Tampilkan postingan dengan label West Java. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label West Java. Tampilkan semua postingan

Rumah Jepang Di Taman Wiladatika


Assalamu'alaikum Wr Wb,

Ternyata di Taman Wiladatika, Cibubur, ada Rumah Jepang. Bukan sekedar rumah berarsitektur ala Jepang, tetapi juga lengkap dengan taman bergaya Jepang. Rumah Jepang ini biasanya disewakan untuk acara tertentu seperti pernikahan, reuni, gathering, maupun acara kumpul keluarga. 

*Suasana Jepang di area ini lumayan terasa. Jadi, buat yang ngebet pingin liat Jepang, boleh juga untuk datang ke sini dulu. Lumayan dapat suasananya :D


Di taman, banyak pohon tinggi besar dan rindang. Saya suka melihatnya. Selain asri, udara di sekitar taman juga jadi sejuk. Orang-orang tampak betah berlama-lama duduk di bawah pohon. Meskipun sudah lama tak diguyur hujan, rumput-rumput di taman tetap terlihat hijau. Area terbuka taman terbilang luas, cocok untuk tempat bermain anak-anak. Sewaktu ke sana suasananya tidak ramai, padahal weekend. Jadi cukup tenang.



Kondisi taman yang diresmikan mantan presiden Soeharto pada tahun 1980 ini terawat. Memang tidak bisa dibilang indah banget, tapi tetap menyenangkan untuk dikunjungi. Terdapat saung dan juga bangku-bangku di taman. Ada kolam di bawah pohon besar, dan di kolam itu ada perahu mini yang disewakan untuk anak-anak bermain. Harganya hanya Rp 10.000 per 15 menit. Ada juga becak mini yang bisa disewa dengan harga Rp 10.000. Bisa dipakai untuk keliling taman sampai puas. Saya sempat mencoba jadi ibu becak, dan anak saya jadi penumpang becak. Seru! :D 


Taman ala Jepang

Di dekat Rumah Jepang ada kolam renang, namanya kolam Tirta Teja. Masuk ke kolam ini bayar Rp 20.000 per orang. Kalau weekend Rp 25.000  per orang. Kolamnya terdiri dari 2 kolam, kolam anak dan kolam dewasa. Yang saya suka, kondisi sekitar kolam ini bersih. Tidak jorok. Sama seperti taman rumah Jepang, suasana di kolam tidak terlalu ramai. Berenang juga jadi lebih nyaman. 

*Saya baru tahu kalo di taman ini ada kolam renangnya segala. Padahal sebelumnya sudah 2 kali ke tempat ini.


Taman Wiladatika letaknya di Cibubur. Dari Jakarta keluar tol Cibubur, sekitar 500 meter dari bumi perkemahan Cibubur. Dekat dengan Cibubur Junction. Harga tiket masuk per orang hanya Rp 6.000. Di area seluas 32 hektar ini terdapat Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pramuka Nasional (Pusdiklatnas), Olah raga dan gedung pertemuan. Selain itu terdapat juga fasilitas outbond, kolam renang, tenis, dan penginapan yang menampung 500 orang. Biasanya lapangan Gajah Mada yang berada dalam area ini dipakai untuk Upacara HUT Gerakan Pramuka 14 Agustus dengan Pembina Upacara Presiden.

*Saya mampir ke sini biasanya buat beli madu Pramuka. 

Informasi lengkap tentang Taman Wiladatika bisa dilihat di website berikut :  http://pramuka.or.id/news/taman-rekreasi-wiladatika.php

Silakan mencoba berkunjung sambil mengajak anak-anak bermain di akhir pekan :)


Ke Garut, Kamu Mesti Ke Sini

Ini tempat terkenal banget. Ada hot spring, waterboom, dan ember tumpah. Bisa trekking ke puncak, berkuda, dan main flying fox terpanjang di Garut. Setelah berada di puncak, bisa lihat panorama alam Garut yang bikin kamu malas turun.

Brassica Napus. Hanya berbunga sebagian. Ketika semuanya berbunga, tumbuhan semi-winter type penghasil minyak penting bernama rapa ini pasti akan menjelma serupa permadani kuning di kaki-kaki bukit. Dan saya langsung teringat Ping'an village :D

Sepintas seperti kawah biasa yang muncul di antara hutan belukar. Padahal inilah kawah vulkanik pertama di Indonesia yang dieksploitasi sebagai sumber energi panas bumi dan telah dimanfaatkan oleh pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1928. Yang ini kini kering kerontang, tak lagi aktif. Tetapi yang lainnya masih mengeluarkan panas bumi dan masih dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga panas bumi oleh Pertamina. Unik dan bersejarah.

Sop Buntut Asti di Pengalengan


Lima hari di Pengalengan, Bandung Selatan, tiada hari tanpa hujan. Hawa dingin pegunungan yang memang dingin, menjadi kian dingin. Meski demikian, pekerjaan dan liburan tetap dilanjutkan. Ya, ini bukan tentang pekerjaan semata, tetapi juga tentang refreshing. Dua hal yang saling memberi keuntungan.

Hujan dan dingin, tak hanya memunculkan keinginan untuk berhangat-hangat dengan pakaian yang tebal dan ruangan yang menggunakan pemanas, tetapi juga makanan dan minuman hangat. Bukan sekedar hangat tetapi juga nikmat dan lezat.

Selama di Pengalengan, jujur saya tak menemukan tempat makan favorit yang menyediakan makanan khas dan enak. Ketika bertanya ke orang hotel pun tak ada yang bisa menyebutkan nama sebuah tempat makan yang benar-benar menarik. Memang ada diberitahu bahwa ada bakso enak "di atas". "Atas" itu maksudnya arah gunung Wayang Windu, ke perkebunan teh. Saya sambangi, lumayan enak tapi enak karena tambahan MSG! Lidah saya tak bisa bohong dan tenggorokan saya sakit! Di depan hotel, ada warung pecel ayam dan soto. Yang mampir terlihat cukup ramai. Tapi saya tak merasa ada yang spesial dengan masakan di sana. 


Pergi dan keluar dari hotel merupakan pilihan terpaksa. Menerjang angin dan dingin, bukan suatu kenikmatan. Namun, memesan masakan hotel, adalah sebuah kebosanan hehehe.. belagu! Akhirnya di hari kedua, saat hendak makan malam, saya memutuskan mengajak keluarga pergi mencari rumah makan ke arah pusat kecamatan Pengalengan. Beruntung, ternyata tak jauh dari pertigaan depan kantor kecamatan, ada sebuah rumah makan. Namanya Rumah Makan Asti Sop Buntut. Waw sop! 

Rumah makannya cukup besar. Saya sebut begitu karena selama di Pengalengan, cuma rumah makan ini yang bangunannya lumayan besar dan bisa menampung banyak pengunjung. Bahkan kalau lantai dasar penuh, bisa menempati lantai atas yang model lesehan. Tempat parkirnya pun bisa memuat sekitar 15 kendaraan, sedang di tempat lain, parkir mesti di badan jalan. Kondisinya juga cukup bagus dan bersih. Pelayannya kerudungan semua (penting ya? Iya dong), termasuk seorang ibu yang nampak dari sikapnya adalah si pemilik rumah makan. Kenapa saya mikir begitu? Karena para karyawanannya terlihat begitu hormat dan mendengarkan setiap apa-apa yang dikatakannya.


Menu sop buntut memang menjadi andalan rumah makan Asti. Dan bener, masakan ini memang layak menjadi icon karena selain rasanya yang sedap, juga sehat. Tanpa MSG *katanya. Empat hari di Pengalengan, rumah makan ini menjadi satu-satunya tujuan saya dan keluarga untuk makan siang dan malam.

Sop buntut selalu menjadi menu andalan untuk dipesan. Kebetulan anak saya memang menyukainya. Selain sop buntut sebagai menu andalan, rumah makan ini juga menyajikan menu lainnya. Semua menu khas masakan sunda. Ada ayam bakar, ikan mas goreng, ikan gurame bakar kecap, udang goreng, tahu dan tempe goreng. Sebagai pelengkap ada cah kangkung, sayur asam, dan aneka sambal tradisional. Plus aneka lalap pastinya.

Selain menyediakan masakan, rumah makan Asti juga menjual aneka makanan oleh-oleh. Ada dodol pengalengan, kembang gula, permen buah, krupuk susu, krupuk kulit dll. Jadi, jika tak punya waktu untuk menyusuri pasar dan pusat oleh-oleh, tempat ini sudah cukup.


Kebanyakan tamu yang makan di rumah makan ini adalah pendatang. Terlihat dari plat nomor kendaraan yang terparkir. Saya memang memperhatikan secara khusus tentang ini. Sejak hari kedua hingga hari kelima, kalau malam hari kebanyakan mobil-mobil yang plat B dan F. Ada juga sih plat D, tapi jenis kendaraannya semacam mobil double kabin dengan logo dan nama perusahaan yang beroperasi di Gunung Wayang Windu. Saya perhatikan juga ternyata beberapa tamu yang makan pada malam harinya adalah tamu-tamu yang sehotel dengan saya.


Jika sedang ke Pengalengan, entah itu untuk tujuan bekerja atau berwisata, silahkan mampir ke rumah makan ini. Sop buntutnya sungguh tak kan mengecewakan.

 BANGGA DENGAN MAKANAN KHAS INDONESIA. YUK MARIIIIIIIII.....!


= = = = =

RM. Asti
Jl.Raya Pengalengan Parki
Telp: 022-5978459 HP: 081320779773



Hujan Deras Di Danau Cileunca Pengalengan


Hujan deras mengguyur Pengalengan sedari pagi. Niat hati ingin menjelajah alam Pengalengan dengan berjalan kaki jadi urung, terhapus oleh derai hujan yang tak jua reda. Mantel, payung, dan boot mungkin bisa melindungi diri dari kucuran air langit namun aktifitas mengasyikan yang kuimpikan di danau Cileunca tentu akan sulit kudapatkan. Nopember, ah benar-benar November rain.

Berdiam diri di hotel berselimut tebal sembari menghirup hangat teh Walini hasil dari perkebunan teh Malabar, atau melotot menatap TV menyaksikan berita yang menyajikan kabar Palestina yang digempur habis-habisan oleh tentara Is**el yang tak berperikemanusiaan, sungguh bukanlah mauku hari ini. Apa yang kemudian kulakukan, adalah tetap memaksa diri keluar, berpetualang di tengah deras hujan.

Yeah, bagiku keinginan untuk berwisata dan menyatu dengan alam laksana menemui kekasih, penuh syahdu, kecintaan dan perasaan damai. Lalu, taraaaaaaaaaaaa! Hujan reda. Kok bisa? Entahlah, cuaca sungguh tak menentu. Sesaat hujan, sesaat kemudian reda, lalu hujan lagi, reda lagi. Bagai permainan alam. Lantas aku bagaimana? Pergi ke Situ Cileunca.

Situ Cileunca atau Danau Cileunca adalah sebuah danau yang ada di daerah Pangalengan. Danau ini merupakan danau buatan yang luasnya 1.400 Hektar dengan dikelilingi bukit-bukit dan background pegunungan yang indah. Selain berfungsi sebagai objek wisata yang menarik, situ Cileunca juga berfungsi sebagai sumber air bagi pembangkit tenaga listrik. Air dari danau dialirkan melalui sungai Palayangan, yang juga sering digunakan sebagai arena ber-arung jeram (rafting). Rafting? Sesuatu yang amat menantang! Owh..urat syaraf berpetualangku menegang secara mengejutkan. Hey…ingat, alam raya sedang diguyur hujan, dan anakmu akan dibiarkan menonton ibunya berarung jeram sendirian. Oh no! Kepalaku menggeleng keras.


Bagaimana menuju Danau Cileunca?
Danau Cileunca terletak di Pengalengan. Jika datang dari arah Bandung, maka ketika berada di pertigaan depan kantor kecamatan Pengalengan yang ada bundarannya, belok ke kanan. Kalau belok kiri menuju Hotel Puri, jaraknya sekitar 100m. Pada 19 Nopember itu aku masih menginap di Resort Citere 1 yang berjarak sekitar 3km dari bundaran. Sedangkan jarak dari bundaran ke Danau Cileunca sekitar 3km.

Panorama indah yang tak terfoto
Hujan kembali datang ketika perjalanan 1km terlalui. Wujudnya berupa gerimis besar-besar. Kemudian terhenti di penghujung 2km. Akankah tetap tanpa hujan hingga mencapai danau? Oh ternyata tidak. Hujan justru kembali turun, bahkan sangat lebat. Curahnya mengurangi jarak pandangku pada panorama alam sepanjang perjalanan. View bukit dan pegunungan yang semestinya indah, buram terlihat dibalik kaca jendela mobil yang kami kendarai. Satu dua kali terlihat jelas, selebihnya hanya samar-samar tanpa kejelasan rupa. Tapi batinku memastikan bahwa apa yang tersaji diluar sungguh amat indah.

Lantas, kapan hujan reda? Jangankan reda, sebab hingga kami menjumpai wujud danau itu hujan justru kian tercurah deras dari langit. Aku memegang erat camdig dengan kedua tangan, sembari mata tertuju pada sosok danau yang selalu saja membuatku bagai tersihir oleh kumpulan airnya yang mengartikan banyak hal. Mata ini jeli mencari lokasi yang tepat untuk memotret, namun apa guna lokasi strategis jika hujan menghalangi pandangan. Aku membisu, namun berucap banyak kata dalam hati, semoga sekelebat gambar bisa kudapatkan.

Satu dan dua kesempatan teraih kala jendela mobil diturunkan. Air seakan berebut masuk dari jendela yang terbuka, aku tak hirau akan ulah hujan pada baju dan bangkuku yang mulai terasa basah. Bergegas beraksi dengan camdig jadulku. Dan klik! Dua perahu yang sedang melaju di tengah danau tertangkap olehku. Puas? Tentu saja belum!

Tiba di danau
Kami menemukan pintu masuk menuju area Danau Cileunca setelah 500meter sejak pertama kali melihat keberadaan danau ini. Selembar tiket seharga Rp 4000 kubayar pada pria berjaket dan bertopi yang  berbasah ria menghampiri kendaraan kami. Lewat jendela mobil yang terbuka dia menghitung jumlah orang, lalu menyebut sejumlah angka. Aku berteriak berusaha mengalahkan suara hujan, juga petir, menanyakan apakah di dalam ada tempat makan? Katanya ada. Lalu pria itu mengikuti kami yang bergerak mencari tempat parkir. Lho, kami mau parkir trus turun dan main perahu di danau gitu? Oh tentu saja tidak, hujan masih mengguyur bumi dengan derasnya. Keraguan untuk turun terasa menggunung ketimbang keinginan untuk berpesta keindahan alam di danau Cileunca.

Ada apa di Danau Cileunca?
Lewat pandang mataku, inilah yang bisa kuceritakan tentang danau Cileunca.
Area parkirnya cukup luas. Mungkin cukup untuk menampung puluhan mobil.
Ada banyak warung makanan dan minuman ringan. Ada juga warung makan dengan menu khas sunda. Hanya warung kecil, bukan semacam Rumah Makan sekelas restoran.
Ada taman bermain anak dengan harga tiket Rp 2000/orang. Mainannya sama kayak di sekolah taman bermain, ada perosotan, ayunan, gantungan, bebek2an.
Di tepian, terlihat bersandar perahu-perahu untuk disewakan seharga Rp 10.000/orang . Bisa buat keliling danau. Jika ramai-ramai harga tersebut bisa ditawar.
Di seberang danau, terlihat hamparan rumput hijau. Ada kebun strawberry yang buahnya bisa dipetik oleh pengunjung. Tapi mesti bayar. Harganya Rp 5000/orang.

Menurut keterangan pria petugas karcis tadi, di danau ini untuk  pengunjung yang datang dengan rombongan biasanya  melakukan kegiatan seperti:
Flying fox Rp 5000/orang
Arung jeram Rp. 150.000 / orang.
Jet Ski  Rp. 150.000 / orang


Yang tak ada dan tak bisa
Pria petugas tiket masih mengikuti kami, dengan baik hatinya dia menunjukkan sebuah tempat parkir yang berada dekat dengan tempat makan. Sebuah warung sederhana bertuliskan warung makan khas Sunda terlihat kuyu dibawah deras hujan. Oh, entah kenapa, rasa laparku mendadak hilang. Keenggananku (juga yang lain) untuk turun menerjang hujan sederas ini, membuat kami akhirnya menolak untuk keluar dari mobil. Pria itu sepertinya menunggu, ia masih berdiri di warung itu. Kami mencoba pindah tempat, mendekati tepi danau. Namun tak bisa melakukan apa-apa. Hujan ini benar-benar menghalangi banyak keinginan.

Kami terdiam menunggu, barangkali hujan mendadak berhenti. Lalu kami bisa berperahu, bahkan menyeberang menuju kebun strawberry. Aiiih…seperti mimpi saja rasanya. Hujan benar-benar tak bisa diajak kompromi. Dengan rasa kecewa kami memilih meninggalkan danau. Sebelum benar-benar keluar dan melewati gerbang, kami mencoba mencari musala. Tak nampak ada wujudnya, bahkan bayangannya pun tidak. Ah baiklah, pulang saja!

Yeah, tiada aktifitas apapun yang bisa kami lakukan di Danau Cileunca ini. Esoknya, lusanya, esok sesudah lusa, sama saja. Hujan tiada henti mengguyur tanah Pengalengan. Kalaupun matahari leluasa bersinar, hanyalah sejenak, tak sampai 3 atau 4 jam. Sedang di waktu-waktu tersebut, ada aktifitas lain yang tak bisa ditinggalkan. Sungguh, berwisata, menjelajah, atau apapun itu sebutannya, di musim hujan bukanlah saat yang tepat. Ke gunung kena longsoran, ke danau Cuma berdiam diri saja di dalam mobil. Namun yang pasti, saya tetap mendapati objek-objek wisata dalam kesimpulan yang cukup, bahwa sangat layak untuk dikunjungi.

Untuk wisata dan untuk kebutuhan warga
Menurut cerita, danau buatan ini dulunya merupakan areal hutan belantara. Kemudian pada tahun 1918 kawasan ini dibuat sebuah situ (danau) yang berfungsi sebagai sumber kebutuhan air masyarakat setempat.  Kedalaman danau Cileunca mencapai 17 meter . Memiliki warna air yang bening, yang menjadikannya sungguh sedap dipandang mata.

Danau Cileunca tak sekedar sebagai objek wisata yang menarik tapi juga berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Air yang berasal dari danau tersebut dialirkan melalui Sungai Palayangan. Sungai Palayangan memiliki beberapa bagian yang menantang, karena itulah sering dijadikan sebagai arena arung jeram (rafting). Bagi pengunjung yang ingin camping, danau ini bisa menjadi pilihan yang tepat karena pengelola objek wisata ini memang menyediakan arena camping round.


Ke Danau Cileunca aku datang, hanya sekejab datang lalu pulang. Kecewa? Memang. Maka itu, jadi pelajaran agar selanjutnya dapat memilih waktu yang tepat. Tentunya disaat musim hujan sedang tak datang agar aktifitas yang bisa dilakukan di danau bisa tercapai. Pengalengan adalah kawasan pegunungan dengan curah hujan yang lebat. Berhati-hati bila berkendara, jalanan dengan jurang ditepian sungguh patut diwaspadai.

Alam terkembang jadi guru.

Terakhir, berhubung gambar hasil jepretanku di atas tak dapat menampilkan keindahan apapun, maka perkenankan aku meminjam foto dari SUMBER INI (klik), agar nampak keindahan rupa Danau Cileunca lewat kamera profesional orang lain.

Selamat menikmati







Sumber 6 (enam) foto terakhir dari "Panduan Wisata Bandung"


Ngebolang ke Cibolang Hot Spring Water


Cibolang Hot Spring merajai jadwal yang dibuat untuk Jumat tgl 23 Nopember 2012. Tiada agenda lain selain menyambangi objek wisata yang terletak di rimba hutan Gunung Wayang Windu itu.  Bagiku, ke Cibolang seakan menjadi puncak perjalanan selama berada di Pengalengan sejak 5 hari sebelumnya.

Pagi hari yang riuh di Hotel Puri, tempat kami menginap, semua bersemangat. Bergegas mandi walau hawa dingin sekitar 20deg terasa menyergap dari segala arah. Juga bergegas menyantap sarapan yang diantarkan ke kamar sejak pukul 6 pagi, berharap tak lekas dingin sehingga mengurangi selera makan di pagi yang begitu cepat menyerap panas dan segala kehangatan.

Lalu, jreeeeeng!!! Bumi nampak begitu terang dan hangat ketika matahari muncul dengan pancaran sinarnya yang tak berpenghalang. Semua bersyukur, terang benderang membuat semua senang. Semoga tiada hujan apalagi badai. Maklum, seperti hari-hari kemarin, mendung dan hujan begitu rutin mengisi hari. Tak bisa kemana-mana jika cuaca sudah seperti itu. Tinggal di Pengalengan jadi terasa membosankan. Tapi semoga hari ini, cuaca bersahabat dengan kami, juga kepada seluruh penghuni bumi termasuk kawasan Soreang  Bandung yang masih dilanda longsor dan banjir. Semoga bencana alam lekas berakhir. Amin. 

Stadion mini di perkebunan teh Malabar

Perkebunan Teh Malabar
Menurut informasi yang kudapat dari pihak Hotel Puri, jarak yang akan ditempuh dari Pengalengan (tempat hotel kami berada) menuju Pemandian Air Panas Cibolang sekitar 15km. Cukup dekat. Kami memulai perjalanan sekitar pukul 9. Diperkirakan akan memakan waktu sekitar 40menit dengan laju normal. Itu lama! Oh, tentu. Ini perjalanan menanjak, juga sesekali menurun ketika melewati desa-desa di lembah Wayang. Hotel Citere 1 (resort) yang kami inapi selama 3 hari sebelumnya berjarak sekitar 2km dari Hotel Puri. Kami melewati hotel tersebut, hotel yang ownernya juga adalah owner hotel Puri yang kami inapi. 

Perkebunan Teh Malabar dengan Gunung Wayang di latar belakang.

Setelah 10km pertama,  sekitar pukul 9.27 kami mulai memasuki kawasan Perkebunan Teh Malabar. Sebuah lapangan bola di sisi kiri jalan dengan bangku-bangku penonton yang berkapasitas kecil, menarik perhatianku. Sekumpulan anak laki-laki berkostum olahraga nampak mempermainkan bola. Dua pria dewasa berdiri di pinggir lapangan. Sepertinya mereka adalah murid dan guru dari sekolah yang bangunannya terletak di belakang lapangan tersebut. Sekolah milik PTP Nusantara XIII Pengalengan.

Di stadion mini itu terdapat sebuah signboard berukuran besar berwarna hijau, tertera tulisan “Perkebunan Teh Malabar”. Ahay… kami sudah berada di perkebunan teh Malabar rupanya. Tempat dimana pemandangan indah dan hijau membentang luas sepanjang mata memandang. Sekitar satu kilometer kemudian, di sisi kiri jalan, terdapat Tea Corner Malabar, berupa dua bangunan yang terlihat sepi dan jadul. Satu bangunan dalam keadaan rusak, atapnya ambrol dan tak nampak diperbaiki. Sebuah mobil terparkir, mungkin pengunjung yang singgah. Tea corner yang tak lagi menarik untuk disinggahi. 


Malabar Tea Corner

Bebukitan tak semua bagai permadani hijau, tapi juga ada beberapa lahan yang masih gundul dan baru ditanami dengan pohon teh. Nampak petani laki-laki dan perempuan sedang bekerja. Sebuah papan yang tertancap di pinggir di lokas bertuliskan “Persemaian Teh.”


Geothermal di Wayang Windu
Gunung Wayang dan Gunung Windu yang menjadi latar belakang perkebunan teh Malabar, nampak gagah dengan pesona hutan alamnya yang rupawan. Sebuah pemandangan menarik menjadi perhatianku sepanjang perjalanan, yakni asap putih yang keluar dari perut bumi, membubung tinggi memenuhi langit di atas kedua gunung itu. Itulah Geothermal, energi panas bumi yang dikelola oleh perusahaan Star Energy, yang akan dimanfaatkan untuk listrik Jawa Bali. 


Pipa-pipa keperakan yang kemudian kujumpai sepanjang perjalanan menuju Cibolang, terpasang dari lereng ke lereng, diantara kebun kol yang tertata rapi di tanah-tanah yang subur. Pipa-pipa raksasa itu mengalirkan panas bumi, bak ular raksasa yang menjalar di gunung perkasa. Pemandangan itu nampak jelas ketika jalan yang kami lalui berada di ketinggian bukit. Tak hanya itu, ketinggian bukit juga menampakkan pemandangan pemukiman karyawan perkebunan berupa atap-atap rumah dengan genteng yang berwarna hampir seragam. Kontras. Paduan hijau dari hutan alam, perkebunan teh, kabut putih, serta warna-warna segar dari atap rumah penduduk membuat pagi begitu segar dan cerah.

Sungguh indah pemandangan yang kutemui sepanjang perjalanan menuju pemandian air panas Cibolang ini. Perkebunan teh yang menghijau sejauh mata memandang dan hamparan pegunungan menjadi suguhan pemandangan alam yang maha indah adalah dua khasanah keindahan alam yang mampu membius mata siapapun, termasuk saya.



Pesona Gunung Malabar dan perkebunan teh, dengan udara yang sejuk alami, tak hanya cocok untuk dinikmati oleh pandang mata tetapi juga sangatlah cocok untuk kegiatan olah raga jalan kaki / tea walk sambil ber-rekreasi. Di tengah-tengah perkebunan bisa dijumpai bermacam-macam bangunan kuno yang masih terawat dengan baik, seperti guest house, perumahan administratur perkebunan pada masa penjajahan hingga makam K.A.R. BOSSCHA.


Cibolang Hot Spring
Sejak memasuki 5km terakhir menuju Cibolang, mata ini terus memperhatikan jalan. Mencari petunjuk lokasi. Maklum, kalau terlewat lumayan jauh baliknya. Mana jalannya tak terlalu lebar pula. Susah putar balik ya kan? Dan benar saja, 1km sebelum lokasi, signboard itu berdiri menjulang di sisi kiri jalan. Tepat disebuah  pertigaan yang terdapat sebuah pangkalan singgah berlantai semen beratap seng. Nampak jelas tulisan : Cibolang Hot Spring dengan gambar pendukung berupa kolam pemandian. Menurut keterangan, Cibolang Hot Spring berjarak 900m dari letak signboard tersebut.



Kami lalu belok kiri dan mendapati jalan sempit yang hanya cukup untuk dilewati satu kendaraan saja. Jalannya tak beraspal. Hanya berupa jalanan tanah yang agak berbatu. Jalan kecil ini melewati perumahan karyawan perkebunan, kebun kol, juga semacam empang yang entah ada ikan peliharaan apa di dalamnya.

200m sebelum Cibolang Hot Spring, disebelah kanan jalan, terdapat 1 kolam renang bernama Tirta Camelia. Mulanya kami kira itu pemandian air panasnya tapi karena tak menemukan kata “Cibolang” kami urung masuk. Padahal sudah mengarah ke gerbangnya lho hehe. Akhirnya kami lanjut lagi.

Tiket masuk dan fasilitas
Tepat pukul 10.00 kami tiba di objek wisata Cibolang Hot Spring. Lokasinya berada di sisi kiri jalan. Gerbangnya terlihat besar dan tinggi. Kami masuk dan membayar tiket seharga Rp 10.000 perorang. Harga itu sudah termasuk asuransi kecelakaan Rp 500/orang. Sudah termasuk biaya parkir. Tapi tidak termasuk tarif pemakaian kamar mandi/kamar ganti.

Tempat parkirnya luas dan terlihat bersih. Ada banyak warung makan di sekeliling tempat parkir, baik itu warung makanan/minuman ringan, maupun warung makan yang menjual makanan berat. Ada mushola, MCK, Pos Jaga, Papan Petunjuk, Shelter (gardu pandang), kamar ganti, kolam pancing, terapi ikan, tempat duduk, dan tempat sampah.

Untuk pemandian, terdapat dua kolam besar yang keduanya menggunakan air panas. Hari ini salah satu kolam yang biasanya digunakan untuk dewasa sedang dikuras dan dibersihkan. Menurut keterangan kolam air panas ini dikuras dan diganti airnya seminggu sekali setiap hari Jumat. Hal ini dilakukan karena pengunjung akan menjadi ramai pada Sabtu dan Minggu dan pada dua hari itu pengunjung bisa mandi dengan air kolam yang bersih.

Selain kolam kamar mandi air panas, juga terdapat pancuran pemandian air panas dan kolam/kamar rendam air panas. Kolam rendam itu berupa kamar-kamar yang bisa digunakan untuk berendam sendiri/pribadi. Tarifnya Rp 6000. Disekitar kolam tersedia juga kios penjualan dan penyewaan perlengkapan renang seperti pelampung, kacamata renang, dan baju renang. Peralatan memancing juga ada disewakan.

Kondisi kolam renang terlihat baik dan juga berfungsi dengan baik. Hanya saja menurut saya kamar ganti/kamar mandinya nampak kurang memadai. Selain karena ukurannya sangat kecil, juga karena kamar mandi/kamar ganti itu merangkap toilet (WC). Maka, makin kecil saja ruang mandi itu. Saya pribadi jadi kurang nyaman. Warna keramik lantai dan klosetnya sudah berubah warna. Maaf, walau tiada kotoran atau sampah yang terlihat, saya rada tak nyaman melihatnya.  

VILLA
Sewaktu memasuki gerbang Cibolang, saya ada melihat dua villa mungil berdiri di sisi kanan setelah pintu masuk. Nah, kedua villa itu katanya disewakan. Harganya saya tak tahu. Sedang kamar harganya Rp 350.000/malam. Letaknya lebih dekat ke arah kolam. Berupa sebuah bangunan mirip rumah panggung, dengan tiga kamar yang masing-masing kamar pintunya langsung keluar. Petugas penjaga kamar ganti yang saya tanyai tak bisa memberikan info lebih banyak tapi setidaknya saya tahu bahwa villa-villa itu memang diperuntukan bagi pengunjung yang memang bermaksud menginap di kawasan sejuk ini.
Kamar Villa yang disewakan @Rp 350.000,-/malam

Tentang Cibolang Hot Spring
Dari beberapa sumber yang kubaca (gugling), disebutkan bahwa objek wisata ini terletak pada ketinggian 1450 m dpl, konfigurasi lapangan umumnya datar dan berbukit. Sedangkan untuk curah hujan adalah 4000 mm/th dengan suhu udara 23 – 25 derajat Celcius. Memiliki Luas 2 Ha. Berada di  Desa Wayang Windu, Kec.Pangalengan, Kab.Bandung.

Obyek wisata Cibolang pertama kali berdiri pada tahun 1985. Kala itu pemandian masih berupa bak-bak yang tertutup. Lalu, seiring dengan banyaknya  kemajuan yang telah dicapai untuk mencakupi fasilitas yang dibutuhkan oleh turis domestik maupun asing, maka pada tahun 1987 mulai dibuat kolam renang dewasa dan kolam renang anak lengkap dengan kamar ganti. Keberadaan kolam renang itu membuat arus pengunjung kian meningkat, maka pada tahun 1990 sebuah kolam tambahan kembali dibuat. 
Penampungan sumber air panas

Di bagian belakang kolam dewasa, saya ada menjumpai sebuah kolam kecil dengan asap yang terus menerus mengepul. Kata seorang bapak yang saat itu sedang bertugas, kolam kecil itu merupakan kolam penampungan sumber air panas sebelum dialirkan ke kolam pemandian. Berhubung suhu airnya tinggi, jadinya ditampung dulu. Kan ga mungkin langsung dipergunakan untuk mandi. Bisa melepuh ntar :D

Kabarnya, sumber air Cibolang yang berupa mata air panas ini dapat menyembuhkan penyakit rematik karena memiliki kandungan kadar yodium yang cukup tinggi. 

Yang unik dan menarik di sekitar Cibolang
Tak jauh dari kolam mandi dewasa, di atas rumput-rumput hijau yang segar, terlihat tenda-tenda dan sebuah panggung kecil dengan hiasan kain berwarna kuning menyolok. Katanya itu punya pengunjung yang datang dengan rombongan. Mereka menginap di tenda sambil mengadakan berbagai kegiatan alam lainnya.
Camping ground

Kawasan Cibolang ini ternyata sudah biasa dijadikan tempat camping. Biasanya selain camping, wisatawan melakukan kegiatan lintas alam sembari berpiknik. Trekking ke Kawah Burung bisa menjadi kegiatan menarik lainnya. Oh iya, wana wisata di kawasan ini terdiri dari hutan tanaman (kaliandra dan pinus).

Nah, selain alam dengan pemandangan permadani teh yang hijau sekaligus udara yang bersih dan sejuk, wisatawan juga dapat menikmati Kawah Gunung Windu dengan jarak ± 600 m dari lokasi.

Oh iya, konon, Gunung Wayang Windu ini menjadi tempat bertapa para dalang terkenal lho. Seorang sumber menyebutkan, dalang Asep Sunarya biasanya bertapa di sini juga. Entah benar atau tidak tapi beberapa orang lainnya mengiyakan hal tersebut. Selain itu, konon pula di tempat ini dipenuhi dengan cerita mistis dan mitos yang saya sendiri sebenarnya tak ingin mengetahuinya kecuali cukup tahu yang realistis saja.

Buat siapa saja, jika datang ke Pengalengan, tak lengkap rasanya jika tak mengunjungi objek wisata pemandian air panas Cibolang ini.


 Saung di atas kolam pancing untuk duduk-duduk

 Tempat duduk-duduk

Kolam mandi dewasa yang sedang dikuras 

 Saung dan taman depan Villa 

Kebun Kol dan Pipa-pipa yang mengalirkan energi panas bumi (Geothermal)