Tampilkan postingan dengan label Kafe Dik Doank. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kafe Dik Doank. Tampilkan semua postingan

Rumah Go'A Dik Doank, Kafe Estetik Bernuansa Alam Dekat Stasiun Jurang Mangu


Rumah Go'A berdiri sejak tahun 2014. Awal dibangun hanya sebagai tempat tinggal keluarga Dik Doank bersama istri dan anak-anaknya. Ide untuk menjadikannya kafe muncul di tengah situasi pandemi.

"Teman-teman Mas Dik sering berkunjung ke sini. Mereka datang untuk nongkrong, ngobrol, belajar, bekerja, dan lainnya. Kadang sebentar, kadang bisa sampai beberapa hari. Namanya tamu, butuh suguhan makan dan minum. Dari sanalah ide bikin kafe itu ada, dengan cara mengajak UMKM kuliner di sekitar, berjualan di tempat kami," ujar Mbak Kheei, istri Mas Dik.

Sebuah ide yang bila ditelaah lebih dalam, sungguh luar biasa karena dari situ kemudian tercipta lapangan kerja, serta upaya mendukung UMKM sekitar. 

Sebuah cita baik yang Allah restui, hingga akhirnya terwujud menjadi kafe seperti yang sudah saya lihat sendiri. Begitu nyentrik, estetik, unik, dan punya daya tarik. Sebab apa? Mari saya ceritakan...

Aku dan teman-temanku, berfoto bersama Dik Doank dan Mbak Kheei istri Mas Dik
 

Makna Go'A "Go to Allah" Saksi Hijrahnya Dik Doank

Penulisan Rummah dengan huruf double M dan Go'A pakai tanda petik sebelum huruf A kapital. Secara susunan huruf dibaca goa. Saya kira, penulisannya hanya untuk gaya, biar beda. Ternyata mengandung makna tersembunyi.

"Rummah Go'A = Go to Allah. Artinya rumah yang jadi saksi hijrahnya Mas Dik Doank. Dan beliau ingin dinamakan Go'A sebagai perjalanan hidup (termasuk dalam hal mencari rezeki) yang sepantasnya hanya mencari ridhaNYA," terang Mbak Kheei kepada saya.

Penjelasan yang membuat saya tertegun. Ternyata tersimpan makna yang dalam. Tentang sebuah niat baik akan hidup yang sejatinya memang mengalami proses hijrah demi menggapai ridho Allah SWT. 

"Rumah Go'A dibangun secara bertahap sejak tahun 2014. Dimulai dari tanah bagian atas dulu," ujar Mbak Kheei.

Seperti yang saya lihat sendiri, Rummah Go'A memang seperti bertingkat-tingkat karena dibangun mengikuti kontur tanah yang menyerupai tebing. Bangunan paling atas adalah bangunan yang pertama kali berdiri. Di situ ada musala dan rumah tinggal. Baru setelah itu ada pondok-pondok duduk untuk pengunjung kafe, dari atas sampai bawah dekat sungai. 

Pohon-pohon dibiarkan tumbuh tinggi, daunnya menyembul di antara atap dan bangunan, menghadirkan suasana laksana rumah di tengan hutan, hijau di mana-mana. 

Berada di sini, menghadirkan rasa syahdu di tiap waktu yang berlalu.

Penampakan Rumah Go'A. Foto ini saya jepret dari jalan dekat bundaran Universitas Pembangunan Jaya (UPJ) Bintaro.

Bangunan berjendela kaca adalah rumah tinggal Dik Doank dan keluarganya

Musala Rummah Go'A 

Kafe bernuansa alam, maka setiap sudutnya dibuat seperti itu. Tak terkecuali tempat ibadah. 

Musala Rummah Go'A berada di area terdepan kafe. Ada di sebelah kanan tepat setelah gerbang. Begitu berjalan memasuki gerbang, langsung terlihat deretan keran dengan tampilan layaknya berada di alam. Di bawah pohon bambu, dengan kayu-kayu tua yang disusun sebagai pemanis. 

Dari keran-keran itu pengunjung bisa cuci tangan dulu sebelum masuk. Di situ pula tempat untuk wudhu. Airnya jernih, mengalir deras, sejuk membasahi kulit, terasa begitu segar.

Hanya di situ tempat wudhu terdekat dari musala. Apakah ada tempat lain? Saya belum berkeliling untuk cari tahu. Jika itu satu-satunya tempat wudhu, mungkin bisa dipertimbangkan oleh pengelola agar menyediakan tempat wudhu khusus wanita agar lebih tertutup. Yang ada sekarang masih terlalu terbuka. Apalagi dekat gerbang, tempat orang lalu lalang masuk dan keluar kafe. Mudah terlihat oleh siapa saja.

Beberapa perempuan yang sudah sangat menjaga aurat, pastinya tidak ingin keliatan pada saat membasuh bagian tubuhnya. Karenanya saya bantu doa, semoga saran baik ini bisa diwujudkan dengan mudah. Insha Allah :)


Persis di samping tempat wudhu tadi terdapat musola. Bangunannya menyatu dengan studio, beda tingkat saja. Musala di bawah, studio di atasnya.

Area suci menuju musola menggunakan keramik, full hingga ke bagian dalam. Mau gak mau memang harus keramik, karena kalau dibiarkan alami berupa tanah saja, kaki yang sudah bersih bisa kotor lagi. Mungkin kalau pengen full bernuansa alam, pakai batu-batu alam juga bisa kali ya😀

Musala dibangun dengan konsep terbuka, tanpa tembok di sekelilingnya. Hanya ada pagar pembatas, agar terhindar dari jatuh, karena musala berada di pinggir tebing yang lumayan tinggi. 

Saya suka letak musala di area depan. Jadi mudah dilihat, sekaligus jadi pengingat: 
"Jangan lupa salat"
"Ga ada alasan gak solat, ini udah disiapin mentereng depan banget, tinggal masuk untuk menegakkan tiang agama". 
"Masa di kafe bisa lama, salat sebentar aja ga bisa?"

Gitu kali ya maksudnya😀

Musala di bagian bawah, studio di bagian atas

Tampak luar bagian depan musala yang menghadap kiblat. Foto ini saya jepret dari jalan di atas sungai 

Desain interior musala dipenuhi material kayu. Berpadu besi pada pagar, rangka, dan tiang-tiang penyanggah studio di atasnya. Kayu ukiran di bagian atas area masuk musola, serta di bagian luar yang menghadap ke kiblat, menjadi hiasan yang mengandung nilai seni.

Saya dan teman-teman solat di sini. Di waktu Dzuhur dan Ashar. Pada saat Ashar, beberapa teman salat berjamaah bersama owner Rummah Go'A, yakni Mas Dik, serta teman-temannya Mas Dik yang hari itu sedang berkunjung. 

Saya ingat hari itu studio Mas Dik "berisik", teman-temannya lagi pada nyanyi. Termasuk Mbak Khei dan teman-teman saya juga ikut nyanyi. Tapi, sesaat jelang waktu Ashar, semua berhenti, berganti senyap. Tak lama, adzan salat Ashar berkumandang di musala. Orang-orang yang mengobrol di kafe berhenti bicara. Menghormati muslim yang hendak beribadah.

Orang-orang bisa berhenti bicara, atau sekadar menurunkan volume suara. Tetapi deru suara kereta yang melintas, tak bisa dihentikan. Getarannya bahkan terasa sampai ke lantai musala. Khusuknya salat jadi terganggu? Gaklah.  Salat mah salat aja, seribu kereta mau lewat, gak akan menggoyahkan salat :D

Saya lihat ada kipas angin terpasang, mungkin dibutuhkan jika udara agak panas. Tapi selama di sana, yang saya rasakan saat salat, hanya sejuk. Mungkin karena cuaca memang lagi gak cerah-cerah amat, cenderung mendung, bahkan sempat gerimis.

In frame: Mbak Dian Farida. Saat waktu salat tiba, semua kegiatan yang menimbulkan suara, termasuk dari studio di atas musala, dihentikan. Adzan dikumandangkan dari sini.

Salat Ashar berjamaah

Belum Jadi ke Rummah Go'A Sama Keluarga, Jadinya Sama Teman-Teman

Saya pertama kali tahu Rummah Go'A dari artikel blog Mbak Chichie. Cerita dan foto-foto Mbak Chichie bikin saya terpesona, jadi jatuh hati, sampai terbit rasa ingin berkunjung untuk melihat langsung.

Rencana untuk datang udah ada sejak bulan Juni, di hari saya ultah. Pengen banget ajak anak dan suami menikmati suasana Rummah Go'A sembari makan dan minum. Waktu itu sempat DM IG @rummahgoa segala untuk cari-cari info cara menuju ke sana.

Namun, beberapa hal telah membuat rencana pergi ke Rummah Go'A bersama keluarga harus ditunda. Empat bulan kemudian, yakni Oktober, baru terwujud. 

Belum jadi ke Rummah Go'A bersama keluarga, jadinya malah bersama teman-teman. Ga tanggung-tanggung, sampai berkunjung sampai dua kali, di waktu berbeda. Pertama datang sama Tami, hari Jumat 7/10/2022. Kedua datang lagi ramean sama Mbak Nurul S, Mbak Ade, Mbak Dian, dan April hari Rabu 12/10/2022. 

Senang? Tentu saja!
Rummah Go'A, Rabu 12 Oktober 2022

Rummah Go'A Jumat 7 Oktober 2022, sama Tami

Gak Ada Tempat Parkir di Rummah Go'A

Sebelum ke Rummah Go'A saya diceritain. Katanya, Rummah Go'A ga sedia tempat parkir. Lantas gimana cara parkir kalau bawa kendaraan sendiri? Ya ga ada. Parkirnya di tempat lain, di luar kawasan Rummah Go'A. Misalnya numpang di ruko dekat bundaran UPJ.

Wah, repot dong ya. Lagi musim hujan gini, males juga jalan kaki jauh ujan-ujanan. Takut sakit hihi. Ya udah akhirnya naik GoCar, turun di bundaran UPJ, sesuai petunjuk Tami. Ternyata, dari bundaran tempat saya turun, Rummah Go'A udah keliatan. Ga sangka dekat banget. Jalan kaki 2 menit sampai.

Rummah Go'A memang terpencil. Terletak di antara rel kereta, sungai, dan jalan raya. Meski begitu, sangat dekat dari jalan raya, bahkan dari stasiun Jurang Mangu kurang lebih 600 meter saja. Tapi ga ada jalan buat mobil atau motor mendekat. 

Orang yang ga tahu asal mula kafe Rummah Go'A mungkin akan protes, bikin kafe kok ga sedia tempat parkir. Padahal, perlu diingat bahwa Rummah Go'A ini awal dibangun sebagai rumah tinggal saja dan ditempati sejak 2014. Baru jadi kafe saat pandemi melanda periode 2020-2021. Jadi, soal tempat parkir itu, ya sesuai kondisi awal saja.

Kondisi tersebut yang menurut saya pribadi, bila saya adalah seorang pemilik Rummah Go'A, ingin tinggal di tempat terpencil ini agar bisa menjalani masa-masa setelah hijrah dengan tenang. Meniadakan akses kendaraan, menurunkan nafsu memiliki kendaraan yang memudahkan ke mana-mana, dalam rangka menyederhanakan "tampilan" dan bermacam kegiatan yang nanti sifatnya malah kembali menjadi wah! Karena hijrah itu berat, harus memangkas banyak hal. Maka tinggal di Rummah Go'A yang dikondisikan seperti ini adalan bagian dari "memangkas" hal-hal keduniawian.

Itu dalam pikiran saya ya. Ga tahu kalau Mas Dik 😂

Rummah Go'A di tepi sungai. Sungai ini yang memisahkan Rummah Go'A dengan jalan raya

Cara Menuju Rummah Go'A

Ketiadaan akses untuk kendaraan mendekat ke Rummah Go'A membuat saya bertanya-tanya sendiri dalam hati, bagaimana kebiasaan keluarga Mas Dik ketika hendak bepergian? Harusnya pas ngobrol sama Mbak Kheei, istri Mas Dik, saya nanya soal itu, eh malah kelupaan. 

Kalau dilihat dari akses yang ada, ada beberapa kemungkinan cara untuk datang dan pergi dari Rummah Go'A.

Pertama, menggunakan kereta. Kurang lebih 600 meter dari Rummah Go'A terdapat Stasiun Jurang Mangu. Kereta yang berhenti maupun melintas di stasiun ini dapat membawa penumpang menuju sejumlah wilayah dari Stasiun Tanah Abang hingga Stasiun Rangkas Bitung.  

Jika hendak menuju Rummah Goa, turunnya di Stasiun Jurang Mangu. Nanti tanya ke petugas di pintu keluar, ke arah UPJ keluar lewat mana, nanti ditunjukkan pintunya. 

Kata teman-teman saya yang kemarin datang pakai kereta, dari stasiun tinggal keluar peron, lalu belok kanan (ada petunjuk arah UPJ), ikuti jalan setapak beratap. Sebelum sampai ujung (nyebrang sungai) sebelah kiri ada gerbang putih, itulah gerbang Rummah Go'A.

Mudah dan cepat, bukan?

Pojok kanan paling depan adalah bagian depan gerbang Rummah Go'a. Jalan setapak beratap ini berujung di Stasiun Jurang Mangu sejauh kurang lebih 600 meter dari depan gerbang Rummah Go'A

Gerbang Rummah Go'A di sebelah kanan jalan


Naik Ojol atau Taksi Online ke Rummah Go'A

Cara kedua menuju Rummah Go'A dengan naik ojol atau taksi online. Turunnya di bundaran UPJ. Di bundaran itu ada halte. Dari halte inilah titik menuju stasiun Jurang Mangu. 

Orang-orang yang berjalan dari halte menuju stasiun Jurang Mangu pasti akan melewati Rummah Go'A. Sebetulnya, dari halte itu langsung keliatan kok Rummah Go'A. 

Saya paling suka memandangi Rummah Go'A dari kejauhan. Berasa kayak sedang liat suasana di tempat terpencil, di suatu lembah di hutan nun jauh. Hijau, tenang, dan tersembunyi.

Salah satu tempat buat motret yang saya suka adalah jalan di atas jembatan. Hasilnya seperti ini:

Motret dari jalan di atas jembatan

Jembatan tempat saya motret di pojok kiri, di sebelahnya adalah rel kereta

Menu di Kafe Rummah Go'A

Mereka yang ingin berkunjung untuk makan, hal pertama yang ditanyakan "Menunya apa saja?". Buat yang mencari suasana, menu adalah pertanyaan terakhir 😁 

Kalau saya, lebih dulu terpikat pada suasana yang meliputi keindahan, kebersihan, kenyamanan, dan keakraban/keramahan. Semisal udah lengkap, baru menunya. Itupun lebih ke variasi pilihan menunya. Soal rasa, liat nanti haha. 

Pasalnya, kalau tempatnya udah nyaman, bersih, indah, apalagi disertai komponen ramah dari orang-orang di sana, rasa makanan yang biasa saja tidak menjadi masalah. Biasanya ngikut suasana hati. Jadi enak-enak aja. Syukur kalau punya cita rasa istimewa, bakal betah kuadrat. Bakal nagih buat datang berulang kali.

Rummah Go'A punya pilihan menu yang cukup variatif. Untuk makanan ada pempek, mie ayam, roti, rujak buah, hingga makanan berat dengan lauk bebek, ayam, lele, sosis, dan lainnya. Paling banyak pilihan minumannya. Kita tinggal order sesuai yang kita sukai.



Mie Ayam dan Kopi Susu Gula Aren (hot) jadi menu pertama yang saya coba di Rummah Go'A. Kedua menu ini saya pesan saat berkunjung berdua Tami saja.

Alasan minum kopi panas dan mie ayam anget, karena cuaca saat itu sedang hujan. Meski sempat cerah awalnya, tapi kemudian gerimis, dan udara yang aslinya udah sejuk, jadi lebih dari sejuk, alias dingin. Mie dan kopi panas adalah obatnya.

Mie Ayam dengan porsi yang bikin kenyang untuk ukuran perut saya. Mie nya berwarna pucat, memiliki tekstur lembut, lurus agak pipih, tidak lengket, dilengkapi dengan topping sawi yang dibiarkan utuh, irisan daun bawang segar, ayam, dan bawang goreng yang memberi rasa dan aroma yang khas. Kuah mie disajikan secara terpisah. Saya suka!

"Kopinya kemanisan buatku, nanti Mbak Rien pesen minta dipisah aja gulanya," ujar Tami.  Kata-kata Tami membuat saya memesan kopi dengan gula dipisah. Saya selamat dari rasa yang kemanisan. Tapi itu menurut Tami lho, bisa jadi menurut orang lain pas aja. Jadi, sesuaikan dengan selera masing-masing saja.


Pada kunjungan kedua, saat datang bersama Tami (lagi), Mbak Ade, Mbak Nurul, Mbak Dian, dan April, saya memesan makanan yang berbeda, tapi dengan minuman yang sama. Coba tanya kenapa masih pesan kopi yang sama? Suka atau nagih? 😁

Kali ini saya memesan Roti Bluder Jumbo Coklat Keju. Jadi pengen roti ini karena abis liat postingan orang lain di IG, katanya "wajib cobain Roti Bluder" kalau ke Rummah Go'A. Kalau udah pakai kata wajib, jadi kayak diperintah untuk cobain. Jangan sampai enggak wkwkw.

Ternyata, rotinya gede. Bukan itu saja daya tariknya. Rasa rotinya memang ga bisa diabaikan gitu aja. Saksinya teman-teman saya sendiri. Pada kompak bilang "enak!" Kalau sudah begini, memang layak jadi perkara wajib 😀

Soal ukuran, Roti Bluder kegedean buat saya. Biasa pesan cemilan di coffeeshop ukurannya kadang segede kepalan tangan bayi saja, lha ini gedenya 3 kali kepalan tangan saya haha. Tapi tenang, gak mubazir kok, ada temen-temen yang bantu makan. Seekor lalat sempat terciduk mau ikut makan, untuk keburu ketahuan, jadi cepat diusir 😄

Hari itu teman-temanku ada yang makan bebek. Semua makan dengan lahap. Tanya kenapa? Karena ada yang nyampenya telat dan udah kelaparan. Ada yang kelamaan nunggu makanan karena harus difoto dulu padahal udah gemetaran wkwkw. 

Makan di Rummah Go'A seru, senang, kenyang.


April dan anak-anaknya

Tentang Kafe Rummah Go'a

Seperti yang saya ceritakan di awal, pelapak di Kafe Rummah Go'A adalah para UMKM sekitar. 

"Kami membuka pendaftaran, yang sesuai kriteria dapat berjualan di sini. Sejak kafe berdiri, ada pelapak yang masih di sini, ada juga sudah diganti oleh pelapak lain," ujar Mbak Kheei dalam keterangannya saat ngobrol bersama saya di kafe Rummah Go'A, hari Rabu (12/10/2022).

Yup, hari itu saya dan teman-teman cukup beruntung karena owner Rummah Go'A, yakni Mas Dik Doank bersama istrinya sedang berada di tempat, jadi bisa bertemu. 

Sewaktu saya masih di perjalanan menuju Rummah Go'A, Mbak Ade dan Mbak Nurul sudah mencuri start foto bareng ama Mas Dik Doank. Gercep ya emak-emak 😂

Saya, Tami, Mbak Dian, April, tetep kebagian foto sama Mas Dik, tapi foto ramean. Gak kayak Mbak Ade dan Mbak Nurul yang sendiri-sendiri. Istimewa sekali haha. Kenapa sih pengen foto sama Mas Dik? Ya beliau kan selebriti. Udah template banget kalau ketemu selebriti pada gemes pengen foto wkwk.

Nah, kalau Mbak Kheei, istri Mas Dik, malahan beliau yang nyamperin kami. Pas lagi duduk makan, tau-tau datang dan mendekat, ikut duduk, ngobrol, bahkan foto bareng kami sambil mengajak anak-anaknya. Ramah sekali 😍

Foto bareng dengan Mbak Kheei (owner) dan anak-anaknya


Ada empat lapak di Kafe Rummah Go'a. Tiga lapak dipegang tenant mie ayam, kopi, ayam-bebek-lele yang masing-masing dijaga oleh satu karyawan saat weekdays, dan dua karyawan saat weekend.

Satu lapak dari Rummah Go'A sendiri namun produk yang dijual tetap dari UMKM. Seperti bluder, siomay, dimsum, dan lainnya sampai cemilan-cemilan seperti peyek, basreng, keripik balado dan lain-lain.

Untuk marketing, Mbak Kheei memanfaatkan media sosial untuk promosi. Yakni melalui IG @rummahgoa. Saat ini untuk pengelolaan medsos dan marketing digital dipegang langsung oleh Mbak Kheei.

Bagi siapa saja yang berminat untuk mengadakan acara rombongan, atau keperluan foto dan video-shoot seperti foto iklan, foto bts, podcast, komersil, liputan dll, bisa menghubungi Mbak Anggi untuk reservasi. Mbak Anggi ini kasir sekaligus adminnya Rummah Go'A.

tempat buat yang pengen makan lesehan

Nyanyi Bareng di Studio Dik Doank

Rejeki bertemu owner, kami diajak liat-liat studio. Yak siapa sangka studio pribadi Dik Doank boleh kami masuki. 

Gak cuma itu, boleh foto-foto bahkan ikut nyanyi segala. Yang nyanyi bukan saya lho, tapi Mbak Ade. Ternyataaa....Mbak Ade ini menyimpan bakat terpendam. Bisa nyanyi. Suaranya bagus! 😱😍

Studio berbentuk rumah panggung kayu, persis di atas musala. Kami naik lewat tangga kayu agak sempit. Jadi mesti gantian kalau pas naik ada yang mau turun. Gak bisa barengan. Kecuali maksa dengan risiko salah satu terjungkal gelinding ke bawah wkwk

Di studio sedang ada 2 temannya Mas Dik. Satu gitaran, satunya lagi nyanyi. Pas kami masuk, mereka ya lanjut terus nyanyinya. Masa auto berhenti haha. 


Studio bertema alam, tentu beda dengan studio di gedung beton nan megah. Saya melihat kesederhanaan dalam ruangan yang begitu nyentrik. Namun terasa hangat, dan romantis.

Saya jadi bayangin di suatu malam yang hening, Mas Dik gitaran, Mbak Kheei nyanyi. Mereka saling pandang, di tengah ruangan dengan lampu kuning keemasan, agak temaram. Di antara alunan suara petikan gitar, lirik-lirik cinta bertaburan... 

Masya Allah, romantis sekali, walau cuma bayangan saja wkwk. 

Tapi saya percaya, yang saya bayangkan pernah terjadi berkali-kali ada dalam kenyataan, walau tak diceritakan.

Barang-barang nyentrik dalam studio, dan deretan piala Dik Doang yang dipajang. In frame: Tami

Barang-barang bekas dan jadoel menghiasi pojok studio

Kesan Istimewa

Saya dari dulu pingin banget tinggal di tempat terpencil yang tenang, jauh dari hingar bingar dan kesombongan. Bikin rumah pohon yang kokoh, dengan suasana serba alami di sepanjang waktu yang berlalu. Alangkah indahnya tinggal di tempat yang menyatu dengan alam. Bukan di gedung beton bertingkat-tingkat berlapis cat. Karena yang semacam itu sudah puas, udah gak merasa WOW lagi. Biasa aja 😑

Rasanya menyenangkan sekali punya halaman yang tanahnya subur buat ditanami aneka bunga yang pohonnya pendek-pendek, dan pohon buah yang batangnya tinggi-tinggi. (((asalkan gak ada ular))). Memelihara kucing, burung, kambing, sapi, dan punya kuda. Bila ingin berenang tinggal pergi ke sungai, danau, dan laut. 

Gak ada internet tak apa, selama ada suami yang menemani, udah paling bahagia. Anak-anak merantau kerja/kuliah dan sukses, bertemu sebulan sekali atau 2 kali. Belanja-belanji keperluan hidup tiap 2 minggu sekali saja. Bila keluar rumah agak lama hanya untuk mengaji ke guru soleh/soleha yang baik, berbudi, dan terpuji.

Hei! Saya sedang menulis apa? hahaha. Ngelantur? Gak sih.

Ini gara-gara melihat Rummah Go'A. Impian di masa pensiun bersama suami jadi berseliweran di benak. Seolah diingatkan lagi, bahwa saya juga ingin punya tempat yang menyimpan sejumlah saksi "titik" hijrah dalam hidup saya.

Rummah Go'A jadi saksi hijrahnya Mas Dik. Titik hijrahnya saya di mana?

Dulu kalau bicara hijrah, yang bisa saya ceritakan dengan bangga hanya tentang memakai jilbab, salah satu perintah Allah yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslimah. Template banget soal hijab itu, padahal perkara hijrah itu banyak 😂

Soal pakai jilbab. Dari gak pakai jadi pakai, itu hijrah. Dari jilbab pendek ke jilbab panjang menutup dada, itu hijrah. Dari jilbab ketat ke longgar, itu hijrah. Udah berapa titik hijrah tuh? 3 titik. Udah dilakukan semua? Kadang-kadang. Hadeuh 😭 Itu baru soal hijab, padahal banyak hal dalam hidup yang belum benar ini juga harus hijrah. Kenapa banyak? Karena Perintah dan Larangan dari Sang Pencipta itu banyak. Dari yang banyak itu apa semua udah dikerjakan? Dipatuhi? Ditaati? Duh! 

Cerita Mbak Kheei tentang Rummah Go'A sebagai saksi hijrahnya Mas Dik memberi kesan tersendiri dalam ruang hati saya, tentang hijrah demi menggapai ridho Allah SWT semata. 
Perintah berhijrah terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain: Qs. Al-Baqarah 2:218). “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Betapa indahnya jika hijrah sudah menjadi prinsip hidup.

Sebuah pengingat yang sangat indah, di kafe yang saya kunjungi 💕





Mas Dik dan Mbak Kheei adalah sepasang seniman. Mereka memiliki banyak barang bekas dan jadoel. 

Di tangan kreatif Mas Dik dan Mbak Kheei, barang bekas jadi bernilai guna dan estetik. Itu sebabnya desain interior dan eksterior Rummah Go'A terlihat begitu unik dan menarik. Sangat berbeda dari yang lain.

Saya jadi ingat perkataan seseorang:
"Barang lama yang sudah buruk rupa jadi berguna dan menarik lagi, tetaplah barang lama, tapi dengan wajah baru. Kamu mau punya "wajah baru" yang disukai Pencipta mu? Hijrah!"

"Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah atasnya." (HR. Bukhari dan Muslim).

========

Bersenang di Rummah Go'A 
Seraya aku merenungi lagi hakikat hijrah😭


🍴 RUMMAH GO'A
⏰  Setiap hari Senin-Rabu, pukul 12 am-9 pm
Kamis tutup. Jumat 2 pm-9 pm. Sabtu 10 am-9.30 pm. Minggu 7.30 am-9.30 pm 
💰 Roti Bluder Rp 25.000 | Kopi Susu Gula Aren (hot) Rp 22.000
📍Gg. Garuda I No.109, RT.1/RW.2, Banten, Kec. Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten 15413
📧 IG @rummahgoa