Tampilkan postingan dengan label Kuliner Purwokerto. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kuliner Purwokerto. Tampilkan semua postingan

Kulineran di Purwokerto Makan Soto dan Mendoan di Raja Soto Lama H Suradi Asli Wong Sokaraja

Akhirnya kesampaian juga makan Mendoan dan Soto Sokaraja di Purwokerto. Makannya di Raja Soto Lama H. Suradi Asli Wong Sokaraja. Senang dan kenyang banget! 😍✨

soto sokaraja purwokerto

Saat hendak ke Purwokerto bulan Juni lalu, beberapa orang teman mengatakan hal ini: "Jangan sampe gak makan mendoan dan soto ya di Purwokerto. Belum afdol sampe Purwokerto kalo belum nyobain makan keduanya!" 

Saking harus nyobain, sampe dibilang belum afdol kalau gak dilakukan 😆

Ya udah tuh, hari terakhir di Purwokerto, sebelum balik ke Jakarta, pesan itu kami laksanakan. Kami mampir ke Raja Soto Lama H. Suradi, sekalian makan siang yang hampir kesorean. 

Tadinya saya memang nggak tahu kuliner khasnya Purwokerto itu apa. Pas ada yang bilang soto dan mendoan, jadi bertanya-tanya sendiri dalam hati, "bukankah daerah lain juga pada punya soto dan mendoan? Apa bedanya? Emang seenak apa? Ciri khasnya apa? Sotonya kayak apa?"

Jadi penasaran banget kan? Iyah! 


Rumah makan soto bernama Raja Soto Lama H. Suradi Asli Wong Sokaraja terletak di Jl. Mayjend Sutoyo No.55, RT. 04/01, Sawangan, Kedungwuluh, Kec. Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53131.

Titik mula saya dan keluarga jadi berangkat ke Raja Soto Lama H. Suradi diawali dari pertemuan dengan Pungky di Menara Teratai. 

"Sudah makan soto belum?" tanya Pungky. Otomatis langsung saya jawab belum. 

"Yang udah sih makan bebek." Pas bilang gini, jadi nyengir sendiri. Karena udah tahu, masakan bebek gak ada dalam daftar makanan khas Purwokerto. Yaiyalah!

"Yah, ke Purwokerto kok makan bebek. Soto dan mendoan dong," ujar Pungky.

Nah, kan! Wkwkw

Perkataan Pungky memantapkan hati untuk ajak keluarga makan soto ke tempat yang direkomendasikan. Yakni di Raja Soto Lama H. Suradi. 

Ternyata, tempatnya dekat dari lokasi Menara Teratai gaes! Yang artinya dekat juga dari hotel yang kami inapi. Gak sampai 2 kilometer.

Apaaah? Dekat hotel? Huhu udah hari ke-2 di Purwokerto kok saya baru tahu. Telat banget. Tahu gitu sejak pertama sampai makan di sana aja. Tapi ya udahlah gak perlu disesali. Duit yang keluar berarti jadi rejekinya bebek Cak Kholiq dan warung nasi Bu Neni. Kedua tempat makan ini akan saya ceritakan di lain tulisan. Walau bukan kuliner khas, tapi makan di sana juga gak kalah enak lho.

Total jarak tempuh dari Menara Pandang ke Raja Soto Lama H. Suradi cuma 1,5KM

Mudah sekali buat mencapai rumah makan soto Raja Soto Lama H. Suradi. Kami tinggal berkendara mobil mengikuti G Maps, gak pake nyasar ke sana kemari, langsung sampai. Kecuali pakai ngesot, mungkin lusa baru sampai.

Letak rumah makannya di pinggir jalan besar. Di antara deretan toko yang saat itu kebanyakan tutup. Kami sampai saat pengunjung sedang ramai. 

Sejak dari depan sampai beberapa puluh meter ke arah kiri dan kanan rumah makan sudah dipenuhi mobil. Kami kebagian parkir agak jauh. Jalan kaki ke rumah makan juga jadi agak jauh, kurang lebih 25 meter. Untung gak sampai 25 kilo. Kalau iya keburu pingsan sebelum sampai 😅

Sampai di rumah makan sudah bisa ditebak gak bakal sepi. Bagusnya rumah makan ini gak sempit. Tapi lebar dan panjang ke belakang dengan banyak meja dan bangku untuk duduk. Cukup untuk memuat banyak orang dalam satu waktu.

Deretan mobil pengunjung Soto Sokaraja yang parkir di pinggi jalan

Masya Allah pelanggannya Raja Soto Lama H. Suradi hari itu membludak! 

Pelanggan yang makan di tempat maupun yang take away sama rame. Mereka datang silih berganti.

Saya bergegas ajak keluarga untuk cari tempat duduk. Alhamdulillah masih kebagian tempat. Setelah dapat, kami bergantian salat Dzuhur. Suami dan Alief salat, Aisyah jaga meja, saya ke depan pesan makanan. 

Mejanya perlu dijagain gaeesss wkwk. Biar gak diambil orang, nanti ga dapat tempat, ga bisa makan haha. Soalnya kami buru-buru mau balik Jakarta lagi. 

Saya mesti ke depan karena gak ada yang nyamperin. Semua pramusaji sibuk melayani pesanan. Beberapa mondar-mandir antar makanan ke meja. Mungkin karena sedang ramai. Jadinya pelanggan harus jemput bola kalau mau cepat. Itu yang saya lakukan.

Saya lalu antri di depan. Tapi ternyata setelah beberapa saat antri saya baru sadar kalau barisan antrian itu untuk yang order take away . Alamaaak!

Kalau buat makan di tempat gak usah antri, langsung bilang aja sama siapa aja yang sedang santai, atau pun yang sedang sibuk, bahwa kita mau order. Langsung dilayani. Abis pesan langsung bayar. Udah bayar baru balik ke meja. Tinggal nunggu pesanan.

Ternyata pesanannya agak lama gaes baru sampai ke meja. Sampai saya kelar solat pun belum ada tuh. Suami dan anak saya orangnya sabar. Pesanan belum diantar diam saja. Sabarnya kadang-kadang kebangetan wkwk. Gak kayak saya yang langsung nyamperin ke depan. Berhasil lho. Abis disamperin, mangkok-mangkok berisi soto berdatangan. 

The power of emak-emak emang warbiyasak! 😂

Yang sotonya belum diantar ke meja pada nengok ke depan, pertanda nungguin. Suami saya mah cuek wkwk. 

Kami mencoba dua macam menu soto. Yakni Daging Sapi Soto dan Babat Iso Soto. Masing-masing saya pesan dua mangkok, untuk berempat.

Dalam semangkok Daging Sapi Soto berisi ketupat dengan topping yang melimpah, terdiri dari taoge pendek, daun bawang, kerupuk warna-warni, bawang goreng, dan tentunya potongan daging.

Isi mangkok Babat Iso Soto pun sama, bedanya cuma pada potongan babat, bukan daging.

Kerupuknya dinamakan Kerupuk Cantir. Terbuat dari ketela pohon. Diwarnai merah, putih, dan hijau. Diremukkan dulu dengan tangan sebelum ditabur di atas mangkok, lalu disiram kuah. Bukan kuah dulu baru ditabur kerupuk. Unik kan?

Meski banyak macam soto di Indonesia, tapi tentu beda pada isian, dan juga pada kuah. Nah, kuah soto di sini pakai kuah kaldu. Kaldunya sesuai dengan daging yang digunakan. Jika soto daging sapi, kaldunya daging sapi. Begitu pun jika soto ayam, maka kuahnya pakai kaldu ayam.

Yang bikin soto Purwokerto beda itu sambalnya. Sambal Kacang Tanah. Tentunya terbuat dari kacang tanah. Mirip sambal nasi uduk Betawi di Jakarta. Mirip sambal bala-bala (bakwan). Enak? Tentu! 

Sambalnya tidak terlalu pedas. Memang agak aneh bagi yang ga biasa makan soto pakai sambal kacang. Tapi harus dicoba. Saya mencicipinya sedikit dulu, dicampur kuah. Setelah merasa nyaman, baru saya tuang ke soto. Dan akhirnya, malah nambah sambal berulang-ulang. 

Rupanya, selain rasa sedap sudah berasal dari soto itu sendiri, menambahkan sambal kacang membuat soto jadi lebih sedap lagi ketika dinikmati.

Babat Iso Soto Sokaraja

Daging Sapi Soto Sokaraja
 

Pendamping soto seperti jeruk nipis yang biasa ada saat makan soto, tidak ditemukan di sini. Hanya tersedia kecap manis di meja. Sedangkan sambal kacang diantar bersama dengan soto. Bebas diambil sebanyak yang diingin.

Sebetulnya, kalau keadaan memungkinkan, saya ingin menemui pemilik rumah makan. Bertanya beberapa hal tentang rumah makan, untuk saya ketahui. Tapi saat itu situasinya tidak tepat. Semua tampak sibuk. 

Saya hanya bisa gugling, dan mendapatkan informasi bahwa pemilik usaha Raja Soto Lama H. Suradi saat ini bernama Ika yang merupakan generasi ke-3 pengelola kuliner Soto Sokaraja. 

Soto Sokaraja termasuk kuliner otentik legendaris dengan resep asli keluarga yang digunakan sejak tahun 1970.


Ada satu makanan yang sangat ingin saya coba di sini. Yakni Mendoan.

1 porsi mendoan yang saya pesan berisi 10 potong. Dihidangkan masih dalam keadaan panas. Dilengkapi beberapa cabe rawit hijau yang rasanya aduhai pedas.

Apa yang membuat saya terkesima?

Pertama harganya. Cuma Rp 2.000 saja per potong. Untuk ukuran yang sama, saya beli di BSD harganya pernah 7.500. Pernah pula ada yang 10.000. Lha di sini 10K dapat 5. Murahnya kebangetan.

Kedua tampilannya. Putih cakep, dengan gelombang tepung yang membuat tempe seperti berambut putih keriting mekar 😁

Ketiga rasa dan teksturnya. Kok lembut? Aiih saya kadang beli mendoan luarnya kayak lembut, pas digigit agak keras. Ini pasti karena perbedaan cara menggoreng. Soal rasa, wah ini sih enak. Saya kalo bikin sendiri meski sudah pakai tepung instant khusus mendoan, kok gagal mulu enaknya ya? Makanya selalu beli jadi saja. 

Anak saya makan 2. Suami saya cukup 1. Suami memang lagi dibatasi makan makanan yang menggunakan tepung, demi kesehatannya. Jadilah sisanya saya makan sendiri. Puas? Enggak hahaha. Belinya kurang banyak. 

Kalau order lagi, lama lagi jadinya. Kami udah harus berangkat. Keburu sore. Ya udahlah, yang penting udah puas nyicipin soto sokaraja Purwokerto.

Mendoan Soto Sokaraja H. Suradi

Nyicipin Soto Sokaraja udah. Mendoannya juga udah. 

Berarti udah afdol dong ya saya ke Purwokerto? Awas aja kalau dianggap belum sah. Saya paksa traktir makan soto di sini selama sebulan tanpa jeda tau rasa😆

Harga soto IDR 25K / porsi

Harga mendoan IDR 2K / potong

Kalo di BSD Tangsel di mana ya ada yang jual soto dan mendoan seenak di Raja Soto ini?

Maaf ya ga ada foto saya. Karena selama di situ saya sibuk makan dan motoin orang 😂

Cerita jalan-jalan di Purwokerto dapat dibaca pada tulisan lainnya. Yakni Wisata Taman Mas Kemambang dan Kondangan Sambil Jalan-Jalan di Purwokerto, Menginap di Hotel Luminor. 

Cerita Naik Menara Teratai Purwokerto akan segera ditulis pada postingan berikutnya.

Enak sekali makan soto Sokaraja

Terima kasih telah membaca 💖

--Pantun yang sederhana sekali 😂😅

Kondangan Sambil Jalan-Jalan di Purwokerto, Menginap di Hotel Luminor

Hotel Luminor Purwokerto

Bulan Juni 2022, untuk pertama kali saya berkunjung ke Purwokerto, Jawa Tengah. Tujuan utama ke sana buat kondangan, tapi kemudian sekalian sambil jalan-jalan.

Yang nikahan rekan satu tim suami di kantor. Anak buah sih sebenarnya, tapi saya selalu kurang nyaman sebut anak buah. Anak atau rekan saja sebutnya. Nah, suami saya sebagai "bapaknya anak-anak", kondangan ke tempat jauh pun dijabanin. Buat mendoakan langsung si anak, katanya.

Perhatian dan sayangnya suami ke rekan kerja bukan pada satu orang saja. Kepada yang lainnya juga. Kebetulan di bulan Juni itu ada dua karyawan yang menikah. Satunya di Purwokerto, satunya lagi di Cilegon. Waktunya cuma beda seminggu. Keduanya semua sama didatangi. Cerita kondangan edisi Cilegon bisa dibaca di sini: Ada Taman Rusa di Sari Kuring Indah, Tempat Pernikahan di Cilegon.

Kondangan dua pernikahan di bulan Juni. Bulan di mana saya dan suami juga pernah di kondangi, 20 tahun yang lalu. Mungkin kenangan akan indahnya Juni bagi kami, membuat suami jadi lebih bersemangat untuk hadir. Mungkin yaaa. Saya nggak nanya. Tapi suami memang keliatan happy. Wajahnya berseri-seri saat hendak mengajak serta saya dan anak-anak ke Purwokerto. 

Alhamdulillah semua setuju. Semua berangkat ke Kota Purwokerto. Kota yang mengingatkan saya pada seorang mantan pacar asal Purwokerto, saat saya berusia 20an wkwkw. Duh!

Selamat menikah 😍

Hotel Luminor Purwokerto

Acara pernikahan diadakan hari Sabtu tgl. 18 Juni 2022. Kami berangkat sejak Jumat tgl. 17 Juni. Saya memesan kamar di hotel Luminor Purwokerto untuk 3 hari 2 malam. 

Luminor merupakan salah satu dari lima hotel bintang empat di Purwokerto. Kata Pungky tak ada bintang 5 di sana. Bintang 4 udah paling tinggi. Oh begitu. Ok!

Mulanya Pungky merekomendasikan Java Heritage Hotel dan Aston Imperium. Setelah ceki-ceki, saya sreg dengan Java Heritage, kamarnya begitu mewah dan elegan. Sayangnya untuk tanggal yang saya pilih sudah full booked. Pungky juga merekomendasikan hotel Wisata Niaga Campus. Semua yang direkomendasikan Pungky saya cek. Tapi akhirnya malah jatuh hati pada Luminor Hotel, yang ternyata Pungky sendiri pernah jadi model untuk promosi hotel itu. Tapi malah kelewat direkomendasikan ke saya haha.

Btw, Pungky blogger, rekan saya dalam satu komunitas BLUS. Tinggal di Purwokerto. Karena itu saya menghubunginya untuk keperluan selama di Purwokerto. Mulai dari nanya info hotel, tempat makan, dan tempat wisata. Pungky memang tepat buat tempat bertanya, karena pekerjaannya saat ini bergelut di bidang wisata. Udah jadi influencer pariwisata, kerjanya juga seputar wisata. Top banget kan. Saya bangga pada Pungky. Dukung Pungky untuk 2024 yang cemerlang! #lho 😅

Sebelum saya cerita soal hotel Luminor, saya cerita dulu mengenai perjalanan kami ke Purwokerto. 

Luminor Hotel Purwokerto
  

Berangkat Malam, Alief Menyetir

Rencananya, kami akan berangkat dari BSD Jumat pagi tgl. 17 Juni. Supaya Jumat sore sudah berada di Purwokerto. Saya sudah menyusun jadwal untuk malam harinya. Makan di mana, dan ngapain aja. Tetapi, mendadak suami ada pekerjaan penting yang tidak bisa diundur. Sehingga jadwal perjalanan kami lah yang harus diundur. Akhirnya kami berangkat Jumat pukul 10 malam.

Perkiraan waktu tempuh kurang lebih 7 jam. Subuh sudah sampai di hotel. Ternyata, hampir 10 jam perjalanan dan kami tiba keesokan pagi. 

Perjalanan berkendara mobil dari BSD ke Purwokerto memang tidak dekat. Alhamdulillah ada jalan tol yang memudahkan sehingga lebih cepat. Suami menyetir santai, bergantian dengan Alief bila mengantuk.

Yak, saya senang kali ini suami sudah ada supir pengganti. Biasanya selalu nyetir sendiri. Meskipun saya bisa nyetir, tapi untuk perjalanan jauh luar kota saya belum berani buat menggantikannya. Kalau dalam kota saja masih ok. 

Kali ini ada Alief yang sudah 2 tahun lihai menyetir. Walau SIM A nya baru ada tahun lalu, saat usia 18 tahun. Alief memang kami kasih bertahap untuk urusan SIM. Sim C pas umur 17 tahun. SIM A pas umur 18 tahun. Dengan SIM nya itu, serta pengalamannya sudah nyetir ke banyak tempat di Jabodetabek, dia sudah bisa diandalkan buat gantikan papanya nyetir. 

Perjalanan nyetir jauh pertama Alief waktu kami mudik ke Palembang bulan Mei. Dia nyetir Honda BRV di jalan tol Lampung sampai Palembang. Yang kedua ya pas ke Purwokerto ini, pakai Avanza. Waktu kami mudik Januari 2021 pakai Inova, Alief sudah bisa nyetir. Tapi saat itu belum punya SIM A. Jadi tidak kami ijinkan, sesuai aturan mengemudi. 

Beda kota tujuan beda pula kendaraan yang dipakai bukan tanpa maksud, melainkan untuk memperkaya pengalaman Alief nyetir. Di usia kami yang makin tua dengan tenaga yang gak akan selamanya prima,  Alief akan kami andalkan untuk membawa kami jalan ke mana-mana.

Pemandangan pagi di Brebes, Jawa Tengah. Memotret dari dalam mobil yang terus melaju. 

Salat Subuh dan Makan Ayam di Rest Area 

Berkendara malam membuat saya tak bisa menyaksikan pemandangan yang dilalui selama perjalanan. Tetapi keindahan tetap ada meski gelap menyembunyikannya. Setidaknya masih ada cahaya lampu di gedung-gedung kota, di pinggir jalan tol, di pedesaan sunyi, dari mobil-mobil yang bergerak beriringan, bahkan kerlip bintang di langit tinggi yang tak terjangkau, yang bisa dinikmati mata selagi belum terpejam dikalahkan kantuk. 

Kami baru berhenti saat salat subuh. Di sebuah rest area yang sangat ramai. Saya tidak ingat lokasi rest area itu di mana. Tapi yang pasti sudah berada di Jawa Tengah. 

Rest area nya luas. Tapi parkirannya saat itu penuh. Tempat salat penuh. Tempat wudhu dan toilet penuh. Mengeluh karena penuh? Oh tentu tidak. Justru senang. Penuhnya masjid dan tempat wudhu itu mengagumkan. Indah rasanya melihat orang-orang tidak meninggalkan salat, meski dalam perjalanan yang melelahkan. 

Usai salat terbitlah lapar. Ada banyak pilihan resto di sana. Kafe dan warung kecil pun bederet. Tapi anak-anak maunya makan ayam. Suami pergi ke restoran ayam terkenal. Dibelinya 4 paket nasi+ayam. Kami makan saat itu juga, bekal tenaga untuk perjalanan yang masih lama sampainya. Kok lama? Yak, dari aplikasi Google Maps, tujuan kami masih perlu waktu kurang lebih 4 jam lagi untuk sampai, udah sama kayak menempuh jarak dari BSD ke Bandung😅

Di sini jalannya tidak mulus. Berlubang dan berbatu. Padat dan agak tersendat. Banyak truk. Untunglah pemandangan kiri dan kanan jalan seperti ini. Jadi nggak membosankan

Saat foto ini diambil, kami sudah di wilayah Purwokerto

Matahari Terbit dan Pesona Pagi

Matahari pagi terbit dengan begitu indah. Posisinya di depan agak ke samping kiri mobil. Membuat kami seolah berkejaran dengan si bulat yang mulai memerah. 

Masih di jalan tol saat itu. Pemandangan sawah berlatar bukit-bukit yang seolah bertumpuk, dengan matahari yang bersinar mulai naik, indah bagai lukisan. Saya sungguh terpesona. Hingga lupa memotretnya. Memang, ada kalanya mata dan hati khusyuk saja menikmati, abai pada urusan foto. Di lain waktu, sibuk motret, dengan kenikmatan yang berbeda. 

Keindahan pagi itu terekam dalam memori jiwa, dari dalam mobil yang terus bergerak.

Setelah berjam-jam berkendara di jalan tol, akhirnya kami keluar dan menyusuri jalan biasa. Bertemu dengan jalan yang gak selalu mulus. Kadang berbatu, berlobang, dan sempit penuh debu. Melewati sawah dan ladang, serta pedesaan yang asri, kadang gersang. 

Sepertinya, berkendara dengan kondisi seperti itu, memicu rasa lapar. Meski sudah sarapan di rest area, perut rasanya minta diisi lagi. Bekal cemilan yang sudah berkali-kali dimakan akhirnya habis. Harapannya tentu saja, sampai hotel nanti langsung sarapan sampai kenyang. 

Hotel Luminor Purwokerto

Bayar 2 Malam, Diinapi 1 Malam

Alhamdulillah Allah mudahkan perjalanan kami, sehingga bisa sampai dengan selamat di Hotel Luminor Purwokerto dalam keadaan sehat semua. Meskipun durasi perjalanan jadi begitu panjang, hampir 10 jam lamanya, tak jadi masalah. Namanya perjalanan, gak selalu sesuai rencana.

Dari awal juga udah meleset dari jadwal. Harusnya berangkat Jumat pagi, baru berangkat Jumat malam. Harusnya bisa tiba di hotel subuh, sampainya udah jam setengah sembilan lewat. 

Akibat meleset dari jadwal inilah kamar yang saya pesan buat 2 malam, akhirnya 1 malam gak ditiduri. Kamarnya bayar doang tapi gak dipakai haha. 

Saya pesan Deluxe Family Room yang luasnya 21 sqm. Ada tipe suite yang lebih luas berukuran 39 sqm, bisa buat berempat, tapi kamar mandinya terbuka. Masa iya sama anak-anak di kamar seperti itu. Ini bukan acara honeymoon beb haha. 

Tarif Deluxe Family Room Rp 580.000 permalam. Saya tadinya mau pesan hotel berbeda untuk malam berikutnya. Makanya pesan 1 malam saja di Luminor. Eh abis itu berubah pikiran, mau di Luminor saja biar gak pindah-pindah. Makanya di Traveloka pesanan saya jadi 2 kali. Yang satu kali saya beli pakai voucher, lumayan dapat potongan 300 ribu. Nah, pas gak jadi ditempati 1 malam, gak merasa rugi-rugi amat karena bayarnya cuma 280 ribuan haha.

Pesan kamar 2 malam tgl. 17 & 18 Juni di Luminor Hotel via Traveloka. Hanya 1 malam ditempati 😂

Datang Langsung Sarapan

Saya aktif berkomunikasi dengan pihak hotel untuk mengabarkan waktu kedatangan. Supaya mereka tahu posisi kami sudah di mana. Supaya bisa menyiapkan keperluan kami setibanya di hotel. Misalnya untuk sarapan dan check-in.

Alhamdulillah sampai di hotel security di depan langsung sigap membantu. Proses check-in juga sangat mudah dan cepat. Setelah itu kami pun langsung dipersilakan ke restoran untuk sarapan. 

Saya tuh ya, jalan ke Purwokerto cuma berempat, dan hanya tiga hari dua malam. Tapi bawaannya banyak! Kayak udah mau nginep seminggu haha. Makanya pas sampe, kebantu banget sama bapak security yang langsung sigap nurunin semua barang.


Menu Sarapan Beragam dan Banyak!

Saya kira bakal tiba di hotel selepas jam sarapan tutup. Yakni jam 10. Alhamdulillah ternyata waktu satu setengah jam lagi. Kami masih sempat sarapan di hotel. 

Seandainya telat pun, pihak hotel yang berkomunikasi dengan saya via Whatsapp mengatakan mereka akan bantu menyiapkan sarapannya dengan cara diantar kamar. Jadi kami tetap akan dapat sarapan. Ya iyalah ya, kamar udah gak ditempati, masak gak kebagian sarapan juga haha. 

Misalnya gak kebagian pun, ya sudahlah. Anggap saja belum rejeki. Tinggal pergi sarapan keluar. Dekat hotel banyak tempat makan. Malu lah ribut ama hotel cuma masalah sarapan wkwk. Tapi orang di hotelnya baik kok. Gak sampai kayak gitu. Kami yang baru tiba dengan segala rasa lelah, jadi senang mendapatkan keramahan para staf yang menyambut.

Saya sempat mengira Luminor itu masih hotel bintang 3 dengan menu sarapan yang masih terbatas. Ternyata, wow menunya banyak dan lengkap. Udah sama kayak di hotel bintang 4. Ternyata setelah saya cek Luminor memang sudah bintang 4 euy. Pantesan menu sarapannya beragam dan melimpah. Bikin sarapan di Luminor jadi puas.

Pagi itu saya sibuk makan. Bukan sibuk foto-foto. Baru sampe lho. Mana ada mikir foto-foto wkwk. Sarapan hari kedua baru sempet motret. Itu pun motret punggung tamu lain yang sedang makan haha. Gak mikirin foto-foto makanan lagi, berburu waktu soalnya, mau pergi jalan-jalan ke Taman Mas Kemambang dan Menara Teratai. Soal ini nanti saya ceritakan di lain tulisan.

Suasana saat sarapan. Maaf cuma motret punggung orang lagi makan wkwk

Kamar Nyaman Tanpa Pemandangan

Usai mengobati lapar dan dahaga, saya dan suami bersegera ke kamar. Mau mandi dan bersiap untuk pergi kondangan. 

Alief dan Aisyah minta istirahat. Tidak ikut kondangan. Ok, saya nggak maksa. Jadi tak apa kalau mereka tak ikut. Toh yang penting suami yang hadir. 

Kamar kami di lantai 8. Paling tinggi. Seharusnya bisa lihat suasana kota, tapi ternyata jendela kami menghadap ke punggung mall wkwkw. Ketutup sudah pemandangan lainnya. Saya kemudian jadi tak tertarik lagi melihat keluar. 

Berikut penampakan kamar Deluxe Family yang saya tempati. Cukup bagus, bersih, dan lengkap. Standar bintang 4 lah ya. Walau suara-suara dari sebelah dan luar (orang berjalan/bicara di lorong) kedengaran. Dengan king size bed, masih ada space yang cukup luas buat salat berjamaah berdua. Masih muat pula buat 1 extra bed.
KUNCI KAMAR. Manis sekali bunga-bunga

Deluxe Family Room Hotel Luminor 

View Menara Teratai

Di luar kamar di ujung lorong dan depan lift ada dinding kaca, bisa buat liat view. Tapi ya itu tadi, view-nya cuma rooftop dan punggung gedung yang lebih pendek dari Luminor.

Lalu ada yang saya sesali di hari terakhir di hotel, ternyata di ujung lorong arah berlawanan menuju lift itu ada pemandangan Menara Teratai! 

Wuaaaah saya kesel banget tahunya telat. Padahal ya, kalau mau lihat cantiknya Menara Teratai itu justru di malam hari. Indah karena warna-warni cahaya lampunya. Dan itu bisa disaksikan dari lorong kamar lantai 8 tempat kamar saya berada. Huhuhu mau garuk-garuk tembok rasanya. Kesel bener wkwk.

Masa mesti nambah satu malam lagi cuma demi liat Menara Teratai di malam hari dari ketinggian? Ya gak lah. Ada yang lebih penting dari pada itu. Yakni suami Senin masuk kerja. Makanya harus pulang. Bye ajalah view Menara Teratai haha.

Kembali ke acara kondangan...

Saya bergerak cepat menyiapkan baju kondangan. Suami mandi dengan cepat, mengikuti irama gerakan saya yang was wus was wus. Selagi suami mandi, saya selesai menyeterika 1 celana panjang, 1 kemeja, 1 kulot panjang, 1 outer. Semua hasil setrikaan saya gelar di atas kasur, siap untuk dipakai.

Keluar kamar mandi suami terperangah: "Mama bawa setrikaan?" wkwkw. Kayak gak hafal aja kalau istrinya ini serba siap dalam hal apa saja.

Dinding kaca di ujung lorong kamar. View Menara Teratai. Nyesel baru tahu pas mau check-out 😂

MENARA TERATAI. Difoto dari lantai 8 Luminor Hotel. Lantai tempat kamar kami berada. Sayang banget telat tahu. Padahal buat ambil foto malam bagus di sini.

Bahasa Jawa dan Petunjuk Arah Pakai Mata Angin

Kami berdandan serapi mungkin. Melenyapkan kekusutan yang didapat setelah 9 jam lebih perjalanan. Berganti kinclong, kelimis, dan amat manis hihi. 

Anak-anak kami tinggalkan di hotel. Berdua saja kami meluncur ke lokasi acara yang ternyata kurang lebih 3-4 kilometer saja dari hotel. Dekat amat ya. Mana jalannya gak macet, jadi cepat.

Tapi, pas masuk-masuk jalan kecil, kami mulai kebingungan. Mbak-mbak di aplikasi Google Maps gak bisa diajak bicara. Bisanya cuma ngomong sendiri nyuruh belok kanan belok kiri padahal jalan buntu hahaha. Ya udah akhirnya nanya sama penduduk. Petunjuknya pakai nama arah mata angin, dan pakai bahasa Jawa. Wadauuuu...saya tidak paham. Untungnyaaa punya suami ngerti bahasa Jawa karena memang orang Jawa.

Kalau di bahasa Indonesia-kan kira-kira gini artinya:
"Dari sana itu belok kiri, lurus terus arah utara, trus belok kiri, rumahnya sebelah timur.."

Bapak dan ibu mertuaku memang asli Jawa, asal Kebumen, Jawa Tengah. Walau suamiku dan adik-adiknya lahir di Padang, besar di Jakarta, suami pernah kuliah di Palembang, bahasa Jawa itu kadang masih diucapkan oleh ibu dan alm bapak. Jadi, dikit-dikit suami masih ngerti. Menimpali pun masih bisa, pakai bahasa Jawa halus. Emang Jawa kasar kayak mana? 🤔 
PAYUNGAN DI KONDANGAN. Payungan di depan venue acara pernikahan. Saking panasnya!

Matahari benar-benar terik. Keluar dari tempat acara langsung payungan

Hari Itu Purwokerto Panas Sekali

Alhamdulillah kegiatan utama ke Purwokerto, yakni kondangan, dapat terlaksana. Saya dan suami bisa hadir menemui pengantin. Lega rasanya. 

Di bawah tenda cantik bertabur hiasan bunga, di pelaminan yang didekorasi dengan indah, sepasang pengantin sumringah menyambut para tamu. Kedua orang tua pengantin tak kalah bahagia, senyum teruntai tiada henti, sembari mengucap terima kasih karena telah turut mendoakan pernikahan putra putri mereka. 

Saya dan suami diajak foto bersama pengantin, diapit oleh orang tua mereka. Momen ini jadi penanda telah terjalinnya sebuah silaturahmi. Tak ada yang lebih menyenangkan selain bikin orang lain merasa senang. Senang karena dihadiri dan didoakan. 

Usai menikmati hidangan dan menyaksikan kebahagiaan kedua mempelai kami berpamitan. Orang tua pengantin berkali-kali mengucap terima kasih karena kami telah datang dari jauh. 

Dari perusahaan tempat pengantin laki-laki bekerja, memang cuma suami satu-satunya yang hadir. Tetapi bukan berarti yang lain tidak ikut mendoakan, karena ada papan bunga ucapan selamat menikah yang dikirim ke venue acara, simbol ucapan selamat dan doa untuk mempelai, dari perusahaan, mewakili segenap karyawan. 

Alun-Alun Purwokerto

Masjid Raya Purwokerto

Objek Wisata di Pusat Kota 

Cuaca sangat terik. Sinar matahari terasa amat tajam menusuk kulit. Cahayanya bikin silau. Saya tak bawa kaca mata hitam. Berkali-kali jadi memicingkan mata. Topi ada, tapi masa topian ke kondangan hihi. Jadi, saya hanya mengandalkan payung. Masuk venue acara payungan. Saat keluar langsung payungan lagi. 

Selepas kondangan kami kembali ke hotel Luminor. Kebetulan hotel dekat dengan alun-alun Purwokerto. Saat melewatinya kami berhenti. Beli makan dan bermaksud hendak foto. Di situ ada kedai ramen dan bento, saya beli buat Alief dan Aisyah. 

Karena kedainya menghadap alun-alun, jadilah saya berfoto sejenak. Meski cuaca sangat panas, saya coba bertahan. Demi foto wkwkw.

Dekat alun-alun ada masjid raya Purwokerto, saya sempat memotretnya, meski tidak mendekat, apalagi masuk.

Setelah itu kami kembali ke hotel. Tapi tak lama kami berhenti lagi saat melewati Jembatan Bung Karno. Kalau kata Pungky, masyarakat setempat sebutnya Jembatan Tesda. Nah, jembatan ini tuh unik, dari bentuknya yang gak biasa terlihat menarik dan ikonik. Saya jadi pingin foto di situ. 
Jembatan Proklamator
Menara Teratai

Foto Berduaan di Jembatan Proklamator

Lokasi Hotel Luminor yang saya inapi memang sangat strategis. Dekat alun-alun, masjid raya, mall, dan dekat pula dengan kawasan Bung Karno yang digadang-gadang bakal jadi ikon kota Purwokerto. Kenapa? 

Pasalnya di kawasan Bung Karno itu terdapat beberapa objek wisata yang pada tanggal 6 Juli 2022 lalu baru diresmikan oleh Ketua DPR Republik Indonesia, Ibu Dr. (H.C) Puan Maharani. Peresmian meliputi Menara Teratai, Convention Hall Putra Sang Fajar, Jembatan Proklamator, dan Madhang Maning Park.

Berarti waktu saya dan keluarga berkunjung ke Menara Teratai pada hari Minggu tgl. 19 Juni lalu, menaranya belum diresmikan. Wah, jadi enak nih duluan nganyari. Tapi memang keren sih menaranya. Kami naik sampai rooftop, bisa liat pemandangan kota Purwokerto dengan sudut pandang 360°. 

Saya dan suami juga sudah sempat foto-foto di Jembatan Proklamator. Ya, Proklamator nama jembatannya. Karena berdua saja, kami berfoto pakai tripod. Orang-orang yang lewat melihat ke arah kami. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka liat suami istri siang-siang di jembatan 😂

Foto duaan, mengenang Juni 20tahun yang lalu. Sebagaimana jembatan, menghubungkan dua tempat menjadi satu. Semoga pernikahan yang menjadikan dua orang bersatu dalam ikatan suci, bersama selamanya, dalam bahagia, sebumi seSurga-Nya. Aamiin.  


Dua hari saja di Purwokerto. Kami berkeliling kota. Makan dan berwisata, bahkan ketemu Pungky segala di Menara Teratai. Memang janjian sih. Tentunya sangat berterima kasih pada Pungky, sudah banyak bantu info soal hotel, objek wisata, tempat makan, sehingga kami bisa mengisi waktu dengan menyenangkan selama berada di Purwokerto. 

Saya tadinya pengen ajak keluarga jalan-jalan ke Baturaden. Makan di Taman Langit, dan pergi ke curug. Tapi situasi berubah, waktunya gak cukup karena sore kami harus segera berangkat pulang supaya tidak terlalu malam sampai BSD. Supaya Mas Arif bisa istirahat cukup di rumah sebelum kembali bekerja pada Senin hari.

Kegiatan kuliner kami makan bebek di Kosek Cak Kholig. Makan nasi rames di Warung Makan Mbak Neni. Makan soto Sokaraja di Raja Soto Lama. Masing-masing ada ceritanya, seru dan menarik untuk dituliskan.  

Untuk kegiatan city tour kami hanya berkunjung kedua tempat yang sama-sama masih baru, saat itu belum 2 bulan umurnya. Yakni Taman Mas Kemambang dan Menara Teratai. Kedua tempat itu sama asyik dan menyenangkan. Juga akan saya ceritakan pada tulisan berbeda.  
 


Kondangan dan jalan-jalan, sama bisa dilakukan. Tujuan utama terlaksana, keluarga pun bisa menikmati kegiatan bersama.

Beginilah punya suami yang liburnya cuma weekend. Saya mesti pandai-pandai lihat keadaan dan atur waktu. Biar kebersamaan tetap dapat dilakukan, meskipun disambi suatu urusan.

Saat suami tugas keluar kota pun saya sering diajak serta. Suami kerja, saya keliling kota. Jalan-jalan dan jajan-jajan. Kerja dapat, jalan-jalan dapat 😀

Pas ke Purwokerto ini suami bisa saja pergi bareng teman kantornya. Tapi suami pilih ajak kami,  keluarganya. Karena dia tahu, istri dan anak-anaknya menantikan waktunya untuk berkegiatan bersama. 

Jalan-jalannya memang singkat, cuma 3D2N. Itupun akhirnya cuma 2D1N wkwkw. Tapi yang singkat bisa berkualitas. Tergantung gimana cara bersamanya. 

Terima kasih telah membaca. Sampai ketemu di tulisan berikutnya: Kuliner dan Jalan-Jalan di Purwokerto.