Comfort Food Memoirs: Merayakan Kenangan dan Warisan Kuliner

 
Mengabadikan kenangan masa kecil melalui kuliner adalah salah satu cara paling istimewa untuk menjaga warisan budaya dan sejarah keluarga. Hal ini tercermin dalam antologi saya yang bertema makanan, Comfort Food Memoirs: Kisah Makanan yang Menenangkan beserta Resepnya.

Kebahagiaan dan kebanggaan saya atas terbitnya buku ini tak terhingga, terlebih karena buku ini berhasil meraih penghargaan Best in the World di ajang 29th Gourmand World Cookbook Awards 2023. Penghargaan bergengsi tingkat dunia ini diberikan dalam acara megah Saudi Feast Food Festival di Riyadh pada 27-29 November 2023.

Perjalanan Mengabadikan Kenangan

Bagi saya, Comfort Food Memoirs bukan sekadar buku resep atau kumpulan cerita kuliner. Buku ini adalah jembatan yang menghubungkan kenangan saya memasak dan menikmati pindang patin bersama almarhumah nenek saya saat masih kecil. 

Setiap halaman dalam buku ini mengandung sentuhan pribadi dan nostalgia, yang diharapkan dapat dirasakan oleh setiap pembaca.

Saya sangat berterima kasih kepada OMAR NIODE Foundation atas kesempatan luar biasa untuk saya menjadi salah satu kontributor dalam buku ini. Kesempatan ini memberikan ruang bagi saya untuk berbagi cerita dan memperkenalkan kekayaan kuliner lokal yang sarat dengan kenangan dan sejarah.

 

Gourmand Awards 2023: Penghargaan yang Bergengsi

Gourmand World Cookbook Awards adalah ajang bergengsi yang mengakui karya-karya terbaik dalam dunia kuliner. Penghargaan yang diraih oleh Comfort Food Memoirs merupakan bukti bahwa cerita-cerita kuliner lokal kita memiliki tempat di hati pembaca internasional. Acara penghargaan ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting di dunia kuliner dan menjadi momen yang membanggakan bagi seluruh tim yang terlibat.

Penyampaian Penghargaan dan Sambutan Khusus

Pada acara penghargaan, Edouard Cointreau dari Gourmand International menyampaikan, “Buku ini adalah undangan untuk menjelajahi yang belum dijelajahi, untuk menciptakan yang belum pernah ada sebelumnya. Semoga buku ini membawa inisiatif dan ide-ide segar yang menginspirasi penulis dan pembaca ke dalam narasi baru.”

Tiga tokoh dunia lainnya yang memberikan sambutan khusus adalah:

  • Edouard Cointreau, Founder & President, Gourmand World Cookbook Awards
  • Erik Wolf, Founder & Executive Director, World Food Travel Association
  • Muhamad Mardiono, Utusan Khusus Presiden RI Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan


Kontribusi yang Beragam dan Menginspirasi

Comfort Food Memoirs adalah hasil kolaborasi dari 65 penulis yang berasal dari berbagai profesi, mulai dari jurnalis, tokoh politik, budayawan, chef, wirausahawan, penggiat wisata, hingga pengrajin perhiasan. Di antara penulis yang berkontribusi, terdapat nama-nama terkenal seperti Budayawan Erros Djarot, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Alue Dohong, dan Chef Ragil Imam Wibowo. 

Erros Djarot, seorang budayawan terkenal, dikenal atas kontribusinya dalam dunia seni dan budaya Indonesia. Erros Djarot adalah seorang penulis, sutradara, dan komposer yang karyanya selalu mencerminkan keindahan dan kekayaan budaya Nusantara. Dalam Comfort Food Memoirs, beliau berbagi cerita tentang masakan yang membawa kenangan masa kecilnya di Indonesia.

Dr. Alue Dohong, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, adalah sosok yang dikenal dengan dedikasinya terhadap kelestarian lingkungan. Kisah yang dibagikannya dalam buku ini tidak hanya mengungkapkan kenangan masa kecilnya, tetapi juga bagaimana makanan tradisional dapat mendukung kelestarian alam dan budaya.

Chef Ragil Imam Wibowo adalah seorang chef ternama di Indonesia, yang dikenal dengan kreativitasnya dalam mengolah masakan tradisional menjadi hidangan yang modern namun tetap autentik. Dalam buku ini, Chef Ragil membagikan resep yang sarat dengan kenangan masa kecilnya, memberikan wawasan tentang bagaimana rasa dapat membawa kita kembali ke masa lalu.

Amanda Katili Niode, seorang penggiat lingkungan yang juga terlibat dalam pengembangan kuliner berkelanjutan, memainkan peran penting sebagai editor dalam Comfort Food Memoirs. Dengan latar belakang yang kuat dalam advokasi lingkungan dan kuliner, Amanda berhasil mengkurasi kisah-kisah yang tidak hanya menggugah selera, tetapi juga mempromosikan keberlanjutan.

 

Kontribusi Para Food Blogger Indonesia

Tujuh dari 65 penulis buku ini merupakan anggota Komunitas Food Blogger Indonesia (@foodbloggeridcommunity), termasuk saya. Mereka adalah Bayu Fitri Hutami, Henny Nursanty, Annie Nugraha, Ovianty, Rina Susanti, dan Eko Dony Prayudi. Keberagaman latar belakang penulis inilah yang memperkaya buku dengan perspektif dan cerita yang unik, menciptakan antologi yang beragam dan inspiratif.

Berikut tanggapan teman-teman food blogger mengenai buku Comfort Food Memoirs:

  • Bayu Fitri Hutami: Bayu menulis tentang Bubur Sumsum yang memiliki filosofi mendalam. Bagi Bayu, makanan ini adalah simbol kasih sayang dan perhatian orang tua. Ia berharap buku ini bisa membuat hati semua orang bahagia.
  • Henny Nursanty: Henny merasa spesial bisa berbagi cerita tentang resep cumi asin cabai hijau kecombrang yang diwariskan oleh almarhumah Mami tercinta. Buku ini menjadi cara untuk merasakan kembali kehadiran Mami melalui masakannya.
  • Annie Nugraha: Annie membangkitkan kenangan masa kecilnya dengan Pindang Patin Pegagan, makanan khas Sumatera Selatan yang mengingatkannya pada budaya Pantauan di kampung halaman ayahnya di Pagaralam.
  • Ovianty: Ovianty menulis tentang Pisang Goreng dan Ketan, sarapan khas Bukit Tinggi yang selalu mengingatkannya pada perjalanan naik bus ke Bukit Tinggi dari Jakarta.
  • Rina Susanti: Rina merasa senang bisa menjadi bagian dari buku yang tidak hanya berisi resep masakan tetapi juga kisah di balik setiap resep tersebut.


Melestarikan Kuliner Lokal

Dengan ketebalan 350 halaman, dicetak menggunakan kertas berkualitas tinggi dan full color, Comfort Food Memoirs diharapkan dapat memberikan wawasan dan kenangan yang mendalam bagi setiap pembacanya. Buku ini menyajikan lebih dari sekadar resep-resep lezat; setiap halaman dipenuhi dengan cerita-cerita yang menggugah emosi, mengajak pembaca untuk menghargai dan melestarikan warisan kuliner kita.

Tidak hanya memuat resep, buku ini juga menyimpan kenangan manis dari para penulisnya, membuat setiap halaman terasa sangat personal dan menyentuh. 

Amanda Katili Niode mengatakan, “Banyak penulis yang berbagi cerita kepada saya bahwa mereka menulis dengan penuh emosi, bahkan sambil menangis.”  Hal ini menunjukkan betapa dalam dan emosionalnya kisah-kisah yang tertuang dalam buku ini.

Saya pribadi berharap buku ini dan para penulisnya dapat terus menginspirasi dan memberikan manfaat bagi para pembaca. Semoga Comfort Food Memoirs menjadi jembatan dalam melestarikan kuliner lokal tanah air dan membawa cerita-cerita berharga ini kepada lebih banyak orang di seluruh dunia.

 

Melestarikan Warisan Kuliner

Selain mengisahkan latar belakang makanan yang menjadi comfort food, pembuatan buku ini juga merupakan upaya untuk melestarikan kuliner khas Indonesia. Banyak jenis makanan yang kini sulit ditemui, bahkan termasuk langka, seperti Gatot dan Tiwul dari Jawa Tengah, serta Kenta dari Kalimantan Tengah. Inilah salah satu alasan mengapa The Gourmand Awards memberikan pengakuan khusus dengan menganugerahi buku ini sebagai "Best of The Best Books of The Past 25 Years" dalam kategori Foreword dan Food Writing.

Dalam upaya melestarikan kuliner lokal, buku ini berfungsi sebagai pengingat akan kekayaan budaya kita yang berharga. Setiap resep dan cerita dalam Comfort Food Memoirs tidak hanya menghidupkan kembali kenangan masa lalu, tetapi juga mengajak generasi muda untuk mengenal dan menghargai makanan tradisional Indonesia yang sarat akan nilai sejarah dan budaya.

Dengan penuh kebanggaan, saya menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung terwujudnya buku ini. Mari kita terus menjaga dan menghargai warisan kuliner kita, satu cerita dan satu resep pada satu waktu.


Dapatkan Comfort Food Memoirs

Para peminat buku ini dapat memilikinya dengan harga Rp 50.000,- saja selama masa promosi di bulan Mei 2024. Selanjutnya masih dapat dipesan dengan harga yang terjangkau Rp 60.000,- belum termasuk ongkos kirim. 

Untuk pemesanan, silakan hubungi saya melalui pesan DM di IG @travelerien. Pemesanan juga dapat dilakukan melalui DM ke admin IG @foodbloggeridcommunity atau langsung ke penerbit  @penerbitdiomedia.

Buku Comfort Food Memoirs Ludes Terjual!

Terima kasih banyak untuk teman-teman yang sudah order buku Comfort Food Memoirs langsung dari saya. Promosi harga 50K untuk 50 buku ludes terjual selama bulan Mei! Khusus terima kasih buat teman-temannya Bayu Fitri, Fanny, dan Yuk Annie yang sudah ikut belanja, serta sahabat-sahabat saya Lala, Aisyah Dian, Uci, Mbak Myra Anastasia, Uniek Kaswarganti, Maria Tanjung, Citra Pandiangan, Bunda Yati Rahmat, dan masih banyak lagi lainnya yang telah order.

Terima kasih juga untuk penulis, Dodon dan Hanny, yang sudah borong banyak buku untuk dibagikan ke keluarga dan teman-temannya, sehingga stok perdana di saya terjual habis. Awalnya gak rencana jualan buku, tapi karena banyak permintaan, akhirnya jadi jualan juga. Semua hasil penjualan buku Comfort Food Memoirs akan disalurkan ke Yayasan Omar Niode yang menggagas buku ini dan berhasil membawa buku ini meraih penghargaan internasional. Tentunya, ada peran besar Bu Amanda Katili di balik kesuksesan ini.

Saya juga sempat mendokumentasikan proses packing dan kirim buku melalui JNE. Meskipun tanpa asisten dan hanya bisa kirim saat akhir pekan (Sabtu), alhamdulillah pengiriman lancar. Terima kasih semua! Akhirnya saya jadi kang paket! hahaha

Mendadak jadi tukang paket 😂😂

-Katerina-

Katerina. 2023. Pindang Patin Bertahta di Batin. Comfort Food Memoirs: Kisah Makanan yang Menenangkan Beserta Resepnya. Halaman 174. Diomedia Publishing House, Solo JAWA Tengah.


Mudik 2024: Perjalanan Penuh Tantangan dan Kenangan

 
Akhirnya, tahun 2024 ini kami bisa mudik untuk lebaran. Disebut mudik lebaran karena memang bertepatan dengan suasana lebaran. Terakhir kali kami mudik pada tahun 2022, tetapi saat itu hanya untuk menengok tante yang sakit, bukan untuk merayakan lebaran. 

Kami memang jarang sekali mudik ke Sumsel saat lebaran, bahkan saya sudah lupa kapan terakhir kali melakukannya. Bukan karena tidak rindu kampung halaman di Sumsel, tetapi karena orang tua tinggal bersama kami di BSD. Kecuali ibu masih tinggal di Sumsel, barulah kami pulang menengok beliau. 

Jika dihitung-hitung, mungkin sudah lebih dari enam tahun kami tidak mudik untuk lebaran. Waktu yang cukup lama, tentunya. Karena itulah, mudik kali ini saya sambut dengan semangat yang membara dan rasa gembira yang menggebu-gebu. Anak-anak dan suami juga begitu, semua bersemangat. Karena yang namanya kembali ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama keluarga besar setelah sekian lama, sungguh akan menjadi momen yang tak terlupakan.

Sebelum saya cerita lebih lanjut soal perjalanan mudik kami ke Sumsel via darat dan laut, saya bagikan dulu video perjalanan kami saat naik kapal dari Pelabuhan Merak Banten ke Pelabuhan Bakauheni Lampung. Suasana dalam video inilah yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini. Berikut videonya: 



Mudik Sarat Tantangan

Perjalanan mudik kali ini ternyata menjadi pengalaman yang sangat berbeda dari sebelumnya. Seperti yang diberitakan di televisi, media online, dan video-video di media sosial, perjalanan mudik Lebaran 2024 dari Pelabuhan Merak, Banten ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung dipenuhi dengan tantangan luar biasa. 

Kemacetan parah di tol menuju Merak, antrian kapal yang sangat lama, dan kepadatan di pelabuhan menjadi beberapa rintangan yang harus dihadapi. Meski penuh tantangan, pengalaman ini tetap saya nikmati dan saya siap menghadapi apa pun yang terjadi. Bukan hanya saya yang merasakan pengalaman ini, anak-anak dan suami juga merasakannya. 

Jarang-jarang 'menderita' saat mudik, ya kan? Tapi, kalau mau disebut menderita, aslinya saya nggak merasa begitu. Enjoy aja. Karena kalau dipikir menderita, jadinya menderita. Dipikir baik saja, maka semua akan baik-baik saja. Ini sedang momennya, jalani saja. Yang penting selamat. Ga ada yang dikejar juga kan? Soal waktu tiba, ya sesampainya saja. Sampai besok ayo, sampainya lusa monggo. Asal ga tahun depan baru sampai, itu namanya berkelana tiada akhir, kata Om Rhoma Irama.

Menjalani perjalanan mudik dengan sikap positif sangat penting. Perjalanan panjang yang penuh tantangan bisa terasa lebih ringan jika dinikmati. Mengutamakan keselamatan di atas segalanya, tanpa terburu-buru, membuat perjalanan ini lebih bermakna. Setiap momen menjadi bagian dari cerita yang akan dikenang.

Suasana di Pelabuhan Merak tgl. 7 April 2024 Pukul 23.52WIB

Tiket Online Ferizy

Untuk menyeberang dari Pelabuhan Merak, Banten menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung, pemudik wajib membeli tiket secara online melalui aplikasi Ferizy. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kepadatan di pelabuhan dan memastikan kelancaran proses penyeberangan.

Saya memesan tiket pada tanggal 6 April 2024 untuk keberangkatan tanggal 8 April 2024. Saat itu, ketersediaan tiket masih banyak, memungkinkan saya untuk memilih jadwal sesuai keinginan, yaitu pukul 02.30 WIB. Menurut berbagai sumber, tanggal 7-8 April adalah puncak arus mudik, sehingga tiket semakin menipis atau bahkan habis pada hari-hari tersebut karena lonjakan pemudik.

Oleh karena itu, penting untuk memesan tiket jauh-jauh hari untuk memastikan ketersediaan tempat dan menghindari kesulitan saat puncak arus mudik. Memesan tiket lebih awal memberi fleksibilitas dalam memilih waktu keberangkatan yang nyaman dan sesuai dengan jadwal perjalanan.




Alasan Wajib Tiket Online
Pemudik menuju Sumatera diwajibkan membeli tiket kapal secara online melalui aplikasi Ferizy karena beberapa alasan penting:
  • Mengurangi Kepadatan dan Antrian: Membeli tiket online mengurangi kepadatan di loket pelabuhan, membuat proses penyeberangan lebih lancar dan tertib, serta mencegah kemacetan​ 
  • Efisiensi Waktu: Dengan tiket online, pemudik bisa langsung ke kapal tanpa antri lama di pelabuhan, menghemat waktu dan mengurangi stres​ 
  • Kepastian Jadwal: Tiket online memberikan kepastian jadwal keberangkatan dan memastikan tempat di kapal sesuai waktu yang dipilih, membantu perencanaan perjalanan yang lebih baik​
  • Kemudahan Akses: Tiket bisa dibeli kapan saja dan di mana saja tanpa harus datang ke pelabuhan, sangat membantu bagi mereka yang tinggal jauh atau memiliki jadwal padat​ 

Cara Membeli Tiket Melalui Ferizy
Berikut panduan praktis bagi yang belum pernah, atau mungkin lupa caranya:
  • Buka Aplikasi atau Website Ferizy: Unduh aplikasi di ponsel atau buka situs Ferizy.
  • Pilih Rute dan Jadwal: Masukkan Pelabuhan Merak sebagai asal dan Pelabuhan Bakauheni sebagai tujuan. Pilih tanggal dan waktu keberangkatan.
  • Isi Data: Masukkan informasi kendaraan dan penumpang.
  • Lakukan Pembayaran: Pilih metode pembayaran dan selesaikan transaksi.
  • Dapatkan E-Tiket: E-tiket akan dikirim ke email, siap digunakan saat check-in di pelabuhan.
Mudah, bukan?

Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut, pemudik bisa memastikan perjalanan mereka lebih teratur dan nyaman, serta mengurangi stres dari antrian panjang dan kepadatan di pelabuhan.

Namun, masih ada saja yang belum melakukannya saat tiba di pelabuhan. Mereka mengira bisa membeli tiket di tempat, padahal tidak bisa. Akibatnya, mereka bisa saja dipaksa mundur atau keluar dari pelabuhan oleh petugas.

Sewaktu berada di pelabuhan Merak, saya dengar sendiri petugas berkali-kali menghimbau pemudik melalui pengeras suara agar memasuki pelabuhan hanya jika sudah memiliki tiket yang sudah dibeli secara online.


Ada yang pernah melihat kendaraan-kendaraan yang berjejer di pinggir jalan sebelum memasuki kawasan pelabuhan? Mungkin itu adalah mereka yang belum punya tiket. Mungkin ya, saya tidak memastikannya. Tapi saya perhatikan, beberapa kios dan rumah makan di pinggir jalan tempat kendaraan-kendaraan itu berhenti, ada yang menawarkan jasa jual tiket online. Ada tulisannya lho, terpampang di depannya. Tapi maaf saya ga sempat memotret hal itu.

Lantas, bagaimana tiket online bisa diperjualbelikan jika nama penumpang dan nomor identitas harus sesuai? Entahlah bagaimana caranya. Mungkin yang dijual jasa pembeliannya saja, nomor ID tetap pakai punya si pemudik yang belum punya tiket itu? 

Padahal, urusan beli tiket online ini bisa pemudik lakukan sendiri dengan mudah. Tinggal install aplikasi Ferizy, daftar, dan beli tiketnya. Metode pembayarannya pun praktis dengan banyak pilihan.

Jadi, pastikan untuk membeli tiket online sebelum berangkat agar perjalanan mudik lebih lancar dan nyaman.

Macet di Tol Merak

Kemacetan di tol menuju Pelabuhan Merak menjadi salah satu masalah utama pada puncak arus mudik Lebaran. Diprediksi terjadi pada 6-7 April 2024, bertepatan dengan mulainya cuti bersama Hari Raya Idul Fitri, lonjakan volume kendaraan menyebabkan kemacetan panjang di beberapa titik, terutama di ruas tol yang mengarah ke Pelabuhan Merak.

Suami saya mendapatkan kabar tentang kemacetan ini dari teman-teman kuliahnya yang sudah lebih dulu mudik. Suami saya kuliah di Unsri (Universitas Sriwijaya), jadi beliau berteman dengan banyak orang asal Palembang. Teman-temannya yang tinggal di luar Sumatera saling berbagi informasi perihal mudik dalam grup alumni. Informasi dari teman-teman suami itulah yang membantu kami mengantisipasi kemacetan panjang di tol menuju Merak.

Untuk menghindari kemacetan, kami memulai perjalanan dari BSD lewat tol, lalu keluar di Serang (saya lupa tepatnya di mana), dan melanjutkan perjalanan melalui jalan biasa menuju Merak. Alhamdulillah, strategi ini memudahkan perjalanan kami sehingga tidak terjebak kemacetan parah di tol. Memang, kami masih menemui kemacetan mendekati Merak, tapi hanya sekitar 30 menit karena bertemu pengendara lain yang juga menghindari tol.

Pulang pakai innova biar lega dan nyaman di perjalanan karena banyak bawa barang. Aisyah menguasai kursi paling belakang, biar bisa rebahan. Alief dan papanya di depan, gantian nyetir. Kalau lagi singgah, ya dua-duanya tidur kayak gini 😂 Saya cuma bagian yang ngingetin kapan waktu harus makan, minum, solat, dan istirahat, serta bagian ATM berjalan 😂
 
Total perjalanan kami dari BSD ke Merak memakan waktu sedikit lebih dari 2 jam, yang masih terbilang normal. Kami berangkat dari BSD pukul 9 malam, dengan harapan tiba paling lambat pukul 12 malam, sehingga masih ada waktu sekitar 2 jam sebelum keberangkatan kapal pukul 02.30 pagi. Ternyata, kami tiba lebih cepat pada pukul 11.07 WIB.

Namun, tiba lebih cepat di pelabuhan tidak berarti cepat masuk kapal. Kami baru masuk kapal pukul 6.30 pagi, tujuh jam setelah tiba di Pelabuhan Merak. Luar biasa lama, namun ternyata masih lebih cepat dibandingkan hari sebelumnya, di mana ada yang mengantre selama 18 jam! Super luar biasa itu. Padahal, perjalanan dari Pelabuhan Bakauheni ke Palembang saja hanya memakan waktu sekitar 4 jam, lebih lama waktu antre kapal dibandingkan perjalanan ke Palembangnya.


Menunggu di Pelabuhan Merak

Setibanya di Pelabuhan Merak, kami harus menghadapi antrian panjang untuk menaiki kapal ferry. Meskipun PT ASDP Indonesia Ferry telah menyiapkan kapal yang beroperasi setiap jam di dermaga reguler dan dermaga ekspres, volume pemudik yang tinggi tetap menyebabkan waktu tunggu yang lama. Direksi ASDP bahkan memperkirakan kenaikan jumlah pemudik sekitar 15% dibandingkan tahun sebelumnya, yang turut memperparah situasi .

Kami yang awalnya mengira dapat menaiki kapal sesuai jadwal, yakni pukul 02.30, akhirnya harus menerima kenyataan bahwa di jam tersebut kami masih "camping cantik" di pelabuhan, di dalam mobil. 

Saat itu masih bulan Ramadan, tentu kami harus sahur untuk melanjutkan ibadah puasa yang tinggal 2 hari lagi. Alhamdulillah, bekal sudah disiapkan dari rumah. Ketika memasak untuk buka puasa dan makan malam, saya dan ibu sekaligus memasak lebih banyak untuk bekal sahur. Kami berpikir waktu sahur akan berada di kapal dalam perjalanan menyeberang ke Lampung. Ternyata, prediksi kami meleset.

Di pelabuhan sebenarnya banyak restoran yang buka, dari restoran ayam dan burger hingga restoran masakan khas Indonesia. Minimarket pun buka, menjual berbagai macam jajanan. Namun, kami semua sepakat untuk tidak turun dari mobil dan memanfaatkan bekal yang sudah dibawa untuk sahur. Turun hanya jika perlu ke toilet. Ini bukan hanya soal hemat biaya, tetapi juga hemat waktu dan tenaga. Kalau bisa hemat, kenapa harus boros? Emak-emak banget, kan? 😂

Dengan bekal dari rumah, kami tidak perlu repot turun mencari makanan, yang tentu memudahkan kami di tengah suasana pelabuhan yang padat. Sungguh, meski tantangan banyak, pengalaman ini tetap menjadi kenangan tersendiri yang penuh makna.


Pagi Ceria di Pelabuhan Merak

Pagi datang dengan ceria, menyapa para pemudik di pelabuhan yang padat, tanpa peduli apakah kami penat atau sehat. Yang pasti, kabar baik menyambut kami: antrean masuk kapal telah tiba. Hore!

Mau hore-hore, namun, ada sedikit rasa ngenes karena kami sudah dilelahkan dengan 7 jam penantian he he. Tapi sungguh, melihat petugas mengarahkan antrean kami untuk masuk kapal, rasanya luar biasa senang, seolah mampu melenyapkan letih dari penantian panjang semalam. 

"Makanya naik pesawat saja, satu jam sudah sampai Palembang!" Begitu komentar mereka yang tidak mengerti nikmatnya mudik. Buat saya, sesekali begini ada hikmahnya. Memang capek, tapi kenikmatan yang dirasakan jauh lebih besar.

Membawa mobil jalan darat dan menyeberangi laut itu menyenangkan. Kami bisa menikmati perjalanan, melihat pemandangan, dan merasakan kebersamaan dengan pemudik lain yang juga berjuang untuk pulang kampung. Suasana pelabuhan yang ramai, meskipun melelahkan, justru menambah semangat kami karena merasakan kebersamaan dengan ribuan pemudik lainnya.

Selain itu, membawa mobil pribadi itu praktis. Setibanya di tujuan, kami tidak perlu meminjam kendaraan saudara atau menyewa. Di musim Lebaran, rental mobil sering penuh dipesan. Sewa mobil selama seminggu juga mahal, lebih baik uangnya dipakai untuk menambah hadiah ke saudara-saudara dan ponakan. Keuntungan lain membawa mobil pribadi adalah kebebasan dan kenyamanan dalam berkeliling di kampung halaman tanpa harus bergantung pada kendaraan umum.

Bagi saya, sesekali mudik seperti ini tidak masalah, malah hampir 6 tahun tidak merasakan suasana mudik yang ramai. Tapi kalau setiap hari? Wah, ogah. Saya bisa gempor! 😂Namun, setiap tantangan dalam perjalanan akan selalu menjadi cerita yang dikenang dan diceritakan kembali pada kesempatan berikutnya. Setiap lelah dan peluh adalah bagian dari perjalanan mudik yang penuh makna.


Nyaman di Lantai Teratas Kapal

Mobil kami kebagian parkir di lantai teratas area parkir kapal. Alhamdulillah, tempatnya semi terbuka dengan atap yang melindungi dari sinar matahari langsung dan hujan. Letaknya juga dekat dengan tangga menuju dek paling atas, jadi sangat mudah untuk naik.

Karena posisinya yang terbuka dan berada di pinggir kapal, kami bisa merasakan hembusan angin laut yang segar. Udara di sini lebih bersih dan sejuk, sehingga meskipun tetap berada di dalam mobil, kami tidak merasa pengap. Ini sangat berbeda dengan pengalaman parkir di bagian lambung kapal, yang tertutup di segala sisi. Di sana, udara terasa pengap dan gelap, sehingga mau tidak mau pemudik harus turun dan pindah ke ruang penumpang ber-AC di atas.

Dengan posisi mobil di lantai teratas, perjalanan menyeberang dengan kapal express ini menjadi lebih nyaman. Kami bisa menikmati pemandangan laut dan angin segar tanpa harus meninggalkan mobil. Ini juga membuat pengalaman mudik lebih menyenangkan, karena bisa menghindari ketidaknyamanan yang sering dialami di bagian bawah kapal.

Aktivitas di Atas Kapal

Saat kapal mulai berlayar, saya dan suami naik ke dek atas, membawa laptop untuk mengerjakan beberapa pekerjaan penting. Pada awalnya, koneksi internet masih baik karena kami masih dekat dengan pelabuhan. Namun, semakin menjauh dari pelabuhan, koneksi internet mulai terputus. Akhirnya, kami memutuskan untuk menghentikan pekerjaan.

Menariknya, meskipun baru saja melewati malam yang panjang dengan antrean, kami masih memiliki tenaga untuk bekerja. Seolah-olah kelelahan tidak terasa. Mungkin karena semangat mudik, jadi rasa capek pun tidak terasa.

Di kapal, kami sempat mengerjakan beberapa tugas, berfoto-foto, membuat video untuk konten, dan menikmati suasana serta pemandangan laut. Suasana di atas kapal memberikan pengalaman yang menyenangkan dan berbeda. Angin laut yang sejuk dan pemandangan luas menjadi hiburan tersendiri.

Tak terasa, penyeberangan menuju Pelabuhan Bakauheni terasa cepat. Ketika kapal hampir tiba di pelabuhan, kami kembali ke mobil. Durasi penyeberangan sekitar satu jam lebih, tidak sampai dua jam. Memang lebih lama waktu yang dihabiskan untuk antre naik kapal dibandingkan waktu penyeberangan itu sendiri. Cepat sekali rasanya!


Mendarat di Pelabuhan Bakauheni

Saya tidak mencatat kapan tepatnya kapal bersandar di Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Namun, dari data exif pada rekaman video yang saya ambil, tercatat bahwa mobil kami turun dari kapal pada pukul 09.42. Mungkin sekitar 30 menit sebelumnya kapal sudah bersandar. 

Jika dihitung sejak masuk kapal, total durasi perjalanan laut ini sekitar 3 jam. Namun, perlu diingat bahwa sejak naik ke kapal hingga mulai berlayar, waktu yang diperlukan lebih dari 1 jam. Jadi, saya perkirakan durasi perjalanan laut sebenarnya kurang dari 2 jam.

Foto ini diambil saat di perjalanan melintasi tol Lampung

Keluar dari Kapal

Setelah keluar dari kapal dan menjejak daratan, kami langsung menuju jalan tol menuju Sumatera Selatan. Hal pertama yang ingin kami lakukan adalah mampir di rest area untuk beberapa keperluan seperti ke toilet, berjalan kaki, dan mengisi bahan bakar kendaraan. 

Setelah perjalanan panjang, kami perlu menggunakan toilet dan berjalan kaki untuk melancarkan peredaran darah serta mengurangi rasa pegal, karena sejak semalam lebih banyak duduk dan rebahan. Suami saya juga perlu mengirimkan data penting kepada timnya terkait pekerjaan. Jadi, perlu duduk tenang di rest area di bagian food court-nya.

Masjid di Rest Area Km 49A Lampung

Singgah di Rest Area KM. 49A Lampung
Rest Area KM. 49A Lampung menjadi tempat persinggahan yang populer bagi pemudik. Banyak yang berhenti di sini untuk berbagai keperluan: istirahat, ke toilet, mandi, salat, mengisi BBM, bahkan makan.

Fenomena Makan Siang di Bulan Ramadan
Melihat pemudik makan siang di bulan Ramadan mungkin menimbulkan tanda tanya. Namun, penting untuk tidak berburuk sangka. Ada beberapa alasan yang bisa diterima: perempuan yang haid atau menyusui dibolehkan tidak berpuasa, laki-laki yang sakit atau sangat lelah juga memiliki keringanan untuk tidak berpuasa, serta pemudik dalam perjalanan jauh (musafir) yang juga mendapatkan keringanan untuk berbuka puasa.

di Rest Area Km 49 A Lampung

Alief, saya, dan suami sama-sama menyempatkan waktu di sela-sela perjalanan untuk mengerjakan tugas di Rest Area Km 49 A Lampung. Sama-sama tugas darurat, jadi sifatnya urgent. Tetep ya, biarpun dalam perjalanan sibuk, masih punya energi dan waktu untuk hal-hal penting. Alhamdulillah di lantai 2 rest area ini nyaman buat buka laptop. Di sini kurang lebih 30 menit saja. 

Kondisi Ekstrem Pemudik

Tahun ini, perjalanan mudik dari Merak ke Bakauheni sangat menantang. Pemudik menghabiskan waktu hingga belasan jam terjebak dalam antrean masuk kapal, sebelum melanjutkan perjalanan darat yang juga memakan waktu belasan jam atau bahkan beberapa hari hingga tiba di kota-kota ujung barat Sumatera. Ini membuat rest area seperti KM. 49A menjadi penting untuk pemulihan tenaga. Melihat mereka beristirahat dan memenuhi kebutuhan dasar adalah pemandangan yang sangat wajar mengingat kondisi ekstrem yang mereka hadapi.

Pentingnya Kesehatan dan Keselamatan

Dalam perjalanan mudik yang penuh tantangan ini, menjaga kesehatan dan keselamatan menjadi prioritas. Pemudik yang berhenti untuk makan atau beristirahat di rest area membantu memastikan bahwa mereka tetap bugar untuk melanjutkan perjalanan dan tiba di kampung halaman dengan selamat.

Sehat-sehat selalu untuk semua yang berupaya kembali ke rumah di kampung halaman untuk bertemu keluarga besar. Semoga perjalanan mudik kali ini memberikan pengalaman yang berkesan dan penuh berkah. Selamat mudik, selamat bertemu keluarga tercinta! 

Video saat kami singgah di Rest Area Km. 49A Lampung dapat ditonton pada Reels berikut: 


Perjalanan Mudik Terlama Kami

Setelah singgah di Rest Area KM 49A Lampung, kami berhenti tiga kali lagi di rest area berikutnya untuk salat Ashar, berbuka puasa dan salat Magrib, serta salat Isya. Setiap rest area yang kami singgahi tak pernah sepi. Suasana seperti itu hanya bisa saya saksikan di musim libur lebaran.

Setelah keluar dari tol yang panjang membentang dari Lampung hingga Palembang, kami sempat singgah satu kali lagi untuk membeli makan. Ternyata, Alief merasa lapar di jam 11 malam. Untungnya restoran Padang masih pada buka. Urusan lapar hampir tengah malam jadi bisa teratasi. 

Bagi saya, setiap singgahan itu, menjadi bagian dari cerita mudik kami yang penuh kenangan, tawa, dan kebersamaan.

Kami tiba di Kabupaten Muaraenim hampir jam 12 malam, sehingga perjalanan mudik kali ini memakan waktu lebih dari 24 jam, tepatnya 26 jam. Ini adalah perjalanan mudik terlama yang pernah kami alami.

Meski panjang dan melelahkan, kebahagiaan saat tiba di kampung halaman dan bertemu keluarga besar untuk merayakan Lebaran sungguh tak ternilai. 

Mudik kali ini memang yang terlama, tapi juga yang paling berkesan bagi kami sekeluarga.

Berikut adalah beberapa foto yang saya ambil saat mampir di rest area dari Lampung menuju Sumatera Selatan. Meskipun tidak banyak foto yang diambil, momen perjalanan ini lebih banyak saya abadikan dalam bentuk video.






Demikianlah cerita mudik kami kali ini. Perjalanannya penuh tantangan, dari kemacetan menuju Pelabuhan Merak, antrean kapal, hingga jalur darat yang melelahkan. Namun, semangat pulang membuat semua terasa ringan.

Setiap momen, mulai dari pemesanan tiket di Ferizy hingga perjalanan laut, memiliki ceritanya sendiri. Saat kapal bersandar di Bakauheni, semangat kami kembali untuk melanjutkan perjalanan.

Berbagai perhentian di rest area menjadi titik istirahat penting yang membantu kami tetap bugar dan memenuhi kebutuhan ibadah selama perjalanan. Meskipun perjalanan lebih dari 24 jam, kebersamaan dan kenangan yang tercipta sangat berharga.

Pengalaman ini mengajarkan pentingnya perencanaan, kesabaran, dan kebersamaan. Meski terlama, mudik kali ini paling berkesan. Bertemu keluarga besar dan merayakan Lebaran bersama adalah tujuan yang membuat segala usaha dan waktu yang dihabiskan terasa sepadan.

Perjalanan mudik ini bukan sekadar tentang mencapai tujuan, tetapi juga tentang menikmati setiap langkah menuju rumah.


-Katerina. April 2024-