Tampilkan postingan dengan label Encim Gendut. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Encim Gendut. Tampilkan semua postingan

Liburan di Lampung Bersama Airy Rooms


Memanfaatkan long weekend minggu ke dua bulan Desember tahun ini, saya berangkat ke Lampung selama tiga hari (11-13 Desember). Sendirian. Hanya ditemani kamera kesayangan dan sebuah koper kecil.

Bertemu beberapa kawan, kulineran, jalan-jalan ke Taman Batu Granit Tanjung Bintang, dan sisanya beristirahat di kamar hotel. Itu saja yang dilakukan selama di Lampung. Siapa saja yang saya temui? Kulineran di mana saja? Sebelum saya ceritakan lebih lanjut, saya mau ceritakan dulu tentang penginapan yang saya tempati selama di Lampung.

Dua malam di Lampung, ada dua hotel yang saya inapi yaitu Hotel Batiqa dan Hotel Airy Tanjung Gading Gatot Subroto. Pilihan saya pada Airy tentu karena harganya yang aman di kantong. Murah tapi tidak murahan. Kamarnya bersih, nyaman untuk beristirahat. 
Hotel Airy Tanjung Gading Gatot Subroto

Terdapat dua Hotel Airy Rooms di Lampung, yaitu Airy Tugu Adipura dan Airy Tanjung Gading. Bulan Oktober lalu saya menginap di Airy Tugu Adipura, Desember ini di Airy Tanjung Gading. Untuk memesan kamar Airy, saya lakukan dengan mudah lewat aplikasi Airy di smartphone.

Hotel Airy Tanjung Gading terletak di Jl. Gatot Subroto No. 63, Tanjung Gading, Bandar Lampung. Tidak jauh dari pusat kota. Di sekitar hotel banyak tempat kuliner. Dilewati angkutan umum. Dapat dijangkau dalam waktu 45 menit dari Bandara Radin Inten II. 

Hotel tidak menyediakan antar jemput dari dan ke bandara, tapi jika kita perlu kendaraan, kita bisa minta nomor taksi ke FO, nanti kita telpon sendiri untuk dijemput dan diantar. Tarif antar/jemput bandara Lampung Rp 125.000,- per taksi. Kalau mau sewa harian Rp 250.000 belum termasuk supir dan bbm.

Baca juga: Taman Batu Granit Tanjung Bintang Lampung Selatan

Hotel dua lantai

Kamar

Kamar double bed yang saya tempati terletak di lantai dasar, paling depan. Kamar Airy lainnya ada juga di lantai 2. Begitu memasuki kamar, disambut nuansa biru khas Airy. Di kamar tersedia 2 botol air mineral dan Airy Sunrise Meal. Komplimen ini ada di setiap kamar Airy di kota manapun. Gratis.

Kamar mandi standing shower dengan keran air panas dan dingin yang berfungsi dengan baik. Toiletries-nya lengkap. Shower jel dalam kemasan botol, samphoo, 2 pasang pasta gigi dan sikat gigi, 2 sisir kecil, serta handuk. AC kamar dingin. Tersedia selimut di dalam lemari penyimpanan. 


Toiletries lengkap

Airy Sunrise Meal - free
Kantin Airy Gatsu

Untuk cek harga kamar Airy tinggal buka website www.airyrooms.com atau lewat aplikasi Airy di Smartphone. Saat kedatangan, kita tinggal tunjukan nomor pesanan yang dikirim lewat email oleh Airy.

Aktivitas selama liburan di Lampung

Kali ini saya lebih banyak di dalam kota, ketemu teman, kulineran, dan santai-santai. Ada satu kali pergi ke luar kota, itu pun tak sampai 3 jam sudah kembali ke Bandar Lampung.

Saya janjian dengan beberapa kawan, di antaranya founder Tapis Blogger, Mbak Naqiyyah. Kebetulan kami berdua berada dalam satu grup L’Oreal di WA, sama-sama blogger yang support promo L’Oreal. Sejak ada di grup tersebut saya mulai kerap berbincang dengannya.

Pertama kali bertemu mbak Naqiyyah di acara Parade Budaya Festival Krakatau 2016. Mbak Naqiyyah temannya mbak Lina Sasmita, blogger Batam yang sudah saya kenal sejak masih ngeblog di Multiply tahun 2009. Sebelum bertemu di Festival Krakatau, saya sudah beberapa kali melihat nama mbak Naqiyyah di postingan mbak Rosita Sihombing, teman saya yang juga asal Lampung tapi berdomisili di Perancis. 



Saya janjian ketemu tidak hanya dengan mbak Naqiyyah, tapi juga dengan Melly, Fajrin, dan Vita Rinda. Ada ajak mas Indra juga, tapi karena beliau sedang ada kesibukan, tidak jadi ketemuan. Saya juga ada janjian dengan Rere di Hotel Batiqa, membicarakan bisnis. Janjian ketemu dengan Mbak Helen, pemilik salah satu travel umroh di Bandar Lampung.


Kopdar di Encim Gendut

Yang namanya ketemuan, paling asyik sambil jalan-jalan atau kulineran. Rencananya mau jalan bareng Melly ke Taman Batu Granit, tapi dia baru balik dari Pulau Pisang Senin malam. Akhirnya kami ketemuan sambil kulineran saja.

Melly sempat tawarkan ajak makan bareng di Seafood Story, rumah makan milik temannya. Tapi kemudian rencana berubah, tempat makannya ganti ke RM Alas Cobek. Nah, pemilik rumah makan ini Mas Zaki Senafal, temannya Melly juga. Saya merasa tidak asing dengan nama tersebut karena pernah beberapa kali melihat namanya dalam komen di status-status FB Melly.


Hari Selasa (13/12) saya, Melly, dan mbak Naqiyyah janjian ketemu di Encim Gendut. Rumah makan ini pernah saya kunjungi pada bulan Oktober lalu. Dekat dengan Hotel Airy Tugu Adipura. Saya sudah di Encim sejak jam 10. Mbak Naqiyyah datang jam 11, Melly datang jam 12. 

Seru ngobrol dengan mbak Naqiyyah. Dari blogger, buku, parenting, sampai jalan-jalan kami bincangkan. Mbak Naqiyyah pernah jadi guru, seorang penulis buku juga. Bukunya sudah banyak. Dia bawa putrinya Aisyah, usia 2 tahun. Sedang lucu-lucunya dan sangat aktif. Sempat kejar-kejaran saking nggak mau diam. Anaknya menggemaskan.

Jajanan kesukaan yang ada di Encim Gendut

Mbak Naqiyyah baru pertama ketemu Melly. Bertiga kami ngobrol sambil makan. Oh ya, Encim Gendut ini rumah makan yang cocok banget buat ketemuan sambil  ngobrol dan bersantap. Dekorasi ruangannya menarik. Banyak menu rumahan yang bisa dicicipi. Jajanan pasarnya enak-enak. 

Siang itu saya nyoba makan jengkol pedas. Olala…gitu deh rasanya :D Melly paling suka sama Choy Pan dan Sun Pan. Ketagihan katanya he he. Mbak Naqiyyah makannya nambah. Dan saya ingin bergegas nyari kopi buat melunturkan bau jengkol di mulut haha
 
Makan siang dengan tempe, tumis bunga pepaya dan jengkol balado! :D

Dari Encim kami lanjut ke Alas Cobek. Sayang mbak Naqiyyah tidak bisa ikut. Dia mesti pulang karena dua anaknya yang lain sudah menunggu di rumah. Waktu mau ke Alas Cobek, kami ditawari oleh Willy (pemilik Encim Gendut) untuk diantar oleh pegawainya. 

Yang antar Yeni (lagi) dan seorang yang lain. Bulan Oktober lalu, Yeni ini pernah antar dan temani saya ke ATM lho. Dianter pakai motor. Ditunggu sampai selesai. Baru kenal tapi baik banget mau antarin sana sini. Terharu!

Temu ceria dalam nuansa ungu :D

Makan Puyuh Goreng di Alas Cobek


Waktu mau berangkat ke Alas Cobek, cuaca mendadak berubah mendung, gerimis pun turun. Karena gerimisnya masih kecil, kami tetap jalan, terabas saja. Di tengah perjalanan hujannya jadi deras. Baju basah. Yeni lebih basah karena di depan, nyupir. Dari pada makin kuyup, kami menepi, berteduh di samping sebuah ruko. Sedangkan Melly tidak singgah, dia terabas hujannya sampai Alas Cobek :))

Hujannya lumayan lama. Saya mendekap helm pinjaman. Kedinginan. Dan hujan tidak benar-benar berhenti ketika kami melanjutkan perjalanan ke Alas Cobek yang terletak di Jl. Wolter Monginsidi. 


Melly sudah lama sampai, sekitar 20 menit. Saya langsung memesan secangkir kopi untuk menghalau dingin, sambil berusaha menghilangkan aroma jengkol yang saya makan di Encim Gendut. 

Buktikan kelezatannya di sini

Rumah makan Alas Cobek memiliki menu andalan Puyuh dan Bebek Goreng. Tapi tak hanya puyuh dan bebek, di sini ada ayam juga. Pilihan cara masak puyuh, bebek, dan ayam sama: Alasan, Sawang, Sajo, Somat, dan Suwir. Harga mulai Rp 19.000,- hingga Rp 25.000,-

Menu andalannya Puyuh. Melly pesan porsi double, saya tidak pesan makan lagi karena sudah makan di Encim Gendut. Meski tidak pesan, saya ikut menikmati puyuh gorengnya. Buat lidah saya, puyuh goreng somat buatan Alas Cobek sangat enak. Gurih dan garing. Bumbunya meresap hingga ke tulang. 

Mantap rasanya!
Ngopi dulu ngilangin bau jengkol :))

Tak berapa lama kami kedatangan Vita Rinda, blogger Lampung, seorang dosen. Saya berteman dengannya di medsos sejak tahun lalu, lewat Melly. Baru hari itu kopdar, gadis yang seru. Suka ngobrol, suka becanda, lucu.

Kami berbincang tentang blog, medsos, dan dunia traveling. Yang menggoda, Rinda dan Melly mengajak untuk jalan-jalan bareng ke Pulau Pisang, suatu hari nanti. Saya mengiyakan, walau entah kapan lagi ke Lampung.

Obrolan makin seru saat mas Zaki Senafal bergabung. Pemilik Alas Cobek ini seseorang yangsSuka ngobrol dan becanda juga. Hangat. Friendly. Bahkan saat hendak ke bandara, dia sendiri yang mengantar kami. 


Senangnya bertemu orang-orang baru, selalu terkesan dengan kebaikan yang mereka berikan. Thanks Melly sudah ajak saya ke Alas Cobek. 


Vita Rinda, Mas Zaki Senafal, Melly, dan saya

Sudah coba menu-menu unggulan Alas Cobek?

Makan Siang Kesorean di Umah Bone

Akhirnya berkesempatan makan di Umah Bone yang terletak di Jalan Way Ngison No. 3, Pahoman, Engal, Kota Bandar Lampung. Bulan Oktober lalu gagal kemari. Padahal waktu itu sudah meluncur ke Umah Bone. Tapi di tengah jalan tiba-tiba hujan, berhubung motoran, akhirnya belok ke rumah makan lain.

Umah Bone ini pernah saya lihat di facebook-nya teman saya. Saya diajak ke sini karena menurutnya tempatnya nyaman buat ngobrol-ngobrol santai sambil makan.
 

Daya tarik Umah Bone memang bukan hanya pada tempatnya yang cozy, tapi juga pada beragam menu Nusantara yang disajikannya. Rumah makan dua lantai ini tak hanya menampilkan tatanan ruang makan yang elegan dan modern, tapi juga pada karya seni lukisan bernilai yang dipajang pada dinding-dinding ruang makannya. Pemiliknya memiliki kecintaan pada seni lukis karya seniman Bali.

Menu yang tersedia terdiri dari makanan pembuka, makanan utama, seafood, sayuran, mie goreng, spaghetti, aneka minuman, teh, kopi, juice, chocolate, smooties & frappe. Banyak pilihan pada masing-masing menu. Begitu juga dengan minumannya. 


Cocok buat makan bareng keluarga, teman, maupun relasi. 



Hanya dua menu yang saya coba. Tapi porsinya banyak, bahkan kebanyakan. Sedang sama-sama tak doyan makan, yang dipesan hanya yang disuka dan bisa dimakan saja. Sedang terburu-buru juga mau berangkat ke Batu Granit Tanjung Bintang. 

Jemputan datang, makan belum selesai. Akhirnya makanan dibungkus, dibawa pergi siapa tahu kalau masih lapar bisa dimakan lagi di jalan. Sampai sore setelah kembali dari Batu Granit, makanannya masih bagus, saya makan juga meski nggak habis.  

Capcay dan udang asam manis




Saya suka Umah Bone. Suka pada suasana di ruang makannya. Asyik buat berlama-lama. Bisa banyak ajak orang kalau ke sini, kapasitasnya banyak. Saya lihat di Instagram Umah Bone, kerap dijadikan tempat acara ulang tahun anak-anak. Acara kumpul-kumpul keluarga, arisan, dan gathering. 


Ada saja cerita yang bisa ditulis dari Lampung, walau hanya di kotanya saja. Cerita kulineran kali ini menambah daftar tempat kuliner di Lampung yang pernah saya datangi. Kulineran tidak melulu di restoran yang ber-AC dan berlantai licin, saya juga mencicipi kulineran tenda pinggir jalan. Jika sebelumnya saya mencicipi sate pikul pinggir jalan, kemarin saya juga mencicipi seafood di warung tenda pinggir jalan. Saya lupa nama tempatnya, lupa untuk foto makanannya. Tapi ceritanya ada dalam ingatan saya.




Desember masih musim hujan. Sejak awal datang sampai pulang, tiap hari hujan. Waktunya tidak tentu. Kadang pagi, siang, sore, dan malam. Sempat merasakan hujan-hujanan di atas motor. Pulang dari Lampung demam 2 hari. Berlanjut beberapa hari kemudian. Jebol juga pertahanan. Jatuh sakit. Tapi tidak menyesal.

Ada yang mau merayakan tutup tahun 2016 dengan liburan ke Lampung?

Di blog saya ini ada beberapa postingan tentang destinasi wisata di Lampung. Mungkin bisa jadi referensi. Coba cari dengan mengetik “Lampung” atau “Wisata Lampung”. Nanti akan ketemu dengan beberapa tulisan tentang wisata alam, kuliner, museum, hingga hotel di Lampung. Semoga ada yang cocok ya.

Selamat berlibur di Lampung ^_^ 


=================

Info buat traveler yang hendak menginap di Airy Rooms:


PROMO AKHIR TAHUN AIRY ROOMS!!

Gunakan kode kupon AIRYMURAH30 untuk mendapatkan potongan harga sebesar 30% khusus untuk hotel Airy di kota Jakarta, Bandung, Bali, Makassar, Surabaya, dan Batam.

Dan gunakan kode kupon AIRYMURAH20 untuk mendapatkan potongan harga sebesar 20% untuk semua hotel Airy di kota lainnya (selain 6 kota di atas).

Syarat dan ketentuan :

• Kupon berlaku tanpa minimum transaksi dalam satu nomor pesanan.
• Berlaku untuk pemesanan melalui Airy App versi terbaru (minimal Android 1.6.1 dan iOS 1.4.2)
• Berlaku untuk semua metode pembayaran yang tersedia di layanan Airy Rooms.
• Promo mengacu pada ketersediaan jumlah kamar setiap harinya.
• Periode booking berlaku hingga 31 Desember 2016.
• Periode inap: kapan pun.
• Airy Rooms berhak sepenuhnya untuk mengubah syarat dan ketentuan promo tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.


Bandar Lampung Dalam Dekapan Hujan

pesawat sriwijaya air
Terbang bersama Sriwijaya Air

Oktober 2016. Hujan, kabut tebal, jarak pandang jadi pendek, jadwal penerbangan Jakarta - Lampung pun ditunda. 130 menit pertama sejak jam 5.30 pagi ditambah 30 menit di ruang tunggu, dan 50 menit di dalam pesawat. Jam 8.20 baru terbang. Mundur 1 jam 20 menit dari jadwal. Sabar.

Sudah 3x jadwal penerbangan saya ubah. Rencana sempat maju mundur. Semangat turun naik. Galau. Risau. Entah kenapa. Saya sendiri gamang menerkanya. Ada rasa enggan bepergian, tapi ada kewajiban. “Seperti apa pun suasana hati, ada kerjasama yang sudah disepakati, kamu mesti profesional,” ucap seseorang. 


Baiklah. Biarkan hujan jadi teman.

Menikmati delay 30 menit


50 menit di dalam pesawat, sebelum take off

Terbang bersama Sriwijaya Air dengan tiket pesawat yang dibeli dari www.tiket2.com. Boeing 737-900ER. Ah iya, ini pesawat beda dari yang biasa saya naiki saat ke Lampung pada waktu-waktu sebelumnya. Beda jenis pesawat, beda pula yang dilihat dan dirasa. Menikmati kelebihannya, seperti sedang dijamu penghiburan.

“Mbak, kok kita masih di atas pulau Jawa ya?” tanya gadis muda di sebelah saya. Saya lupa namanya. Hanya ingat ia berasal dari Way Kanan, sedang kuliah di Jakarta. Pertanyaannya membuat saya merasa aneh sendiri. Padahal sejak take off  mata terarah ke luar jendela. Tapi pikiran ke mana-mana. Melamun. Tak menyadari apapun. Hanya sadar saat merasakan pesawat bergetar 2-3 kali. Seperti getaran rindu, bercampur guncangan amarah. Sensitif dirasa.

“Mungkin karena cuaca sedang buruk, terbangnya lambat,” jawab saya sekenanya. Beberapa detik kemudian terdengar pemberitahuan bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat. Ha? Sudah mau sampai?

Ada foto dan tulisan sendiri di inflight magazine Sriwijaya Air edisi Oktober 2016
Jalan tol Sumatera?

Sudah biasa terbang ke Lampung dalam waktu singkat, tapi sekarang terasa lebih singkat dari biasanya. Pemandangan yang terlihat dari atas pun berbeda. Pulau-pulau kecil berbentuk seperti gunung. Saya tak pernah lihat itu.  


Cuaca di Bandara Radin Intan Lampung mendung. Terminal pun tampak amburadul, masih dalam proses renovasi dan perluasan. Bandara ini, bagai wajah duka pria patah hati. Tak sedap dipandang, tapi bikin kasihan.

“Nanti mbak Katrin turun lebih dulu, saya belakangan saja,” ucap Mas Sony, sesaat setelah taksi yang kami naiki melaju meninggalkan bandara.

landing.....disambut mendung

Mendung perlahan menyingkir, berganti terang. Cuaca telah berubah cerah. Seperti halnya perasaan. Obrolan seru tentang Lampung besama Mas Sony membuat mata saya berbinar. Ia bercerita banyak hal. Saya menyimak dengan rasa penuh ingin tahu.

Cukup seorang teman, sebuah cerita, lalu ceria. Sesederhana itu. Mudah untuk membuat senang, bukan?

Kami bicara tentang gadget, tempat wisata, kuliner, trip, dan kegiatan sehari-hari. Nyambung. Ah iya, Mas Sony bekerja di Lampung. Sudah 7 tahun. Tak heran kalau ia lebih tahu banyak hal ketimbang saya yang datang ke Lampung cuma datang sesekali sebagai pelancong.

“Nanti sama siapa kulinerannya?” tanyanya.

“Sama teman, tapi dia sedang meliput acara, katanya nanti nyusul,” jawab saya.

Dari bandara ke Kota Bandar Lampung kami tempuh satu jam saja dengan taksi. Jam 10 saya sudah di kota. Teringat rencana naik bus Trans Lampung yang batal karena suatu hal. Tapi ada hikmahnya, kalau naik bus mungkin jam 12 baru sampai kota. Taksi bertarif Rp 115.000 bisa berangkat kapan saja, sedangkan bus bertarif Rp 20.000 berangkat sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Pilih mana? Tergantung sikon.

Perjalanan lancar. Berkat arahan Mas Sony, supir menemukan lokasi Encim Gendut dengan mudah. Di depan Encim Gendut kami pun berpisah. Saya kulineran, Mas Sony ke kantor. 

Kantin Makan Encim Gendut

Ada dua pekerjaan yang saya lakukan di Lampung kali ini. Tapi sebetulnya, sebutan “pekerjaan” itu terlalu serius. Apa yang saya kerjakan bagai bukan pekerjaan. Maksud saya begini; saya ke Lampung jalan-jalan. Naik pesawat, makan-makan, dan menginap di hotel. Nah itu pekerjaan saya. Paham?

Kulineran di Encim Gendut
Punya waktu dua hari di Lampung, apa yang bisa dilakukan?

Berwisata tentu saja. Tapi musim hujan begini, mau kemana? Saya ulang, saya sedang malas dan enggan banyak ke mana-mana, kecuali kulineran. Itu saja mau saya. Ke mana? Ke tempat-tempat baru di dalam kota Bandar Lampung.

Encim Gendut sudah saya masukkan dalam daftar tempat makan yang harus saya kunjungi kali ini. Yang lainnya, biar mengalir mengikuti arah jalan, ke mana kaki melangkah, atau ke mana tuan mengajak.


Bareng Willy, owner Encim Gendut

Hal menarik yang membuat saya begitu ingin ke Encim Gendut adalah menu makanan yang disajikannya. Menu otentik. Sangat lokal. Citra Nusantara. Jangan datang ke sini kalau punya selera kebarat-baratan. Apalagi kalau merasa nggak keren jika makan sayur genjer dan sambal jengkol. Jangan!

Bagian berkesannya, perbincangan hangat bersama Willy pemilik Encim Gendut. Saya kagum dengan kisah inspiratif di balik berdirinya kantin yang mulai dibuka pada tgl 18 April 2016 itu. Juga, terhadap prinsip dan semangat melestarikan menu tradisional dalam diri Willy.

Baca ceritanya : Sepiring Cerita dari Encim Gendut 

Menu makanan Encim Gendut banyak, yang makan juga ramai


Sayur genjer Encim Gendut. Mau?
 
Hotel Airy Rooms
Siang hari di hotel. Saya mulai kerja. Ambil gambar sebanyak mungkin. Dari berbagai sudut. Lalu selesai. Istirahat. Tidur. Tapi tak bisa tidur. Malah sibuk mengamati ulang foto-foto kamar hotel yang saya ambil dengan kamera HP Asus Zenfone 3.

Saya tak bawa kamera DLSR. Memang tak ada syarat itu. Yang penting ada foto, dan hasilnya nggak malu-maluin jika dipajang dalam blog. Saya merasa cukup dan percaya diri memakai kamera Zenfone 3. Bukan kali ini saja. Sebelumnya, saat diminta untuk memotret ice cream di Ice on Pan Summerecon Mall Serpong, saya juga pakai kamera HP. Dan itu cukup. Lain halnya kalau saya butuh foto untuk dipakai oleh majalah, mengambil foto pakai kamera DLSR sudah suatu keharusan.

Kamu sudah punya ASUS Zenfone 3 belum? Kalau punya, mungkin akan percaya diri seperti saya, memotret untuk ‘pekerjaan’ blog cukup pakai Zenfone 3 saja. *kalimat ini mengandung iklan. Percayalah :p

Jelang sore hujan kembali turun. Rencana pergi ke pantai buyar. Mau keluar malas. Menunggu petang berlalu, barangkali malam hujan reda. Berharap bisa kelayapan, cari makan. Kulineran malam. Dan itu terkabul. Sebelum magrib hujan berhenti.

Baca ulasan hotel yang saya inapi : Pengalaman menginap di Hotel Airy Tanjung Karang.

Hotel Airy Rooms Tugu Adipura


Kamar Airy Rooms

Sate Pikul Lagi
Teringat pesan Willy, cintai makanan lokal. Ah iya, bagaimana jika makan sate pikul? Tanpa ragu kami ke sana, berkendara, angin-anginan. Setengah ngebut. Disaksikan langit tertutup awan tebal. Jam 8 sudah di tempat.

Akhir Agustus 2 bulan lalu pernah ke sini, makan malam. Saat itu saya bilang enak, sebab bumbu satenya memang enak. Mungkin karena itu saya kemari lagi. Ingin menikmatinya ulang. Ternyata masih sama enak seperti sebelumnya. Nggak ada yang berubah, sama seperti rasa cinta pada kekasih pujaan hati: enak lagi, suka lagi, cinta lagi, dia lagi. 

Sate Pikul di pinggir jalan


Malam masih banyak yang beli

Jika sebelumnya saya tidak mengambil gambar sama sekali, kali ini Zenfone 3 beraksi. Memotret sate di antara kepulan asap, memotret dua porsi sate dalam piring beralas daun pisang, dan memotret mereka yang makan sate malam itu.

Tempat jualan sate pikul tidak berada dalam suatu bangunan. Melainkan menumpang pada teras sebuah bangunan entah apa. Ada dua buah meja dengan bangku-bangku plastik tanpa sandaran. Jumlahnya terbatas, sedangkan pelanggan ramai, belum memadai. Pengunjung bermobil, parkir di pinggir jalan, memesan sate, dan memakannya di dalam mobil. Mungkin sadar tempat duduk kurang. 

Ini yang bikin saya ketagihan


Sukanya pakai lontong, tapi habis

Warung sate pikul memang ala kadarnya. Tapi saya tak merisaukan itu. Tetap nikmati sate sambil dengar nyanyian pengamen pertama, kedua, atau bahkan pengamen ketiga. Mereka hadir silih berganti. Berkali-kali.

Makan dan membaur bersama suasana pinggir jalan. Bunyi motor, klakson mobil, celotehan orang-orang, asap dari arang pembakar sate, cahaya kekuningan lampu jalan, dan juga gerimis yang perlahan turun. Lengkap.

Saya tidak hanya sedang menikmati sate. Tapi juga merangkai cerita menikmati kisah. 

Makan ramai-ramai


Ada Mas Tri Yuliawan juga (kanan)



Belok ke Sambel Rumah
Siang keesokan hari, cuaca berubah-ubah. Awalnya panas, kemudian mendung, lalu hujan. Hari kepulangan selalu tergesa-gesa. Tak bisa banyak kunjungi tempat yang diinginkan. Apalagi cuaca tak mendukung. Rasa takut ketinggalan pesawat pun turut menghantui.

Ingin ke sana, ingin ke sini. Tapi akhirnya hanya Omah Bone Café yang akan dituju. Berkendara lagi, tanpa kebut. Langit mendung. Di tengah jalan, disergap hujan. Oh, lagi.

Hujan keburu lebat, bermotor, basah. Bakal basah kuyup jika terus memaksakan ke Omah Bone Café. Keputusannya: belok kiri, masuk ke rumah makan Sambel Rumah. Singgah, berteduh, sekaligus makan. Saat itu memang sudah waktunya makan siang.



“Itu Taman Jajan Pertiwi, tempat kita makan siang bareng mbak Rosanna dan Rian waktu itu.”

“Omah Bone Café itu tempat aku makan bareng kawan-kawan SMA, fotonya yang kamu lihat di FB waktu itu.”


Tentu saya ingat itu semua.

Sekarang kami di Pahoman, di Sambel Rumah. Alamatnya di Jl.Dr.Susilo No.101. Makan siang dengan ayam goreng, lele bakar, cah toge, sambal, lalapan. Minumannya es shanghai. 

Total Rp 77.000,-


Hujan-hujan minum yang dingin

Di luar masih hujan, bahkan kian deras. Di ruangan belakang tempat kami duduk, hujan menetes dari lubang atap yang bocor. Cipratan air yang jatuh mengenai celana bagian bawah. Kami bergeming, tak mengeluhkan itu. Malah tertawa. Biarkan saja.  Toh tidak mengenai makanan di meja. Indahnya hidup bila dibawa asik-asik saja ya.

Udara terasa dingin, minum minuman hangat sepertinya cocok.

“Mau ngopi?”

“Ayo.” 

Rumah Makan Sambel Rumah


Rumah Makan Sambel Rumah

Ngopi di DeLotuz Kitchen
 
Kopi dan waktu tanpa ketergesa-gesaan adalah teman akrab.

“Tunggu di dalam, nanti saya kembali.”

DeLotuz Kitchen bukan coffee shop, lebih tepat resto. Tapi di sini tersedia kopi, peminum kopi bisa memesan kopi. 



“Saya pesan jus kiwi. Pure kiwi. Tanpa gula.”

“Cicongfan Stuffed Cakwe favorit tamu kami, apa ibu mau coba ini?”

“Saya baru saja makan, masih kenyang. Ah….es krim ini saja.”

“Itu juga enak bu.”

“Tapi, sepertinya saya ingin Cicongfan Seafood ini saja.”


Kelihatannya saya sedang plin plan dan lupa pada ucapan “baru saja makan” itu. Tapi sungguh, cicongfan itu memang menggoda. Cocok dengan udara dingin saat itu. Di luar pun hujan. Hangatnya cicongfan jadi penawar. Membuat kebersamaan jadi semanis jus kiwi murni yang saya pesan. Enak di mulut hingga perut.

Cicongfan Seafood


Jus Kiwi kesukaan *_*

Chee cheong fun, menu klasik ini berbentuk bulat panjang, lentur dan kenyal ketika digigit. Tidak menggunakan daging babi, hanya udang, dan bahan-bahannya dijamin halal.

Satu gigitan. Dua gigitan. Tiga gigitan. Akhirnya cicongfan habis satu potong. Ketagihan? Tentu.

Satu seruput. Dua seruput. Tiga seruput. Akhirnya isi cangkir kopi mendekati dasar cangkir.

“Jus kiwiku enak. Mau coba?”

Sluuuuurrrp…..!


HP berdering. Taksi sebentar lagi tiba. Mulai tergesa. Hujan masih ada.

“Keburu ya sampai bandara jam 5?”

“Keburu pak.”

 

Taksi ngebut. 


Sejak kemarin, hujan di kota ini sukses menghalangi saya pergi ke pantai-pantai terdekat. Tapi gagal menghalangi saya kulineran menjajal tempat-tempat baru yang belum pernah saya datangi. Begitulah, di satu sisi gagal, di sisi lain berhasil. 

Saya bahagia.

Karena pada akhirnya, masih ada cerita yang dibawa pulang. 

Perjalanan memang tak berujung. Nikmati proses. Mari terus melangkah. 


@ deLotuz Kitchen