Tampilkan postingan dengan label Lampung Timur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Lampung Timur. Tampilkan semua postingan

Lipur Hati di Lampung Timur


wisata way kambas lampung timur
Way Kambas - Lampung Timur

Lipur Hati di Lampung Timur

Berkunjung ke Lampung Timur, bermesraan dengan gajah di habitatnya, menikmati senja romantis di padang savana bersama kuda, menelusuri gelapnya gua, hingga bersantai di tengah hamparan hutan bakau di bawah langit yang sedang secerah kaca. Sebuah petualangan yang mengayakan rasa. 
Pesona Nusantara -  Trans Nusa inflight magazine 2018
Pesona Nusantara -  Trans Nusa inflight magazine 2018  Edisi Januari - Februari 2018
Foto & Teks: Katerina

Memandikan Gajah di Camp ERU Margahayu

Petualangan menjelajah Lampung Timur dimulai dari Camp ERU (Elephant Respon Unit) Margahayu. Camp ERU berjarak kurang lebih 3 kilometer dari Dusun Margahayu, Desa Labuhan Ratu Tujuh, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur. Jalur menuju camp berupa jalan kecil, kering, dan bergelombang. Dapat dicapai dengan kendaraan roda dua maupun jalan kaki. Sensasi bertualang akan lebih terasa jika berjalan kaki. Tapi, kami memilih bermotor karena sorenya akan berpindah tempat untuk mengejar sunset di Pusat Konservasi Gajah (PKG) Taman Nasional Way Kambas (TNWK).

Sekitar 100 meter dari ujung Desa Margahayu kami melewati tanggul yang merupakan pembatas antara desa dengan kawasan hutan TNWK. Di sini, ada titik-titik tertentu yang menjadi lintasan gajah liar, lokasinya tak jauh dari rumah penduduk desa. Itu sebabnya tanggul juga berfungsi sebagai batas untuk menghalau gajah liar.  

Desa Margahayu - Lampung Timur

Semakin jauh motor melaju memasuki kawasan TNWK, semakin memesona bentang alam yang tersaji. Way Penet dengan aliran airnya yang tenang, hutan alami, padang savana dengan kerbau-kerbau yang sedang menikmati rumput, serta burung-burung yang bermain lalu terbang menjauh, menjadi suguhan memukau. Ditambah dua kali perjumpaan dengan empat ekor gajah sedang mencari makan di pinggir hutan, membuat saya tak tahan untuk tidak memekik girang. Sungguh sebuah pertunjukan harmoni alam yang menyihir mata. Sensasi menyenangkan ini membuat durasi perjalanan menuju Camp ERU terasa sangat singkat.

Sesampainya di Camp ERU kami dibawa ke pusat informasi, tempat dimana semua hal yang berkaitan dengan kegiatan di Camp ERU bisa didapat di sini, baik berupa penjelasan lisan maupun melalui gambar pada poster-poster besar yang terpampang. Di samping pusat informasi terdapat bangunan bertingkat tempat istirahat para tim yang bertugas, sebuah musola, dan tempat pemandian gajah.

ERU merupakan program kegiatan yang muncul dari Balai TNWK dalam upaya penanganan konflik gajah liar dengan manusia. Kegiatannya bertujuan untuk menangani gajah liar yang akan keluar dari kawasan TNWK ke lahan pertanian masyarakat yang berbatasan dengan TNWK, dan mengupayakan sedini mungkin agar gajah liar tidak sampai keluar kawasan. Selain itu juga di Camp ERU kesehatan gajah jinak menjadi prioritas utama untuk diupayakan stabil dan populasinya diharapkan dapat meningkat.

Program ERU dalam operasionalnya didukung oleh lembaga konservasi (NGO) Komunitas untuk Hutan Sumatera (KHS) melalui Perjanjian Kerjasama dengan TNWK. Kegiatan ERU dilaksanakan di tiga lokasi utama yaitu Camp ERU Tegal Yoso, Camp ERU Bungur, dan Camp ERU Margahayu yang kami kunjungi. Di setiap lokasi ERU terdiri dari satu tim penanganan konflik/Mahout dengan fasilitas camp dan gajah jinak. Di Camp ERU jumlah Mahout ada lima orang dibantu warga sekitar satu orang dan polisi hutan satu orang. 
Camp ERU Margahayu - Lampung Timur

Kesempatan memandikan gajah betina bernama Melly dan anaknya Amel menjadi pengalaman menyenangkan yang kami dapat di Camp ERU. Hanya dengan sekali perintah dari Mahout, gajah Melly merebahkan badan dengan empat kaki ditekuk, seakan hendak memudahkan kami menyentuh kulit tebalnya untuk digosok dan disiram. Kami bergantian memandikan gajah, dan baru menyudahinya saat waktu mengejar sunset di Pusat Konservasi Gajah (PKG) telah tiba.

Selain kegiatan memandikan gajah dan belajar tentang kehidupan gajah, kegiatan menarik lainnya yang bisa diikuti di sini antara lain safari resort Way Kanan TNWK dan treking Camp ERU Margahayu di jungle track yang sudah tersedia. Atraksi wisata desa yaitu membuat tiwul di rumah warga Dusun Margahayu juga bisa jadi pengalaman unik yang sayang dilewatkan. Tersedia homestay untuk menginap dengan kuliner nasi tiwul dan sayur santan ikan rawa suguhan makan masakan warga. Kami mengakhiri perjalanan di TNWK dengan menikmati senja di PKG, di antara ratusan gajah yang bersiap menyambut malam di rumahnya yang aman.

Berkuda di Padang Savana Braja Harjosari

Desa Braja Harjosari, Kecamatan Braja Slebah, memaparkan rentang padang savana yang luas. Berjarak kurang lebih 33 kilometer dari Sukadana ibukota Lampung Timur, kami menghabiskan waktu sekitar satu jam perjalanan bermobil untuk mencapainya. Matahari terbenam di sini langsung di balik hutan yang memagari padang savana sehingga sangat sempurna untuk menghantar senja.

Letak Desa Braja Harjosari dengan TNWK hanya dipisahkan oleh sungai Kuala Penet. Hal ini memungkinkan untuk melihat langsung rombongan gajah liar yang jumlahnya dapat mencapai puluhan ekor, sedang mencari makan di rawa-rawa perbatasan TNWK. Tingginya keragaman hayati membuat Braja Harjosari istimewa. Keistimewaan itu kami jumpai kala menyusuri bentang Way Penet dengan perahu, tempat di mana burung-burung air seperti blekok, trinil, kuntul, dan cangak ungu, dapat terlihat dengan mudah. Di sungai ini, atraksi dari burung pemangsa seperti elang dan raja udang, memberikan atraksi alam yang memesona.  

Padang rumput di Desa Wisata Braja Harjosari Lampung Timur

Daya tarik wisata berupa nilai kearifan lokal yang tinggi dan potensi yang besar yang dimiliki, baik dari segi landscape maupun hasil bumi, membuat Braja Harjosari berkilau. Intensifikasi lahan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat desa ini membuat hasil buminya melimpah dan memberikan warna tersendiri. Beberapa hasil pertanian seperti beras organik, sayuran dan buah-buahan menjadi komoditi unggulan.

Saat ini Wisata Desa Braja Harjosari semakin ramah wisatawan. Fasilitas akomodasi telah tersedia dalam bentuk homestay. Merasakan tinggal di desa, berinteraksi dengan warga lokal, dan makan makanan khas yang dimasak oleh warga, benar-benar akan memberikan pengalaman yang unik sekaligus berkesan. Kuliner khas seperti nasi tiwul, pindang ikan baung, dan gulai ikan lais, merupakan kekayaan kuliner yang sempat saya cicipi di sini.

Mengenal Braja Harjosari adalah mengenal rasa syukur melalui kesederhanaan, tentang kebersahajaan dalam hidup, serta tentang tingginya nilai luhur dan kearifan lokal yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. 
Padang rumput di Desa Wisata Braja Harjosari Lampung Timur

Ekowisata di Hutan Mangrove Sriminosari

Terletak di Desa Sriminosari, Labuhan Maringgai, Lampung Timur, terhampar wilayah hutan bakau yang kini sudah menjadi kawasan ekowisata bernama Taman Mangrove Sriminosari. Berjarak kurang lebih 55 kilometer dari ibukota kabupaten dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 1,5 jam dari Kecamatan Labuhan Ratu. Hutan bakau seluas kurang lebih 6 hektar ini berkontribusi besar dalam menyerap karbon dioksida, selain berdayaguna melindungi kawasan pesisir pantai dari abrasi.

Objek wisata Hutan mangrove Sriminosari dikembangkan oleh warga melalui Koperasi Konsumen Nelayan Rukun Sido Makmur, merupakan atraksi wisata yang sarat unsur pendidikan lingkungan. Dengan membayar tiket masuk sebesar Rp 5.000 per orang, pengunjung dapat berjalan kaki melihat indahnya taman bakau melalui jalur tracking sepanjang 800 meter yang terbuat dari kayu dan bambu. Dalam waktu dekat jalur akan diperpanjang menjadi 1000 meter hingga mencapai pulau pasir timbul yang akan dijadikan lapangan volley pantai sebagai bagian dari atraksi wisata di Taman Mangrove. 

Taman Mangrove Sriminosari - Lampung Timur

Terdapat tujuh gazebo berdiri di atas laut yang dapat digunakan untuk beristirahat, dan satu kantin jajan milik koperasi. Jam operasional Hutan Mangrove Sriminosari adalah pukul 07.30 – 17.30 WIB setiap hari. Berbeda dari pantai wisata lainnya yang pernah saya kunjungi di Lampung, di sini pasir pantainya berwarna hitam. Laut Jawa yang menghadap ke Pulau Kalimantan sangat kaya ikan, adalah surga bagi para nelayan yang tinggal di Labuhan Maringgai. Tak heran bila buah tangan yang kami bawa dari sini berupa ikan asin, kerupuk kulit ikan, terasi ikan, dan snack ikan. Semuanya dikemas dengan rapi dan higienis dengan kenikmatan rasa yang terjaga.

Matahari yang hangat, udara yang segar, serta unsur air yang menenangkan, menjadikan hutan mangrove ini sebagai pilihan tempat wisata yang cocok untuk bersantai dan menyegarkan kembali pikiran dari segala penat dan rutinitas harian. 
Kuliner di Desa Sriminosari
Taman Mangrove Sriminosari - Lampung Timur

Menembus Kegelapan di Gua Pandan

Satu lagi objek menarik yang bisa dijelajahi di Lampung Timur terutama bagi pecinta petualangan, yakni Gua Pandan. Terletak di Desa Girimulyo, Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten Lampung Timur. Untuk mencapai Gua Pandan, kami menghabiskan waktu sekitar 2 jam dari Sukadana ibukota kabupaten Lampung Timur. Akses jalan masuk menuju gua dapat dilalui baik oleh sepeda roda dua maupun roda empat, dengan lebar jalan 2,5 meter dan panjang kurang lebih 500 meter sampai ke Gua Pandan.

Menurut Kepala Desa Girimulyo, Asmawi, sejarah awal mula diberi nama Gua Pandan karena dulu di mulut gua terdapat pohon pandan yang tinggi dan besar. Saat ini pohon pandan tersebut memang masih ada di mulut gua, walau ukurannya tidak sebesar dulu. Dalam sejarahnya, Gua Pandan telah ditemukan sejak tahun 80-an, tapi baru dalam dua bulan ini mulai dipromosikan sebagai salah satu objek wisata di Lampung Timur.

Luas areal komplek gua kurang lebih lima kilo meter persegi. Diperkirakan terdapat lebih dari sepuluh gua, tiga di antaranya adalah Gua Pandan, Gua Kelelawar, dan Gua Sumur. Dari info yang saya dapat, panjang lorong Gua Pandan yang baru bisa diukur mencapai 400 meter. Selebihnya belum dilakukan pengukuran lebih lanjut karena membutuhkan tim dengan peralatan khusus. 

Gua Pandan di Desa Girimulyo Lampung Timur

Dengan ditemani oleh kepala desa, pengelola, pokdarwis Girimulyo, serta beberapa warga, kami menyusuri gua sepanjang 200 meter. Saat itu kelengkapan keamanan baru meliputi senter dan bot, tanpa helm, tapi sudah cukup membuat saya percaya diri sekaligus menepis kegelisahan yang mendadak muncul. Matahari benar-benar sudah berdiri tegak saat kami berjalan menuju mulut gua dengan menuruni tebing pendek berbatu. Mulut gua berupa ceruk dengan diameter sekitar 6 meter. Di titik inilah perubahan suhu mulai saya rasakan.

Awalnya lorong gua yang kami lewati luas, sehingga masih bisa leluasa berdiri dan berjalan. Tantangan itu baru dimulai ketika kami menuju lorong lain yang lebih sempit, gelap dan lembab. Di beberapa titik, kami harus berjalan dengan posisi jongkok. Saat terhalang batu besar dan tinggi, perjalanan diwarnai dengan pendakian pendek.

Jalur gua seperti labirin. Rumit, berliku-liku, serta memiliki banyak jalan buntu. Udara cenderung bersih, tanpa bau tidak sedap. Lorong gua berisi hamparan bebatuan bulat dan besar, tidak dihiasi oleh staklatit runcing dan tajam. Pada suatu tempat terdapat batu berbentuk datar bagai bangku sehingga bisa diduduki. Ornamen langit-langit gua tergolong sederhana dengan warna-warna coklat tanah bercampur hitam. Walau jalur yang kami tempuh pendek, tapi memberi pengalaman yang memberi banyak rasa. Sungguh sebuah sensasi yang menantang adrenalin. 
Jelajah Gua Pandan bersama rekanr-rekan blogger

Ada larangan tertentu bagi pengunjung yaitu menghindari pohon Jelatong yang banyak tumbuh di sekitar mulut gua. Jenis daunnya bila mengenai kulit dapat menyebabkan rasa panas dan gatal. Sampai saat ini belum ada obatnya sehingga perlu berhati-hati jangan sampai terkena daunnya. Namun, di balik adanya pohon berbahaya, Gua Pandan juga dikelilingi oleh pohon pepaya california yang buahnya sangat lebat dan dipasarkan hingga ke tanah Jawa.

Pengalaman menembus kegelapan Gua Pandan memberi warna baru dalam menjelajah Lampung Timur. Siapa sangka Bumi Tuwah Bepadan yang terkenal dengan gajah Way Kambas-nya ini menyimpan keindahan lain di perut buminya.
Pesona Nusantara -  Trans Nusa inflight magazine 2018

Pesona Nusantara -  Trans Nusa inflight magazine 2018

Pesona Nusantara -  Trans Nusa inflight magazine 2018

Pesona Nusantara -  Trans Nusa inflight magazine 2018

 HOW TO GO
Penerbangan dari Jakarta, Bandung, Batam, Yogya ke Lampung tersedia tiap hari. Letak Bandara Radin Inten II ke Lampung timur berjarak kurang lebih 82 km, dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat selama 2 jam. Untuk mengeksplore Lampung Timur silakan menyewa kendaraan.

WHERE TO EAT
Rata-rata penginapan di Lampung Timur dapat dimintai makanan. Jika ingin makan sembari memancing, Rumah Makan Dua Saudara di Way Arang, Kec. Mataram Baru adalah tempat makan paling populer dan paling ramai dikunjungi pelancong.

WHERE TO STAY
Saat ini di beberapa lokasi tempat wisata Lampung Timur sudah menyediakan homestay untuk wisatawan. Hotel Yestoya bisa jadi pilihan untuk menginap nyaman selama di Lampung Timur. Banyak pilihan hotel di Bandar Lampung bagi wisatawan yang hanya day tur ke Lampung Timur seperti Novotel, Batiqa Hotel, Hotel Whiz, POP Hotel dll. 

Pesona Nusantara - Trans Nusa inflight magazine

Petang Romantis di Desa Braja Harjosari, Berkuda di Padang Savana, Berperahu di Way Penet

Wisata Desa Braja Harjosari, Lampung Timur

Menghabiskan petang di Desa Braja Harjosari, berkuda di padang savana, naik perahu menyusuri Way Penet, dan menikmati kuliner lokal masakan warga. Sebuah cerita dari Lampung Timur, Oktober lalu. 

wisata desa braja harjosari lampung timur
Berkuda di padang savana Desa Braja Harjosari

Desa Braja Harjosari, Kecamatan Braja Slebah, memaparkan rentang padang savana yang luas. Sebuah tempat lapang yang menjanjikan suasana berbeda dari Gua Pandan di Desa Girimulyo, Kecamatan Marga Sekampung, objek wisata yang kami kunjungi sebelum menuju Braja Harjosari. Dari tempat sempit dan gelap, menuju luas dan benderang, mewarnai cerita dalam sehari.

Berjarak kurang lebih 33 kilometer dari Sukadana ibukota Lampung Timur, menghabiskan waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan bermobil untuk mencapainya. Durasi perjalanan jadi lama, karena jalan tidak sepenuhnya mulus. Kami datang di musim kering, sedikit lebih baik daripada di musim hujan yang mungkin akan menyuguhkan lubang-lubang berisi genangan, dan tanah liat yang licin. 


Baca juga: Memandikan Gajah di Camp ERU Margahayu

Wisata Desa, bukan Desa Wisata

Kemungkinan Melihat Gajah

 
Letak Desa Braja Harjosari dengan Taman Nasional Way Kambas (TNWK) hanya dipisahkan oleh sungai Way Penet. Hal ini memungkinkan untuk melihat langsung rombongan gajah liar yang jumlahnya dapat mencapai puluhan ekor, sedang mencari makan di rawa-rawa perbatasan TNWK. 


Namun, jangan tinggikan harapan untuk hal itu, sebab gajah-gajah liar bukan manusia yang bisa diajak janjian. Hanya jika beruntung, maka bisa melihatnya. Perlu cek musim migrasi para gajah pada warga yang kita kenal agar datang di saat gajah-gajah memang sedang berada di sekitar Braja Harjosari.

Indah meski dihiasi beberapa sampah, hmm...

Berkuda di Padang Savana


Tak melihat gajah, kuda pun jadi. Bahkan bisa menunggangnya, jika mau. Kuda adalah pasangan serasi untuk padang savana. Bayangkanlah sebuah tempat seperti di Sumba, di mana rumput dan ilalang berwarna kuning keemasan pada suatu senja, sungguh romantis. Dan kamu berada di antara semua itu, menunggang kuda, sambil memandang ke barat, tempat sang surya kembali ke peraduan. 

Di Braja Harjosari ini juga begitu? Tidak sama. Tapi setidaknya, atmosper sebuah savana yang didamba seperti di Sumba, bisa dirasakan di sini. Tergantung hati dan mata ingin merasakan dan melihatnya seperti apa. Kalau saya, setiap tempat bisa saya bikin seindah yang saya bayangkan. 

Baca juga : Berwisata di Way Kanan Kini Semakin Asyik

Matahari terbenam di sini langsung di balik hutan yang memagari padang savana,  sempurna untuk menghantar senja.

Saya menyukai padang savana. Tempat terbuka nan lapang, di mana hidup sejenak terasa seperti begitu ringan. Seakan tiada siapa-siapa dan apa-apa, hanya ada diri sendiri dengan jiwa yang tenang, dalam pelukan alam yang mendekap tanpa syarat. Kamu merasa begitu nggak kalau berada di padang savana? 


Ini kemesraanku dengan Kuda Boy.
 


Berperahu di Way Penet

Tingginya keragaman hayati membuat Braja Harjosari istimewa. Keistimewaan yang mungkin saja salah satunya atau beberapa, bisa dijumpai dengan mudah kala menyusuri Way Penet. Tempat di mana burung-burung air seperti blekok, trinil, kuntul, dan cangak ungu, dapat terlihat dengan mudah. Saya mendengar tentang itu sebelumnya, itu sebabnya tawaran berperahu sayang sekali untuk ditolak.

Di sungai Way Penet, atraksi dari burung pemangsa seperti elang dan raja udang, memberikan atraksi alam yang memesona. Sayangnya kami terlalu sore di sana, jelang magrib saat terang perlahan mulai meremang, temuan kami hampa. Atau mata saya yang kurang jeli saat itu? Entahlah. Meski keberuntungan tak menghampiri, saya tetap menikmati keadaan tanpa harus menuntut harapan sesuai kenyataan. Meresapi keheningan yang pecah oleh suara berisik mesin perahu, dan menjadikannya sebuah pengalaman baru dalam mengenal sisi elok Lampung Timur yang masih alami.


Bisa berperahu menyusuri Way Penet

Sungai di tengah padang savana


way penet lampung timur
Jalan-jalan bahagia, semua jadi terasa indah 😗

Mencicipi Kuliner Lokal yang Mengayakan Rasa

Daya tarik wisata berupa nilai kearifan lokal yang tinggi dan potensi yang besar yang dimiliki, baik dari segi landscape maupun hasil bumi, membuat Braja Harjosari berkilau. Intensifikasi lahan pertanian yang dilakukan oleh masyarakat desa ini membuat hasil buminya melimpah dan memberikan warna tersendiri. Beberapa hasil pertanian seperti beras organik, sayuran dan buah-buahan menjadi komoditi unggulan.

Wisata Desa Braja Harjosari kini ramah wisatawan. Fasilitas akomodasi telah tersedia dalam bentuk homestay. Merasakan tinggal di desa, berinteraksi dengan warga lokal, dan makan makanan khas yang dimasak oleh warga, benar-benar akan memberikan pengalaman yang unik sekaligus berkesan. Kuliner khas seperti nasi tiwul, pindang ikan baung, dan gulai ikan lais, merupakan kekayaan kuliner yang sempat saya cicipi di sini. 


Nasi tiwul, pindang ikan baung, gulai ikan lais, aneka sayur yang diolah menjadi lalapan dan tumisan

orang-orang yang bersahabat

Kaos Lampung Timur Yay by Yay Lampung

Mengenal Braja Harjosari adalah mengenal rasa syukur melalui kesederhanaan, tentang kebersahajaan dalam hidup, serta tentang tingginya nilai luhur dan kearifan lokal yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. 



Informasi lain-lain:

- Tidak ada angkutan umum ke Desa Braja Harjosari. Sewalah mobil untuk ke sana. Harga sewa per hari Rp 250.000 belum termasuk supir dan BBM. 
- Hubungi pengelola tempat wisata agar dibantu untuk dipandu ke beberapa tempat selain yang saya sebutkan di atas.
- Kegiatan yang bisa dilakukan di lokasi wisata: Berkuda, berperahu, dan trekking ke beberapa tempat untuk melakukan pengamatan gajah liar.
- Kegiatan lainnya: wisata agro dan dan wisata budaya.
- Kuliner khas yang kami cicipi hanya tersedia jika dipesan terlebih dahulu kepada warga melalui pengelola. Bukan tersedia tiap saat.
- Saat cuaca cerah, berkunjunglah di waktu sore agar bisa menikmati keindahan matahari terbenam. 
- Bawa bekal sendiri karena di sini tidak ada warung yang menjual makanan dan minuman.
- Bawa kantong plastik sendiri untuk menyimpan sampah.


Nungguin kamu berwisata ke Desa Braja Harjosari 😆

Keliling Lampung Timur bersama Rinto Macho (Way Kanan), Sari Marlina (GGA Lampung Timur), Dian Radiata (blogger Batam, Yuk Annie (blogger Cikarang), Riant (blogger Jogja), dan Ika (Blogger Bandar Lampung).


Memandikan Gajah di CAMP ERU Margahayu

Ekowisata di Taman Nasional Way Kambas

Taman Nasional Way Kambas (TNWK) sudah lama menjadi magnet bagi para pelancong yang ingin menikmati ekowisata di Lampung Timur. Melihat gajah dari dekat, sekaligus mengenal tentang kehidupan gajah secara lebih detail dapat dilakukan di area Pusat Konservasi Gajah (PKG) yang ada dalam kawasan. Selain di PKG, kegiatan yang sama tapi lebih personal, juga bisa dilakukan di CAMP ERU (Elephant Respon Unit) yang masih berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas.

anak gajah di way kambas
Gajah di Taman Nasional Way Kambas

Mungkin sudah banyak yang tahu, program ERU dalam operasionalnya didukung oleh lembaga konservasi (NGO) Komunitas untuk Hutan Sumatera (KHS) melalui Perjanjian Kerjasama dengan TNWK. Kegiatan ERU dilaksanakan di tiga lokasi utama yaitu Camp ERU Tegal Yoso, Camp ERU Bungur, dan Camp ERU Margahayu. Di setiap lokasi ERU terdiri dari satu tim penanganan konflik/Mahout dengan fasilitas camp dan gajah jinak. Di Camp ERU jumlah Mahout ada lima orang dibantu warga sekitar satu orang dan polisi hutan satu orang. 

Camp ERU Margahayu

ERU merupakan program kegiatan yang muncul dari Balai TNWK dalam upaya penanganan konflik gajah liar dengan manusia. Kegiatannya bertujuan untuk menangani gajah liar yang akan keluar dari kawasan TNWK ke lahan pertanian masyarakat yang berbatasan dengan TNWK, dan mengupayakan sedini mungkin agar gajah liar tidak sampai keluar kawasan. 

Baca juga: Bamboo Rafting Seru di Gedung Batin Way Kanan

Berkunjung ke Camp ERU bersama Mas Sunandar, Mas Didit, Dian, Riant, dan mas Ian

Camp ERU bukan tempat wisata tetapi boleh dikunjungi oleh wisatawan untuk tujuan pembelajaran dan pendidikan yang berwawasan lingkungan. Camp yang kami kunjungi adalah Camp ERU Margahayu, berjarak kurang lebih 3 kilometer dari Dusun Margahayu, Desa Labuhan Ratu Tujuh, Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur. Ada dua pilihan cara untuk mencapainya, dengan jalan kaki atau naik motor. Untuk mendapatkan sensasi bertualang di alam bebas, jalan kaki adalah pilihan menyenangkan. Jika tak punya banyak waktu seperti kami saat itu, naik motor bisa menghemat durasi. 

Naik motor 3 km ke Camp ERU Margahayu

Jalur yang dilalui kecil, kering, dan bergelombang. Melewati tanggul yang merupakan pembatas antara desa dengan kawasan hutan TNWK yang juga berfungsi sebagai batas untuk menghalau gajah liar. Di sini, ada titik-titik tertentu yang menjadi lintasan gajah liar, lokasinya tak jauh dari rumah penduduk desa. Dalam perjalanan, kami menjumpai empat ekor gajah sedang mencari makan di pinggir Way Penet. Sebuah keberuntungan buat saya.


Baca juga: Tiada Resah di Pulau Sebesi

Dua ekor gajah sedang mencari makan di pinggir hutan

Dalam perjalanan menuju camp, mata dimanjakan oleh bentang alam Taman Nasional Way Kambas yang menyajikan Way Penet dengan aliran airnya yang tenang, hutan alami, padang savana dengan kerbau-kerbau yang sedang menikmati rumput, serta burung-burung yang bermain lalu terbang menjauh. Sungguh sebuah pertunjukan harmoni alam yang menyihir mata.

Bermotor di bawah indahnya cahaya petang di kawasan TNWK
 
Wefie selepas melewati sungai

Di camp ERU terdapat pusat informasi dimana pengunjung bisa mengenal segala sesuatu tentang gajah, berikut upaya-upaya pelestariannya. Kami bisa melihat berbagai kegiatan di camp lewat foto-foto yang dipajang pada banner besar di pusat informasi. Bisa juga tanya-tanya langsung pada para pawang yang sedang bertugas. 

Bersama Mbak Sari Marlina di pusat informasi Camp ERU Margahayu

Foto kegiatan yang dilakukan di Camp ERU Margahayu

Foto kegiatan yang dilakukan di Camp ERU Margahayu



Foto kegiatan yang dilakukan di Camp ERU Margahayu

Jika memungkinkan, selama di camp bisa ikut memandikan gajah, atau pun kegiatan bermanfaat lainnya seperti safari resort Way Kanan TNWK dan treking Camp ERU Margahayu di jungle track yang sudah tersedia

Lain kali, saya akan coba Elephant Track, menunggang gajah di hutan, siapa tahu beruntung bertemu satwa lindung yang selama ini mendiami hutan Way Kambas. Kalau pun tak bertemu, rasanya tetap seru bersafari masuk hutan, sebuah pengalaman yang tak tiap saat bisa dirasakan oleh orang kota yang tiap hari sibuk dengan rutinitas di luar urusan melancong ke alam. 

Baca juga: To The Scenic of Pulau Pisang

Memandikan gajah Melly dan Amel (anaknya Melly)

Sebuah harapan semoga dapat ke Lampung Timur lagi, mencoba pengalaman berbeda, yakni menginap di homestay di Dusun Margahayu. Katanya, atraksi wisata desa semacam membuat tiwul di rumah warga, menarik untuk dilihat dan diikuti. Hmm…mencicipi kuliner nasi tiwul dan sayur santan ikan rawa suguhan makan masakan warga, tampaknya menggiurkan...

Menara pandang

Jungle track Margahayu
Asrama Gajah di Pusat Konservasi Gajah

Kunjungan ke Camp ERU ini saya lakukan pada tanggal 11 Oktober 2017 bersama Dian Radiata (blogger dari Batam), Riant (blogger dari Jogja), dan Mbak Sari Marlina dari Gading Gajah Art (GGA). Kami juga bersama Yuk Annie Nugraha (blogger dari Cikarang), tapi beliau tidak ikut ke camp karena memilih beristirahat bersama Mbak Ratna Juwita dan Mas Himawan di rumah Mas Sunandar di Dusun Margahayu. Guide kami tiga orang dari Pokdarwis, yaitu Mas Sunandar, Mas Didit, dan Mas Ian.  Terima kasih buat ketiganya yang sudah mengantar pakai motor dan menemani kami selama berada di Camp ERU hingga ke PKG TNWK, tempat di mana kami menikmati indahnya matahari terbenam di antara ratusan gajah yang bersiap menyambut pekatnya malam.



 
Aksesibilitas : 

Taman Nasional Way Kambas, secara administrasi berada di Kabupaten Lampung Timur dan Lampung Tengah, yang berbatasan langsung dengan 3 Kabupaten, yaitu Lampung Timur, Lampung Tengah dan Tulang Bawang. Cara mencapai lokasi Pusat Latihan Gajah (PLG) Way Kambas cukup mudah. PLG berada di dalam kawasan dengan jarak 16 km dari jalan lintas timur, 9 km dari pintu gerbang Plang Ijo. Dengan menempuh waktu lebih kurang 20 menit, PLG mudah dijangkau karena telah dihubungkan dengan jalan aspal hitam yang dapat dilalui oleh kendaraan roda 2 sampai dengan enam termasuk bus besar, di tambah lagi program pemerintah daerah yang membuat rute baru BUS DAMRI dari Bandar lampung (terminal Rajabasa) sampai langsung ke Pusat Latihan Gajah Way Kambas. Angkutan massal tersebut dalam sehari berangkat beberapa kali dengan jadwal pukul 06 WIB, 08 WIB, 10 WIB, 13.30 WIB, dan pukul 16.30 WIB.
.
.
.
 
. . .

Wisata Taman Mangrove Sriminosari Lampung Timur, Menikmati Alam dan Kuliner

Ekowisata di Hutan Mangrove Sriminosari

"Selamatkan Hutan Mangrove Demi Menyelamatkan Tempat Berpijak." Kalimat tersebut menjadi tema dalam Festival Tanam Mangrove yang digelar di Desa Purworejo, Kecamatan Pasir Sakti, Lampung Timur pada tanggal 10 Oktober 2017. 

Festival yang bertujuan untuk mempromosikan objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Lampung Timur tersebut dimaksudkan untuk mendukung program pemerintah tentang upaya penyelamatan bumi dari pemanasan dunia, pencegahan terjadinya erosi/abrasi pantai dan juga sebagai tempat perlindungan bagi biota laut. Tepat pada hari pelaksanaan festival, saya dan beberapa rekan blogger dari Batam, Jogja, dan Cikarang sedang berada di Lampung Timur untuk mengunjungi sejumlah tempat wisata, salah satunya hutan bakau seluas 6 hektar di Labuhan Maringgai.

Gerbang masuk Taman Mangrove Sriminosari, ada payung-payungnya 😄

Terletak di Desa Sriminosari, Labuhan Maringgai, Lampung Timur, terhampar wilayah hutan bakau yang kini sudah menjadi kawasan ekowisata bernama Taman Mangrove Sriminosari. Berjarak kurang lebih 55 kilometer dari ibukota kabupaten, dapat ditempuh dalam waktu sekitar 1,5 jam dari Kecamatan Labuhan Ratu. Durasi perjalanan cukup panjang karena akses tidak sepenuhnya mulus, kecepatan laju mobil pun dikurangi. 300 meter dari lokasi taman, perjalanan harus disambung dengan motor, melewati persawahan yang sedang kerontang. 


Sawah kerontang

Jalur kecil, hanya bisa dilalui motor dan sepeda

Kami membayar tiket masuk sebesar Rp 5.000 per orang, lalu berjalan kaki melihat indahnya taman bakau melalui jalur trekking sepanjang 800 meter yang terbuat dari kayu dan bambu. Menurut keterangan Ibu Wahyu seorang penggiat wisata hutan bakau Sriminosari, jalur treking tersebut tak lama lagi akan diperpanjang menjadi 1000 meter hingga mencapai pulau pasir timbul yang nantinya akan dijadikan lapangan volley pantai sebagai bagian dari atraksi wisata di Taman Mangrove. 


Bisa sewa payung Rp 5000/payung

Catet ya..

Hutan bakau berkontribusi besar dalam menyerap karbon dioksida, selain berdayaguna melindungi kawasan pesisir pantai dari abrasi. Objek wisata ini dikembangkan oleh warga melalui Koperasi Konsumen Nelayan Rukun Sido Makmur, merupakan atraksi wisata yang sarat unsur pendidikan lingkungan. Terdapat tujuh gazebo berdiri di atas laut yang dapat digunakan untuk beristirahat, dan satu kantin jajan milik koperasi. 

di sini adem

di sini panas

Ini kantinnya, bisa pesan makanan dan minuman

jejeran pondok-pondok buat ngadem dan duduk-duduk santai
Kumpul dan ngobrol asyik ngalor ngidul

Jus buah segar dan pisang goreng hangat teman yang pas buat bersantai

Nikmati alam dan kuliner

Senyum yuk pak 😊

Jam operasional Hutan Mangrove Sriminosari adalah pukul 07.30 – 17.30 WIB setiap hari. Berbeda dari pantai wisata lainnya yang pernah saya kunjungi di Lampung, di sini pasir pantainya berwarna hitam. Laut Jawa yang menghadap ke Pulau Kalimantan sangat kaya ikan, adalah surga bagi para nelayan yang tinggal di Labuhan Maringgai. Tak heran bila buah tangan yang kami bawa dari sini berupa ikan asin, kerupuk kulit ikan, terasi ikan, dan snack ikan. Semuanya dikemas dengan rapi dan higienis dengan kenikmatan rasa yang terjaga. 


Menu seafood dalam hidangan makan siang yang menggugah selera

Alhamdulillah

Matahari yang hangat, udara segar, serta unsur air yang menenangkan, menjadikan Taman Mangrove Sriminosari ini sebagai pilihan tempat wisata yang cocok untuk bersantai sembari menyegarkan kembali pikiran dari segala penat dan rutinitas harian.

Semoga terjaga kelestariannya

Kunjungan ke Taman Mangrove Sriminosari saya lakukan bersama Mbak Sari Marlina dari Gading Gajah Art (GGA) Lamtim, Mbak Ratna Juwita dan Mas Himawan dari Lamtim, Yuk Annie (blogger dari Cikarang), Dian Radiata (blogger dari Batam), dan Riant (blogger dari Jogja). 

Terima kasih banyak kepada Ibu Wahyu dan keluarga yang telah mengantar dan menemani kami mengunjungi Taman Mangrove Sriminosari. Terima kasih atas suguhan makan siangnya yang luar biasa lezat, juga untuk oleh-olehnya yang banyak. Sungguh berkesan dan sampai kini terbayang selalu betapa banyak kebaikan yang kami terima saat di sana. Semoga Allah limpahkan kesehatan dan umur panjang pada kita semua, agar dapat bertemu kembali pada waktu yang lain. Aamiin.

Oleh-oleh hasil laut dari ibu Wahyu 😍

Bersama Ibu Wahyu (kerudung coklat nomor 2 dari kanan), penggiat wisata di Desa Sriminosari