Bulan Maret ini, suami dan anak lanangku pergi ke gunung. Mereka berangkat dua hari sebelum kebijakan #diRumahAja resmi dikeluarkan oleh pemerintah Provinsi Banten pada tgl. 15/3/2020.
Sehubungan dengan wabah Virus Corona yang sedang mengguncang dunia, maka durasi perjalanan mereka sangat singkat, hanya bersama kelompok kecil dan terbatas, dan hanya bagi yang memenuhi syarat aman dari segi kesehatan.
Alief camping di Gunung Kencana, Mas Arif touring ke curug melintasi Gunung Mas. Saya menuliskannya agar menjadi kenangan untuk mereka, juga untuk saya.
Gunung Kencana Bogor (14/3/2020) |
Ijin Naik Gunung
Perihal kegiatan Alief pergi naik gunung di bulan Maret pernah saya singgung dalam tulisan ini (klik) --> Rejeki Content Creator Youtube.
Rencana Alief camping ke gunung sudah saya ketahui sejak bulan Februari. Namun, cuaca di bulan itu masih terus menerus hujan, saya jadi agak sulit mengijinkan Alief pergi karena bisa jadi Maret masih hujan. Beda dengan suami, ia langsung memberi ijin tapi dengan syarat cuaca jelang berangkat sudah bersahabat.
Alhamdulillah mendekati hari keberangkatan intensitas hujan sudah menurun, bahkan tidak hujan sampai beberapa hari. Bumi bagian BSD lebih sering kering dan panas. Saya akhirnya merelakan Alief pergi. Segala keperluannya saya urus bersama suami. Kami mendatangi toko-toko perlengkapan naik gunung membeli matras, jas hujan, alat makan, senter, dan lain-lain. Sedangkan carrier, sleeping bag, sarung tangan anti dingin, jaket, dan sepatu tidak beli lagi karena sudah punya.
Selama satu minggu sejak tgl. 09 - 13 Maret Alief libur. Kakak kelasnya ujian, jadi Alief leluasa menyiapkan segala keperluan.
Alief & Chaska |
Boleh Naik Gunung Asal Aman
Alief berangkat dengan kelompok kecil berjumlah 7 orang. Semuanya sesama rekan siswa kelas XI di tempatnya bersekolah. Dua di antaranya Chaska dan Zaki. Chaska ini temannya Alief sejak bersekolah di SMP yang sama dan sekarang bersekolah di SMA yang sama. Mereka sudah sahabatan sejak lama. Saya pun tahu letak rumahnya karena pernah datang untuk mengantar dan menjemput Alief.
Saya tidak kenal Zaki tapi sering melihat wajahnya dalam video-video Alief di channel Onedox. Setahu saya, mereka dekat dan saling dukung dalam pembuatan konten. Dari 7 yang berangkat, hanya Alief seorang yang baru pertama kali naik gunung. Yang lainnya sudah lebih dulu punya pengalaman.
Alief berangkat dengan kelompok kecil berjumlah 7 orang. Semuanya sesama rekan siswa kelas XI di tempatnya bersekolah. Dua di antaranya Chaska dan Zaki. Chaska ini temannya Alief sejak bersekolah di SMP yang sama dan sekarang bersekolah di SMA yang sama. Mereka sudah sahabatan sejak lama. Saya pun tahu letak rumahnya karena pernah datang untuk mengantar dan menjemput Alief.
Saya tidak kenal Zaki tapi sering melihat wajahnya dalam video-video Alief di channel Onedox. Setahu saya, mereka dekat dan saling dukung dalam pembuatan konten. Dari 7 yang berangkat, hanya Alief seorang yang baru pertama kali naik gunung. Yang lainnya sudah lebih dulu punya pengalaman.
Pada awalnya saya merasa agak berat membiarkan Alief berpetualang, tapi akhirnya saya ikhlas. Di usianya saat ini, 16 tahun, saya percaya Alief sudah cukup aman untuk dilepas. Dia sudah bisa membedakan mana yang boleh dan tidak dilakukan ketika berada di luar jauh dari orang tua.
Saya pikir, dengan memberi kepercayaan, justru akan membuat Alief jadi bertanggung jawab, berhati-hati menjaga diri, dan berani menghadapi segala resiko. Ketimbang mencemaskannya, saya lebih suka mendoakannya supaya lancar dan aman, serta selamat.
Keputusan untuk membiarkan Alief pergi sudah melalui berbagai pertimbangan. Terkait wabah corona yang sedang merebak mengguncang dunia, tentu saja saya meminta mereka untuk waspada. Hal tersebut berulang kali saya bicarakan ke Alief supaya hati-hati. Saya pun turut memastikan kelompoknya, siapa saja yang berangkat, apakah ada yang abis bepergian ke luar negeri, dan apakah ada yang sedang sakit. Alhamdulillah semua aman.
Suara Asing Saat Mendaki Malam Hari
Jumat pagi (13/3/2020) Chaska datang ke rumah pakai motor, jemput Alief. Carrier-nya sangat besar berisi keperluan pribadi, juga tenda dan peralatan masak. Carrier Alief berukuran lebih kecil, hanya berisi barang pribadi. Saya lihat Chaska membongkar isinya untuk disusun ulang. Kata Chaska, "Ga gini nyusun barang, lif!"
He he saya nyengir liatnya. Alief memang belum pengalaman, beda dengan Chaska. Semoga Alief belajar. Tidak cuma itu, Chaska juga menyortir bawaan Alief. Akhirnya, beberapa makanan kemasan ditinggal, minuman botol kemasan diganti pakai tumbler. Baju kaos dikurangi. Tambahannya justru mangkok stainless. Tadinya disuruh bawa cangkir stainless, tapi tak punya. Untunglah ada tumbler stainless dari ASUS AMD, jadinya bawa itu.
Untuk berangkat, Alief naik motor dibonceng Chaska. Perjalanan menuju basecamp di Bogor berdurasi sekitar 2,5 jam dari BSD. Kata Alief, ia merasakan tidak betah saat melewati medan berbatu selama kurang lebih 1 jam. Kakinya yang panjang terasa pegal karena kelamaan menekuk di boncengan.
Meskipun capek, naik motor menjadi pilihan paling aman daripada naik kendaraan umum. Dengan cara itu mereka terhindar dari bertemu orang banyak. Saat musim wabah begini, naik transportasi umum beresiko tertular virus. Apalagi untuk perjalanan tidak sebentar.
Saya tidak tahu jam berapa Alief sampai basecamp. Tak ada kabar apapun sejak terakhir jam 12 masih kirim pesan Whatsapp. Malam hari, baru saya dapat kabar, Alief sudah di puncak Gunung Kencana. Sebuah foto berada di ketinggian, dalam gelap malam, muncul di ruang chat WA. Alhamdulillah saya lega. Malam itu, saya bisa tidur dengan nyenyak.
Saat pendakian malam hari, ada yang diceritakan oleh Alief kepada saya. Katanya, Jumat malam itu, mereka bertemu sepasang suami istri tersesat. Lalu diajak ikut mereka, naik bareng sampai puncak. Selama berjalan, tiap 30 menit mereka absen, agar tak ada yang hilang di jalan hehe. Nah, pada saat absen ke sekian, tiba-tiba ada yang menghitung sampai 8, padahal jumlah mereka cuma 7. Apa itu?? Saya dengar cerita bagian itu jadi takut, eh Aliefnya enggak. Katanya, biasa aja itu mah. Wiih berani juga dia.
Camping di Puncak Gunung Kencana
Sinyal telkomsel ternyata cukup baik sampai ke puncak Gunung Kencana. Buktinya, saat baru tiba di puncak, pesan Alief via Whatsapp bisa sampai ke saya dengan lancar. Karena itu, hari Sabtu dini hari saya chat lagi menanyakan tidurnya, makannya, dan kondisinya.
Tak ada jawaban. Pesan yang saya kirim hanya centang 1. Mungkin HP dimatikan. Saya juga menanyakan kenapa malam hari di puncak gunung tidak pakai jaket. Saya khawatir dia kedinginan. Mengenai hal ini dijelaskan oleh Alief saat sudah di rumah. Katanya, udaranya gak sedingin yang saya kira. Biasa saja.
Hebat juga dia. Padahal pakai kaos tipis. Kalau saya jangan ditanya. Menginap di Lembang saja tidak pernah mandi. Buka keran air cuma buat wudhu. Apalagi di puncak gunung. Apa karena Gunung Kencana pendek?
Pukul 06.18 AM pesan baru dari Alief masuk di WA. 2 buah foto pemandangan pagi di atas gunung dikirimnya kepada saya. Dia hanya mengirim foto tanpa menjawab semua hal yang saya tanyakan. Mungkin mau kasih tahu lewat foto pagi yang indah itu, bahwa dia baik-baik saja. Saya hanya memahami hal itu, dan akhirnya tidak mau menagih jawaban.
Setelah agak siang Alief kirim foto lagi, kali ini lebih banyak. Fotonya foto rame-rame dengan semua temannya. Saya senang bukan kepalang melihatnya.
Ada perasaan sukacita yang amat mendalam saat memandangi foto-foto itu. Saya jadi menyadari kembali betapa Alief sudah semakin besar, sudah bisa pergi kemana-mana ke tempat jauh tanpa mama dan papanya. Itu artinya saya adalah ibu yang umurnya sudah semakin tua, dan mulai merasa kehilangan.... iya mulai kehilangan masa-masa di mana anak nempel terus dengan orangtuanya. Waktu sungguh cepat sekali berlalu 😭
Bekal Makanan di Gunung
Saya tidak pernah camping di puncak gunung, apalagi mendaki sampai puncak. Jadi, saya bukan sekadar minim pengalaman, tapi memang nggak punya pengalaman. Mas Arif lah yang pengalaman. Dulu sejak SMA sampai selama kuliah ia sudah mendaki banyak gunung. Dari gunung kecil pendek sampai gunung besar tinggi yang ada di Jawa dan Sumatera, serta beberapa gunung di pulau lainnya.
Sewaktu akan membekali Alief makanan, saya minta pendapat Mas Arif. Katanya bawa yang mudah tapi mengenyangkan. Nah, yang saya pilihkan untuk Alief bawa adalah bubur instan karena mudah diolah, tinggal diberi air panas, diaduk, nggak pakai lama sudah bisa langsung dimakan. Saya bawakan indomie juga, secukupnya.
Untuk snack saya pilih snack gandum, coklat mengandung beras / gandum, dan Beng Beng. Semua makanan itu berukuran kecil tapi mengenyangkan. Saya bawakan juga 1 cup sereal, tinggal dicampur susu kotak bisa langsung dimakan. Gak perlu bawa beras, atau pun masak-masak bahan lainnya.
Alief tidak membawa peralatan masak seperti panci dan kompor gas karena teman-temannya sudah ada yang bawa. Dia tinggal numpang saja. Lain waktu saya akan beli buat Alief. Biar dia tidak mengandalkan orang lain. Tapi sebetulnya memakai perlengkapan masak bersama-sama ada baiknya kok, bisa menimbulkan rasa saling peduli satu sama lain. Saling bantu dan berbagi. Tidak egois memikirkan perut sendiri.
Menyenangkan dan Bikin Nagih!
Di tempat yang berudara dingin biasanya saya jadi mudah lapar. Saya tanya Alief apa dia merasakan hal tersebut selama di gunung? Katanya tidak. Pokoknya, dia tidak merasa kelaparan, apalagi kekurangan makan. Bekal yang dibawa sudah lebih dari cukup. Saya lega mengetahui hal itu.
Selama di atas gunung Alief makan bubur instan di malam hari, Indomie di pagi hari, dan diselingi snack di antara waktu-waktu belum makan makanan tersebut.
Makanan cukup, tapi air minum kurang. Saya sebetulnya sudah membekali 2 botol air minum @600 ml, dan sudah bilang agar beli 3 botol lagi sebelum mulai nanjak. Tapi ternyata lupa beli. Bersyukur dapat bantuan dari Chaska yang bawa air pakai jerigen sebanyak 5 liter. Jadi pelajaran buat Alief, kalau camping di lokasi tanpa air, harus bawa air yang cukup. Lain halnya kalau camping dekat danau atau sungai, bisa ambil air dengan mudah untuk dimasak jadi air minum.
Sabtu siang Alief dan rombongan mulai turun. Tadinya mereka akan lanjut ke curug sebelum balik ke BSD. Tapi karena suatu hal, mereka gak jadi. Saya lihat Alief agak kecewa gak jadi ke curug. Apalagi pas dia tahu, di hari yang sama papanya juga pergi ke curug yang sama. Dia berharap bisa papasan dengan papanya.
Saya sebetulnya mengira Alief bakal balik Minggu siang, tapi Sabtu sore mereka sudah pulang. Saya lega bukan main saat melihatnya tiba di rumah tanpa kekurangan apapun. Alhamdulillah selamat dan lancar.
Banyak hal yang diceritakan Alief terkait pengalaman pertamanya naik gunung. Dari ekspresi mukanya saat bercerita, saya tahu dia sangat senang, terlebih saat mengatakan: Aku mau lagi, Ma, ke gunung!
Ya, hidupmu akan berubah ketika sudah berbaur dengan alam, Nak. Kamu akan belajar banyak hal yang tidak kamu temui di rumah dan di bangku sekolah. Semoga yang kau temukan dan pelajari di luar sana adalah hal baik yang dapat membentuk pribadimu berjiwa besar, teguh memegang prinsip baik, dan welas asih.
Touring Santai ke Puncak
Di waktu yang sama, Sabtu 14/3/2020 Mas Arief juga berangkat ke puncak bersama teman-teman SMA-nya. Entah kenapa bisa barengan waktunya. Padahal gak janjian lho. Hanya serba kebetulan saja. Yang satu rombongan anak SMA, satunya lagi rombongan alumni satu SMA. Bedanya, yang satu masih muda-muda, yang satu udah bapak-bapak jelang tua dan ubanan he he
Mas Arif berangkat dengan kelompok kecil berjumlah 9 orang. Tadinya katanya banyak yang mau ikut, tapi karena berbagai alasan akhirnya banyak yang mundur. Yang jelas, syarat boleh berangkat bila sehat dan aman. Nah bisa jadi yang mundur karena tidak memenuhi syarat itu.
Seingat saya, rencana Mas Arief untuk touring sudah lama. Di bulan Februari dua temannya alumni SMA, yaitu Mas Widna dan Mas Ivan pernah komentar di IG saya soal touring. Saya pikir keduanya akan ikut touring bareng. Ternyata enggak. Mas Widna kan kerjanya di Singapore, bisa jadi dia mundur karena alasan khawatir bawa virus ke teman-temannya.
Soal kesehatan jadi penting karena touring butuh stamina. Berkendara motor sejak pagi sampai sore bukanlah aktivitas sepele. Yang sehat saja bisa kelelahan, apalagi bila dalam kondisi tidak fit, nanti bisa-bisa ambruk di jalan. Saya bersyukur Mas Arif dan teman-temannya perhatian soal ini.
Pergi Pagi Pulang Sore
Tidak seperti Alief yang menginap di gunung, rombongan Mas Arif hanya berangkat pagi pulang sore. Ke mana saja rute perjalanannya? Saya harus buka WA lagi untuk menjelaskannya. Soalnya, detail rute ada dalam ruang chat di Whatsapp.
Berdasarkan itinerary, tujuan perjalanan ke Curug Cilember.
Sebagai istri, sudah pasti saya diberikan jadwal perjalanan yang lengkap oleh Mas Arif. Katanya, biar saya ikut mantau. Iya, harus banget itu. Kalau nggak tahu suaminya kemana aja, mana bisa tenang hati ini ya kan he he. Oh ya, touring ini cuma buat para laki-laki, nggak ajak-ajak wanita. Para istri di suruh di rumah aja, terserah mau ngapain. Pokoknya bapak-bapak mau me time. Gitu katanya. Baiklah😛
Meeting point di SPBU Gandaria Jarabo, jadwal temu pukul 06:00, dan mereka berangkat pada pukul 07:00 via Sentul, Gunung Geulis. Karena sudah bukan anak-anak muda lagi, tiap 2 jam rombongan singgah. Rehat pertama di jam 09:30 di Puncak Gunung Geulis.
Nah, saat istirahat inilah suami menyempatkan kirim foto ke saya. Foto pertamanya seperti yang saya tampilkan di atas. Dari foto itu saya baru tahu kalau mereka kompakan pakai kaos alumni buatan tahun lalu. Dalam foto, suami dan teman-temannya terlihat keren di mata saya. Ekspresi senang di tiap wajah menandakan mereka happy dengan apa yang sedang mereka lakukan.
Berpuluh tahun berlalu, ikatan persahabatan itu masih erat terjalin, masih bisa ketemu dan touring bareng. Pastilah sesuatu rasanya. Semoga semua panjang umur.
Segarnya Mandi di Curug Cilember
Namanya juga touring santai, rombongan berkendara dengan sabar, tidak berburu waktu mengejar tujuan. Jam berapa sudah sampai mana? Tak harus sesuai itin. Pokoknya sesampainya saja. Begitu kata Mas Arif.
Sempat kepikiran sih apa suami kuat motoran jauh sampai puncak, PP pula. Kan sudah tak muda lagi. Memang sih stamina masih oke, sehat, dan jiwa masih muda. Tapi kan, beda kayak Alief dan kawan-kawannya. He he. Sebetulnya, kalau memikirkan itu terus, saya jadi cemas. Akhirnya, saya ganti dengan mendoakan saja yang baik-baik, semoga kuat dan selamat. Dengan begitu, pikiran saya jadi positif, dan energinya bisa sampai ke Mas Arif lewat dukungan dan semangat dari saya.
Pukul 11:30 mereka tiba di Curug Cilember, lanjut trekking santai menuju curug, lalu menikmati kesejukan air dengan berendam.
Foto dan video yang dikirimkan secara live oleh suami, membuat saya seakan berada dalam rombongan. Seolah ikut merasakan nanjak-nanjak dan basah kena air. Seakan turut melihat keindahan alam di curug, menikmati keasriannya, dan kesejukannya. Bahkan, jadi turut merasakan keseruan mereka.
Lalu, saya jadi kangen piknik! Upss... tahan dulu tahan dulu tahan dulu sampai situasi kondusif 😷
Pergi Sehat Pulang Selamat
Jadwal pulang touring tidak sama persis dengan itin. Soal ini saya tidak heran, memang biasa terjadi. Sekali lagi, karena ini touring santai, ketidak tepatan waktu tidak jadi soal.
Pukul 14:00 rombongan mulai meninggalkan kawasan Curug Cilember, pulang arah puncak pass melewati kebun durian montong WF, melintasi Kota Bogor dan Jarabo, dan sama-sama berakhir di titik awal untuk kumpul dulu melakukan evaluasi sebelum pulang ke rumah masing-masing.
Jadi ingat dulu pernah ke sana saat anak-anak masih kecil. Kami berpuas ria makan durian dan minum jus buah naga, serta berfoto ria di tengah pohon durian montong yang berbuah sangat lebat. Seperti apa kebun itu sekarang? Entahlah, sudah lama sekali saya tak ke sana.
Sabtu malam (14/3/2020), Mas Arif tidak langsung pulang ke BSD. Dari lokasi titik kumpul di Cibubur, perjalanan lebih dekat ke rumah ibu di Depok. Jadi, saya yang memintanya jangan pulang dulu, biar istirahat di rumah ibu, besoknya baru balik ke BSD.
Hari Minggu pagi, di sekolah SD Humayra, guru dan tim yayasan melaksanakan kegiatan bersih-bersih di ruang-ruang kelas dan seluruh bagian gedung sekolah. Saya turut menyaksikan aktivitas tersebut melalui foto-foto yang dikirim di WAG kelas.
Selain kegiatan bersih-bersih, yayasan tempat Humayra bersekolah juga melakukan rapat terkait pemberlakuan belajar di rumah, dan akhirnya diputuskan libur masuk sekolah, diganti dengan belajar di rumah. Jadwalnya sama dengan SMA.
Selain penetapan belajar di rumah untuk anak-anak sekolah mulai dari PAUD, SD, SMP, hingga SMA/SMK, pemerintah juga mengeluarkan himbauan untuk #WorkFromHome dan #SocialDistancing sebagai upaya untuk memutus rantai penularan virus corona.
Sebagai pendukung gerakan #DiRumahAja, sudah pasti saya dan keluarga mengikuti himbauan tersebut. Karena, manfaatnya bukan sekadar untuk menyelamatkan kami saja, tapi juga bisa menyelamatkan orang lain.
Sejak himbauan #DiRumahAja dikeluarkan tgl. 15/3/2020, perjalanan touring ke Curug Cilember dan camping di Gunung Kencana jadi kegiatan terakhir yang dilakukan di luar oleh keluarga saya. Setelah itu, kami berdiam di rumah. Keluar hanya untuk hal penting dan genting.
Situasi per hari ini (24/3/2020), jumlah kasus Corona di Indonesia 686 positif Covid-19, 30 sembuh, dan 55 meninggal.
Berikut infografis yang dirilis oleh situs www.covid19.go.id, situs resmi untuk memantau sebaran Corona Virus di Indonesia.
Semoga wabah Virus Corona di Indonesia segera berakhir seperti di Wuhan. Semua yang sakit dapat sembuh, dan tidak ada lagi korban jiwa.
Karena itu, mari kita nurut apa kata pemimpin kita, supaya penularan bisa dikurangi, bahkan terhenti. Tetap semangat, sehat, dan selamat.
~ Katerina
Saya pikir, dengan memberi kepercayaan, justru akan membuat Alief jadi bertanggung jawab, berhati-hati menjaga diri, dan berani menghadapi segala resiko. Ketimbang mencemaskannya, saya lebih suka mendoakannya supaya lancar dan aman, serta selamat.
Keputusan untuk membiarkan Alief pergi sudah melalui berbagai pertimbangan. Terkait wabah corona yang sedang merebak mengguncang dunia, tentu saja saya meminta mereka untuk waspada. Hal tersebut berulang kali saya bicarakan ke Alief supaya hati-hati. Saya pun turut memastikan kelompoknya, siapa saja yang berangkat, apakah ada yang abis bepergian ke luar negeri, dan apakah ada yang sedang sakit. Alhamdulillah semua aman.
Jumat malam (13/3/2020) di Puncak Gunung Kencana |
Suara Asing Saat Mendaki Malam Hari
Jumat pagi (13/3/2020) Chaska datang ke rumah pakai motor, jemput Alief. Carrier-nya sangat besar berisi keperluan pribadi, juga tenda dan peralatan masak. Carrier Alief berukuran lebih kecil, hanya berisi barang pribadi. Saya lihat Chaska membongkar isinya untuk disusun ulang. Kata Chaska, "Ga gini nyusun barang, lif!"
He he saya nyengir liatnya. Alief memang belum pengalaman, beda dengan Chaska. Semoga Alief belajar. Tidak cuma itu, Chaska juga menyortir bawaan Alief. Akhirnya, beberapa makanan kemasan ditinggal, minuman botol kemasan diganti pakai tumbler. Baju kaos dikurangi. Tambahannya justru mangkok stainless. Tadinya disuruh bawa cangkir stainless, tapi tak punya. Untunglah ada tumbler stainless dari ASUS AMD, jadinya bawa itu.
Untuk berangkat, Alief naik motor dibonceng Chaska. Perjalanan menuju basecamp di Bogor berdurasi sekitar 2,5 jam dari BSD. Kata Alief, ia merasakan tidak betah saat melewati medan berbatu selama kurang lebih 1 jam. Kakinya yang panjang terasa pegal karena kelamaan menekuk di boncengan.
Meskipun capek, naik motor menjadi pilihan paling aman daripada naik kendaraan umum. Dengan cara itu mereka terhindar dari bertemu orang banyak. Saat musim wabah begini, naik transportasi umum beresiko tertular virus. Apalagi untuk perjalanan tidak sebentar.
Saya tidak tahu jam berapa Alief sampai basecamp. Tak ada kabar apapun sejak terakhir jam 12 masih kirim pesan Whatsapp. Malam hari, baru saya dapat kabar, Alief sudah di puncak Gunung Kencana. Sebuah foto berada di ketinggian, dalam gelap malam, muncul di ruang chat WA. Alhamdulillah saya lega. Malam itu, saya bisa tidur dengan nyenyak.
Saat pendakian malam hari, ada yang diceritakan oleh Alief kepada saya. Katanya, Jumat malam itu, mereka bertemu sepasang suami istri tersesat. Lalu diajak ikut mereka, naik bareng sampai puncak. Selama berjalan, tiap 30 menit mereka absen, agar tak ada yang hilang di jalan hehe. Nah, pada saat absen ke sekian, tiba-tiba ada yang menghitung sampai 8, padahal jumlah mereka cuma 7. Apa itu?? Saya dengar cerita bagian itu jadi takut, eh Aliefnya enggak. Katanya, biasa aja itu mah. Wiih berani juga dia.
Pemandangan dari puncak Gunung Kencana, Sabtu 14/3/2020 (Foto by Alief) |
Camping di Puncak Gunung Kencana
Sinyal telkomsel ternyata cukup baik sampai ke puncak Gunung Kencana. Buktinya, saat baru tiba di puncak, pesan Alief via Whatsapp bisa sampai ke saya dengan lancar. Karena itu, hari Sabtu dini hari saya chat lagi menanyakan tidurnya, makannya, dan kondisinya.
Tak ada jawaban. Pesan yang saya kirim hanya centang 1. Mungkin HP dimatikan. Saya juga menanyakan kenapa malam hari di puncak gunung tidak pakai jaket. Saya khawatir dia kedinginan. Mengenai hal ini dijelaskan oleh Alief saat sudah di rumah. Katanya, udaranya gak sedingin yang saya kira. Biasa saja.
Hebat juga dia. Padahal pakai kaos tipis. Kalau saya jangan ditanya. Menginap di Lembang saja tidak pernah mandi. Buka keran air cuma buat wudhu. Apalagi di puncak gunung. Apa karena Gunung Kencana pendek?
Pukul 06.18 AM pesan baru dari Alief masuk di WA. 2 buah foto pemandangan pagi di atas gunung dikirimnya kepada saya. Dia hanya mengirim foto tanpa menjawab semua hal yang saya tanyakan. Mungkin mau kasih tahu lewat foto pagi yang indah itu, bahwa dia baik-baik saja. Saya hanya memahami hal itu, dan akhirnya tidak mau menagih jawaban.
Setelah agak siang Alief kirim foto lagi, kali ini lebih banyak. Fotonya foto rame-rame dengan semua temannya. Saya senang bukan kepalang melihatnya.
Ada perasaan sukacita yang amat mendalam saat memandangi foto-foto itu. Saya jadi menyadari kembali betapa Alief sudah semakin besar, sudah bisa pergi kemana-mana ke tempat jauh tanpa mama dan papanya. Itu artinya saya adalah ibu yang umurnya sudah semakin tua, dan mulai merasa kehilangan.... iya mulai kehilangan masa-masa di mana anak nempel terus dengan orangtuanya. Waktu sungguh cepat sekali berlalu 😭
Pertama kali buat Alief jadi anggota tim pendaki Gunung Kencana |
Bekal Makanan di Gunung
Saya tidak pernah camping di puncak gunung, apalagi mendaki sampai puncak. Jadi, saya bukan sekadar minim pengalaman, tapi memang nggak punya pengalaman. Mas Arif lah yang pengalaman. Dulu sejak SMA sampai selama kuliah ia sudah mendaki banyak gunung. Dari gunung kecil pendek sampai gunung besar tinggi yang ada di Jawa dan Sumatera, serta beberapa gunung di pulau lainnya.
Sewaktu akan membekali Alief makanan, saya minta pendapat Mas Arif. Katanya bawa yang mudah tapi mengenyangkan. Nah, yang saya pilihkan untuk Alief bawa adalah bubur instan karena mudah diolah, tinggal diberi air panas, diaduk, nggak pakai lama sudah bisa langsung dimakan. Saya bawakan indomie juga, secukupnya.
Untuk snack saya pilih snack gandum, coklat mengandung beras / gandum, dan Beng Beng. Semua makanan itu berukuran kecil tapi mengenyangkan. Saya bawakan juga 1 cup sereal, tinggal dicampur susu kotak bisa langsung dimakan. Gak perlu bawa beras, atau pun masak-masak bahan lainnya.
Alief tidak membawa peralatan masak seperti panci dan kompor gas karena teman-temannya sudah ada yang bawa. Dia tinggal numpang saja. Lain waktu saya akan beli buat Alief. Biar dia tidak mengandalkan orang lain. Tapi sebetulnya memakai perlengkapan masak bersama-sama ada baiknya kok, bisa menimbulkan rasa saling peduli satu sama lain. Saling bantu dan berbagi. Tidak egois memikirkan perut sendiri.
Seekor anjing di puncak Gunung Mas |
Menyenangkan dan Bikin Nagih!
Di tempat yang berudara dingin biasanya saya jadi mudah lapar. Saya tanya Alief apa dia merasakan hal tersebut selama di gunung? Katanya tidak. Pokoknya, dia tidak merasa kelaparan, apalagi kekurangan makan. Bekal yang dibawa sudah lebih dari cukup. Saya lega mengetahui hal itu.
Selama di atas gunung Alief makan bubur instan di malam hari, Indomie di pagi hari, dan diselingi snack di antara waktu-waktu belum makan makanan tersebut.
Makanan cukup, tapi air minum kurang. Saya sebetulnya sudah membekali 2 botol air minum @600 ml, dan sudah bilang agar beli 3 botol lagi sebelum mulai nanjak. Tapi ternyata lupa beli. Bersyukur dapat bantuan dari Chaska yang bawa air pakai jerigen sebanyak 5 liter. Jadi pelajaran buat Alief, kalau camping di lokasi tanpa air, harus bawa air yang cukup. Lain halnya kalau camping dekat danau atau sungai, bisa ambil air dengan mudah untuk dimasak jadi air minum.
Sabtu siang Alief dan rombongan mulai turun. Tadinya mereka akan lanjut ke curug sebelum balik ke BSD. Tapi karena suatu hal, mereka gak jadi. Saya lihat Alief agak kecewa gak jadi ke curug. Apalagi pas dia tahu, di hari yang sama papanya juga pergi ke curug yang sama. Dia berharap bisa papasan dengan papanya.
Saya sebetulnya mengira Alief bakal balik Minggu siang, tapi Sabtu sore mereka sudah pulang. Saya lega bukan main saat melihatnya tiba di rumah tanpa kekurangan apapun. Alhamdulillah selamat dan lancar.
Banyak hal yang diceritakan Alief terkait pengalaman pertamanya naik gunung. Dari ekspresi mukanya saat bercerita, saya tahu dia sangat senang, terlebih saat mengatakan: Aku mau lagi, Ma, ke gunung!
Ya, hidupmu akan berubah ketika sudah berbaur dengan alam, Nak. Kamu akan belajar banyak hal yang tidak kamu temui di rumah dan di bangku sekolah. Semoga yang kau temukan dan pelajari di luar sana adalah hal baik yang dapat membentuk pribadimu berjiwa besar, teguh memegang prinsip baik, dan welas asih.
Puncak Kencana 1803MDPL (14/3/2020) |
Touring Santai ke Puncak
Di waktu yang sama, Sabtu 14/3/2020 Mas Arief juga berangkat ke puncak bersama teman-teman SMA-nya. Entah kenapa bisa barengan waktunya. Padahal gak janjian lho. Hanya serba kebetulan saja. Yang satu rombongan anak SMA, satunya lagi rombongan alumni satu SMA. Bedanya, yang satu masih muda-muda, yang satu udah bapak-bapak jelang tua dan ubanan he he
Mas Arif berangkat dengan kelompok kecil berjumlah 9 orang. Tadinya katanya banyak yang mau ikut, tapi karena berbagai alasan akhirnya banyak yang mundur. Yang jelas, syarat boleh berangkat bila sehat dan aman. Nah bisa jadi yang mundur karena tidak memenuhi syarat itu.
Seingat saya, rencana Mas Arief untuk touring sudah lama. Di bulan Februari dua temannya alumni SMA, yaitu Mas Widna dan Mas Ivan pernah komentar di IG saya soal touring. Saya pikir keduanya akan ikut touring bareng. Ternyata enggak. Mas Widna kan kerjanya di Singapore, bisa jadi dia mundur karena alasan khawatir bawa virus ke teman-temannya.
Soal kesehatan jadi penting karena touring butuh stamina. Berkendara motor sejak pagi sampai sore bukanlah aktivitas sepele. Yang sehat saja bisa kelelahan, apalagi bila dalam kondisi tidak fit, nanti bisa-bisa ambruk di jalan. Saya bersyukur Mas Arif dan teman-temannya perhatian soal ini.
Pergi Pagi Pulang Sore
Tidak seperti Alief yang menginap di gunung, rombongan Mas Arif hanya berangkat pagi pulang sore. Ke mana saja rute perjalanannya? Saya harus buka WA lagi untuk menjelaskannya. Soalnya, detail rute ada dalam ruang chat di Whatsapp.
Berdasarkan itinerary, tujuan perjalanan ke Curug Cilember.
Sebagai istri, sudah pasti saya diberikan jadwal perjalanan yang lengkap oleh Mas Arif. Katanya, biar saya ikut mantau. Iya, harus banget itu. Kalau nggak tahu suaminya kemana aja, mana bisa tenang hati ini ya kan he he. Oh ya, touring ini cuma buat para laki-laki, nggak ajak-ajak wanita. Para istri di suruh di rumah aja, terserah mau ngapain. Pokoknya bapak-bapak mau me time. Gitu katanya. Baiklah😛
Meeting point di SPBU Gandaria Jarabo, jadwal temu pukul 06:00, dan mereka berangkat pada pukul 07:00 via Sentul, Gunung Geulis. Karena sudah bukan anak-anak muda lagi, tiap 2 jam rombongan singgah. Rehat pertama di jam 09:30 di Puncak Gunung Geulis.
Nah, saat istirahat inilah suami menyempatkan kirim foto ke saya. Foto pertamanya seperti yang saya tampilkan di atas. Dari foto itu saya baru tahu kalau mereka kompakan pakai kaos alumni buatan tahun lalu. Dalam foto, suami dan teman-temannya terlihat keren di mata saya. Ekspresi senang di tiap wajah menandakan mereka happy dengan apa yang sedang mereka lakukan.
Berpuluh tahun berlalu, ikatan persahabatan itu masih erat terjalin, masih bisa ketemu dan touring bareng. Pastilah sesuatu rasanya. Semoga semua panjang umur.
Gunung Mas Puncak |
Segarnya Mandi di Curug Cilember
Namanya juga touring santai, rombongan berkendara dengan sabar, tidak berburu waktu mengejar tujuan. Jam berapa sudah sampai mana? Tak harus sesuai itin. Pokoknya sesampainya saja. Begitu kata Mas Arif.
Sempat kepikiran sih apa suami kuat motoran jauh sampai puncak, PP pula. Kan sudah tak muda lagi. Memang sih stamina masih oke, sehat, dan jiwa masih muda. Tapi kan, beda kayak Alief dan kawan-kawannya. He he. Sebetulnya, kalau memikirkan itu terus, saya jadi cemas. Akhirnya, saya ganti dengan mendoakan saja yang baik-baik, semoga kuat dan selamat. Dengan begitu, pikiran saya jadi positif, dan energinya bisa sampai ke Mas Arif lewat dukungan dan semangat dari saya.
Pukul 11:30 mereka tiba di Curug Cilember, lanjut trekking santai menuju curug, lalu menikmati kesejukan air dengan berendam.
Foto dan video yang dikirimkan secara live oleh suami, membuat saya seakan berada dalam rombongan. Seolah ikut merasakan nanjak-nanjak dan basah kena air. Seakan turut melihat keindahan alam di curug, menikmati keasriannya, dan kesejukannya. Bahkan, jadi turut merasakan keseruan mereka.
Lalu, saya jadi kangen piknik! Upss... tahan dulu tahan dulu tahan dulu sampai situasi kondusif 😷
Aktivitas di Curug Cilember |
Seolah mau membuktikan, "saya masih gagah nanjak-nanjak" 😂 |
Kawasan Curug Cilember berada di ketinggian 800-900 mdpl |
Pergi Sehat Pulang Selamat
Jadwal pulang touring tidak sama persis dengan itin. Soal ini saya tidak heran, memang biasa terjadi. Sekali lagi, karena ini touring santai, ketidak tepatan waktu tidak jadi soal.
Pukul 14:00 rombongan mulai meninggalkan kawasan Curug Cilember, pulang arah puncak pass melewati kebun durian montong WF, melintasi Kota Bogor dan Jarabo, dan sama-sama berakhir di titik awal untuk kumpul dulu melakukan evaluasi sebelum pulang ke rumah masing-masing.
Jadi ingat dulu pernah ke sana saat anak-anak masih kecil. Kami berpuas ria makan durian dan minum jus buah naga, serta berfoto ria di tengah pohon durian montong yang berbuah sangat lebat. Seperti apa kebun itu sekarang? Entahlah, sudah lama sekali saya tak ke sana.
Sabtu malam (14/3/2020), Mas Arif tidak langsung pulang ke BSD. Dari lokasi titik kumpul di Cibubur, perjalanan lebih dekat ke rumah ibu di Depok. Jadi, saya yang memintanya jangan pulang dulu, biar istirahat di rumah ibu, besoknya baru balik ke BSD.
Alumni SMA 62 JKT yang kini tak lagi muda |
Persahabatan |
Kini #DiRumahAja #WorkFromHome #SocialDistancing
Hari Minggu 15/03/2020 Mas Arif berangkat subuh dari Depok, sampai BSD masih pagi. Jadi, sejak Minggu pagi kami semua berada di rumah.
Pemberitaan tentang Virus Corona jadi perhatian kami sekeluarga. Pasalnya, per hari itu, Pemprov Banten melalui Gubernur Banten Wahidin Halim menetapkan status KLB (Kejadian Luar Biasa) Corona di Banten. Beritanya dapat di baca di situs CNN Indonesia di sini (klik) : Banten tetapkan Status KLB Corona.
Pemberitaan tentang Virus Corona jadi perhatian kami sekeluarga. Pasalnya, per hari itu, Pemprov Banten melalui Gubernur Banten Wahidin Halim menetapkan status KLB (Kejadian Luar Biasa) Corona di Banten. Beritanya dapat di baca di situs CNN Indonesia di sini (klik) : Banten tetapkan Status KLB Corona.
Di hari yang sama Gubernur Wahidin akhirnya menyatakan menutup sekolah SMA/SMK. Semua siswa disuruh belajar dari rumah mulai tgl. 16 sampai 29 Maret 2020.
Di DKI, pemberlakuan belajar di rumah sudah diumumkan oleh gubernur Anis Baswedan pada hari Sabtu (14/3/2020). Beritanya dapat dibaca di sini (klik): Anis Tutup Sekolah di Lingkungan DKI.
Di DKI, pemberlakuan belajar di rumah sudah diumumkan oleh gubernur Anis Baswedan pada hari Sabtu (14/3/2020). Beritanya dapat dibaca di sini (klik): Anis Tutup Sekolah di Lingkungan DKI.
Selain kegiatan bersih-bersih, yayasan tempat Humayra bersekolah juga melakukan rapat terkait pemberlakuan belajar di rumah, dan akhirnya diputuskan libur masuk sekolah, diganti dengan belajar di rumah. Jadwalnya sama dengan SMA.
Selain penetapan belajar di rumah untuk anak-anak sekolah mulai dari PAUD, SD, SMP, hingga SMA/SMK, pemerintah juga mengeluarkan himbauan untuk #WorkFromHome dan #SocialDistancing sebagai upaya untuk memutus rantai penularan virus corona.
Sebagai pendukung gerakan #DiRumahAja, sudah pasti saya dan keluarga mengikuti himbauan tersebut. Karena, manfaatnya bukan sekadar untuk menyelamatkan kami saja, tapi juga bisa menyelamatkan orang lain.
Sejak himbauan #DiRumahAja dikeluarkan tgl. 15/3/2020, perjalanan touring ke Curug Cilember dan camping di Gunung Kencana jadi kegiatan terakhir yang dilakukan di luar oleh keluarga saya. Setelah itu, kami berdiam di rumah. Keluar hanya untuk hal penting dan genting.
Situasi per hari ini (24/3/2020), jumlah kasus Corona di Indonesia 686 positif Covid-19, 30 sembuh, dan 55 meninggal.
Berikut infografis yang dirilis oleh situs www.covid19.go.id, situs resmi untuk memantau sebaran Corona Virus di Indonesia.
Karena itu, mari kita nurut apa kata pemimpin kita, supaya penularan bisa dikurangi, bahkan terhenti. Tetap semangat, sehat, dan selamat.
~ Katerina