Tampilkan postingan dengan label BNI 46. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BNI 46. Tampilkan semua postingan

Prioritas Keluarga yang Berharga

Wisma BNI 46 (sumber: www.wisma46.com)

Fenomena Akhir Tahun

Desember, bulan yang selalu dihiasi oleh gelombang status di media sosial yang berisi sekilas perjalanan setahun, pencapaian, kegagalan, serta daftar resolusi dan cita-cita di tahun yang akan datang. Fenomena ini tak hanya terjadi pada orang-orang yang tak saya kenal, tetapi juga di akun-akun yang saya ikuti karena sudah mengenalnya. Saya sendiri pernah menjadi "pelaku" dari rutinitas tersebut bertahun-tahun yang lalu, entah hanya untuk meramaikan atau mungkin dengan sedikit niat untuk mendapatkan perhatian. Namun, seiring waktu saya menyadari, "Apakah ada gunanya saya menceritakannya?" Kini, saya hanya bisa tersenyum bila mengingatnya, tanpa bermaksud menertawakan orang lain yang masih melakukannya.

Prioritas yang Mengalihkan

Desember kali ini fokus perhatian saya sedang beralih sepenuhnya kepada keluarga, terutama pada kedua anak saya, Alief dan Aisyah. Salah satu aspek yang terus menjadi perhatian utama saya adalah masalah pendidikan. Kali ini, perhatian saya terfokus pada magang Alief dan rencana GTC Aisyah yang akan membawanya ke luar negeri ke dua negara. Hal-hal ini menjadi prioritas, mengalihkan perhatian saya dari pertanyaan tentang "Apa saja yang telah saya lakukan pada tahun 2023?" atau "Apa yang ingin saya capai di 2024?" atau bahkan pertanyaan santai seperti "Liburan tahun baru ke mana ya?" dan "Di mana kita akan menginap?" Aiiih mana ada waktu buat itu semua! 😅

Alief Magang

Informasi mengenai magang sudah diterima Alief sejak awal semester 5. Kampus, Binus University, memberikan sejumlah nama perusahaan beserta posisi dan kriteria yang sesuai dengan jurusan masing-masing mahasiswa. Sebagai mahasiswa semester 6, Alief memiliki kebebasan untuk memilih perusahaan yang diminatinya, mengajukan lamaran, menunggu panggilan, menjalani wawancara, dan jika lolos, bersiap untuk memulai magang sesuai jadwal yang telah ditentukan. Meskipun kampus menyediakan opsi yang mudah, Alief memiliki keinginan kuat untuk mencoba melamar di perusahaan di luar daftar yang disediakan oleh kampus. Meskipun terbersit pikiran, "Mengapa memilih yang sulit ketika ada yang mudah?" kami sebagai orang tua mendukung keputusannya, melihatnya sebagai sebuah tantangan yang berani dan positif.

Bikin Akun LinkedIn

Salah satu strategi yang diambil oleh Alief dalam menjalani pencarian, penemuan, dan perolehan kesempatan magang adalah dengan membuat akun di LinkedIn. Di sana, ia mengisi seluruh data dan informasi dirinya dengan sangat lengkap, kemudian mengajukan lamaran setelah menemukan peluang yang sesuai. Suami dan saya juga jadi ikut aktif di LinkedIn. Meski saya sebelumnya tidak memiliki akun di platform tersebut, namun akhirnya saya membuatnya khusus untuk membantu urusan Alief. Peran saya lebih sebagai pengamat dalam proses pencarian, dan kadang memberikan informasi jika ada peluang yang cocok untuk Alief.

Sampai Nanti Untuk Aisyah

Tentang akun LinkedIn yang saya buat, semata-mata diperuntukkan bagi Alief. Saya sendiri tidak memiliki niatan untuk menggunakannya dalam upaya pencarian pekerjaan. Oleh karena itu, akun tersebut tidak berisi informasi apapun mengenai diri saya. Berbeda dengan akun-akun teman yang umumnya memajang sejumlah informasi terkait pengalaman kerja, prestasi, keterampilan, dan sebagainya. Meskipun nantinya perihal Alief selesai, saya tetap mengaktifkan akun tersebut. Ini karena setelah Alief, giliran Aisyah yang akan menghadapi pengalaman serupa ketika menempuh pendidikan tinggi nanti. Mungkin Aisyah juga akan tertarik untuk mencoba sendiri mencari perusahaan magang. Dengan demikian, saya bisa menyaksikan lagi momen-momen Aisyah seperti yang sedang dialami oleh Alief saat ini.

Ikhtiar Aja Dulu, Jodoh & Rejekinya Kemudian

Setelah dua bulan sejak pendaftaran magang dibuka, pihak kampus akhirnya menutup kesempatan tersebut. Hal ini berarti bahwa mahasiswa harus bersifat proaktif dalam mencari peluang secara mandiri. Sementara itu, Alief belum menerima panggilan. Meskipun saya agak merasa cemas, Alief tetap menunjukkan ketenangannya. Suami memberikan semangat, bahwa yang terpenting Alief telah berusaha, dan jika memang rejeki, pasti akan ada jalannya.

Seingat saya, ada kesempatan magang dari Sinar Mas Land yang sesuai dengan kriteria yang dicari oleh Alief. Ada dua lowongan, satu untuk kantor pusat di Kuningan dan satunya lagi untuk kantor Green Office di BSD City. Alief telah mengirimkan CV untuk kedua lowongan tersebut. Saya sendiri dalam hati sangat berharap Alief diterima di kantor BSD City karena tempatnya dekat dari rumah, menghemat biaya transportasi, dan tidak perlu menyewa tempat tinggal baru. Sayangnya, panggilan dari Sinar Mas Land tidak kunjung datang. Hingga akhirnya, Alief mendapatkan informasi bahwa kampus kembali membuka pendaftaran magang dengan menyediakan beberapa perusahaan yang telah dipilihkan.

Kabar baik ini disambut gembira oleh Alief, yang segera memilih beberapa perusahaan. Alhamdulillah, dia mendapat panggilan dari 3 perusahaan, termasuk salah satunya dari perusahaan farmasi. Meskipun demikian, Alief akhirnya memilih perusahaan lain yang menurutnya lebih cocok.

Alhamdulillah, urusan magang Alief berhasil diselesaikan di bulan Desember. Perusahaan tempat dia magang berkantor di Sudirman, tepatnya di gedung BNI 46. Kegiatan magangnya dijadwalkan akan dimulai pada bulan Februari, selama 10 bulan. Meskipun perusahaan menginginkan magang selama 12 bulan, kampus membatasinya menjadi 10 bulan.

Wisma BNI46, Sudirman Jakarta. 31 Desember 2023

Survey Lokasi

Setelah Alief berhasil menemukan tempat magangnya, tahap selanjutnya adalah memikirkan cara menuju tempat kerja. Diskusi panjang pun terjadi di keluarga kami. Pertanyaan seputar naik KRL untuk efisiensi waktu dan biaya, atau membawa mobil untuk kenyamanan dengan konsekuensi biaya lebih tinggi, menjadi bahan pembahasan kami. Opsi sewa rumah atau apartemen dekat kantor juga muncul sebagai alternatif menarik.

Alief berinisiatif menjajal rute naik KRL dari BSD ke Sudirman dan berkendara mobil dari rumah ke BNI 46 untuk mengecek durasi perjalanan dan situasi pada jam tertentu. Kami sebagai orang tua mendukung langkah ini bahkan turut menemani. Aisyah, adik Alief, juga ikut serta dalam "petualangan" ini.

Tes perjalanan dari rumah menuju Wisma BNI46 kami realisasikan pada ujung bulan, tepatnya pada hari terakhir tahun 2023, tanggal 31 Desember 2023. Sebenarnya, waktunya agak kurang tepat karena Jakarta sedang sepi, banyak orang bepergian keluar kota, dan kami justru masuk ke dalam kota. Meski begitu, tetap bermanfaat buat Alief. Setidaknya dia sudah mengetahui rute mana yang paling efisien untuk perjalanan normal atau cepat jika berkendara sendiri ke kantor.

Aisyah GTC ke 2 Negara

Desember juga menjadi bulan sibuk saya untuk Aisyah yang akan berangkat ke luar negeri pada bulan Februari. Persiapannya melibatkan banyak hal, seperti dokumen perjalanan dan keperluan identitas karena Aisyah masih di bawah umur. Perjalanan ini akan menjadi pengalaman baru bagi Aisyah, seperti halnya abangnya yang memulai magang pada bulan yang sama.

Aisyah akan bersama teman-temannya, didampingi oleh beberapa guru, mengunjungi 2 universitas di Singapura dan Malaysia. Semua kegiatan sudah diatur oleh pihak sekolah dan travel yang bekerjasama. Alhamdulillah, segala persiapan dan dokumen penting selesai sebelum tenggat waktu.

Imigrasi Tangerang. Desember 2023

Kemudahan Tanda Kebaikan Allah

Alhamdulillah, meskipun dihadapkan pada beragam tantangan, urusan Alief dan Aisyah berhasil diselesaikan bersamaan di bulan Desember, tepat sebelum batas waktu. Saya merasa sangat lega.

Dalam menjalankan proses ini, saya menyadari betapa banyaknya kemudahan yang Allah berikan selama menangani berbagai tugas untuk anak-anak. Saya bersyukur atas kebaikan Allah yang senantiasa menyertai langkah-langkah keluarga kami. Alhamdulillah.

Tantangan Membimbing Anak Menuju Kedewasaan

Dulu saya berkeyakinan bahwa seiring bertambahnya usia anak-anak, saya akan meraih lebih banyak keleluasaan. Sayangnya, realitasnya tidak selaras dengan prakiraan tersebut. Meskipun Alief dan Aisyah sudah memasuki fase kedewasaan, tahap tersebut belum sepenuhnya tercapai. Hal ini menuntut perhatian dan dukungan lebih lanjut, bukan membiarkan mereka mengemban perjalanan hidup secara mandiri.

Mereka harus beradaptasi di tengah dunia yang makin kompleks dan sarat tantangan. Tempat mereka menjelajahi di luar rumah tak selalu mencerminkan nilai-nilai islami atau mendukung aspirasi yang kami, sebagai orang tua, harapkan. Kondisi lingkungan yang tak selalu aman dan risiko yang mengintai mengindikasikan bahwa perhatian serta bimbingan yang intensif menjadi imperatif. Pembebasan anak tidak sama dengan melepas mereka tanpa panduan di dalam dunia yang penuh risiko dan ketidakpastian. Meskipun ada berbagai strategi untuk membantu anak-anak mencapai kemandirian, perspektif saya mengenai melepas anak dalam segala hal, sejauh mungkin, bukanlah jawaban mutlak. Maka, hal-hal familiar seperti: "Suruh pergi yang jauh, merantau, tidak perlu diawasi terus, tidak perlu dikit-dikit dibantu, tidak perlu tahu dia ngapain....biar mandiri"  tidak selalu relevan dalam konteks kemandirian anak. Saya menegaskan bahwa pembimbingan dan batasan tetap penting dalam proses pendewasaan mereka. 

Tentang Anggapan Negatif Itu

Terdapat pandangan yang menyiratkan bahwa saya terkesan "memanjakan anak-anak" karena selalu terlibat secara aktif dalam setiap aspek kehidupan mereka.

Bagaimana jika merenungi hal itu dari perspektif positif, di mana partisipasi saya yang konstan dalam urusan anak-anak merupakan ekspresi nyata dari fokus saya pada peran orang tua? Jika waktu yang saya luangkan untuk memberikan perhatian penuh pada anak-anak berkontribusi pada kehidupan mereka yang harmonis dan bahagia, mengapa hal tersebut patut dicurigai?

Fokus, sebagai kunci keberhasilan, menjadi fokus utama bagi saya, sembari mengabaikan penilaian yang kurang relevan. Saya suka bisa terus memusatkan perhatian pada upaya positif yang saya niatkan dan lakukan.

Kepercayaan

Terkadang terkesan bahwa saya selalu hadir dalam setiap langkah anak-anak, seolah-olah tidak memiliki kepercayaan pada mereka. Asumsi tersebut tidaklah mutlak benar. Sebenarnya, saya memiliki kepercayaan yang besar terhadap anak-anak yang saya asuh. Sebagai contoh, dalam hal Alief, saya yakin untuk memberinya keleluasaan. Meski demikian, tidak memberinya kebebasan tidak berarti sebaliknya. Ada aspek-aspek penting lain yang juga memerlukan perhatian.

Kepercayaan saya yang mendalam terhadap Alief didasarkan pada kedisiplinan dan keteguhan hatinya dalam menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Dalam konteks ini, fondasi fundamental dari aspek keagamaan menjadi dasar kuat yang membentuk keyakinan saya. Kehadiran kedisiplinan dan dedikasinya terhadap nilai-nilai Islam memberikan keyakinan bahwa Alief mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan integritas yang tinggi dan penuh komitmen.

Kesuksesan Seorang ibu

Sering kali saya mendapat pertanyaan, "Bagi Anda, apa definisi kesuksesan?" Jawaban saya selalu beragam, mengikuti tahapan hidup dan pengalaman yang saya alami. 

Saat ini, jika ditanya apa itu kesuksesan sebagai seorang ibu?

Dalam perjalanan sebagai seorang ibu, kesuksesan bagi saya tidak hanya diukur dari pencapaian materi, melainkan lebih pada kesejahteraan dan perkembangan menyeluruh anak-anak. Kesehatan jasmani yang didukung oleh gizi yang cukup, kesehatan rohani yang tercermin dalam nilai-nilai keagamaan, disiplin, dan kepedulian sosial, serta kebahagiaan dan kematangan emosional anak-anak, semuanya menjadi tolak ukur kesuksesan sebagai seorang ibu.

Pentingnya pengembangan potensi anak-anak juga menjadi aspek kunci. Dengan memberikan mereka pendidikan yang baik dan sesuai minat, kita memberi mereka ruang untuk tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan bakat dan kecenderungan masing-masing.

Dalam pandangan saya, fokus sebagai seorang ibu adalah pada upaya menciptakan kondisi yang mendukung agar anak-anak dapat mencapai potensi terbaik mereka. 

Kesuksesan sejati terletak pada kesejahteraan dan kebahagiaan anak-anak, serta pada kemampuan mereka untuk menjalani hidup dengan penuh kematangan emosional dan spiritual.

Apakah saya sudah sukses? 

Jika saya tanyakan hal itu ke orang lain, dalam rangka menilai diri saya, jawabannya mungkin berbeda tergantung sudut pandang dan standar kesuksesan masing-masing orang. 

Saya pribadi, tidak pernah merasa telah sukses, melainkan sedang terus berproses. 

Yang pasti, fokus saya adalah menjadikan anak-anak menjadi pribadi yang sehat, bahagia, dan bertanggung jawab, serta memiliki dasar keimanan yang kuat. Jika saya berhasil mencapai hal tersebut, itulah yang saya anggap sebagai kesuksesan sejati sebagai seorang ibu.

Kebahagiaan Seorang Ibu

Menyaksikan anak tumbuh dan menjalani berbagai tahapan hidup adalah suatu perjalanan emosional. Salah satu momen ketika anak mencapai pencapaian tertentu, walau sekadar menemukan tempat magang. Pencarian tersebut bukan hanya menjadi langkah anak dalam membangun karir, tetapi juga perjalanan mendalam bagi saya yang bukan hanya menyaksikan dari kejauhan, tetapi turut serta mendukung, memberikan nasihat, dan merasakan setiap tantangan yang dihadapi anak. Rasa harap, kecemasan, dan kegembiraan adalah sebagian dari rentetan perasaan yang saya alami dalam setiap langkah anak. Momen-momen sederhana seperti ini meninggalkan kenangan tak terlupakan yang akan saya kenang sepanjang hidup.

Tulisan ini menjadi catatan saya tentang bagaimana setiap momen berharga bersama anak, terutama dalam pencapaian-pencapaian kecil, menjadi inti dari kebahagiaan saya sebagai seorang ibu. 

 

Beneran Gak Sempat Liburan?

Hari di mana kami melakukan pengecekan rute perjalanan dari kediaman di BSD City menuju BNI46 di Sudirman, lokasi magang Alief yang telah direncanakan, merupakan hari penutup dari tahun 2023. Ternyata, kesibukan dan prioritas kami terus mengikat hingga akhir tahun. Meski begitu, hal ini tidak berarti saya mengabaikan aspek lain yang tak kalah penting, seperti kegiatan wisata keluarga.

Jadi, sambil ngecek rute, kami juga menyisihkan waktu untuk berwisata, sebuah kegiatan yang tetap dilaksanakan meskipun beriringan dengan prioritas utama. Pagi harinya, kami berada di Jakarta, dan siang harinya di Sentul, di mana kami memutuskan untuk menikmati makan siang di The Upper Clift Sentul. Ini yang namanya 1 hari di 3 provinsi: Banten, Jakarta, Jawa Barat 😅

Sebuah pengalaman menghabiskan satu hari di dua tempat dengan karakteristik yang berbeda. Di Jakarta, kami dikelilingi oleh hutan beton, sedangkan di Sentul, suasana alami ditemani oleh pepohonan hijau. Pemandangan tambahan dari perbukitan dan gunung, udara yang sejuk, serta sajian kuliner lezat yang memuaskan selera, semuanya menjadi bonus yang kami syukuri di penghujung tahun. Alhamdulillah.

Sampai jumpa dalam cerita Makan Siang di Sentul!