Tampilkan postingan dengan label Keliling Lampung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keliling Lampung. Tampilkan semua postingan

Hotel Batiqa Pilihan Menginap Saat Traveling ke Lampung

Pemandangan Kota Bandar Lampung dari lantai 15 Hotel Batiqa Lampung

Lampung merupakan destinasi favorit saya selama lebih dari satu tahun terakhir ini. Provinsi paling selatan di Pulau Sumatera ini berulangkali saya kunjungi, baik sendiri maupun bersama teman.

Tidak bosan? Sama sekali tidak. Yang saya alami dari waktu ke waktu, tanpa tergantung musim libur atau bukan, ada perayaan atau tidak, saya tak jua berpapasan dengan yang namanya rasa bosan pada Lampung.

Kunjungan berulang ke Lampung telah membuahkan banyak cerita perjalanan, baik dalam blog, akun media sosial yang saya punya, maupun dalam artikel yang dimuat di majalah. Telah beberapa kali saya mendapatkan pertanyaan dan pernyataan dari teman blogger yang menyebutkan saya adalah orang Lampung dan tinggal di Lampung. Rasanya ingin tertawa. Tapi tidak salah juga kalau dianggap demikian. Mungkin karena isi blog dan medsos saya dalam satu tahun belakangan ini didominasi oleh cerita-cerita dari Lampung.

Kejadian teranyar waktu hadir di acara workshop short travel video di Morrissey Hotel Jakarta tanggal 3 Desember lalu. Saya hitung ada empat teman peserta workshop yang mengira saya datang dari Lampung. Pertanyaannya kira-kira begini: “Mbak Rien berangkat dari Lampung ya?” Begitulah.

Lampung dalam blog travelerien.com

Bicara tentang Lampung tak ada habisnya. Provinsi ini menawarkan beragam pengalaman berwisata yang unik dan menakjubkan. Didukung oleh Jarak Jakarta – Lampung yang tergolong dekat dan singkat via pesawat, membuat saya bisa datang dan pulang kapan saja.

Saya tidak pernah dibayar untuk mencintai Lampung. Segala rasa suka saya pada Lampung muncul sendiri dan mengalir apa adanya. Pada wisata alamnya, budayanya, orang-orangnya, kulinernya, dan hal-hal lainnya. Lampung yang dulu saya takuti karena dikenal sebagai daerahnya preman dan rampok, kini justru saya sebut sebagai destinasi wisata yang aman dan nyaman.

Saya memiliki sahabat di Lampung, namanya Mbak Rosita Sihombing. Seiring waktu, berkat jalan-jalan di Lampung, teman Lampung makin bertambah. Beberapa di antaranya fotografer, penggiat media sosial, dan lainnya adalah blogger. Sebut saja Mas Yopie, Mas Eka Liwa, Mas Budhi, Kiki, Fajrin, Mas Teguh, Mas Indra, Mas Tri, Mbak Naqiyyah, Vita Rinda, Mbak Fitri. Dari kalangan pengusaha resto dan hotel ada Willy, mbak Isna, Mas Ali, Iqbal, Mbak Rossie, dll. Kadang dari mereka saya mendapat info-info berharga tentang wisata Lampung.
Festival kopi yang wajib diselenggarakan tiap tahun

Saya juga ingin ikut belajar

Kedatangan saya ke Lampung di bulan Desember ini untuk melihat acara Lampung Coffee Festival atau disingkat Lacofest. Meski bukan orang Lampung, bukan pula penggemar kopi, tapi saya ikut memiliki rasa bangga atas Kopi Robusta yang dimiliki Lampung. Masyarakat Lampung bangga dengan kopi-nya, mereka meramaikan Lacofest, saya pun ingin menyaksikannya.

Yang kedua, saya ke Lampung karena ingin mengikuti sesi sharing fotografi yang diadakan oleh Tapis Blogger. Pematerinya Mas Yopie. Saya tahu perihal acara tersebut dari akun medsos Tapis Blogger dan di salah satu komen mbak Fitri di status Mas Yopie.

Kenapa saya ingin ikut? Karena saya ingin belajar. Meski sudah beberapa kali jalan bareng Mas Yopie, tapi sesi belajar langsung tidak pernah ada. Padahal sudah sama-sama jalan bareng ke tempat yang cocok banget buat belajar ambil foto, tapi ada saja yang bikin lupa buat curi-curi ilmunya. Yang ada, kalau sudah sampai ditempat cakep, malah sibuk foto-foto diri atau motret yang lain. Huh! 

Kamera sudah sehat, siap belajar motret kembali

Nah, Minggu tgl. 11/12/2016 itu saya sengaja ambil flight pagi biar waktunya keburu sampai lokasi workshop di Natar sebelum jam 9. Dekatlah ya dari bandara. Tinggal naik taksi beberapa belas menit pasti sampai. Tapi ternyata, workshop tersebut batal karena Mas Yopie sakit. Duh.

Akhirnya, sampai bandara Radin Inten II, saya dijemput dan langsung dibawa ke Bandar Lampung. Nggak jadi workshop. Berhubung masih pagi, akhirnya mampir sarapan dulu di Encim Gendut, kedai makan yang pernah saya datangi pada bulan Oktober lalu. Setelah itu baru meluncur ke hotel Batiqa.

Batiqa lagi? Yes!

Baca pengalaman menginap di Batiqa sebelumnya: Menginap di Hotel Batiqa Lampung

Hotel Batiqa Lampung

Pejalan kece model saya ini boleh dong ya jatuh cinta pada penginapan kesukaannya he he. Yak, saya ngefans banget sama Batiqa. Sejak pertama kali menginap, saya langsung suka dan sreg dengan kamarnya. Lokasi, kamar dan tentunya sarapannya yang bervariasi, adalah alasan kenapa saya pingin balik lagi ke hotel ini.

Siang itu, saya janjian dengan Rere. Sambil menunggu kamar siap, saya menemui Rere di Resto Fresqa Bistro. Rere ternyata bawa anaknya. Ah iya, saya lupa hari itu Minggu. Waktunya libur bersama keluarga. Tapi Rere meluangkan waktunya untuk menemui saya. Siang itu kami membicarakan ‘bisnis’. He he. Thanks Rere atas waktunya. 

Yang motret kami senyumnya lebih manis :))

Thanks Rere atas waktunya ^_^

Usai ngobrol-ngobrol, Rere langsung pulang dan saya masuk kamar. Kali ini saya dapat kamar di lantai 15. Paling atas. Apakah view-nya lebih kece dari kamar lantai 10 yang saya tempati sebelumnya? Ya, memang benar.

Sampai di kamar, udara sejuk dari AC yang tidak berisik langsung menyambut kedatangan saya. Tempat tidur double dengan sprei putihnya yang bersih, seakan memanggil-manggil untuk ditiduri. Jadi ngantuk :D

Namun, saat mata bersirobok dengan pemandangan di balik jendela, saya malah tergoda untuk angkat kamera. Kota Bandar Lampung, atap-atap bangunan, bukit, kelok jalan, bahkan laut dengan kapal-kapal yang berlayar di atasnya, terlihat jelas dari kamar yang saya tempati. Saya melupakan kantuk. 






Nyaman, rasa inilah yang selalu muncul ketika berada di dalam kamar Hotel Batiqa. Furniture kayu di dalam kamar berpadu dengan desain simple modern, menciptakan suasana hangat yang tak membosankan. Kamar mandi bersih. Layanan prima. Sarapannya paling juara. Banyak variasi menunya. Minuman buah disajikan segar. Makanannya pun penuh cita rasa, sehat dan nikmat di lidah.

Saya teringat workshop fotografi yang batal, lokasinya di Natar. Lumayan jauh dari Kota bandar Lampung. Jika suatu hari dijadwalkan ulang, kenapa tidak di tempat yang dekat saja? Ingatan inilah yang kemudian mendorong saya untuk melihat-lihat ruang meeting yang ada di Hotel Batiqa. Ya siapa tahu panitia berminat mengadakan workshop di hotel ya kan?

Hotel Batiqa memiliki 4 meeting room, di antaranya :
Sebage : 104 m2, kapasitas 120 orang
Sebage 1 : 52 m2, kapasitas 60 orang
Sebage 2 : 52 m2, kapasitas 60 orang
Kembang Telang : 46 m2, kapasitas 50 orang
Kembang Kawung : 19 m2, kapasitas 20 orang 

Meeting Room SEBAGE dengan desain round table

Saat ini (bulan Desember 2016), Hotel Batiqa menawarkan 5 paket meeting dengan harga yang menarik. Nah, siapa tahu ada di antara kamu ingin mengadakan meeting akhir tahun, bisa coba cek harga paketnya berikut ini yuk:

Coffee Break Package Rp 85.000 nett/pax
Waktu 4 jam, 1x coffee break (pagi atau sore), 1 standard screen, 1 flip chart with marker, standard sound system, memo pad, pen, candy, and mineral water.

Half Day Package Rp 190.000 nett/pax
Waktu 6 jam, 1x coffee break (pagi atau sore), 1x makan (lunch or dinner), 1 standard screen, 1 flip chart with marker, standard sound system, memo pad, pen, candy, and mineral water.

Full Day Package Rp 270.000 nett/pax
Waktu 8 jam, 2x coffee break (pagi atau sore), 1x makan (lunch or dinner), 1 standard screen, 1 flip chart with marker, standard sound system, memo pad, pen, candy, and mineral water.

Full Board Package Rp 360.000 nett/pax
Waktu 12 jam, 2x coffee break (pagi dan sore), 2x makan (lunch and dinner), 1 standard screen, 1 flip chart with marker, standard sound system, memo pad, pen, candy, and mineral water.

Residential Package; Single Occupancy Rp 875.000 nett/pax; Double Occupancy Rp 650.000 nett/pax
Accomodation based on type of package, buffet breakfast at Fresqa Bistro, 2x coffee break (pagi dan sore), 2x makan (lunch and dinner), 1 standard screen, 1 flip chart with marker, standard sound system, memo pad, pen, candy, and mineral water. 

Kembang Kawung



Info lebih lanjut mengenai paket meeting tersebut bisa hubungi ke sini:

Batiqa Hotel Lampung
Jl. Jendral Sudirman No. 140 Pahoman
Tanjung Karang – Bandar Lampung
Telp: +62 721 5602900 Fax: +62 721 560 2800
Email: reservation.lampung@batiqa.com
 
Sarapan

Sarapan

Menurut GM Hotel Batiqa Lampung, Bapak Adhi Wahyu Prasetyo, Hotel Batiqa sudah menjadi pilihan menginap bagi traveler yang berkunjung ke Lampung. Baik traveler yang datang untuk berwisata maupun untuk bisnis.

Saat ini Hotel Batiqa Lampung merupakan hotel yang menduduki peringkat pertama pilihan hotel, dan juga sebagai hotel dengan reputasi terbaik di Provinsi Lampung. 


Bapak Adhi Wahyu Prasetyo, GM Hotel Batiqa Lampung

Sebagai traveler yang suka berkunjung ke Lampung, saya pun menaruh pilihan pada Hotel Batiqa sebagai tempat penginapan. Lokasinya strategis, mudah dijangkau dari arah mana pun. Kamarnya cocok dengan keinginan. Sarapannya pun juara. Banyak pilihan tempat kuliner di sekitarnya. Harga kamar pun bersahabat. 

Untuk cek harga kamar bisa kunjungi www.batiqa.com
Hiasan dinding motif batik ciri khas Hotel Batiqa

Dalam rangka merayakan tahun baru 2017, Hotel Batiqa Lampung memberikan penawaran spesial untuk kamar tipe Superior mulai Rp 790.000,- pada tanggal 30 - 31 Desember 2016. Sedangkan Special Offer pada tanggal 31 Desember 2016 Rp 1.040.000,- sudah termasuk sarapan, spesial dinner Teppanyaki, doorprize, magician dan music performance.


Taman Batu Granit Tanjung Bintang Lampung Selatan

taman batu granit lampung selatan

Long weekend di minggu ke 2 Desember 2016. Sabtu sampai Senin. Lumayan. Mau pergi ke mana? Lampung! Lampung lagi?

Memanfaatkan tiket promo Sriwijaya Air, saya pesan tiket PP Jakarta – Lampung di situs penjualan tiket pesawat online tiket2.com dengan harga luar biasa murah. 


Iya, tiket pesawatnya murah. Totalnya tidak sampai Rp 500 ribu. Biasanya tidak sejumlah itu. Jika dibandingkan naik bus Damri PP Rp 500 ribu, waktunya 8 jam, berangkat malam sampai Lampung pagi hari, ya mending naik pesawat lah. Hemat waktu juga. Lain halnya kalau longgar waktu, naik bus saja, bisa nikmati perjalanan, bisa santai-santai. 

Terbang bersama Sriwijaya Air

Saya bukan tipe pejalan yang melangkah ke mana angin berembus. Semua direncanakan, diniatkan, dan berusaha dilaksanakan. Perihal nanti batal, gagal, cancel, atau apa pun namanya, itu urusan nanti. 

Nah, rencananya di Lampung saya akan ke Taman Batu Granit Tanjung Bintang. Jika tidak hujan ingin pergi ke pantai. Mau kulineran ke tempat makan yang belum dikunjungi. Ingin kopdar dengan beberapa blogger Lampung. Dan tentunya mau ikut workshop fotografi!

Yaaah walau kemudian ada beberapa yang tidak sesuai rencana, workshop fotografi-nya batal karena pengisi materinya sakit, saya tetap jalan-jalan, tetap di Lampung sampai waktunya pulang. 

Bandara Radin Inten II Lampung seusai diguyur hujan

Cuaca tidak begitu bagus. Minggu pagi saya berangkat, Tangerang diguyur hujan. Di langit, awan hitam tampak tebal. Saya naik pesawat tipe jadul yang kabarnya sudah tidak dipakai lagi oleh airline manapun kecuali Sriwijaya (menurut mbak penumpang di sebelah saya).

Sebelumnya, ke Lampung naik Sriwijaya Air juga, tapi pesawat baru, bagus dan besar. Sekarang naik yang kecil. Sama seperti orangnya. Duduk di bangku 26A, di pojok, di belakang pula. Untung nggak hilang. Alhamdulillah penerbangan baik-baik saja. Meski merasa keheranan karena terasa agak lama berputar-putar di atas Lampung. Tidak turun-turun. Apa karena tidak ada celah untuk turun sebab tertutup rapat oleh awan-awan tebal?  

“Nggak ngaruh sih mbak awan seperti itu, mestinya pesawat tetap bisa turun kok,” lagi-lagi mbak di bangku sebelah memberi penjelasan. Saya mingkem sambil manggut-manggut.

terminal baru bandara radin inten
Wajah baru terminal bandara Radin Inten II

WAJAH BARU BANDARA RADIN INTEN II

Lampung baru saja diguyur hujan. Bandara Radin Inten II yang belum kelar direnovasi tampak masih berantakan. Keluar dari terminal saya heran, kantin makan tempat biasa saya singgah untuk sekedar minum atau makan bakso, sudah tidak ada. Keadaannya sudah berbeda. 

Jalur mobil penjemput sudah tak lewat depan pintu kedatangan seperti biasa. Saya harus keluar pagar terminal, berdiri di pinggir jalan, seret-seret koper, biar mobilnya mudah jemput. Hadeuh.

Jalan-jalan ke Taman Batu Granit. Tahu dari mana saya tempat tersebut? Dari mana lagi kalau bukan dari blog Mas Yopie Pangkey.

Baca : Wisata Gunung Batu Srikaton Lampung Selatan

Lampung, The Treasure of Sumatra

SEWA MOBIL BANDAR LAMPUNG

Hari Senin saya ke Taman Batu Granit. Tanggal 12 bulan 12. Pas Harbolnas. Harbolnas lho. Harbolnas! Harinya para wanita pesta diskon. Tapi saya tak hirau pada semua itu. walau sempat bergumam “Coba ya perjalanan ke Taman Batu Granit bisa dibeli online. Dapat diskon gede di Harbolnas. Diskon jarak, diskon waktu.” Ngayal deh. Yang jelas, saat yang lain belanja belanji di toko online, saya sibuk mengelap air mata. Eh, air hujan maksudnya. Lampung siang itu hujan.

Bandar Lampung ke Lampung Selatan itu dekat. Maka itu saya tidak berencana berangkat pagi. Jarak tempuh sekitar 35 kilometer, dapat ditempuh selama 1 jam perjalanan berkendara motor atau mobil. Karena dekat dan tidak lama, saya pikir berangkat siang pun tak apa.

Setelah makan siang yang telat, jam 14.30 kami baru meluncur menggunakan mobil Avanza sewaan. Sudah jelang sore. Harga sewa mobil harian Rp 250.000, supir Rp 100.000, bbm Rp 150.000. Itu perkiraan awalnya. Saat bayar, totalnya cuma Rp 400.000,- (mobil 200, supir 100, bbm 100). 


Nah, kalau kamu butuh kendaraan sewa buat ke Taman Batu Granit Tanjung Bintang, itu biayanya.

Mencari jalan

LAMPUNG SELATAN

Dari Umah Bone (tempat kami makan siang itu) di daerah Pahoman, kami meluncur ke arah Panjang. Yang saya ingat dari Panjang adalah Pelabuhan IPC Pelindo. Terakhir lewat sana Agustus lalu, waktu mau ke Kalianda, jalan-jalan lihat Pulau Mengkudu. Tapi kemarin arahnya berbeda. Setelah dari Panjang lanjut ke Jl. Ir. Sutami, belok ke Desa Wonodadi Dalam, lanjut ke Batu Granit.

Yang saya lihat selanjutnya adalah jalan yang pernah saya lalui saat mudik lewat darat ke Palembang. Kios oleh-oleh pinggir jalan, masih sama seperti yang dulu pernah saya mampiri. Tapi ingatan akan tempat-tempat itu hilang setelah mobil belok kanan. Jalan yang dilewati mulai nanjak. Karena naik bukit, saya kira di atas bakal bertemu hutan, atau semacam perkebunan. Ternyata pedesaaan dan kawasan industri. Ada pabrik Charoen Pokphand dan Coca Cola. Sisanya perkampungan, tanah-tanah kosong bertuan dan kebun-kebun singkong.

“Taman Batu Granit ada dua, mau yang mana?” tanya mas Keliling Lampung.

“Lho, ada dua ya? Baru tahu. Yang diposting dalam blog itu yang mana?” kaget sambil balik tanya.

“Yang di depan itu,” sambil nunjuk sebuah belokan ke kanan.

“Bagus yang mana?

“Bagus semua.”

Bingung kan jadinya? Akhirnya saya pilih yang ke dua. Yang pertama tidak saya pilih itu namanya Gunung Batu Srikaton. Masuk ke dalam sekitar 30 menit lagi katanya. Sedangkan yang kedua, namanya Taman Batu Granit. Keduanya sama-sama di Tanjung Bintang. 

Ada sungai di tengah perkebunan karet

BANYAK BERTANYA AGAR TAK SESAT DI JALAN


Tidak ada papan petunjuk arah yang jelas, yang memudahkan kami menemukan Taman Batu Granit. Di beberapa persimpangan kami harus berhenti dan bertanya pada warga. Tiga kali tanya arah, tapi masih nyasar juga.

“Katanya sudah pernah ke sana, kok nggak tahu jalannya?” tanya saya.

“Waktu itu kami datang dari arah yang berbeda, bukan lewat sini,” jawab mas Yopie.

Pantas kalau begitu. Hehe. Supir pun tidak tahu jalan. Ikut tanya-tanya juga. Saat sampai pada sebuah tanah agak lapang, kami belok kanan. Dari belokan itu, muncul dua pengendara sepeda motor. Tiga perempuan dan satu laki-laki. Kami bertanya kepada mereka.

“Batu Granit di sana ya?” supir menunjuk ke depan.

“Bukan mas, tapi ke sana,” jawan perempuan berhelm sambil menunjuk ke sebelah kiri dari posisi mobil kami.

“Nyasar ya mas? Sama!” lanjut perempuan itu.

Saya coba intip wajah di balik helm-nya. Dia tertawa. Meledek. Lucu. Melihat itu, saya tersenyum masam. 

kebun karet lampung selatan
Sunyi.....
MASUK HUTAN KARET

Jadi begini, jalan menuju Tanjung Bintang itu awalnya mulus-mulus saja. Aspal. Lebar. Tapi sisanya adalah jalan tanah dan batu. Bahkan, 3 kilometer jelang Taman Batu Granit, tidak ada jalurnya sama sekali. Ada celah agak lebar di antara pohon-pohon karet itu saja yang dijadikan jalan. Jalannya seperti maksa. Cuma rumput dan tanah, sesekali lubang. Sampai ujung, ada pemuda bermotor yang mengarahkan kami mendekati kumpulan batu paling besar. Akhirnya sampai.

Bicara tentang kebun karet, Taman Batu Granit ini memang terletak di tengah perkebunan karet PTPN Afdeling VII Bergen, tepatnya di Desa Purwodadi Dalam. Kebun karetnya luaaas banget. Tapi sepi. Bukan mall sih, wajar sepi ya. 

Agak ngeri juga kalau sendirian. Ngeri sama preman, rampok, begal, atau apalah yang semacam itu. Ada sih sesekali satu atau dua kendaraan lewat. Entah itu motor atau mobil. Kalau begalnya lebih ramai, satu atau dua mobil yang papasan belum tentu bisa menolong. Hiiii....serem juga.

Sapi sedang bersantap sore

JANGAN BERANGKAT SENDIRIAN


Sebagai perempuan, saran saya sih datang ramean kalau mau ke Batu Granit. Ajak orang-orang yang bisa melindungi kalau terjadi apa-apa. Memang sih, kejahatan ada di mana-mana, nggak cuma di kebun karet yang sepi, di tengah mall juga bisa terjadi. Tapi tetaplah selalu waspada. 

Tadi saya coba baca artikel online lainnya tentang Batu Granit. Disebutkan bahwa dulu sebelum tahun 2010, tempat ini rawan preman. Kalau malak (tukang palak yeeee) pakai golok. Ngeri nggak tuh?

Alhamdulillah saat saya ke sana tidak ada kejadian seperti itu. Malah cewek-cewek ada yang berani bawa motor ke sana cuma ber-empat. Mungkin masa-masa begal sudah lewat. Siapa tahu sekarang sudah lebih aman. Tapi tetap harus waspada.

Batu granit berserakan di tengah kebun karet

TAMAN BAGUS TAPI TAK TERURUS


 Sebelum sampai lokasi, sudah tampak batu-batu besar di tengah kebun karet. Letaknya sembarang, ada di mana saja. Kadang cuma satu, kadang ada dua, kadang sampai empat batu. Diameternya kira-kira satu sampai dua meter. Belum termasuk besar. Nah, yang besar dan sangat besar ada di ujung perjalanan. Ujung perjalanan? :D

Kesan pertama saat sampai di Taman Batu Granit, keadaannya tidak terurus sama sekali. Tempat parkir? Wah, jangan kira ada tempat parkir di sini. Sembarang pokoknya. Asal ada tempat kosong, parkir saja. 


Rumput dan semak belukar di mana-mana. Tapi mendinglah nggak sampai bikin susah buat jalan. 

di lokasi

BATU GRANIT RAKSASA


Di tempat mobil kami parkir, ada banyak sekali batu. Dari ukuran kecil (kecilnya segede kerbau hehe) sampai yang sangat besar. Saya bingung mau mendekati yang mana. Akhirnya diajak ke batu yang paling besar. 

Seberapa besar? Kira-kira sebesar rumah tipe 21. Tingginya sekitar 10 meter. Bisa dinaiki? Bisa. Nggak perlu pakai manjat ala panjat tebing. Tinggal naik dari batu ke batu. Mudah. Saya malah naiknya pakai wedges lho. Nggak dilepas hehe. Bisa sampai atas. Pokoknya mudah dinaiki. Di atas batu saya bisa lari-lari pula :D

Sampai atas, masha Allah, langsung nyesss rasanya badan ini. Hijauuuu semuanya. Adem lihatnya. Hutan karet di mana-mana, luas sejauh mata memandang. Mata benar-benar dimanjakan oleh panorama yang bikin hati jadi sejuuuuk. 
Jika batu sandungan hidup sebesar itu, mampukah kamu mengangkatnya?

PEMANDANGAN MENAWAN

Hati yang sedang panas dijamin bakal jadi adem berada di atas batu ini. Yang sedih bakal jadi lupa sedihnya, berganti gembira dan bahagia. Yang sedang nggak punya gairah, jadi bangkit lagi gairahnya. Yang marah bisa berubah jadi sayang lagi….hehe.

Bagi orang lain, berada di ketinggian dengan pemandangan alam nan hijau mungkin biasa saja. Apalagi yang biasa naik gunung dan lihat pemandangan alam yang spektakulernya kebangetan. Tapi buat saya yang bukan anak gunung, naik batu granit besar dengan suguhan pemandangan hutan karet saja sudah bahagiaaa banget. Seperti lepas dari segala beban hidup. 

Hutan karet menghijau sejauh mata memandang

FOTO-FOTO CANTIK SAMBIL NGAYAL-NGAYAL CANTIK


Memang sih sampai di atas batu itu kerjaan saya banyakan motret. Motret juga asal-asalan. Ada juga rekam video. Sisanya ya selfie-selfie cantik. Memang cakep banget tempatnya buat foto-foto. Tapi selain itu, saya juga menikmati suasana. Walau tidak lama.

Saya membayangkan berada di tempat ini malam hari. Sendirian. Alangkah sepinya. 


Berbaring di atas batu, memandang langit yang kadang terang benderang oleh bulan, indah oleh kerlip bintang, atau gelap gulita tertutup awan. Tapi tak peduli apa pun itu. Tetap saja di atas batu, menunggu akhir…dalam senyap paling senyap. Lalu jadi batu. Wiiih jangan sampai.

batu granit tanjung bintang
Tersusun rapi tanpa campur tangan manusia

STOP VANDALISME!


Tak sampai satu jam, kami turun dari batu. Kembali ke mobil, membayar uang parkir ke seorang pemuda, lalu pergi meninggalkan Taman Batu Granit. Tidak ada tarif tertentu. Kami serahkan uang Rp 20.000,- lalu dikembalikan Rp 10.000,-

Perasaan saya diliputi bahagia. Senang bisa kesampaian melihat Taman Batu Granit. Tapi sekaligus merasa sedih. Sedih melihat coretan-coretan pada batu-, ulah tak bertanggung jawab dari pengunjung alay. Entah siapa pelakunya.  


Please tidak usah jalan ke mana-mana kalau cuma mau merusak keindahan. Diam saja di kamar, baca buku, tonton berita, berdoa, atau tidur saja. Sungguh tak ada faedahnya corat coret di batu. Kalau mau eksis bukan dengan cara membuat coretan tidak karuan yang hasilnya cuma merusak keindahan.

Sedih lihatnya...

LEKAS PULANG SEBELUM MALAM


Belum jam 5 sore kami sudah keluar dari area Taman Batu Granit. Karena masih terang, di tengah jalan saya minta berhenti. Kebun karet sore itu menampakkan pesonanya. Ada kumpulan sapi sedang memakan rumput. Sapi-sapi putih, menggemaskan. Saya ingin memotret dan dipotret.

Kebun karet yang sunyi….

Perjalanan pulang terasa lebih cepat dari berangkat. Sebelum magrib kami sudah tiba di Bandar Lampung. 

Mampir untuk berfoto

Ada yang kami lewatkan di Batu Granit, yakni matahari terbenam. Menurut pejalan yang pernah ke sana, pemandangan matahari terbenam di sana sangat indah. Tapi saya membayangkan waktu pulangnya bakal kemalaman. 

Kawasan batu granit itu gelap. Tidak ada penerangan. Jangankan di area perkebunan karet, di desa terdekatnya saja masih minim lampu jalan. Saya khawatir dengan keselamatan diri. 

Tak apalah tak nikmati matahari terbenam. Nanti lain kali kalau sudah ada yang pasang penerangan, baru ke sana lagi untuk lihat sunset.

Batu berserakan


taman batu granit lampung selatan

Kalau mau ke batu granit, baiknya mungkin di waktu pagi sampai siang. Sore kadang cuaca hujan. Buat yang mau ke sana, bawa bekal makanan dan minuman sendiri. Di sana tidak ada warung. Jauh dari rumah warga. Ingat, di sana itu kebun karet. Bawa lotion anti serangga buat jaga-jaga. Bawa mantel hujan. Nggak ada tempat berteduh kalau kehujanan.

Apa lagi ya?

Bawa hati yang gembira. 


Tapi, biarpun hati sedang sedih, kalau dibawa ke Taman Batu Granit, suasana hati bisa jadi berubah senang dan bahagia. Semoga ya ^_^

batu granit lampung selatan
Pakai wedges naik batu :D *foto oleh yopiefranz.com*

Datang dan menyaksikan hamparan batu-batu granit yang tersusun rapi, yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia sedikitpun, rasanya senaaaang sekali. Apalagi saat berada di atas batu yang tinggi. Tampak jelas lanskap bentangan hutan karet dengan warna hijau langsung mencumbu langit. Melihatnya, bikin enggan pulang.

Lampung tak pernah habis untuk di jelajahi.

Kapan ke Lampung? 


==================================


Rute menuju Taman Batu Granit Tanjung Bintang
Pahoman - Panjang - Jl. ir. Sutami - Belok ke Desa Wonodadi Dalam - Taman Batu Granit.

Tentang situs tiket2.com
Tiket2.com adalah website dengan fitur perbandingan penerbangan dan pemesanan tiket. Website ini telah membangun sebuah database maskapai, bandara dan rute di Indonesia dan Asia yang sangat besar sehingga harga yang akan didapat dengan memesan tiket pesawat di Tiket2.com sangatlah bersaing. 

Sewa Mobil Bandar Lampung
Untuk ke Taman Batu Granit Tanjung Bintang bisa menggunakan mobil atau motor. Bagi yang akan menggunakan mobil sewa, harganya sekitar Rp 400 ribu sudah termasuk sewa, supir, dan BBM.
 


  

Wisata Pulau Mengkudu dan Batu Lapis di Lampung Selatan


Tulisan Pulau Mengkudu dan Batu Lapis ini pernah dimuat di Lovely Magazine power of tourism edisi bulan Oktober 2016. Salah satu foto Pulau Mengkudu digunakan sebagai cover majalah edisi ini. Dimuat 4 halaman dengan 8 foto.

Lampung Selatan memiliki kekayaan wisata bahari berupa Pulau Mengkudu dan Batu Lapis. Kedua objek wisata ini berdekatan. Dengan sekali berlayar, kita dapat menikmati keindahannya sekaligus.

Kunjungan saya ke Lampung Selatan berawal dari obrolan dengan seorang penggiat wisata di Lampung. Saya ceritakan padanya bahwa seusai mengikuti Festival Krakatau pada tanggal 27-28 Agustus, saya masih ingin pergi berwisata ke tempat yang belum pernah saya kunjungi. Lalu, saya disarankan olehnya untuk mengunjungi pantai-pantai di Kalianda.

Ketika nama Kalianda disebut, ingatan saya melayang pada acara Festival Krakatau 2015 saat menjadi peserta Tur Krakatau. Kala itu Kalianda menjadi tempat keberangkatan kami menuju Gunung Anak Krakatau. Itulah pertama kali saya menjejak Kalianda. Namun, saat itu nama Pulau Mengkudu dan Batu Lapis tak disebut. Hanya Pantai Canti dan Pantai Wartawan yang diceritakan. Saya pun beranggapan bahwa Lampung Selatan hanya punya dua pantai itu sebagai destinasi wisata.

Anggapan saya ternyata keliru. Ternyata Lampung Selatan punya Batu Lapis dan Pulau Mengkudu yang menarik untuk dikunjungi.
Batu Lapis Lampung Selatan

Berwisata di Lampung Selatan
Titik awal keberangkatan saya menuju Lampung Selatan adalah Kota Bandar Lampung. Perjalanan ditempuh selama 2,5 jam. Melintasi Kalianda dan berakhir di Rajabasa.

Lampung Selatan merupakan sebuah kabupaten yang menjadi pintu gerbang Provinsi Lampung. Di kabupaten ini terdapat Pelabuhan Bakauheni, tempat bersandar kapal-kapal yang membawa penumpang/barang dari Pulau Jawa. Sedangkan Kalianda merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan yang terletak di kaki Gunung Rajabasa. Kota kecil nan bersahaja ini juga terletak di tepi pantai di sepanjang Teluk Lampung.

Kami sudah berada di Kalianda saat memasuki jam makan siang. Di kota kecamatan ini, kami singgah makan di sebuah rumah makan pindang pegagan. Setelahnya, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Rajabasa. Suasana pesisir mulai tampak. Desa-desa di pinggir laut dengan warga yang tengah beraktifitas, serta rumah-rumah yang berbaris rapi, memperlihatkan kehidupan yang cukup makmur. Papan-papan bertuliskan home stay dan paket wisata mulai terlihat di beberapa tempat. Pertanda kami sudah memasuki kawasan wisata. 

Kulineran Pindang Pegagan di Kalianda

Pantai Canti dan Pantai Wartawan
Jalan yang kami lalui di Desa Waymuli, Kecamatan Rajabasa, makin lama makin ke pinggir laut. Mobil melintasi dua pantai ternama di Lampung Selatan yaitu Pantai Canti dan Pantai Wartawan. Pemandangan yang terlihat di kedua pantai itu cukup menarik. Kami sempat berhenti beberapa saat untuk mengambil foto.

Pelabuhan Canti merupakan salah satu titik keberangkatan wisatawan yang hendak berangkat ke Gunung Anak Krakatau. Dari Pelabuhan Canti jarak tempuh menuju gunung tidak terlalu panjang. Pantai Canti memiliki hamparan pasir putih. Di antara rimbunnya pepohonan yang melengkapi keindahan pantai ini, tedapat saung-saung yang asik untuk duduk-duduk santai atau rebahan, atau sekedar menatap pulau-pulau kecil di kejauhan.

Pantai Wartawan tak terlalu luas. Yang membuatnya unik karena terdapat sumber air panas. Jika mampir ke pantai ini pengunjung bisa memanfaatkan sumber air panasnya untuk merebus telur. 

Pantai Canti - Kalianda Lampung Selatan

Pantai Kahai
Kahai adalah nama tempat yang terletak di Kecamatan Rajabasa, tepatnya di Desa Batu Balak, Lampung Selatan. Berjarak tempuh kurang lebih 30 km dari pelabuhan Bakauheni. Kahai sendiri merupakan tempat yang subur dengan pemandangan alam yang memukau, udara segar, dan panorama laut yang indah memanjakan mata.

Kahai cukup menjanjikan sebagai tempat wisata. Di sini terdapat hotel dengan kamar-kamar menghadap ke laut, restoran, hingga water boom pinggir laut. Bahkan hotel pun menyediakan perahu dan guide untuk tur Pulau Mengkudu dan Batu Lapis. Dengan fasilitas selengkap ini, sulit bagi saya untuk menolak bermalam di Kahai.


Penginapan di Kahai "Kahai Beach Resort"

Pulau Mengkudu
Desa Batu Balak merupakan salah satu desa di Kecamatan Rajabasa yang biasa dijadikan titik keberangkatan menuju Pulau Mengkudu. Selain dari Batu Balak, penyewaan perahu dan keberangkatan ke Pulau mengkudu juga bisa dilakukan dari Desa Kunjir.

Biaya sewa Rp 40.000 per orang untuk pulang dan pergi dari/ke Pulau Mengkudu. Biasanya di akhir pekan pengunjung lebih ramai, tapi harga sewa perahu bisa lebih murah. Hotel menyediakan fasilitas antar jemput dengan motor dari dan ke tempat titik keberangkatan. Bagi yang membawa motor, ada biaya parkir Rp 10.000 per motor.

Perahu yang digunakan untuk menyeberang ke Pulau Mengkudu adalah perahu kecil tanpa atap. Tapi jangan khawatir, perahu tidak menyeberang melewati tengah laut, melainkan melaju dekat pinggiran pulau. Jaraknya pun cukup dekat, sekitar 15-20 menit saja kami sudah sampai. 

Guide Pulau Mengkudu
Perahu yang mengantar kami ke Pulau Mengkudu

Perahu tidak bersandar di Pulau Mengkudu, melainkan di pulau pasir timbul yang menghubungkan antara daratan Sumatera dengan Pulau Mengkudu. Pasir timbul ini tidak akan terlihat ketika air laut pasang. Jadi sebenarnya Pulau Mengkudu bisa dicapai lewat daratan. Tapi tidak disarankan karena medannya sulit berupa bukit-bukit terjal. Menggunakan perahu lebih mudah dan aman.

Ada biaya masuk pulau sebesar Rp 10.000 per orang. Hari itu hari biasa, pengunjungnya sedikit, hanya ada empat anak muda sedang bermain air di pinggir pantai. Saat kami tiba, mereka berjalan ke arah bukit, menuju Batu Lapis.

Di akhir pekan, pengunjung pulau cukup ramai, bisa mencapai seratus orang per hari. Sedangkan di hari libur nasional, atau libur hari raya, pengunjung bisa mencapai 500-an orang. Demikian keterangan dari seorang penyewa alat snorkling di sebuah warung dekat Pulau Mengkudu. Di sini memang ada warung, tapi cuma satu-satunya. Bagi yang ingin membeli air minum, mie instant, atau sekedar jajan gorengan, bisa ke warung tersebut. 

Pulau Mengkudu

Saya dan teman memilih untuk menikmati suasana pulau saja, jalan kaki menyusuri hutan bakau, melewati bebatuan, dan sesekali menceburkan kaki di laut. Di permukaan pulau pasir timbul banyak batu-batu agak tajam dalam berbagai bentuk dan ukuran, sehingga agak sakit di telapak kaki. Perlu menggunakan sandal saat berjalan.

Sorenya kami berenang, tergoda oleh jernihnya air laut yang berwarna biru kehijauan. Saya suka airnya, terasa hangat, bikin betah berlama-lama berendam. Mata pun dimanjakan oleh pemandangan bukit-bukit di daratan pulau Sumatra yang terlihat begitu hijau oleh pepohonan.

Pulau Mengkudu memiliki luas sekitar dua hektare. Pulau mungil tak berpenghuni ini dinamakan Pulau Mengkudu karena pada tahun 1980-an di pulau ini banyak dijumpai pohon mengkudu. Namun kini pulau ditumbuhi banyak pohon bakau. Cukup teduh jika berjalan-jalan di pulau. Saat berjalan di pulau, perlu hati-hati terhadap hewan biawak yang kerap melintas di antara daun-daun kering dan akar pohon.

Jernih dan bersih, enak buat berenang atau pun berendam

Batu Lapis
Sebelum hari terlalu petang, perahu datang menjemput. Kami lanjut berlayar menuju Batu Lapis. Sekitar 10 menit kemudian perahu perlahan merapat. 


Hempasan ombak cukup kencang, begitu juga angin petang. Perahu jadi agak sedikit sulit untuk bersandar. Salah seorang turun, lalu menarik dan memegang perahu dengan kuat agar kami bisa turun dengan aman.

Akhirnya saya bisa menjejak Batu Lapis. Seperti namanya, batu karang di tempat ini berlapis-lapis dan berundak-undak. Berwarna kehitaman dan tersusun rapi. Terbentuk oleh kondisi alam, mungkin selama ribuan tahun.


Sesuatu yang tergolong langka dan jarang dijumpai. Mirip bebatuan di Tanah Lot Bali.
Hempasan ombak yang mengenai batu lapis cukup kuat, perlu hati-hati

Saya lebih banyak duduk-duduk saja di tempat ini, menikmati suasana, mendengarkan debur ombak. Sempat tergoda untuk menceburkan diri ke dalam salah satu kolam kecil mirip laguna (belum bisa disebut laguna juga sih). Tapi hari sudah terlalu sore untuk berendam, saya sudah mulai kedinginan karena badan masih basah seusai mandi di Pulau Mengkudu.


Setelah merasa cukup duduk diam menikmati suasana, saya mulai berjalan dari satu undakan ke undakan lainnya. Di undakan paling atas, bapak pengemudi perahu duduk menunggu. Matanya sedang lekat memandang lautan, seolah sedang berbincang dengan petang. Sementara guide dan temannya tinggal di perahu, tampak menjauh menghindari dorongan ombak yang berlari mengejar tepian. 

Hari kian petang. Langit mulai berhias selendang jingga. Tak lama lagi alam menjadi gelap. Tapi rasanya saya enggan pulang. Tempat cantik ini membuat saya betah.

Tak salah jika Batu Lapis menjadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi saat bertualang di Lampung Selatan. Tempat ini menghadirkan inspirasi, juga sebait puisi sunyi bagi mereka yang sedang dirundung kesepian.

Jelang senja di Batu Lapis 

Cara mudah menuju Lampung Selatan
Pertama-tama, datanglah ke Lampung. Ada dua cara untuk menuju Lampung yaitu lewat darat dan udara. Jika dari Jakarta lewat udara, ada banyak maskapai rute Jakarta-Lampung yang melayani penerbangan sejak pagi sampai sore. Lalu, dari bandara Radin Intan Lampung, sewalah mobil untuk menjangkau daerah pesisir di Lampung Selatan.

Jika dari Jakarta lewat darat, sesampainya di Pelabuhan Bakauheni, sewalah mobil ataupun ojeg motor dalam waktu kurang lebih 45 menit saja. Sementara jika datang dari arah Kota Kalianda, jaraknya hanya sekitar 30 Km dan dapat ditempuh dengan mobil maupun ojeg motor.