hihi

Singkat cerita, hujan tiba-tiba turun. Tetes demi tetes hingga akhirnya deras. Saya tidak memakai dry bag, melainkan ransel tanpa cover bag. Untunglah diransel selalu sedia mantel plastik biru peninggalan bersejarah nenek moyang ASUS saat launching Zenfone3 di Bali tahun 2016 lalu. Selamat deh badan dan tas dari air hujan dan air terjun. oh basah badan ini, kering hati ini…lagu Betharia Sonata sepertinya lamat-lamat terdengar di ujung pilu. Ketahuan ya saya wanita era tahun berapa.



Tangga bambu dan air yang mengalir deras

Makan Siang di Bawah Hujan

Selanjutnya mari kita lihat Adjie yang mulai membuka bungkusan makanan. Batang-batang bambu dibuka, dikeluarkannya gulai pindang yang dimasak di Jukuh Batu oleh chef yang dirahasiakan namanya. Mungkin ajian pelezat makanan bakal luntur kalau namanya disebut hihi. Just kidding chef


Potongan-potongan ikan berwarna keemasan (namanya juga ikan mas), mulai pindah tempat masuk baskom. Iya, baskom. Bukan mangkok lagi. Seketika liur menetes. Usus di perut makin heboh.  

“Sudah boleh ambil, Ji?” tanya saya tak sabar.“Boleh, mbak.” Seusai Ajie mengiyakan, saya langsung ambil satu. Saat itu teringat Mbak Dian. Kemana dia? Tak tampak orangnya. Entah di mana. Jangan-jangan beneran ketinggalan. Saya jadi kepikiran. Tanya yang lain, tak ada yang tahu. Jangan-jangan dia mampir di kebun kopi. Metik kopi. Jemur kopi. Giling kopi. Lalu ngopi-ngopi girang sama abang ojeknya. Diiih…!
Makan di tengah rintik hujan


Suap aja terus


Cuekin aja penampakan tanpa baju yang ada di belakang


“Sisain buat mbak Dian, ya Ji,” ucap saya. Suara saya mungkin terdengar kecil, bersaing dengan bunyi air terjun dan hujan. Saya ulangi beberapa kali. Apalagi saat melihat satu persatu para peserta trail adventure mengambil nasi dan ikan. Begitu juga para abang ojek. Dalam hati moga tersisa buat Mbak Dian.

Kalau tak salah, Adjie menahan nasi yang ada di tangannya. Buat mbak Dian katanya. Duh, adjie bak malaikat banget deh hari itu.
“Angga juga belum kebagian,” ujar Adjie. Olala…


Mbak Dian datang. Angga datang. Ya, nasi buat mbak Dian masih ada. Saya lega. Kami makan dekat air terjun. Di bawah rinai hujan. Di antara percikan air terjun yang tak pernah berhenti. Duduk di batu-batu, berdiri, jongkok, bahkan sambil jalan. Semua apa adanya, menyatu dalam kebersamaan, menikmati gulai ikan bonus air hujan. Tak ada keluh. Makan dalam diam, menikmati kuliner khas Jukuh Batu.


Nasi Ibat dan Gulai Dalam Buloh


Nasi ibat adalah nasi yang dimasak tradisional menggunakan tungku, kayu bakar, dan kuali, dibungkus menggunakan daun pisang yang dapat mempertahankan panas selama 12 jam, dan nasi dapat bertahan hingga 36 jam tanpa bantuan penghangat nasi modern. 

Gulai dalam buloh (sayur dalam bambu) adalah masakan pindang ikan yang dipanggang/dibakar dalam bambu sehingga memiliki citarasa khas. Semuanya masih dipertahankan oleh masyarakat Kampung Jukuh Batu, Banjit, Way Kanan. Kuliner ini merupakan khas suku Semendo yang ada di Way Kanan sejak jaman dahulu.



Gulai dalam buloh 


Makanan khas dari Jukuh Batu, pindang ikan mas yang dimasak dalam bambu yang dibakar

Air terjun Putri Malu, Mutiara Tersembunyi di Way Kanan

Saya tak lihat ada yang mandi di kolam air terjun, kecuali Angga yang tampak bersuka ria membasahi badannya yang tak berbaju. Jebur-jebur senang, tapi tak lama. Kondisi hujan memang menyurutkan keinginan untuk mandi. Tapi tak apa, tahun lalu sudah pernah mandi-mandi girang di Air Terjun Putri Malu. Sekarang lebih menikmati suasana saja.

Semua sampah bekas makanan dan minuman kembali dimasukkan ke dalam kantong plastik. Saya cukup senang melihat beberapa tukang ojek ikut memunguti daun bungkus nasi, serta gelas bekas air mineral. Meski beberapa lainnya tidak, setidaknya sudah ada yang tidak diam saja. Soal kebersihan adalah tugas semua orang, bukan satu atau beberapa orang. Pengunjung atau guide, mesti sama-sama saling mengingatkan tentang menjaga kebersihan.



Bahagia bersama


Cinta pada Way Kanan membawaku kembali ke sini :)

Hari sudah makin sore. Hujan juga belum berhenti. Kami tak begitu lama di air terjun. Usai ngobrol-ngobrol pendek dan foto-foto seru, kami beranjak pulang.

Air Terjun Putri Malu punya pesona yang tak terbantahkan keindahannya. Tak cukup sehari untuk mengaguminya. Suasana sekitarnya yang begitu asri, udara sejuk sepanjang waktu, sunyi yang menentramkan, adalah daya tarik yang bikin siapapun ingin berlama-lama.

Untuk menyaksikan keindahan Putri Malu, disarankan datang pagi dan pulang sebelum sore. Di sana, hujan sering kali turun jelang petang. Kalau ingin bernyaman ria di lokasi air terjun, saat cuaca bersahabat pasti lebih asyik. Kecuali ingin berkemah, ingin rasakan segala cuaca dan kondisi alam di sana, ya monggo.

Air Terjun Putri Malu adalah bonus dari nikmatnya perjalanan seru yang ditempuh. Pergi dan pulang sama asyiknya. Naik motor yang sama, melewati rute yang sama. Namun, perjalanan pulang yang dilalui ditengah hujan, beda rasanya. Lebih menantang. Mau uji nyali? Mari.



Berjuang!

Pengalaman Jatuh dari Motor

Hujan membuat jalan jadi licin. Agar aman, ban motor dililit dengan rantai, katanya biar tidak terpeleset. Pengemudi ojek wisata Air terjun Putri Malu sudah terlatih. Mereka bisa diandalkan. Sudah paham kondisi medan, juga cuaca. Kalau sampai terjadi sesuatu, terbalik misalnya, faktor tidak beruntung saja. Jangan salahkan mereka juga. Yang penting berusaha tetap hati-hati dan berdoa semoga tidak celaka. Semua ada resikonya, mau sedang duduk manis saja dalam mall, atau sedang motoran di alam terbuka, kapan saja bisa alami celaka kalau sudah takdirnya.

Sebelum meninggalkan lokasi, saya sempat wawancara Ibu Henny, tokoh masyarakat setempat yang ikut serta dalam rombongan trail adventure. Saya juga mewawancara salah seorang dari klub motor trail. Pesan dan kesan yang disampaikan oleh keduanya dapat disaksikan pada video di
Youtube Channel  Katerina S yang ada pada akhir tulisan ini.



Bersama Ibu Henny dan mbak Dian blogger Batam

Dengan tetap mengenakan mantel, saya duduk diboncengan, pulang bersama ojek motor yang sama seperti berangkat. Perjalanan pulang lebih berat. Jalan licin. Hujan gerimis belum juga berhenti. Antara ngeri dan rasa ingin cepat sampai campur aduk. 

Lebih dari separuh perjalanan, motor yang saya naiki beriringan dengan 4 motor lainnya. Paling depan saya lihat motor yang dinaiki Oqta. Suatu kejadian menimpa Oqta. Motornya terbalik. Karena jarak kami dengan motor Oqta masih agak jauh, kami terus jalan, mendekat. Eh, motor lain yang persis di depan motor yang saya naiki berhenti mendadak. Akibatnya ojek saya kaget, hilang keseimbangan, motor jatoh ke kanan. Saya dan abang ojeknya ikut jatoh. Parahnya ketimpa motor pula. Bagian yang tertimpa tidak sakit.  Sakitnya terasa pada bagian badan yang jatuh duluan. Saya tidak bisa bergerak. Terdiam beberapa saat.



Beberapa saat sebelum saya jatuh dari motor

Yang lain mendekat. Termasuk Oqta. Kaki saya dipegang, lalu diluruskan. Saya masih terduduk dan tertunduk. Setelah mengambil nafas panjang, saya mencoba bangkit, dibantu Oqta. Alhamdulillah bisa tegak lagi. Tidak ada luka. Setelah dirasa aman, kami lanjut jalan lagi. Abang ojeknya minta maaf dan ia pun lanjut mengemudi dengan lebih hati-hati.

Jatoh dari motor, kenangan paling tak terlupakan dari Trail Adventure Air Terjun Putri Malu kali ini. Jika tahun lalu aman saja pergi dan pulang, kali ini tidak aman tapi inilah yang paling berkesan dan tak terlupakan. Baru benar-benar terasa petualangannya. 


Senang, sakit, seru, semua jadi satu. Dan pastinya, kisah perjalanan ke Air Terjun Putri Malu kali ini jadi lebih penting ketimbang tujuannya. 



Kesan dan Pesan Untuk Wisata Alam Air Terjun Putri Malu

Memasuki desa kami disambut hujan. Semua peserta kembali kumpul di rumah Pak Durani. Beberapa dari rombongan kami bergegas mandi, ganti baju, dan beres-beres. Setelah para ojek dan mas-mas dari klub motor trail pergi, kami pindah ke rumah Bu Henny. Kumpul di sana dulu sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke Blambangan Umpu.

Masih belum ada tanda-tanda hujan akan berhenti saat kami sudah di rumah bu Henny.  Menunggu magrib lewat sambil ngobrol dan menikmati suguhan kopi, mie instant rebus, dan cemilan ringan. Rasa hangat pun menjalari badan. 


Obrolan santai dan menarik tentang rencana dan harapan-harapan Bu Henny sebagai tokoh masyarakat setempat. Betapa ia ingin agar wisata Air Terjun Putri Malu ke depannya dapat lebih dimaksimalkan lagi, sehingga selain bisa menjadi destinasi andalan yang mampu menarik banyak wisatawan untuk datang, juga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.


Air Terjun Putri Malu [Photo by Yopie Pangkey - 2016]


Air Terjun Batu Duduk, sekitar 50 meter dari Air Terjun Putri Malu, [Photo by Yopie Pangkey - 2016]

Mumpung sedang diminta memberi masukan, kami bersama-sama menyampaikan harapan. Alhamdulillah bu Henny tampak senang mendengar apa yang kami utarakan. Ia berjanji akan membawa ide-ide tersebut ke ‘divisi’ tempat ia bekerja.

Kalau ditanya soal harapan, saya sih pinginnya kondisi jalan jadi lebih aman, namun bukan berarti harus diaspal tebal dan hitam. Paling tidak diratakan untuk menghindari terpeleset, terjatuh, terguling, dan terbalik. 


Pinginnya ada pos-pos singgah pada spot tertentu, semacam pos pandang. Ada pondok kecil untuk ganti baju di lokasi air terjun. Pondok sederhana saja, dibangun menyatu dengan alam, menggunakan kayu sebagai material dan alang-alang sebagai atap. Tidak dengan seng apalagi terpal yang justru mengganggu pemandangan dan tidak selaras dengan lingkungan alam sekitar. Kalau bisa tangga turun tebing juga dibuat lebih aman, tapi materialnya juga bernuansa alam. 


(Photo Yopie Pangkey - 2016)

Cerita Yuk Annie tentang air terjun yang dikunjunginya di Bali, tentang keberadaan jembatan kayu di atas aliran air terjun, menarik hati bu Henny. Jembatan sebagai alternatif untuk menyaksikan keindahan air terjun bagi yang tidak mampu turun untuk melewati aliran air deras yang mengalir di antara batu-batu. Saya tahu jembatan yang dimaksud yuk Annie, mirip jembatan Air Terjun Bedegung di Muaraenim. Jembatan seperti itu memang memudahkan wisatawan untuk melihat air terjun dari dekat. Ide ini ditampung bu Henny. Beliau bahkan berencana untuk studi banding ke Bali untuk melihat langsung seperti apa jembatan yang dimaksud. 

Ada kopi di tengah “serunya” perjalanan bermotor. Ya, menambahkan sesi “ngopi” dalam trip sepertinya menarik. Misal dengan mampir ke pondok di kebun kopi, duduk-duduk sejenak sebelum melanjutkan perjalanan ke air terjun. Menikmati minuman kopi asli yang diolah secara tradisional oleh warga. Kalau ada souvenir kopi segala, bakal lebih menarik lagi.  

Kuliner ikonik Jukuh Batu. Memasukan sesi kulineran dalam trip. Kuliner yang disajikan adalah kuliner khas seperti nasi ibat dan gulai dalam buloh. Dengan begitu, kuliner ini akan dikenal oleh setiap pengunjung yang datang. Bakal diingat dan bukan tak mungkin akan muncul dalam postingan-postingan para pengguna media sosial yang gemar berbagi info wisata.

 Mengedukasi para ojek agar lebih informatif selama membawa wisatawan.  Sadar kebersihan dan bisa tegas kepada pengunjung yang tidak bisa buang sampah pada tempatnya, baik saat diperjalanan maupun ketika berada di air terjun. Memberi pelatihan mengenai standar keamanan, baik pada kendaraan yang digunakan, maupun saat mengemudi. Ada standar tertentu untuk motor-motor yang digunakan.


Bareng Kak Rossana, Dian, Riant, Indra (Photo by Yopie Pangkey - 2016)


Kenangan indah di arter Putri Malu bareng Riant dan Kak Ros

Para pejalan yang gemar bertualang biasanya lebih suka kondisi alam yang APA ADANYA. Bersusah payah mencapai tujuan malah jadi sebuah kebahagiaan buat mereka. Kalau jalan sudah mulus, tidak ada lagi tantangannya, sudah tidak asik lagi katanya. Hal-hal seperti ini bisa subjektif sih menurut saya. Karena tipe pelancong kan tidak sama. Adanya harapan untuk beberapa perubahan, tujuannya supaya lebih aman, dan bisa dikunjungi oleh berbagai kalangan. Tidak hanya kalangan anak muda dan mereka yang berani menantang bahaya saja, tapi juga kalangan keluarga (anak-anak dan orang tua) juga bisa diajak kalau sudah memungkinkan. 

Buat yang ingin merasakan sensasi petualangan, wisata Air Terjun Putri Malu ini sangat
recommended untuk didatangi. 
Mengingat lokasinya di hutan, tersembunyi dalam relung hutan Way Kanan, sebaiknya sih jangan sendiri. Bawa rombongan. 4-5 orang paling sedikit. Agak gimana gitu kalau sendirian :D


Tulisan saya tentang Air Terjun Putri Malu dimuat di Intisari edisi April 2017


Air Terjun Batu Duduk, dimuat di Majalah Sriwijaya Air edisi Oktober 2016

Trail Adventure Air Terjun Putri Malu ini sangat berkesan dan tak terlupakan. Perjalanan naik motornya seru. Di ujung perjalanan dapat bonus suguhan Air Terjun Putri Malu yang pesonanya mampu menggetarkan jiwa. 


Tertarik ingin merasakan sensasi jadi petualang di alam yang masih perawan? Yuk ke Lampung, datang ke Way Kanan. Saya sudah dua kali ke tempat ini, tidak ada kata kapok. Setiap kali datang, justru ingin kembali lagi dan lagi. Saat ini belum tahu kapan akan ke sana lagi. Dengan siapa juga belum ada rencana. Tapi yang pasti, saya masih ingin kembali dengan pengalaman dan kisah yang berbeda.

Way Kanan Asyik dalam rangka HUT ke-18 Way Kanan. Maju terus dan berdaya saing.


**

24 April 2017

Foto dan video diambil dengan menggunakan ASUS #Zenfone3Max #Pink #GaAdaMatinya



Video Trail Adventure Way Kanan :


Air Terjun Pelangi yang Menggetarkan Hati


Lembah Pelangi namanya. Letaknya tersembunyi, masih alami dan belum banyak didatangi wisatawan. Yang menarik adalah air terjun di lembahnya, karena di air terjun itu ada pelangi. Itulah sekilas informasi yang saya dengar dari Mas Elvan sebelum mengikuti Tour D’Semaka 2015. 

Mas Elvan adalah Staf Bidang Pengembangan Destinasi dan Pemasaran Pariwisata di Disbudparpora Tanggamus yang menemani tim media (blogger, fotografer, jurnalis) mengunjungi beberapa objek wisata di Kabupaten Tanggamus. Kegiatan tour ini merupakan rangkaian dari acara Festival Teluk Semaka ke-8 yang rutin diadakan setiap tahunnya oleh Pemkab Tanggamus.

Saat pertama kali mendengar nama Lembah Pelangi, perasaan saya antara senang dan takut. Pelangi memancing keinginan saya untuk melihat, tetapi lembah membuat saya meringis. Terbayang jalan terjal yang harus dilalui. Antara yakin dan tidak, saya bertanya pada diri sendiri, apakah imbalan dari kesulitan yang akan saya alami nanti akan setimpal dengan kesenangan yang didapat?  



Lembah Pelangi terletak di Pekon Sukamaju, Kecamatan Ulu Belu. Tempat ini terasa jauh. Saya mencatat kilometer awal mobil Mas Indra saat mulai berangkat dari KotaAgung ada di posisi 85938. Waktu saat itu menunjukkan pukul 7.50 WIB. Tiba di Danau Hijau pukul 10.15 WIB. Di bukit Desa Proyek, angka kilometer menunjukkan 85997. Jarak tempuh dari Kota Agung-Gisting-Talang Padang hingga Ulu Belu sudah mencapai 59 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 2 jam (setelah dikurangi waktu mampir-mampir di jalan). Padahal Lembah Pelangi belum dalam jangkauan. Ada jarak dan waktu yang masih harus ditempuh. Jadi, bisa dibayangkan berapa lama dan berapa jauh Ulu Belu dari Bandar Lampung. Seingat saya, Bandar Lampung - Kota Agung itu sekitar 2 jam lebih.  


Kendati berada jauh di sekitaran Gunung Tanggamus, akses menuju Ulu Belu tergolong bagus. Mungkin karena Ulu Belu berada dalam dekapan Pertamina, makanya jalan aspalnya tebal dan mulus. Namun karena konturnya perbukitan, banyak jalan berkelok yang mesti dilalui dengan hati-hati. Salah satu keloknya bahkan menyerupai huruf S, tajam dan berbahaya. Sebahaya apa? Sebahaya bangkai mobil proyek yang saya lihat di tikungan S siang itu, terjungkal setelah terjun bebas ke jurang. Saya merasa tegang, tapi beruntung ada obat lain yang mampu mengurangi rasa itu yaitu bentangan alam yang terlihat dari ketinggian. Indah sejauh mata memandang. Perpaduan sempurna di antara dua sajian penyeimbang rasa: bahaya dan pesona.
 


Lembahnya masuk ke kiri

Plang nama itu sangat sederhana. Hanya sebuah papan kayu polos yang dipasang pada tiang setinggi 1 meteran saja. Ditulis seadanya dengan cat hitam. Terpancang di kiri jalan tak beraspal. Tertulis Jln Lembah Pelangi. Ada angka 25+50 +/-. Apa itu artinya jalan menuju lembah sekitar 75 meter saja? Saya nyaris meloncat girang, karena saya pikir turunan menuju lembah cukup dekat.

Sementara, tiga mobil yang membawa rombongan kami telah diparkir di pinggir jalan yang sempit. Saya sempat ragu akan keselamatan fisik mobil-mobil itu dari kendaraan lain yang mungkin saja akan lewat. Keraguan itu ternyata terbukti. Apa yang terjadi? Nanti, setelah kembali dari Air Terjun Pelangi, kami mendapati badan mobil Avanza yang digunakan Mas Elvan dan Mas Indra rusak digores kayu yang diangkut oleh motor yang sedang lewat. Breeet!

Sesaat, cuaca tampak tak mendukung. Ada rintik air hujan yang turun. Aku mengkhawatirkan kameraku DSLR ku yang tak menggunakan waterproof case. Setengah berlari aku mengikuti yang lain, mencari tempat berteduh, padahal entah akan berlindung di mana. Oh ya, ada pondok di kebun kopi. Mungkin di situ. Tapi kemudian gerimis tak berlanjut. Teman-teman sudah jalan. Saya mengikuti dari belakang. Sebatang kayu tampak tergeletak. Saya pungut, lalu saya jadikan tongkat. Sepertinya berguna untuk membantu tangan berpegangan.


Kebun kopi

Kopi ajib yang aku hayalkan jadi ajaib

Temuan-temuan kece

Imut banget Encip :D  @Encipholic

Jejak Bocah Ilang di kebun kopi @Halim_San
Jalan kecil berbatasan dengan jurang. Hati-hati!

Kami berjalan menuruni punggung bukit, menembus relung hutan kopi. Di tangkai-tangkai pohon, bergerombol buah kopi berwarna hijau dan merah. Saya suka melihatnya. Sempat membayangkan bebijian kopi itu punya kekuatan ajaib, bisa melenyapkan badan, lalu sim salabim langsung mengantar saya ke air terjun. Saya membayangkan hal itu karena sempat ngeri-ngeri sedap meniti jalan yang saya lalui. Seakan kapan saja bisa terpeleset, meluncur bebas, lalu buk! Terkapar di dasar jurang. Hiii…hayalan ini ngeri.

Selepas kebun kopi, pemandangan di lekuk-lekuk lembah membuat saya berhenti. Tampak punggung-punggung bukit menyajikan suasana alam lestari. Terasa menyegarkan mata dan pikiran. Panorama ini meluruh penat, walau sesaat. Sebab ketika saya memandang lurus ke bawah, Ya Tuhan…dasar lembah ternyata masih jauh. Sayangnya saya salah menerka, dasar lembah yang saya lihat itu bukanlah tujuan. Jalan menuju air terjun ternyata bukan lagi lurus ke bawah, melainkan menyamping. Kekhawatiran saya mati seketika. Saya mau lanjut lagi. Jalan lagi. Sampai bertemu pelangi! 


Pemandangan di lembah

Jalan yang dilalui tak lagi menurun

Di bawah sana ada air terjun kedua, juga pemandian air panas

Beberapa saat sebelum mencapai air terjun, seseorang menunjukkan letak air terjun lainnya. Lokasinya jauh di lembah, turun lebih ke bawah. Medannya tampak sangat curam. Mungkin harus merosot jika ingin turun, bukan berjalan. Meski diiming-imingi ada pemandian air panas tak berbau sulfur, saya belum tertarik. Perjalanan kembali dilanjutkan. Tak ada lagi turunan terjal, dan kami pun sampai. Berapa lama waktunya? Mungkin sekitar 20 menit. Tapi saya gemas dengan jarak yang tertulis di plang pinggir jalan. Mana ada 75 meter? Ada pula yang bilang 100 meter, 200 meter, 1 kilometer. Jadi berapa tepatnya? 


Air terjun sudah terpampang di hadapan. Saya belok kanan, turun ke bebatuan, dan langsung membiarkan diri menangkap kesan pertama akan tempat ini. Rasanya seperti berada dalam sebuah mangkok besar. Dikelilingi dinding-dinding batu. Air yang terjun dari ketinggian sekitar 50 meter itu terlihat seperti selendang, teruntai anggun di bahu tebing yang ditumbuhi semak belukar. Jatuhan air menimpa bebatuan yang terhampar di bawah. Percikannya melayang di udara, seperti hujan, membasahi apapun yang ada di dekatnya. Sinar matahari  yang mengenainya, menciptakan warna-warna yang tak terkatakan indahnya: Pelangi! 


Indah dalam kenangan

Aku, air terjun, dan @elephunx25_85 si penguasa Tanggamus :p

seseruan bareng @Encipholic & @elephunx25_85



Membeku. ~Photo by @Yopiefranz

Aku, air terjun, dan pelangi. ~Photo by @Yopiefranz

Teman-teman melakukan kesenangannya. Dari yang sibuk selfie, memotret air terjun, bahkan buka baju untuk mandi. Siapa yang buka baju? Encip dan mas Indra. Di sini, selain kami ada juga beberapa pengunjung lainnya. Mereka penduduk setempat. Di antara rombongan kami, saya jadi satu-satunya perempuan yang sampai di tempat ini. 
 
Saya berjalan mendekati tempat jatuhnya air. Melihat lengkung pelangi, sekaligus merasakan kesejukan titik-titik air yang membasahi kulit.

Di sini, ada pelangi yang tak bisa disentuh. Ada batu licin yang membuat saya terjatuh. Dan, ada air yang membuat saya seperti membeku.


Ada Pelangi yang Menggetarkan Hati. ~Photo by @Yopiefranz

Mas Indra dan Encip main air, keduanya berdiri persis di dekat tirai air. Saya hanya melihat iri, antara ingin mendekat tapi takut. Tapi saya lihat mereka aman dan baik-baik saja. Panggilan ajakan mendekat dari Encip hilang tenggelam seakan ditelan gemuruh tumpahan air. 


Saya nekat mendekat. Walau kaki amat sulit melangkah karena banyak batu licin dan sedikit tajam, tapi akhirnya bisa sampai berkat bantuan Encip.  Udara di dekat air terjun terasa sangat dingin. Ditambah tumpahan dan cipratan air yang mengenai badan membuat saya menggigil. Benar-benar menggigil kedinginan, tapi merasa senang. Lupa semua rasa lelah dan kesulitan yang dilalui saat mencapai tempat ini.  

Menikmati suasana. Menikmati dingin. Merayakan kesenangan itu dengan beberapa kali berfoto bersama. Sementara, dari kejauhan Mas Yopie terlihat mengarahkan kameranya ke kami.
 

Sepertinya aku duduk di batu tempatku jatuh

Siang kian tipis. Penduduk setempat yang jumlahnya bisa dihitung jari, satu persatu meninggalkan lembah. Tersisa rombongan kami. Namun, untuk satu sesi yang belum teralisasi, kami menahan diri, tak ikut-ikutan beranjak karena harus bikin foto bersama dulu. Lebat air terjun di latar belakang, akhirnya melengkapi foto kenangan.

Pulang. Kadang saya benci kata pulang.

Eh, mungkin saya harus benci pada batu-batu cadas itu. Mereka seperti mengganduli kaki. Berat dan sulit untuk dilepaskan. Mungkin juga pada sulur-sulur pelangi yang teruntai panjang melilit badan. Mungkin juga pada sunyi yang dimiliki tempat ini.

Kalau ada kata tetap seperti adanya, saya memilih tempat ini tetap apa adanya. Tanpa gubug-gubug jajan. Tanpa bilik-bilik bilas. Tanpa kamar-kamar ganti. Lembah Pelangi ini akan terus “berpelangi” jika hanya dikelilingi oleh apa-apa yang sudah disediakan oleh alam saja. Kalau pun harus ada perubahan, cukuplah sebuah akses masuk dan keluar yang aman bagi pejalan. Selebihnya jangan.

Kamu tahu, kemarin beberapa belas menit saya sempat merasakan benar-benar sendiri di sini. Semua orang saya paksa pergi. Untuk apa? Semedi? Bukan, tapi untuk ganti baju :D Iya, seperti saya bilang, di sini tak ada bilik satu pun. Saya harus merapat di balik batu-batu raksasa. Berasa benar-benar seperti dalam dongeng, jadi bidadari yang turun ke bumi, mandi, lalu bajunya dicuri Jaka Tarub. Jreng….apa kata dunia kalau ada yang benar-benar mencuri baju saya. Tapi lebih mengerikan lagi kalau ada yang diam-diam memotret dari balik tirai air. Hiiii….fotografer hantu.
 

Photo oleh @Fajrinherris

behind the shot ~Photo by @Omnduut
Thanks! @Yopiefranz @KelilingLampung

behind the shot ~Photo by @Omnduut
 
Rasa senang seusai mandi bareng pelangi ternyata memberi dampak baik untuk raga dan jiwa. Perjalanan keluar dari lembah jadi tak terasa berat. Ringan di kaki, ringan di hati. Tak ada rasa lelah hingga tanjakan terakhir. Bahkan sesampainya di atas, saya bergegas melemparkan tanya pada lembah yang mulai diselimuti remang petang. Kapan saya akan melihatmu lagi?


D'Semaka Tour 2015

Come to Majestic Tanggamus ^_^




Ulu Belu, Kab. Tanggamus. 20 Nopember 2015