Wisata Kediri: Kuliner Sate Kambing dan Destinasi Ikonik Simpang Lima Gumul

Siapa bilang perjalanan bisnis itu membosankan? Ketika suami saya harus pergi ke Gresik untuk urusan kerja, saya langsung menyelipkan agenda pribadi yang sudah lama saya rencanakan diam-diam: bertemu sahabat lama, Mbak Dian, di Kabupaten Kediri. Jadi, selain menjalankan peran sebagai istri siaga, saya juga punya misi reunian yang tak kalah penting!

Saya dan suami, bersama keluarga Mbak Dian @adventurose di Kediri

Sejak dulu, saya selalu ingin punya kesempatan untuk bertemu lagi dengan Mbak Dian. Hubungan kami bukan sekadar pertemanan biasa, tapi sudah seperti sahabat yang benar-benar saling mengerti. Bayangkan, 14 tahun kami kenal lewat dunia blogging, dari yang awalnya cuma saling komen di artikel sampai sekarang jadi teman berbagi cerita, baik soal pekerjaan maupun kehidupan.

Sebagai sesama travel blogger, saya dan Mbak Dian sudah beberapa kali melewati berbagai perjalanan bersama. Mulai dari yang terencana rapi karena ada sponsor, hingga yang spontan karena ada kesempatan. Dari situ, kami belajar untuk saling memahami, mendukung, dan membangun kepercayaan satu sama lain.

Hal yang saya suka dari persahabatan ini adalah kesederhanaannya. Kami tidak harus saling bicara setiap hari, karena masing-masing sibuk dengan rutinitas. Tapi saat ada kesempatan untuk bertemu atau sekadar menyapa, rasanya seperti melanjutkan obrolan yang tidak pernah benar-benar berhenti. Dan itulah yang membuat momen bertemu Mbak Dian terasa begitu berarti.

Mbak Dian dan keluarganya

Selama beberapa tahun terakhir, saya sering membayangkan kapan bisa main ke rumah Mbak Dian, apalagi sejak anak-anaknya lahir. Tapi ya, hidup kadang nggak sejalan dengan rencana. Jarak yang jauh dan kesibukan di rumah bikin rencana itu cuma jadi angan-angan yang parkir di kepala. Tapi siapa sangka, perjalanan ke Gresik bareng suami kali ini jadi jalan Tuhan untuk wujudkan impian itu.

Semua dimulai dari kedatangan ibu saya yang tiba-tiba datang dari Sumatra Selatan ke BSD. Kejutan yang berasa banget manfaatnya! Dengan adanya ibu di rumah, saya jadi punya backup untuk menjaga Aisyah dan Alief, sementara saya ikut suami ke Gresik. Ini kayak "kode semesta" kalau saatnya saya keluar dari rutinitas dan memanfaatkan kesempatan.

Akhirnya, saya benar-benar bisa bertemu Mbak Dian di Kabupaten Kediri! Rasanya kayak mimpi jadi nyata—ngobrol santai di rumahnya sambil melihat anak-anak bermain. Momen ini bikin perjalanan kami di Jawa Timur terasa lebih spesial, penuh cerita, dan tentu saja, makin berkesan. Kalau sudah begini, saya cuma bisa bersyukur atas cara Tuhan yang kadang mengejutkan, tapi selalu tepat waktu.

Baca juga: Temu Teman Blogger di Depot Bu Rudy Surabaya

Sebuah jalan yang kami lewati di Kabupaten Kediri

Satu Tujuan, Berbagai Kenangan

Saat memulai perjalanan dari BSD, Serpong, rasanya seperti anak kecil yang baru dapat mainan baru—penuh antusias dan siap untuk petualangan! Kami berangkat dengan semangat, apalagi perjalanan darat selalu punya kejutan seru. Dari menikmati pemandangan di sepanjang jalan sampai mencicipi camilan di rest area, semuanya terasa seperti bagian dari paket liburan. Bahkan, hal sederhana seperti mampir ke toilet umum atau berburu pom bensin di tengah perjalanan jadi cerita yang bisa ditertawakan nanti.

Walaupun tujuan utama kami adalah Gresik, ternyata petualangan ini punya alur cerita tambahan. Dari Gresik, kami lanjut ke Surabaya untuk merayakan momen spesial keponakan yang baru saja wisuda di UNAIR. Tapi, klimaks perjalanan ini jelas saat kami akhirnya sampai di Kabupaten Kediri, tempat tinggal sahabat saya, Mbak Dian.

Perjalanan dari Surabaya ke Kediri dimulai dengan penuh percaya diri pukul 10 pagi. Saya awalnya berpikir, “Ah, lewat tol ini pasti cuma butuh waktu sejam.” Tapi kenyataan berkata lain. Saat akhirnya sampai di Kediri pukul 12.45, saya baru sadar kalau kalkulasi waktu saya sedikit terlalu optimis. Tapi hei, bukankah itulah seni perjalanan? Selalu ada kejutan yang bikin cerita makin seru!

Di masjid ini, tempat pertama kali kami singgah di Kediri

Kediri, salah satu kabupaten di Jawa Timur, punya daya tarik tersendiri yang nggak bisa diabaikan. Begitu sampai di sini, rasanya seperti menemukan halaman baru dalam buku perjalanan kami.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Masjid Assalam di Cangkring, Desa Pelem, Kecamatan Pare. Mas Arif langsung menuju ke masjid untuk menunaikan salat Zuhur, sementara saya duduk manis di mobil, menikmati suasana sekitar. Lagi haid, jadi izin absen dulu. Meski begitu, hati ini tetap penuh rasa syukur dan bahagia, sampai-sampai perasaan nggak nyaman di perut pun jadi terasa nggak penting.

Sambil menunggu, saya sempat mengabari Mbak Dian kalau kami sudah memasuki Kediri. Ketika melintasi Kecamatan Plemahan, saya cek lagi Google Maps dan memberi tahu Mbak Dian kalau kami tinggal 30 menit lagi sampai. Wah, rasanya makin nggak sabar!

Makin dekat tujuan, makin besar rasa haru dan antusias saya. Membayangkan akhirnya bisa bertemu Mbak Dian dan keluarganya, hati ini seperti penuh bunga-bunga. Perjalanan yang tadinya terasa panjang pun mendadak jadi menyenangkan lagi. Ah, momen seperti ini memang selalu bikin perjalanan terasa lebih bermakna!

Alhamdulillah akhirnya berjumpa dengan anak-anaknya Mbak Dian

Alhamdulillah, sesuai perkiraan Google Maps yang selalu jadi penyelamat perjalanan, setengah jam kemudian kami tiba di Jalan Harinjing, tepat di kediaman Mbak Dian dan keluarganya di Gadungan Timur, Desa Puncu, Kabupaten Kediri. Lokasinya persis seperti yang ditunjukkan titik biru di Maps. Terima kasih, teknologi!

Dari tepi jalan, saya langsung melihat Mbak Dian yang sedang duduk di teras sambil menggendong bayinya. Wah, ini benar-benar seperti film drama yang ending-nya bahagia—mudah ditemukan, tanpa plot twist nyasar atau drama salah rumah.

Begitu kami sampai, rasanya campur aduk antara haru dan bahagia. Bertemu sahabat lama setelah sekian lama bukan cuma mengisi hati dengan sukacita, tapi juga jadi momen penuh kenangan. Kehangatan Mbak Dian dan keluarganya langsung terasa. Ada Mas Angga, suami Mbak Dian, yang ramahnya bikin suasana cair; Lala dan tiga adik kecilnya—Emo, Uwik, dan Kida—yang lucu-lucu; serta ibu Mas Angga yang menyambut kami dengan senyum tulus.

Rumah itu nggak cuma jadi tempat singgah, tapi juga seperti panggung kecil yang penuh cerita, kehangatan, dan tawa. Rasanya, semua lelah perjalanan langsung terbayar lunas di sini!

Mbak Dian dan anak-anaknya. Seru!

Kuliner Terkenal di Kediri: Sate Pak Eko

Setelah bersilaturahmi hangat dengan keluarga Mbak Dian dan sedikit recharge energi pasca perjalanan dua jam, Mas Angga tiba-tiba mengajukan pertanyaan penting: makan di rumah atau kulineran di luar? Wah, ini tawaran menarik—siapa yang bisa menolak godaan makan enak?

Setelah musyawarah kecil yang lebih mirip obrolan santai, kami sepakat untuk keluar berburu kuliner. Mbak Dian, dengan pengalaman lokalnya, langsung merekomendasikan Sate dan Gule Kambing Muda Pak Eko di Satak, Puncu. Nama yang cukup bikin saya terbayang aroma daging bakar dan kuah kaya rempah.

Mas Angga menambahkan bumbu cerita, katanya ini tempat legendaris di kalangan pecinta sate. Rasanya unik, beda dari yang lain, dan selalu bikin pengunjung ketagihan. Meskipun lokasinya agak tersembunyi, di tengah area yang dikelilingi pepohonan, tempat ini nggak pernah sepi. Mendengar itu, saya makin penasaran. Di mana lagi kita bisa makan sate enak sambil menikmati suasana ala "hutan"?

Tanpa banyak pikir, kami langsung setuju dan segera bersiap. Petualangan kuliner kali ini terasa seperti misi khusus, dengan Sate Pak Eko sebagai harta karunnya!

Makan sate dan gule di Depot Pak Eko

Dengan semangat yang membara (dan perut yang sudah mulai keroncongan), kami pun memulai perjalanan dalam rombongan seru! Semua anak-anak Mbak Dian ikut meramaikan suasana, membuat perjalanan ini semakin seru dan penuh tawa. Hanya ibu Mas Angga yang memilih untuk tetap menikmati ketenangan rumah, mungkin sambil menikmati secangkir teh hangat. Tapi tak masalah, perjalanan kami tetap penuh keceriaan! Untungnya, kami pakai mobil Innova yang bisa menampung semua orang tanpa rasa sesak—seperti mobil keluarga di film-film komedi, seru dan nyaman! Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar.

Perjalanan menuju Depot Sate Pak Eko pun dimulai. Saat melihat rute di peta, kami baru sadar kalau jaraknya hanya sekitar 7,2 kilometer dari rumah Mbak Dian, yang bisa kami tempuh dalam 13 menit. Ternyata, meskipun dekat, jalannya melewati rute desa yang cukup sepi, dengan pemandangan kebun nanas yang luas, kebun cabe hijau segar, dan hutan desa yang terlihat seperti setting tempat tinggal para superhero. Semakin mendekati Depot Sate, semakin terasa kesan "terpencil" tapi itu justru bikin makin penasaran. Kalau tempatnya sepi dan jauh, pasti sate dan gule kambingnya punya pesona yang tak bisa ditolak. Begitu banyak yang datang jauh-jauh ke sana, pastilah ada rahasia kelezatannya yang bikin ketagihan!


Setelah perjalanan seru dan penuh tawa, akhirnya kami tiba di Depot Sate & Gule Pak Eko yang terletak di Desa Satak. Begitu sampai, saya langsung bisa merasakan atmosfer yang khas, penuh dengan aroma sate yang menggoda selera! Bangunan depotnya cukup menonjol, dengan tulisan besar "Depot Sate & Gule Kambing Muda Pak Eko" yang seakan memanggil kami untuk segera masuk dan menikmati hidangan legendaris ini.

Di depan depot ada tempat parkir yang masih sepi—hanya beberapa mobil dan motor yang terparkir. Mungkin para pengunjung belum banyak datang, atau bisa juga karena kami datang agak lebih awal, jadi merasa seperti VIP yang datang lebih dulu ke tempat yang sedang hits ini.

Begitu masuk, saya langsung melihat area makan lesehan di bagian teras depan yang nyaman dan santai. Tapi setelah melihat-lihat, ternyata ada area lain di belakang yang lebih luas. Mas Angga dengan semangatnya mengajak kami untuk duduk di sana. Wah, area belakangnya ternyata punya kejutan! Selain lesehan yang nyaman, ada ruangan besar tempat para karyawan mempersiapkan sate dan gule, serasa bisa melihat langsung proses masaknya. Dan yang lebih seru lagi, ada area bermain buat anak-anak—kolam bola, perosotan, dan lapangan voli! Tempat ini nggak cuma enak buat makan, tapi juga cocok banget buat keluarga yang ingin bersantai sambil menikmati pemandangan kebun dan hutan yang asri di sekelilingnya. Seru dan nyaman banget!

Pengunjungnya selalu ramai. Karena itu menu Krengsengan cepat habis. Kami pun gak kebagian 😁

Citarasa sate dan gule kambing muda di sini memang tak tertandingi

Dulu, warung ini cuma kedai kecil yang sederhana, tapi siapa sangka, karena cita rasanya yang luar biasa, meski lokasinya agak terpencil, banyak orang yang rela jauh-jauh datang ke sini. Sebuah bukti kalau rasa memang nggak bisa bohong!

Seiring berkembangnya usaha, kebutuhan akan daging kambing pun semakin melonjak. Setiap hari, mereka bisa memotong hingga 10 ekor kambing! Bayangin aja, seberapa larisnya sate dan gule kambing Pak Eko ini. Karena itulah, Pak Eko akhirnya memutuskan untuk bekerja sama dengan warga sekitar untuk memelihara kambing. Jadi, warga akan memelihara kambing, dan Pak Eko yang akan membeli langsung. Dengan cara ini, dia nggak perlu lagi pusing nyari kambing sendiri. Satu win-win solution untuk semua pihak!

Wajib cobain sate dan gule kambing muda Pak Eko kalau berkunjung ke Kediri

Warung sate ini memang sudah berdiri sejak zaman neneknya Mas Angga! Jadi, bisa dibilang, ini warung legendaris yang tak lekang oleh waktu. Menurut cerita Mbak Dian, Sate dan Gule Kambing Pak Eko ini sudah jadi favorit banyak orang sejak dulu. Makanya, kalau kamu ke Pare, rasanya nggak lengkap kalau nggak mampir ke sini.

Sate di sini memang nggak main-main enaknya. Dagingnya empuk, bumbunya meresap sempurna, dan begitu dimakan, rasanya itu lho, susah banget berhenti. Kecuali kalau sudah kenyang, baru deh berhenti. Tapi kalau soal suamiku, dia bahkan bisa habisin satu porsi sate dan satu porsi gule dalam waktu yang singkat! Sampai sekarang, dia masih inget banget gimana nikmatnya sate dan gule kambing Pak Eko ini. Rasanya memang nggak bisa dilupakan, ya!

Suami saya terkenang-kenang enaknya gule kambing muda Pak Eko ini. Mau nangis kalau lagi pengen cuma bisa lihat foto ini haha

1 porsi 10 tusuk
 

Minuman temulawak

Di warung ini, ada juga menu krengsengan yang katanya sih, selalu berhasil menggugah selera dan jadi favorit banyak orang. Sayangnya, kemarin kami nggak sempat mencobanya karena sudah habis. Tapi ya nggak masalah, insha Allah suatu saat nanti, kami pasti akan kembali ke Pare dan mencicipi krengsengan sambil menikmati sate dan gule kambing Pak Eko yang lezat itu lagi. Pasti makin nikmat karena sudah ada alasan lebih untuk balik!

Video makan sate & gule kambing muda di Depot Sate & Gule Pak Eko dapat ditonton pada IG Reels berikut:  

Pengalaman Menakjubkan di Kebun Petai Pare: Surga Bagi Pecinta Petai!

Setelah puas menikmati sate dan gule kambing Pak Eko yang luar biasa lezat, Mas Angga dan Mbak Dian mengajak kami ke kebun petai di Pare. Tentu saja, kami tak mau melewatkan kesempatan untuk menjelajahi kebun yang katanya menjadi surga bagi pecinta petai.

Begitu sampai, saya langsung terkesima. Tumbuhan petai di kebun ini tumbuh subur banget, dan yang lebih serunya lagi, buah-buah petai bergelantungan rendah, jadi bisa dipetik langsung tanpa perlu repot naik tangga! Kalau biasanya petai cuma bisa dinikmati sebagai pelengkap sambal atau masakan, kali ini rasanya berbeda karena bisa langsung memetik dari pohonnya.

Yang bikin kaget, harganya murah banget! Cuma Rp 600,- per papan! Dibandingkan dengan harga petai di daerah saya yang bisa tembus 20 ribu sampai 30 ribu per papan, apalagi pas bulan Ramadan dan Lebaran, ini benar-benar jadi penemuan emas! Kalau ada kebun petai serupa di kota saya, saya pasti bakal sering mampir.

 

Mas Angga dengan gaya jenakanya bilang, "Di sini, mbak cuma perlu bawa nasi, sambal, dan lauk, terus duduk santai di bawah pohon petai, dan langsung deh nikmatin petai segar langsung dari pohonnya!" Saya langsung bayangin betapa asyiknya makan petai di kebun sambil menikmati udara desa yang sejuk dan pemandangan alam yang tenang. Rasanya seperti di surga!

Kebun petai yang terletak di pinggir jalan desa yang sepi itu benar-benar memukau. Pohon-pohon petai tumbuh subur dengan buah yang lebat, siap dipetik. Yang bikin saya takjub lagi, pohon-pohon petai ini nggak perlu dijaga ketat, karena tak ada yang tertarik mencuri. Bahkan hasil panennya juga nggak laku dijual. Bisa dibayangkan, petai yang melimpah ini jadi hak milik siapa saja yang ingin menikmatinya!

Dengan semangat petai yang meluap-luap, saya pun langsung minta oleh-oleh petai. Malamnya, Mas Angga dengan baik hati memesannya lewat temannya. Dan tahu nggak berapa papan petai yang kami bawa pulang? Hampir 200 papan! Bisa dibayangkan betapa melimpahnya petai yang kami dapatkan. Sepertinya, saya akan menikmati petai ini selama beberapa minggu ke depan! 😄


Menikmati Keindahan Simpang Lima Gumul: Destinasi Ikonik di Kediri

Setelah puas berkeliling kebun petai, kami melanjutkan perjalanan dengan mengunjungi Simpang Lima Gumul. Sejujurnya, saya nggak terlalu tahu banyak tentang tempat ini sebelum datang, tapi begitu sampai di sana, saya langsung terkesima dengan keistimewaannya.

Ternyata, Simpang Lima Gumul ini adalah tempat berdirinya tugu monumen yang menjadi ikon Kota Kediri! Ya, setiap kota pasti punya ikon yang jadi ciri khas, dan ini dia, kebanggaan Kediri yang tak boleh dilewatkan. Begitu sampai, saya langsung bisa merasakan atmosfernya yang berbeda—seperti mengunjungi landmark yang punya sejarah dan cerita tersendiri.

Sore itu, suasana di sekitar Simpang Lima Gumul sangat hidup dan meriah. Beberapa bus besar terparkir rapi, membawa rombongan wisatawan dari luar kota. Sepertinya mereka baru saja selesai ziarah ke makam para wali, mengingat bulan Ramadan sudah semakin dekat. Tentu saja, kehadiran mereka semakin menambah semarak tempat ini. Jadi, kalau kalian berkunjung ke Kediri, pastikan menyempatkan diri mampir ke Simpang Lima Gumul—tempat yang penuh dengan energi positif dan sejarah yang memikat!

Begitu kami tiba di Monumen Simpang Lima Gumul (SLG), suasana petang yang cerah langsung menyambut kami dengan hangat. Rasanya seperti disambut dengan pelukan kota ini, begitu nyaman dan menyenangkan. Beberapa orang tampak sedang berjalan-jalan santai, ada yang duduk menikmati angin sore, sementara yang lainnya sibuk berkeliling, menjelajahi bagian dalam monumen, membeli oleh-oleh, atau bahkan mengabadikan momen indah dengan foto dan video.

Nggak heran kalau Monumen SLG jadi salah satu destinasi favorit wisatawan, terutama saat senja. Suasana hangat yang turun bersama matahari yang mulai tenggelam benar-benar memikat hati. Begitu banyak pengunjung yang terpesona dengan momen indah itu—memang, SLG menawarkan pengalaman yang tak terlupakan, penuh pesona dan kenangan. Jadi, kalau mampir ke Kediri, jangan sampai lupa untuk menikmati keindahan Monumen SLG, ya!


Monumen Simpang Lima Gumul atau disebut Monumen SLG atau Tugu SLG adalah bangunan yang menjadi ikon Kabupaten Kediri yang berbentuk bangunan pelengkung. Monumen SLG mulai dibangun pada tahun 2003 dan diresmikan pada tahun 2008, yang digagas oleh Bupati Kediri ke - 23 saat itu, Ir. Soetrisno. [Wikipedia]

Video di Simpang Lima Gumul dapat ditonton pada video Reels berikut: 


Dari awal hingga akhir, perjalanan kami ke Kediri benar-benar lebih dari sekadar perjalanan biasa; ini adalah petualangan yang mengisi hati kami dengan kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Setiap momen—dari kelezatan sate kambing yang menggoda lidah hingga pesona pohon-pohon petai yang bergelantungan dengan buahnya yang melimpah—semua memberikan kesan mendalam yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Silaturahmi yang terjalin dengan hangat bersama Mbak Dian, Mas Angga, dan keluarga mereka, serta keindahan salah satu sudut kota Kediri yang kami nikmati, memberikan nuansa istimewa yang melengkapi perjalanan kami.

Dan inilah oleh-oleh yang saya bawa pulang dari Pare: petai dan durian. Jumlah petai hampir 200 papan (bayangkan saja, itu bisa jadi setumpuk petai!), dan ada sekitar 8 buah durian yang menggiurkan. Semuanya langsung jadi favorit kami, dan durian-durian itu... wah, rasanya benar-benar lezat, tak terkata! Rasanya seperti menikmati surga buah yang memanjakan lidah!

Oleh-oleh buah beroma yang tajam, teman perjalanan pulang dari Pare hingga BSD. Mantap!

Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk Mbak Dian, Mas Angga, dan anak-anak yang lucu serta menggemaskan! Kalian semua benar-benar membuat perjalanan ini semakin berwarna dan penuh kebahagiaan. Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi, berbagi tawa dan cerita, serta merasakan keceriaan yang lebih besar dan kebahagiaan yang melimpah.

Seperti kata pepatah, "Perjalanan bukan hanya soal tujuan, tapi juga tentang perjalanan itu sendiri." Dan perjalanan kali ini benar-benar membuktikan pepatah itu. Setiap langkah yang kami ambil penuh dengan pengalaman berharga, yang memperkaya kisah hidup kami dengan kenangan manis yang tak akan terlupakan. Terima kasih, Kediri!

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

18 komentar

  1. Makasih, mba Rien dan mas Arif, sudah mampir ke rumah. Seneng banget akhirnya bisa ketemuan. Lain kali kalo mampir yang lamaan yaaa... Ntar diajakin jalan2 ke tempat yang lebih seru lagi. Ke kebun duren belum kesampaian kan? Hahaha...

    BalasHapus
  2. Ya Allah, Lala kok udah gede aja.. Dulu waktu kami meet up di Batam Lala masih unyu2, masih TK kayak e.... Alhamdulillah ya perjalanan dinas suami bisa menghantarkan silaturahmi ke Kediri. Tolonggg, petenya ahaha

    BalasHapus
  3. Aku pertama kali liat mbak Rien foto dengan Pete bergelantungan menggugah selera itu di Instagram. Gemes bgt pengen aku petik. Ahaha. Hati2 makan sate kambing. Ntar darah tinggi kumat. Ahaha

    BalasHapus
  4. Asyik ya, bisa menemani suami menjalankan tugas ke luar kota, mampir ke ponakan di Surabaya dan ketemu teman lama di Kediri.
    Bonus dapat oleh-oleh petai hingga 200 papan, plus durian juga.
    Saya juga pernah makan sate di warung pak Eko mbak, emang walau bangunannya sederhana, tapi rasanya juara. Tak lupa minumnya sebotol temu lawak

    BalasHapus
  5. Alhamdulillah ya Mbaak bisa ke Kediri lalu silaturahmi dengan Kak Dee An. Ituu satenya keliatan enak banget, kapan2 coba ah wisata kuliner ke Kediri.

    BTW pohon petainya amazing.

    BalasHapus
  6. Masya Allah... Aku ikutan senang sekali membaca persahabatan mbak Rien dan mbak Dian. Seru banget ya bisa bertemu, apalagi memang tinggalnya jauh gini. Lalu aku salfok sama satenya, enak-enak itu ya, plus petenya juga gak kalau membuat gagal fokus.

    BalasHapus
  7. Seru banget mbak bisa ke Kediri, aku jadi kangen. Kota itu salah satu rute mudikku ma keluarga dulu, kalau abis dari rumah eyang di Nganjuk, kami lanjut ke Pacitan atau sebaliknya dari pacitan turun ke Nganjuk.
    Herannya setiap masuk Pare bapakku nyetirnya selalu kesasar. Padahal petunjuk arah tu banyaaak banget. Trus kalau nyasar pasti disempetin kulineran atau pas buka puasa ya bukanya di Kediri, belok warung mana gitu.
    Kalau kata org2 tua di Jawa, itu kesasarnya krn emang "ada yang nyasarin" karena bapakku dulu lahirnya di Kediri jadi seolah disuruh lama di kota asal-usulnya, katanyaaaa hehehe percaya gak percaya, tapi kami always nyasar di kota ini doank muter2nya =))

    BalasHapus
  8. Masya Allah asyik banget mbak bukan cuma ketemu mbak dian dan keluarga, tapi jalan-jalan dan kulineran juga... Oleh-olehnya juga mantap, 200 papan petai, favorit ibu saya...

    BalasHapus
  9. Barakallahu fiikum.
    Perjalanan silaturahm yang luar biasa, ka Rien.

    Sebenernya akutu lebih ke penasaran kak Rien makannya sebanyak apapun badannya tetep bikin siriiikk.. Cantik banget.

    BalasHapus
  10. Aduh sate sama gule kambingnya bikin ngileeeer. Lemak-lemaknya aduuuh gurih banget itu. Dan wow, itu pohon petainya lebat banget ya. Bergelantungan begitu. Di sini udah jarang pohon petai gitu. Walopun petai mah banyak di pasar. :D
    Btw, Simpang Limanya kayak di Paris ya. Seru deh jalan-jalan atau ngabuburit di sana.

    BalasHapus
  11. 200 papan petai dan 8 durian, daebaakkk 🤩💪🤣 mba Rien kerasa bangetttt bahagianyaaa pas nulis artikel ini. kebayang rasa kangen yg dipendam.sekian lamaaa...trus dapat rezeki bisa silaturahim dgn mba Dian🤩🤩🤩 aaakkk beyondd happyyy. moga2 suatu hari kita bs ngetrip rame2 lagiiii yaahh 😍🤣

    btw, aku note utk warung sate gulenya. kalo ke Kediri, terwajibb utk mampiiirrr

    BalasHapus
  12. 200 papan petai dan 8 durian, daebaakkk 🤩💪🤣 mba Rien kerasa bangetttt bahagianyaaa pas nulis artikel ini. kebayang rasa kangen yg dipendam.sekian lamaaa...trus dapat rezeki bisa silaturahim dgn mba Dian🤩🤩🤩 aaakkk beyondd happyyy. moga2 suatu hari kita bs ngetrip rame2 lagiiii yaahh 😍🤣

    btw, aku note utk warung sate gulenya. kalo ke Kediri, terwajibb utk mampiiirrr

    BalasHapus
  13. Masya Allah serunya, bahagianya bisa ketemu Dee, daku juga kangen banget kapan yaa kita semua bisa jalan bareng lagii.. baru nyadar tahu-tahu Lala ada adeknya tiga...seru banget..

    BalasHapus
  14. Senang bisa mengetahui keseluruhan jalan ceritanya. Dulu waktu di sosial media saya lihatnya yg video sambil megang petai aja. Yg ala ala india itu. Hehehe...

    BalasHapus
  15. Masya Allah.. bahagianya perjalanan mbak Rien ke Jawa Timur khususnya ke Kediri ini. Begitu ya kalau perjalanan itu ke tempat seorang sahabat, rasanya istimewa. Apalagi kuliner dan hal-hal yang lainnya juga benar-benar istimewa, seperti sate gule dan petainya. Hehe.
    Semoga persahabatan dengan mb Dian langgeng ya, Mbak.. dan kunjungan selanjutnya lebih indah lagi :)

    BalasHapus
  16. Ikut happy baca cerita perjalanan ke Kediri ini, Mbak Rien. Duuuhh kangen juga sama Dee, terakhir ingatnya Emo masih baru lahir, ternyata sekarang udah gede ganteng gitu.

    Petainya tak tertahankan yaaa... sampai bawa pulang 200an papan gitu, Mbak. Mau jadi distributor ya? hahahaha...

    Kapan-kapan pengin juga ke Kediri, ketemu Dee dan keluarganya. Plus foto2 di monumen SLG yang konon kabarnya sudah serupa Arc d'Triomphe di Paris. ;)

    BalasHapus
  17. Seneng banget ketemu sahabat. Pulangnya bawa petai dan durian. Keduanya itu juga makanan favoritku, mbak. Kapan ya bisa panen durian? Kalo beli kan mahal wkwk.

    BalasHapus
  18. Wah mbak Rien sampai di Kediri
    Senang ya mbak bisa jalan jalan sekaligus meet up dengan teman blogger
    Apalagi bisa mencicipi hidangan yang enak seperti sate kambing pak eko

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!