Berwisata di Ciwidey, saya dan suami pergi ke puncak Gunung Patuha, tepatnya di Perkebunan Teh Rancabolang. Perjalanan menuju puncak kami tempuh dengan berkendara mobil, diguyur hujan, diselimuti kabut tebal, tapi terasa sangat nikmat karena bisa puas menghirup udara segar pegunungan. Paru-paru jadi dimanjakan, mata pun seperti dicuci kembali oleh hijaunya hamparan pohon teh milik PT. Perkebunan Nusantara VIII yang membalut permukaan gunung.
Kebun Teh Rancabolang - PT. Perkebunan Nusantara VIII - Ciwidey JAWA BARAT |
Kami berangkat dini hari dari Jakarta, menempuh waktu perjalanan kurang lebih 3 jam ke Bandung. Setelah beristirahat sejenak di Soreang, kendaraan pribadi yang disetiri oleh suamiku langsung menuju Ciwidey.
Hari itu Sabtu, pagi hari jalan menujuk puncak masih sepi. Mobil kami melaju lancar. Melewati kota kecamatan, desa-desa dengan ladang sayur yang subur, hingga akhirnya hanya hutan pinus dan hutan alam saja yang kami jumpai. Makin ke puncak makin sepi, seolah hanya kami saja yang berkendara menyusuri jalan.
Sebagaimana umumnya jalan mendaki, berkelok-kelok dan curam. Di sebelah kanan dinding tebing, sebelah kiri jurang. Pohon-pohon tua berdiri memagari jalan, sisanya di sela-sela tebing, tegak membisu dengan batang-batangnya yang besar.
Video perjalanan menuju Kebun Teh Rancabolang:
Saya melihat papan peringatan larangan berburu dan informasi adanya hewan liar. Saya agak tak nyaman selama melewati hutan lindung. Menurut cerita teman, di sana pernah terlihat harimau dan hewan lainnya. Rasa takut otomatis merajai diri, apalagi suasana di sana memang sepi. Bahkan, ada beberapa garis polisi pada beberapa titik bekas longsor. Alangkah rawan tempat ini dengan bahaya.
Sesekali saja ada motor melintas, di atasnya ada pria tak muda membawa gas, galon aqua, dan logistik. Mungkin di atas ada warung jualan, dan pria itu membawanya ke sana. Ada juga mobil dari arah berlawanan, tapi pagi itu hanya 1 kali saja saya melihatnya. Oh ya, ada pula rombongan anak-anak kurang lebih 5 orang, berjalan bersama. Dari obrolan mereka yang terdengar oleh saya, mereka sedang hiking. Kok nggak ada orang dewasa yang menemani?
Akhirnya, setelah 30 menit menanjak di jalan yang sepi, gelap, dan suram, kami sampai di atas. Tak ada lagi pepohonan tinggi di pinggir jalan. Yang ada hanyalah luasnya areal perkebunan teh. Begitu lapang dan terbuka. Saya seperti baru saja keluar dari goa yang gelap dan panjang.
PT. Perkebunan Nusantara VIII - Rancabolang |
Saking sudah lama mendekam di rumah saja sejak pandemi, begitu melihat kebun teh sangat luas terpampang di depan mata, saya gembira bukan kepalang. Saya buka jendela mobil lebar-lebar, membiarkan udara sejuk masuk dengan bebas. Lalu saya keluarkan kepala, membiarkan angin menerpa kulit wajah, daaan.....
Seperti anak kecil di lepas di taman bermain kesukaannya, saya berkali-kali teriak: "Wow woooow... bagus bangeeet. Indah banget. Hijau banget..."
Suami cuma mencandai saya dengan kata-kata, "norak amaaaat..." haha.
Ohya, saat memasuki kawasan perkebunan ini, ada sejumlah pondok jualan. Lumayan jadi nggak sepi-sepi amat. Tampak beberapa orang sepertinya para pekerja kebun teh. Ada yang sedang duduk menyeruput minuman, ada yang sedang bersiap dengan peralatan petik.
Tak ada loket tiket atau semacamnya di sana, jadi wisatawan bebas masuk jika ingin berwisata di perkebunan. Kami langsung saja berkeliling, mencari tempat singgah dan berfoto. Tapi, tiba-tiba gerimis. Kami urung keluar mobil. Tak lama, kabut menyelimuti seluruh tempat. Makin lama makin tebal. Kami bergegas ke warung jajan. Singgah di sana, membeli makanan, memesan 2 mangkuk indomie rebus.
Kabut tebal kurang lebih 1,5 jam. Di mobil saja dulu 😃 |
Kabut tebal dan mie instant rebus enak sekali
Indomie rebus sekadar untuk mengisi waktu, sekaligus mengusir dingin, ternyata cukup mujarab menghangatkan perut. Kecap manis dan 2 buah cabe rawit, telah membuat semangkuk mie jadi sedap bukan main.
Saya bagaikan sudah setahun tidak makan mie instant haha. Bener kata orang ya, makanan boleh sama, tapi bila dimakan di tempat berbeda, rasanya bisa jadi beda. Kalau di rumah biasa saja, pas di makan di gunung dingin dan berkabut tebal, kok jadi kayak makanan terenak di dunia 😂
Setelahnya kami duduk-duduk saja, ngobrol santai, dan berbicara tentang kabut. Saya membayangkan suasana di film-film, masuk ke dalam kabut, lalu muncul lagi, berulang-ulang.
Bayangan ga karuan itu, saya lanjutkan dengan membuka laptop sambil duduk di bagasi mobil. Sesaat berpose buat ambil foto, tapi tiba-tiba suasana jadi tegang. Seseorang melintas bersama 2 ekor anjing. Nah, anjing-anjing itu tiba-tiba mendekat ke saya. Pose berlatar kabut yang dirancang dengan indah, mendadak ambyar.
Dasar anjing! haha
Anjing itu hanya mendekat tapi sedetik kemudian pergi lagi, mengikuti tuannya. Mereka lalu lenyap dalam kabut.
Langit kelabu, gerimis kecil, dan udara dingin. Sebelum matahari bersinar dan langit menjadi benderang |
Jika mencari tempat indah tapi sepi di puncak gunung, pergi ke kebun teh ini cocok banget! Sejak kami datang sampai kabut pergi, kami tak menemukan satupun wisatawan selain kami.
Nah, agak siangan baru ada, tapi yang kami jumpai hanya satu rombongan keluarga dengan satu mobil. Isinya ibu-ibu hebring dengan dandanan wow, berkacamata dan bertopi meriah.
Mereka ini tadinya nggak berhenti, pas liat kami foto-foto cantik di salah satu spot, mereka turun dan mendekat. Rupanya pingin juga berfoto di tempat yang saya temukan haha
Berhubung mereka ini heboh, bicaranya kencang dan berisik, kami menjauh dan pindah tempat. Saat kami pergi, mereka masih sibuk berfoto. Fotografernya pak supir, tampak kewalahan meladeni foto-foto berbagai gaya. Satu gaya saja, bisa sampai 10 kali jepret wkwk
Sisa kabut yang belum tuntas pergi, masih menyelimuti bukit-bukit di kejauhan |
Puas leyeh-leyeh dan foto-foto manjaaah 😂
Ada banyak spot kece buat berfoto. Mau berlatar hamparan daun teh saja, berlatar layer pegunungan, atau berlatar lembah, semua bagus. Makanya kami pindah-pindah tempat karena semuanya bagus buat dijepret.
Nah, ibu-ibu tadi pun ikutan pindah, tapi kali ini tidak mengekor kami. Mereka pergi entah kemana hehe. Lalu makin benderang alam raya dari kabut yang akhirnya minggat semua, baru deh muncul wisatawan lain. Tapi cuma 2 orang, bermotor berduaan. Aiih!
Saya dan Mas Arif berfoto di mobil, di sela-sela pohon teh, di bawah pohon apa saja, di atas rumput, di mana-mana pokoknya, puas!
Tentu saja, tujuan kami nggak cuma buat berfoto, tapi benar-benar menikmati pemandangan. Kebetulan di dalam mobil saya bawa berbagai snack dan minuman, jadi teman yang cocok selama duduk menikmati suasana.
Begitu tenang. Begitu santai. Begitu damai.
Gunung-gunung di latar belakang tertutup awan tebal |
Dibantu foto oleh tripod 😂 |
Suasana tenang dan sepi, seolah kebun teh milik pribadi |
Kebun teh Rancabolang, Ciwidey |
Kebun teh Rancabolang, Ciwidey |
Pipa panas bumi Geo Dipa Energi |
Pernah nih ke gunung Patuha, tapi udah luamaaaaaa..
BalasHapusWaktu masih gadis 😀😀😀
Sekarang makin keren nampaknya ya?
Atau cuma perasaan 😀😀😀
Maklum dulu mah belum kenal selfie welfie 😁😁😁
Daku kok melihat sepasang merpati yang sudah mengucap janji suci itu berfoto dengan latar belakang gunung seakan sedang foto pasca wedding hehe.
BalasHapusLiburan di masa seperti ini asiknya selain menerapkan protokol kesehatan bisa puas berfoto tanpa harus ngantre ya. Jadi menikmati suasana lebih tenang liburannya
Waduh, ada hewan buas? Berarti enggak boleh malam-malam lewat situ kali, ya? Pemandangan alamnya enak banget. Ada kabut gitu kebayang dinginnya. Enak banget emang kalau makan mie rebus pedas, hehehehe.
BalasHapusWa, bagusnya...beneran damai, tenang, indah di Kebun Teh Rancabolang Gunung Patuha ini
BalasHapusDalam rangka refreshing pas bener ini..
Btw, Mbak Rien ini nanjaknya seberapa nanjak ya...pernah agak trauma di kebun teh arah Candi Ceto yang kemiringannya bikin ngeri hihi
Beneran juga nih tipsnya, pas kalau pandemi berkunjung ke tempat yang jauh dari kerumunan begini...damai di hati dan lebih aman pasti
Wisata kebun teh memang bikin hati damai dan tenteram apalagi bersama keluarga aihh sejak pandemi parno mau wisata hehee
BalasHapusCantik banget kebun tehnya! Apalagi bisa berfoto di tengah-tengah rumpun teh begitu, so swwet, so fresh, so green. Seger pake banget dipandang mata.
BalasHapusKalau sudah naik beritanya oleh blogger femes, bisa bisa ketenangan Kebun Teh Ciwidey bakal perlahan hilang nih. Hehehe ... Terganti datangnya para turis lokal yg tergoda untuk menikmati suasana indah dan bersihnya ini...
BalasHapusAduhbikin nostalgia ini mah mba. Kapan ya saya terakhir ke Kebun Teh Rancabolang ini? Mungkin 11 tahun lalu. Hahaha. Masya Allah, udah lebih dari 1 dekade dan semakin semakin indahhhhhh.
BalasHapusLiat hamparan kebun teh itu bisa jadi obat peng-adem hati yo Rien. Waktu adikku masih kerja di perkebunan teh di Cipanas, hampir tiap weekend kami ngindep di rumahnya. Sebelum maghrib, awan dan embun tuh bisa masuk rumah. Udara juga dingin menggigit. Tapi aku suka banget. Karena berbarengan dengan asupan oksigen yang segar untuk paru-paru. Sesuatu yang gak pernah lagi dinikmati semenjak tinggal di Cikarang.
BalasHapusKalau liat foto-foto ini, jadi kangen pengen kembali ke suasana alam. Kapan-kapan mau ngajak keluarga ke Ciwidey ah. Merasakan sesuatu yang berbeda dari alam untuk kesegaran, kesehatan, jasmani dan rohani.
Mbaak.. kira-kira jalan menuju kesananya menanjak banget nggak yaa... prepare untuk mobilku yang khawatirnya nggak masuk kriteria kalo terlalu menanjak.
BalasHapusSeger banget kebun tehnya, udah kayak diluar negeri gitu ya cakeep 😍 aku terakhir ke Jawa Barat 5 tahun lalu tapi gak sempat ke kebun teh.
BalasHapusBaguuus banget pemandangannya. Saya sudah lama dengar reputasi kebun teh Rancabolang dan pengen ke sana. Terima kasih tuk cerita indahnya Mbak.
BalasHapus