Tampilkan postingan dengan label Festival Krakatau 2015. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Festival Krakatau 2015. Tampilkan semua postingan

Biar Cepat Asal Selamat

Lapangan Korpri Bandar Lampung

Di De Green hotel pagi itu. Alarm alami dari tubuh berbunyi. Lebih cepat dari pada alarm yang disetel di ponsel. Bagus! Seharusnya memang tak perlu pakai alarm segala karena setiap hari pasti terbangun sebelum waktu subuh tiba. Tapi kali ini harus disetel agar tak mendadak jadi peserta lelet yang bikin orang lain jadi gagal paham saya ini mau ‘kerja’ atau mau malas-malasan.

Mandi, salat, berkemas, sarapan, lalu naik bus bersama teman-teman blogger meluncur ke lapangan KORPRI Bandar Lampung. Wuzzz! Semua beres sebelum jam 6. Namun, di lapangan belum terlalu ramai oleh orang-orang. Sementara, 7 bus besar berwarna hijau telah berbaris menanti kedatangan para rombongan peserta tour Anak Krakatau.  


Hampir 45 menit lamanya menunggu sampai semua rombongan peserta berkumpul di lapangan yang terletak di depan Balai Keratun Lampung itu. Cukup lama memang. Namun, di waktu-waktu tersebut saya punya kesempatan berkenalan dengan teman-teman baru. Baru bagi saya, namun tidak bagi mbak Donna, mbak Evi, Melly, dan Halim.


Saya orang baru. Sama seperti mas Indra (www.direktori-wisata.com). Maksud saya, baru pertama kenal mereka dan baru kali ini ikut acara seperti ini. Jadi, saya sempat merasa asing, apalagi ketika mereka asyik ngobrol, dan saya cuma bengong. Bukan tidak mau nimbrung, tapi sekedar membiarkan teman-teman bersapa ria setelah lama tak saling jumpa. 


Kemudian, saya memilih mengakrabi kamera. 

Balai Keratun

Diaz dan Febra Berita Satu

Mengisi waktu sebelum berangkat
Jam 6.30 bus mulai bergerak meninggalkan lapangan KORPRI. Rombongan kami naik bus nomor 3, satu bus, tak terpisah. Ada peserta lain juga, mereka dari kelompok pencinta alam, jurnalis, masyarakat umum, dan mahasiswa. Bus penuh kawan-kawan baru. Ya sebut saja kawan baru, meski belum sempat kenalan.

Saya tidak terlalu paham jalur mana saja yang dilewati oleh bus. Pun tidak mencoba membuka google map. Biarlah melaju mengikuti kemana ujung jalan. Hanya satu hal yang saya tahu, bahwa bus bergerak ke arah Kalianda, tepatnya ke dermaga Grand Elty Krakatoa. 


Saat bus keluar dari jalan besar lalu berbelok, saya baru tahu bahwa kami mulai memasuki kawasan Pantai Merak Belantung. Di kawasan tersebut ada beberapa objek wisata pantai, diantaranya Embe Beach, Beo Beach (Tanjung Beo), dan Pantai Sapenan. Pemandu wisata kami yang bernama Dimas mulai bercerita, katanya di kawasan tersebut ada tempat yang dinamakan batu bercinta. Ceritanya unik. Saya kira ada orang bercinta jadi batu. Rupanya batu tempat orang pacaran untuk nyari jodoh. Makanya batu itu disebut “Batu bercinta”.

Mari berdoa sebelum berangkat

Sesampainya di Grand Elty Krakatoa

berhamburan menuju dermaga

Tenaga medis disiapkan untuk mengawal peserta tour

Setelah lebih dari 1,5 jam perjalanan, bus akhirnya memasuki kawasan Grand Elty Krakatoa. Rombongan pun berhamburan keluar, lalu bergerak menuju dermaga. Sambil berjalan saya mengamati mobil-mobil yang terparkir. Ada mobil polisi, ambulan, juga mobil-mobil pribadi. Ramai sekali. Umbul-umbul tegak berkibar, spanduk besar terbentang melintang. Semua bertuliskan “Festival Krakatau”. Berasa disambut dengan meriah.


Grand Elty Krakatoa adalah kawasan resort. Di sini terdapat dua restoran, 40 kamar hotel, dan 36 villa yang menghadap ke laut. Kedatangan rombongan peserta tour Anak Krakatau membuat suasana resort jadi sangat ramai. Satu-satunya yang saya cari di tengah keramaian itu adalah toilet!

Dimas –pemandu wisata kami- mengantar saya ke toilet yang terletak di Rakata Beach Resto. Dia membantu memegang tas kamera dan ransel kesayangan saya dan menunggu di luar. Sementara di dalam, antrian di toilet perempuan cukup panjang. Cukup lama juga mengantri. Tapi Dimas sabar menanti. Baik sekali dia. Usai dari toilet, Dimas lekas menyerahkan ransel ke saya. Lalu pergi terburu-buru memasuki toilet pria. Astaga, pasti dia menahan kencing sejak tadi.  



Mbak Evi dan mbak Donna bersama Elvan, Dr. Aline, Mbak Alya

Peserta dari berbagai kelompok

Antrian di pintu masuk dermaga

Realitanya 3 jam untuk jarak 45km itu

Entah kenapa kami lama tersendat di pintu masuk dermaga. Saya dengar katanya sedang ‘diabsen’. Terdengar ada perintah untuk antri melintasi dermaga karena rombongan peserta tour telah melebih kapasitas. Dermaga bisa rubuh. Untuk alasan itu saya mengerti kenapa harus antri. Tapi ketika rombongan di depan sudah masuk kapal, jumlah orang di dermaga berkurang, kami belum juga disuruh masuk. 


Setelah beberapa lama kami dipersilakan masuk, tapi sebelum jembatan dermaga dititi kami kembali disuruh berhenti. Tertahan lagi. Menunggu lagi. Sementara matahari terus naik, makin siang, makin panas. Apa akan nyaman naik gunung saat cuaca makin terik? 

Ada yang berucap pelan : “Harusnya kita diinapkan saja di Grand Elty Krakatoa, biar pagi-pagi jam 6 langsung nyebrang. Nggak pake lama kayak gini. Keburu panas.” Mendengar itu saya nyengir. Nyengir sampai gigi kering. Antara ingin bilang setuju dan tidak.

Hmm...ya. Semua orang ingin lekas masuk kapal, berlayar, wuuuzzz tahu-tahu sudah sampai di Gunung Anak Krakatau.


Beberapa kali terlihat tumpukan kotak snack dan lunch box di angkut ke kapal. Semuanya untuk bekal para peserta tour. Kotak-kotak itu didahulukan. Penumpang kemudian. Jadi, memang harus sabar. Bukan orang saja yang akan diangkut, pengganjal perut juga diangkut. 


Perlengkapan paralayang pun diangkut

panitia mengangkut bekal untuk para peserta

masih antri di dermaga

dermaga Grand Elty Krakatoa

Tentara juga ikut serta

Peserta Jet Ski Adventure melakukan persiapan

Jam 8.25 di ujung dermaga. Akhirnya giliran memasuki kapal tiba. Ombak tampak tak tenang. Kapal-kapal bergoyang. Orang-orang bergantian masuk. Ada yang masuk dengan mudah, tinggal melangkah pelan langsung sampai. Ada pula yang harus melompat. Hap selamat.


Seorang gadis berkerudung melompat ke kapal. Ia terlihat panik ketika melihat kapal tak mau diam. Beberapa orang menenangkannya. Lalu, dengan sekali lompat kakinya mendarat di kapal. Orang yang memegang tangannya berhasil menariknya, tetapi tas gadis itu terlepas, lalu jatuh ke laut. Dia terpekik ketika melihat isi tasnya tumpah. Termasuk ponsel yang sedang dipegangnya jug aikut jatuh. Mulutnya berucap entah apa. Berkali-kali ia menunduk memandangi tempat jatuhnya tas yang kemudian berhasil diangkat. Namun isinya sebagian telah berpindah ke dasar laut.

Wajah gadis itu tampak sedih. Mungkin sepanjang pelayaran ia akan bermuram durja. Semoga saja, perjumpaannya dengan Gunung Anak Krakatau dapat menghibur kesedihannya.  



Gadis kerudung merah, sebelum loncat ke kapal, dan sebelum tasnya jatuh ke laut

Kapal nomor 11. Saya duduk di dalamnya bersama teman-teman blogger. Termasuk Diaz dan Febra, Yoyok dan kawan-kawan baru lainnya. Jam 8.35 kapal mulai berlayar.
Hari makin siang. Makin panas. Gunung Anak Krakatau masih tiga jam lagi baru bisa dicapai. Mari bergaul dengan ombak, angin, dan berisiknya suara motor kapal yang akan bercerita tentang pengorbanan, perjalanan, dan juga pencapaian. 

Ayo berangkat
Tunggu ceritaku selanjutnya ya :)



~Festival Krakatau 2015. Lampung, Sumatra - INDONESIA
Tanggal 29 Agustus 2015


Tapis Carnival 2015 Hadirkan Pesona Kain Tradisional Khas Lampung


Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Propinsi Lampung menggelar pawai budaya Lampung bertajuk Lampung Culture & Tapis Carnival 2015. Hajatan meriah yang digelar pada hari Minggu tanggal 30 Agustus ini merupakan puncak kegiatan Festival Krakatau 2015. Dalam rangkaian karnaval ditampilkan atraksi seni tradisional, busana tradisional, serta pernak-pernik budaya tradisional Lampung yang disandingkan dengan beraneka karya kreasi kontemporer dari bahan kain tapis.


Tapis?

Seberapa familiar nama kain tradisional ini bagi saya? Dengan malu saya mengakui bahwa di festival inilah saya mulai mengenal dan mendengar nama TAPIS! Namun, baru mendengar bukan berarti sebelumnya tak pernah melihat. Motif kain ini sudah berulang kali hadir di depan mata saya. Tapi saya tak pernah bertanya apa nama kainnya. Satu nama yang selama ini saya lekatkan sesukanya pada kain tenun khas Lampung ini adalah songket. Boleh jadi saya 'terjengkang' sendiri ketika tahu bahwa kain bermotif sangat indah ini ternyata bernama TAPIS.

Kain Tapis adalah pakaian wanita suku Lampung berbentuk kain sarung yang dibuat dari tenunan benang kapas dengan motif-motif yang beragam seperti motif alam, flora, dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak.

Pesona tapis mengantarkan saya pada pengetahuan baru bahwa kain Tapis merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang berkembang dan hidup di tengah-tengah pergaulan orang-orang Lampung. Ia merupakan pengejawantahan dari kepercayaan masyarakat Lampung terhadap kesakralan, menjadi media membangun struktur sosial, menjadi simbol sifat inklusif masyarakat Lampung, dan dalam paradigma ekonomi kreatif sebagai sumber ekonomi.

Berikut ini saya suguhkan foto-foto yang menampilkan kreasi kontemporer tapis pada gelaran Tapis Carnival 2015 di Lampung bulan Agustus lalu. Sedangkan pengalaman meliput event spesial ini akan saya ceritakan pada tulisan lain di postingan yang berbeda ^_^



Selamat menyaksikan Tapis Carnival 2015

Busana nan megah dan indah. Karya para desainer asal Lampung


Anggun mengenakan mahkota siger yang lebar dan menjulang
Celana tapis tampak sangat etnik. Nuansa kesukuan terlihat sangat kental.


Katanya sih barisan model ini adalah model L-Men.  
Kalo dilihat dari perutnya sih iya *plaaaak #@>?!$%$* 





Tapis dalam nuansa merah yang berani. ~Modelnya mirip Ariel, ya? :p
Kreasi menawan



Laksana seorang Ratu
 
Peserta dari komunitas 'etnik' ini pun berpartisipasi menampilkan kreasi tapis kontemporer :)

Mungkin si neng malu ya nunduk terus :D


siger siger oh siger


Gagah deh pokoknya

Saya memotretnya sampai 9x, semua ekspresinya selalu bagus. Dia model paling manis selama kamera saya bekerja
Mata kamera saya dengan fasih menangkap gambarnya hingga 8x. Ternyata dia adalah Henry, adiknya Eltra. Pemuda satu kapal dalam perjalanan menuju Gunung Anak Krakatau



~Lampung, SUMATRA - INDONESIA
Minggu, 30 Agustus 2015.


Semua foto merupakan dokumentasi Katerina, pemilik blog www.travelerien.com. Tidak diperkenanan menyimpan dan menyebarluaskannya tanpa seijin Katerina.


12 Kota dan Kabupaten di Lampung Meriahkan Parade Budaya Lampung


Lampung Culture & Tapis Carnival 2015 merupakan puncak dari kegiatan Festival Krakatau 2015 yang diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Propinsi Lampung. Acara berlangsung di depan Mahan Agung dan dibuka oleh gubernur Lampung, M. Ridho Ficardo. Dalam rangkaian karnaval ditampilkan atraksi seni tradisional, busana tradisional, serta pernak-pernik budaya tradisional Lampung.

Parade yang mengangkat kekayaan budaya dan tradisi yang dimiliki oleh berbagai kabupaten dan kota yang ada di Lampung ini sukses mengayakan pengetahuan tentang budaya Lampung yang selama ini minim mengisi ruang pengetahuan saya.

Dalam postingan ini secara khusus saya tampilkan parade budaya dari 12 kota/kabupaten yang ada di lampung. Antara Lain: Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Pesisir Barat, Kabupaten Waykanan, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kota Metro, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Barat, serta terakhir Kota Bandar Lampung.


Lampung Selatan
Tema : Ngattak Tulung


Adalah tradisi masyarakat Lampung khususnya Muli/Mekhanai dalam rangka menjaga kerukunan, turut berpartisipasi apabila salah satu rekan mereka akan berumah tangga, maka mereka bergotong royong menyiapkan keperluan upacara adat, selain itu sebagai ungkapan kebersamaan sang pengantin turut bersama rekan-rekannya sebagai ucapan terimakasih atas segala bantuannya dan tetap memelihara tali silaturahmi. 



 



Pesisir Barat
Tema : Ngumabai Lawok


Karya ini terinspirasi dari upacara adat yang ada di Pesisir Barat, dimana upacara tersebut dilakukan untuk keselamatan masyarakat setempat. Menggambarkan kekayaan laut Pesisir Barat, keberagaman kehidupan laut Pesisir Barat. Menyatu, bersatu, memberi, menerima, saling berdampingan demi keselarasan.







Way kanan
Tema : Harmoni Bumi Petani


Tibalah diawal musim panas kaya yang dinanti. Masyarakat Way Kanan menyambut dengan penuh suka cita dan dengan penuh pengharapan. Beriring rasa syukur karena Kab. Way Kanan dikaruniai potensi wisata yang menawan, seperti air terjun Putri Malu, Curup Gangsa, pemandian air panas Juku Batu serta adanya batu akik khas yaitu batu akik Anggur Api. Inilah pesona harmony di Bumi Ramik Raghom, bumi para petani yang membawa kita pada kerinduan mulang tiyuh. 



 


Lampung Utara
Tema : Gawi Lapah Pineng


Adalah gambaran kebersamaan dari keagungan prosesi adat Lampung Pepadun pada prosesi lamaran (meminang) seorang gadis, yang mana seorang bujang dengan rasa suka cita penuh harapan dengan diiringi oleh seluruh Handai Taulan berjalan menuju kediaman sang gadis pujaan hatinya, proses iring-iringan Lappah Pineng ini juga di meriahkan dengan berbagai ornamen yang menyemarakkan proses Lappah Pineng


Gawi lapang pineng ini juga dapat dimaknai derap langkah dan harmoni kebersamaan seluruh lapisan masyarakat Lampung Utara dibawah kepemimpinan Bupati Agung Ilmu Mangkunegara untuk membangun menuju perubahan yang lebih baik .







Tanggamus
Tema : Khakot Tanggamus


Adalah ciri khas budaya sebagai -BRAND COUNTRY- Kabupaten Tanggamus. Khakot juga mengandung arti mempererat satu ikatan kekerabatan internal suku, kebudayaan dan marga kerap diperagakan mengiringi (sebagai pembuka jalan) bagi calon mempelai laki-laki saat melaksanakan prosesi lamaran atau pernikahan di tempat calon mempelai perempuan. Pada masa lampau pasukan pincak-khakot dipimpin seorang tokoh – Batin Mangunang – membuka mengusir kolonial yang akan menjajah bumi teluk semangka – Bumi Begawi Jejama – Kabupaten Tanggamus.
 






Pringsewu
Tema : Ujungan Pekhing


Ujungan pekhing merupakan suatu bentuk seni budaya yang menggambarkan ketangkasan bela diri yang didalamnya terdapat perpaduan budaya, biasanya ditampilkan untuk merayakan pesta panen padi, seni ujungan pekhing adalah suatu bentuk akulturasi budaya yang dibawa oleh masyarakat pulau jawa di era kolonialisasi Belanda yang kemudian menjadi bentuk pesta budaya yang didalam nya berisi kesenian dan kerajinan dari bahan bambu. 







Tulang Bawang Barat
Judul : Intar Bumbang Aji

Intar Bumbang Aji adalah peristiwa dimana seorang perempuan melakukan larian dengan kekasihnya dan dibawa ketempat pihak keluarga laki-laki. Kemudian dari pihak keluarga perempuan berunding dan sepakat untuk diambil dari pihak mempelai wanita dan diantarkan secara adat istiadat Lampung dengan berpakaian pengantin laki-laki  perempuan berpakaian haji. Demi kelancaran adat istiadat tersebut, adat lainnya diajak untuk berpartisipasi sehingga tercipta sebuah kerukunan yang agung diantara keanekaragaman adat istiadat yang ada di Kabupaten Tulang Bawang Barat. Hal ini sesuai dengan semboyan Kabupaten Tulang Bawang Barat ’Ragem Sai Wawai’, yang berarti kebersamaan menuju keberhasilan.
 





Metro
Judul Tari : Putri Pekhing Tigham

Menceritakan tentang perebutan mahkota kecantikan. Tersebutlah seorang putri cantik yang bernama putri Pekhing Tigham, kecantikan yang diakui oleh seluruh masyarakat, kecantikan lahir dan batinnya namun kecantikan putri Pekhing Tigham diganggu oleh Nyi Rebung Khohang yang ingin menyingkirkan putri Pekhing Tigham dan merebut gelar kecantikan itu, sehingga terjadi peperangan kedua putri dan pasukannya untuk memperebutkan gelar kecantikan itu. Namun Nyi Rebung Khohang dan pasukaanya kalah dalam peperangan itu dan putri Pekhing Tigham lah yang memenangkan kecantikan itu. 







Tulang Bawang
Tema : Pesona Sai Bumi Nengah Nyappur


Sai Bumi Nengah Nyappur adalah semboyan bagi Kabupaten Tulang Bawang yang bersahaja, yang memiliki arti cermin masyarakat yang bersatu, damai serta hidup berdampingan dengan baik. Masyarakat Lampung Tulang Bawang dikenal sangat terbuka, mudah beradaptasi dengan lngkungan serta ramah dalam pergaulan. Sikap dan kemampuan, keluhuran dan keyakinan serta kepercayaan diri merupakan perwujudan dari falsafah Nengah Nyappur yang dijunjung oleh masyarakat sebagai warisan yang agung agar senantiasa dapat terus dilestarikan, seperti Cangget Bars yang merupakan tari tradisi masyarakat Megoupak Tulang Bawang. 







Lampung Timur
Tema : Keratuan Melinting


MAULANA HASANUDDIN PANAMBAHAN SUROSOWAN yang menjadikan Banten menjadi kerajaan yang berdiri sendiri. MAULANA HASANUDIN menyebarkan agama Islam di Pesisir Utara dan hingga menyebar ke daerah Lampung bagian Timur khususnya daerah Keratuan Pugung. Dengan menyebarnya agama Islam di daerah Keratuan Pugung hinga terjadinya peralihan darah antara pengusa Banten dengan Putri Keratuan di Pugung yang bernama PUTERI SINAR ALAM. Dari perkawinan ini lahirlah MINAK KEJALA BIDIN yang merupakan cikal bakal asal muala keturunan RATU DARAH PUTIH yang kita kenal dengan sebutan RATU MELINTING yang bermukim di MERINGGAI. 







Lampung Barat
Tema : Muli Ngejunjung Pahakh


Diangkat dari acara Payuhan Agung Kerajaan Sekala Bekhak Paksi Buai Perenong, Para Muli-muli Kampung Batin menyiapkan hidangan untuk Para Tamu Kehormatan Kerajaan. Pahar merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menyajikan hidangan bagi Para Tamu Kehormatan Kerajaan sekala bekhak. Muli-muli Nan Cantik dan Anggun dengan rasa suka ria dan tulus ikhlas ngejunjung pahakh menuju Marga sana Gedung Dalom Kepakhsian Buai Perenong. 








Bandar Lampung
Tema : Bajau


Kisah ini diangkat dari pesisir Teluk Lampung. Bajau merupakan sekelompok orang yang datang ke Lampung untuk menjarah hasil tanah dan harta milik masyarakat setempat. Karena ilmunya sangat tinggi para bajau sulit untuk ditaklukan. Apalagi masyarakat Lampung pesisir sendiri terpecah belah. Akhirnya melihat para bajau semakin beringas, masyarakat pesisir sadar dan memahami akan pentingnya persatuan, bersatu untuk mengalahkan para bajau demi tercipta kehidupan yang damai.  Akhirnya masyarakat Lampung Pesisir menyusun strategi dengan bersatu dengan beberapa kampung. Akhirnya si bajaupun mengerti akan pentinggnya kerukunan dan persatuan. Melihat masyarakat pesisir bersatu bajaupun berkeinginan untuk bersatu dan menjadi masyarakat Lampung. Oleh masyarakat Lampung, bajau diberikan tanah dan mereka pun membangun kampung. Hal ini dilakukan karena masyarakat Lampung menjunjung tinggi kebersamaan toleransi yang biasa disebut NEMUI NYIMAH. 








~Lampung, SUMATRA - INDONESIA
Minggu, 30 Agustus 2015.



Semua foto merupakan dokumentasi Katerina, pemilik blog www.travelerien.com. Tidak diperkenanan menyimpan dan menyebarluaskannya tanpa seijin Katerina.