Dalam laporan bertajuk Lonely Planet's Best in Travel 2020, Nusa Tenggara Timur, Indonesia meraih peringkat 1 dalam Top 10 Best-Value Destination atau 10 Destinasi dengan Harga Terbaik untuk dikunjungi pada tahun 2020.
Kabar manis itu membuat saya jadi semangat untuk melanjutkan cerita pengalaman menjelajah Nusa Tenggara Timur. Maka, postingan kali ini akan menjadi Part 2 Sail Komodo 2019. Semoga belum basi, meski setelah 1 tahun dari sana baru bisa lanjut nulis lagi.
Cerita Sail Komodo diawali dari sini, silakan baca dulu di: Live on Board Komodo, Pengalaman Seru Naik Kapal Phinisi di Labuan Bajo
Why you should visit East Nusa Tenggara in 2020?
These Indonesian islands offer idyllic beaches and wide open exploration for less than you might think (Lonely Planet)
Dalam artikel Top 10 Best-Value Destination Lonely Planet, Nusa Tenggara Timur (NTT) ditampilkan dengan indah lewat video berdurasi 1 menit 37 detik. Semua orang bisa lihat betapa memesona NTT dengan keajaiban alamnya yang luar biasa. Salah satunya terdapat Taman Nasional Komodo (TNK) atau Komodo National Park, tempat di mana komodo hidup di habitatnya dan menjadi ikon wisata Indonesia yang mendunia.
Nusa Tenggara Timur adalah tentang pulau-pulau memesona dengan pantai-pantai nan indah memanjakan mata, serta laut dengan air jernih berisi beragam kekayaan hayati yang sangat menakjubkan untuk diselami.
Benar kata orang. Sebagai orang Indonesia, setidaknya pernah satu kali ke Nusa Tenggara Timur. Pernyataan ini tidak berlebihan, khususnya buat penggemar wisata petualangan. Dan memang, menjelajah NTT jadi pengalaman paling mengesankan sependek saya pernah keliling Indonesia untuk berwisata.
Saya juga ingin suatu hari nanti pergi ke Labuan Bajo lagi bersama suami dan anak-anak, agar mereka tak sekadar bangga pada peringkat istimewa yang diberikan oleh situs perjalanan terkemuka dunia itu saja, tapi benar-benar pergi menjelajah. Meski saya tidak tahu, apakah biaya masuk Taman Nasional Komodo nanti akan sama terjangkau seperti ketika saya ke sana tahun 2019 lalu. Kenapa?
Kabar wisata Labuan Bajo bakal jadi wisata ekslusif berbiaya mahal, bikin traveler tidak tajir macam saya jadi pikir-pikir! Sobat traveler sudah tahu belum tentang hal tersebut?
Kabar manis itu membuat saya jadi semangat untuk melanjutkan cerita pengalaman menjelajah Nusa Tenggara Timur. Maka, postingan kali ini akan menjadi Part 2 Sail Komodo 2019. Semoga belum basi, meski setelah 1 tahun dari sana baru bisa lanjut nulis lagi.
Cerita Sail Komodo diawali dari sini, silakan baca dulu di: Live on Board Komodo, Pengalaman Seru Naik Kapal Phinisi di Labuan Bajo
Komodo di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur |
These Indonesian islands offer idyllic beaches and wide open exploration for less than you might think (Lonely Planet)
Dalam artikel Top 10 Best-Value Destination Lonely Planet, Nusa Tenggara Timur (NTT) ditampilkan dengan indah lewat video berdurasi 1 menit 37 detik. Semua orang bisa lihat betapa memesona NTT dengan keajaiban alamnya yang luar biasa. Salah satunya terdapat Taman Nasional Komodo (TNK) atau Komodo National Park, tempat di mana komodo hidup di habitatnya dan menjadi ikon wisata Indonesia yang mendunia.
Nusa Tenggara Timur adalah tentang pulau-pulau memesona dengan pantai-pantai nan indah memanjakan mata, serta laut dengan air jernih berisi beragam kekayaan hayati yang sangat menakjubkan untuk diselami.
Benar kata orang. Sebagai orang Indonesia, setidaknya pernah satu kali ke Nusa Tenggara Timur. Pernyataan ini tidak berlebihan, khususnya buat penggemar wisata petualangan. Dan memang, menjelajah NTT jadi pengalaman paling mengesankan sependek saya pernah keliling Indonesia untuk berwisata.
Saya juga ingin suatu hari nanti pergi ke Labuan Bajo lagi bersama suami dan anak-anak, agar mereka tak sekadar bangga pada peringkat istimewa yang diberikan oleh situs perjalanan terkemuka dunia itu saja, tapi benar-benar pergi menjelajah. Meski saya tidak tahu, apakah biaya masuk Taman Nasional Komodo nanti akan sama terjangkau seperti ketika saya ke sana tahun 2019 lalu. Kenapa?
Kabar wisata Labuan Bajo bakal jadi wisata ekslusif berbiaya mahal, bikin traveler tidak tajir macam saya jadi pikir-pikir! Sobat traveler sudah tahu belum tentang hal tersebut?
Jurassic Park akan Dibangun di Labuan Bajo
Dalam 2 tahun terakhir, Kawasan Pariwisata Super Prioritas Taman Nasional Komodo (TNK) punya kabar cukup menghebohkan dunia pariwisata. Menurut saya sih heboh ya kalau beritanya begini:
Diawali pada bulan Agustus 2018, api menghanguskan 10 hektar padang rumput Gili Lawa yang terletak di TNK. Diduga akibat puntung rokok dan kembang api, tapi hal itu tak terbukti. Lalu, netizen bersuara, pro dan kontra. Yang pro minta ditutup biar segenap isi TNK aman. Yang kontra minta tetap dibuka biar wisatawan tetap bisa ke sana dan pelaku wisata tetap hidup.
Bulan April 2019, Presiden Jokowi menyetujui penutupan sementara Pulau Komodo dan penutupan akan dimulai pada tahun 2020 untuk penataan ulang. (Gub NTT sebut Jokowi setuju Pulau Komodo ditutup - regional.kompas.com 9/4/2019)
Bulan Oktober 2019, Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut B Panjaitan membantah isu penutupan Pulau Komodo. Yang ada, Pulau Komodo tidak akan ditutup namun akan dijadikan wisata eksklusif. Tiket masuknya 14 juta! (hipwee.com 2/10/2019).
Kabar terbaru di awal tahun 2020, nantinya pemerintah akan menata Taman Nasional Komodo dengan pendekatan geopark berkelanjutan mirip dengan tema Jurassic Park. Perancangnya Yori Antar Anwar, seorang ahli lingkungan, alam dan budaya Nusantara. (goodnewsfromindonesia.id 26/1/2020).
The Jakarta Post (5/2/2020) dalam artikel berjudul Komodo Island eyes 50,000 tourists after premium membership system introduced menyebutkan "Entry tickets to the destination will be set at US$1,000 per year per person."
The Jakarta Post (5/2/2020) dalam artikel berjudul Komodo Island eyes 50,000 tourists after premium membership system introduced menyebutkan "Entry tickets to the destination will be set at US$1,000 per year per person."
Sail Komodo Pasti Seru
Di Taman Nasional Komodo terdapat 3 pulau besar, yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, dan Pulau Padar. Pulau yang akan dibangun dengan konsep Jurassic Park adalah Pulau Rinca, pulau yang saya datangi tahun lalu. Kamu bisa tonton video saya jumpa komodo di Pulau Rinca di channel saya berikut ini (klik) --> Berjumpa 13 Komodo di Sarangnya.
Banyak teman dekat ingin pergi melihat Komodo di Taman Nasional Komodo. Pertanyaan yang paling sering diajukan ke saya adalah "Perlu berapa lama agar puas menjelajah Taman Nasional Komodo?"
Kadar kepuasan tiap orang berbeda. Jika sekadar jumpa komodo, seharian saja cukup. Buat saya yang amat penakut pada reptil, 10 menit bertemu komodo rasanya seperti setahun! Bukanlah hal menarik berlama-lama di sarang komodo. Lain halnya jika memang ingin lama-lama mengamati perilaku komodo, memotret atau membuat video komod sejak pagi sampai ketemu pagi lagi, setidaknya seminggu baru puas.
Waktu ideal keliling kawasan Taman Nasional Komodo minimal 3 hari. Dalam waktu 3 hari 2 malam, wisatawan sudah bisa mencicipi berlayar di Taman Nasional Komodo. Naik kapal keliling dari satu pulau ke pulau lain, menjelajah daratan, bermain di pantai, dan melakukan kegiatan berenang, snorkeling, dan diving di spot-spot pilihan.
Di Labuan Bajo ada banyak penjual paket wisata Sail Komodo. Kamu tinggal pilih sreg dengan penjual yang mana. Kalau saya, tahun lalu pilih pakai Gamanesia Holiday (IG @gamanesia.id). Jasa tour Labuan Bajo satu ini sudah saya kenal dengan baik, saya pun sudah merasakan bagaimana pelayanan baik mereka terhadap tamu.
Berapa lama waktu yang harus diluangkan jika ingin sail komodo? Untuk seorang karyawan, setidaknya perlu cuti 5 hari. Hari pertama berangkat ke Labuan Bajo, lalu menginap dulu 1 malam sebelum berangkat sail di hari ke-2. Buat yang ingin menginap dengan gaya mewah bisa pesan room di AYANA Komodo Resort, atau yang agak sederhana tapi nyaman dan berpemandangan mewah bisa di Escape Bajo. Tinggal pilih sesuai selera dan isi kantong. Kalau nggak mau repot urusan hotel, serahkan saja pada tour operator yang kita pakai.
Hari kedua sampai ke empat mulai sail. Setelah sail menginap lagi 1 malam sebelum kembali ke kota asal. Bisa saja hanya 3 hari tanpa menginap dulu di Labuan Bajo, langsung sail, tapi pastikan dapat penerbangan paling pagi untuk berangkat dan penerbangan paling malam untuk pulang.
Dengan berlayar ada banyak tempat menarik yang bisa dikunjungi dan banyak aktivitas seru yang bisa dilakukan. Untuk tahu aktivitas apa saja yang bisa dilakukan saat sail komodo di Labuan Bajo, silakan baca di artikel saya berikut ini: Sail Komodo 3D2n Labuan Bajo
Keliling Taman Nasional Komodo Naik Kapal Semi Phinisi Lamburajo |
Berlayar di Taman Nasional Komodo Itu Istimewa
Bagi saya, Sail komodo punya cita rasa tersendiri yang berbeda dengan petualangan di tempat wisata lainnya. Sesedikit pengalaman saya pernah keliling Indonesia untuk berwisata, belum pernah terjadi saya berlayar seperti di Labuan Bajo.
Sail komodo bukan semata tentang menaklukkan rasa takut bertemu langsung dengan komodo mematikan, tapi juga aktivitas berlayar yang sangat mengesankan. Sebuah kesenangan berisiko, namun jadi pengalaman berharga, bahkan bagi seorang turis yang dianggap manja dan alay.
Dulu pernah keliling Kepulauan Derawan di Kalimantan Timur, menjelajah pulau-pulau pakai kapal, tapi bukan menginap di kapal, melainkan di cottage di Pulau Derawan dan di home stay di Desa Bohe Silian di Pulau Maratua.
Naik kapal serupa yang saya naiki di Labuan Bajo mungkin bisa di mana saja, malah tidak akan ada apa-apanya bila dibanding naik kapal pesiar mewah. Tapi, berlayar di Taman Nasional Komodo tidak akan ada dua di tempat lain. Karena itu trip Komodo akan lebih afdol bila dengan sail.
Wisatawan di Labuan Bajo bisa saja pergi ke Pulau Rinca, atau ke Pulau Komodo tanpa harus menginap di kapal. Hanya datang dan pergi ke Labuan Bajo lagi. Tapi bagi saya rasanya sungguh tak akan semengesankan bila bermalam beberapa hari di dalam kapal.
Bagi saya, Sail komodo punya cita rasa tersendiri yang berbeda dengan petualangan di tempat wisata lainnya. Sesedikit pengalaman saya pernah keliling Indonesia untuk berwisata, belum pernah terjadi saya berlayar seperti di Labuan Bajo.
Sail komodo bukan semata tentang menaklukkan rasa takut bertemu langsung dengan komodo mematikan, tapi juga aktivitas berlayar yang sangat mengesankan. Sebuah kesenangan berisiko, namun jadi pengalaman berharga, bahkan bagi seorang turis yang dianggap manja dan alay.
Dulu pernah keliling Kepulauan Derawan di Kalimantan Timur, menjelajah pulau-pulau pakai kapal, tapi bukan menginap di kapal, melainkan di cottage di Pulau Derawan dan di home stay di Desa Bohe Silian di Pulau Maratua.
Naik kapal serupa yang saya naiki di Labuan Bajo mungkin bisa di mana saja, malah tidak akan ada apa-apanya bila dibanding naik kapal pesiar mewah. Tapi, berlayar di Taman Nasional Komodo tidak akan ada dua di tempat lain. Karena itu trip Komodo akan lebih afdol bila dengan sail.
Wisatawan di Labuan Bajo bisa saja pergi ke Pulau Rinca, atau ke Pulau Komodo tanpa harus menginap di kapal. Hanya datang dan pergi ke Labuan Bajo lagi. Tapi bagi saya rasanya sungguh tak akan semengesankan bila bermalam beberapa hari di dalam kapal.
Di sini kami bermalam, di sebuah teluk dekat Pulau Rinca |
Komodo Masuk Kapal
Perjumpaan saya dengan komodo terjadi di Pulau Rinca, pulau tak berpenduduk dan dikenal sebagai sarangnya komodo. Pulau lain tempat untuk berjumpa komodo yaitu Pulau Komodo. Di sana ada perkampungan, kita bisa berinteraksi dengan warga lokal, bahkan menumpang bermalam.
Saya akan memulai cerita ini pada suatu sore, di hari Sabtu (16/3/2019). Setelah menyaksikan ribuan kelelewar terbang di bawah langit petang yang kelabu, kapal kami bergerak mendekati Pulau Rinca. Namun, kapal tidak bersandar di dermaga, tetap di perairan, pada sebuah teluk. Di sanalah kami akan bermalam.
Perjumpaan saya dengan komodo terjadi di Pulau Rinca, pulau tak berpenduduk dan dikenal sebagai sarangnya komodo. Pulau lain tempat untuk berjumpa komodo yaitu Pulau Komodo. Di sana ada perkampungan, kita bisa berinteraksi dengan warga lokal, bahkan menumpang bermalam.
Saya akan memulai cerita ini pada suatu sore, di hari Sabtu (16/3/2019). Setelah menyaksikan ribuan kelelewar terbang di bawah langit petang yang kelabu, kapal kami bergerak mendekati Pulau Rinca. Namun, kapal tidak bersandar di dermaga, tetap di perairan, pada sebuah teluk. Di sanalah kami akan bermalam.
Berada di perairan Pulau Rinca membuat saya teringat ucapan Pak Deddy guide tentang komodo bisa berenang. Bagaimana jika komodo itu menyeberang masuk kapal saat kami sedang tidur? Saya agak cemas, tapi karena tak ingin berpikir yang tidak-tidak, saya bergegas menyibukkan diri dengan bergegas mandi, makan, dan kemudian pergi tidur. Tapi tetap saja, letih badan membuat benak kembali dipenuhi bayangan komodo berenang mendekati kapal, naik dari pinggiran dek terbawah dekat deretan kamar tidur, membuat heboh. Alangkah ngerinya jika itu benar-benar terjadi.
Malam itu, setelah Katharina (teman satu kamar) naik ke ranjangnya, pintu kamar saya tutup rapat-rapat. Saya pastikan kunci terpasang kuat. Setelah beberapa saat mata sulit terpejam, akhirnya saya bisa tidur. Buaian ombak yang membuat badan kapal sesekali bergoyang pelan, sepertinya telah membantu membawa saya pergi ke alam mimpi. Apa yang dikhawatirkan tentang komodo tak terjadi, dan saya dengar hal itu memang tak pernah terjadi.
Keesokan pagi, saat alam raya mulai benderang, saya bisa lihat betapa dekatnya kapal kami dengan Pulau Rinca. Dengan jarak sedekat itu, maka dekat pula kami dengan komodo liar, bukan? Saya kembali bergidik.
Kapal di belakang adalah kapal kami, hanya beberapa ratus meter saja dari dermaga Pulau Rinca |
Merasa Cinta di Dermaga Pulau Rinca
Terbangun di hari Minggu pagi (17/3/2019), saya mendapati suasana yang begitu tenang. Tak ada berisik deru angin. Tak ada ribut suara burung. Tak ada ombak yang mengayun badan kapal. Apakah pagi di tempat ini selalu setenang ini?
Di bawah matahari yang mulai berbagi kehangatan, di bawah langit biru yang memayungi lautan, saya terpaku di anjungan kapal selama hampir 30 menitan, menikmati keelokan alam. Sebuah pagi di tempat tak biasa, yang tidak tiap hari bisa saya jumpai. Rasanya saya ingin mematung di sana berlama-lama. Namun, mandi dan sarapan harus disegerakan. Komodo di Pulau Rinca sudah menunggu untuk dijumpai. Setelah makan dan dandan, sekoci berkapasitas terbatas meluncur cepat meninggalkan kapal, membawa kami menyeberang bergantian.
Di bawah matahari yang mulai berbagi kehangatan, di bawah langit biru yang memayungi lautan, saya terpaku di anjungan kapal selama hampir 30 menitan, menikmati keelokan alam. Sebuah pagi di tempat tak biasa, yang tidak tiap hari bisa saya jumpai. Rasanya saya ingin mematung di sana berlama-lama. Namun, mandi dan sarapan harus disegerakan. Komodo di Pulau Rinca sudah menunggu untuk dijumpai. Setelah makan dan dandan, sekoci berkapasitas terbatas meluncur cepat meninggalkan kapal, membawa kami menyeberang bergantian.
Hanya perlu waktu kurang dari 6 menit bagi sekoci untuk merapat di jetty. Suasana dermaga tampak masih sepi. Sepertinya, kami jadi pengunjung pertama. Hari itu, memang tak ada kapal lain selain kami yang bermalam di perairan Pulau Rinca. Wajar jika bisa datang paling awal.
Kami tak diburu-buru meninggalkan jetty. Ada waktu untuk sesaat menikmati keelokan pagi dari dermaga. Saya ter-wow-wow, antara norak dan takjub dengan panorama alam yang yang tersaji indah ke mana pun mata memandang. Hanya ada laut tenang dan daratan sunyi yang diselimuti kedamaian. Masihkah saya di bumi?
Bukankah tempat seperti ini terlalu romantis jika dilewatkan tanpa bercumbu?
Bercumbu dengan pancaran sinar sang mentari, dengan sapuan angin yang menghembuskan kesegaran laut, dengan pemandangan yang tersaji nun jauh di horison, dengan panorama barisan bukit yang hanya dihuni oleh hewan dan tumbuhan, dengan laut yang sedang bermusuhan dengan gelombang, dengan udara bersih yang menyegarkan paru-paru, dengan segala hal yang membuat hati merasa cinta.
Seringkali kurasakan, tempat sedamai dan sesehat ini seumpama obat, mampu membunuh segala gundah dan resah, menikam rasa kecewa dan sedih, dan meringankan segala beban yang menggelayuti pundak. Mengibaratkan keindahan sebagai obat, meskipun jiwa raga sedang tidak sakit, adalah cara mudah merawat sehat...
Pemandangan pagi dari jembatan dermaga Pulau Rinca |
Para Ranger di Dermaga
Di dermaga sudah ada beberapa pria pemandu (ranger) yang telah siap untuk diajak menemani trekking keliling Pulau Rinca. Untuk jumlah kami bertiga belas, kami mendapatkan dua ranger.
Setiap ranger ada biaya. Saya tidak tahu berapa biaya ranger kami saat itu, karena segala urusan pembayaran sudah diurus oleh Gamanesia. Kami tinggal masuk dan jalan saja. Saya juga tidak tergerak untuk mencari tahu dengan bertanya langsung ke ranger.
Jadi, untuk melengkapi tulisan ini, saya mencari tahu di internet, dan inilah biaya masuk Taman Nasional Komodo yang berlaku pada tahun 2019:
- Karcis Masuk Taman Nasional Komodo Rp 5000 / orang
- Jasa Pemandu Rp 80.000 / grup (5 orang)
- Snorkeling Rp 15.000 / orang
- Kegiatan Pengamatan Hidupan Liar Rp 10.000 / orang
- Kegiatan Wisata Alam Penelusuran Hutan (trekking) Rp 5000 / orang
- Karcis masuk kendaraan air (kapal) 100-500PK Rp 150.000 / hari
- Tiket TN Komodo & Retribusi Daerah (excl. diving) Rp 265.000 / orang (wisatawan Nusantara) dan Rp 460.000 / orang weekdays (wisatawan mancanegara)
Sumber informasi harga tiket (klik) --> Tiket Masuk Taman Nasional Komodo
Di dermaga sudah ada beberapa pria pemandu (ranger) yang telah siap untuk diajak menemani trekking keliling Pulau Rinca. Untuk jumlah kami bertiga belas, kami mendapatkan dua ranger.
Setiap ranger ada biaya. Saya tidak tahu berapa biaya ranger kami saat itu, karena segala urusan pembayaran sudah diurus oleh Gamanesia. Kami tinggal masuk dan jalan saja. Saya juga tidak tergerak untuk mencari tahu dengan bertanya langsung ke ranger.
Jadi, untuk melengkapi tulisan ini, saya mencari tahu di internet, dan inilah biaya masuk Taman Nasional Komodo yang berlaku pada tahun 2019:
- Karcis Masuk Taman Nasional Komodo Rp 5000 / orang
- Jasa Pemandu Rp 80.000 / grup (5 orang)
- Snorkeling Rp 15.000 / orang
- Kegiatan Pengamatan Hidupan Liar Rp 10.000 / orang
- Kegiatan Wisata Alam Penelusuran Hutan (trekking) Rp 5000 / orang
- Karcis masuk kendaraan air (kapal) 100-500PK Rp 150.000 / hari
- Tiket TN Komodo & Retribusi Daerah (excl. diving) Rp 265.000 / orang (wisatawan Nusantara) dan Rp 460.000 / orang weekdays (wisatawan mancanegara)
Sumber informasi harga tiket (klik) --> Tiket Masuk Taman Nasional Komodo
Para ranger sudah menunggu di sini |
Komodo Mengincar Wanita Haid. Benarkah?
Setelah mendapatkan ranger, kami berangkat jalan kaki menuju kantor TNK yang berjarak kurang lebih 100 meter dari dermaga. Tadinya, sebelum perjalanan dimulai, saya berharap ranger memberi petunjuk keselamatan tentang bagaimana bila terjadi sesuatu saat bertemu komodo di tengah jalan. Sekilas pun tak apa. Tapi ternyata semua informasi akan diberikan kemudian, di kantor TNK.
Saya jadi agak gentar. Meski diberitahu dalam 100 meter itu keadaan aman, namun siapa yang bisa menjamin tak akan ada komodo liar tiba-tiba datang dan lewat? Bukankah jalan menuju kantor aksesnya terbuka ke arah manapun?
Ketakutan terbesar saya berasal dari kondisi sedang haid. Bukan hal baru bagi saya mendengar wanita haid dapat ancaman komodo. Sebelum ke TNK, pernah ada dua cerita yang saya dengar soal kejadian wanita haid dibuntuti komodo.
Pertama, cerita wanita haid masuk toilet. Di luar pintu, seekor komodo sudah menunggu. Cerita kedua, ada turis wanita Jepang mendadak haid di lokasi, darahnya menodai celana dan berceceran. Seekor komodo terus menerus mengikutinya, bahkan hingga si wanita dipaksa kembali masuk kapal, si komodo juga membuntuti hingga ke kapal. Cerita horor itu sangat menghantui dan saya semakin dihantui ketika sudah berada di Pulau Rinca.
Saya memberitahu ulang Pak Deddy mengenai keadaan saya sedang haid, dan memintanya jangan membuat jarak. Pak Deddy mengerti, ia menenangkan saya. Katanya jangan khawatir, ikuti saja dia dan ranger, dan "jangan bikin ulah".
Salah seorang teman jalan cerita, kalau tak salah ingat Ve, saat itu dia seharusnya sedang haid. Tapi, karena mau berjumpa komodo, dia menunda haidnya dengan minum obat penunda haid. Saya pikir, cara ini boleh juga dicoba demi keamanan diri.
Dengan tidak adanya sekilas info cara menyelamatkan diri dari komodo, yang seharusnya langsung diberikan diawal sejak dari dermaga, menjadi alasan kenapa saya was-was. Lain waktu, jika kamu ke sini, tidak usah menunggu ranger bicara soal keselamatan, langsung saja tanyakan. Atau, bekali saja diri sendiri dengan informasi yang bisa dicari diinternet tentang bagaimana seharusnya ketika mulai memasuki Pulau Rinca. Tidak usah menunggu sampai briefing di kantor.
Setelah mendapatkan ranger, kami berangkat jalan kaki menuju kantor TNK yang berjarak kurang lebih 100 meter dari dermaga. Tadinya, sebelum perjalanan dimulai, saya berharap ranger memberi petunjuk keselamatan tentang bagaimana bila terjadi sesuatu saat bertemu komodo di tengah jalan. Sekilas pun tak apa. Tapi ternyata semua informasi akan diberikan kemudian, di kantor TNK.
Saya jadi agak gentar. Meski diberitahu dalam 100 meter itu keadaan aman, namun siapa yang bisa menjamin tak akan ada komodo liar tiba-tiba datang dan lewat? Bukankah jalan menuju kantor aksesnya terbuka ke arah manapun?
Ketakutan terbesar saya berasal dari kondisi sedang haid. Bukan hal baru bagi saya mendengar wanita haid dapat ancaman komodo. Sebelum ke TNK, pernah ada dua cerita yang saya dengar soal kejadian wanita haid dibuntuti komodo.
Pertama, cerita wanita haid masuk toilet. Di luar pintu, seekor komodo sudah menunggu. Cerita kedua, ada turis wanita Jepang mendadak haid di lokasi, darahnya menodai celana dan berceceran. Seekor komodo terus menerus mengikutinya, bahkan hingga si wanita dipaksa kembali masuk kapal, si komodo juga membuntuti hingga ke kapal. Cerita horor itu sangat menghantui dan saya semakin dihantui ketika sudah berada di Pulau Rinca.
Saya memberitahu ulang Pak Deddy mengenai keadaan saya sedang haid, dan memintanya jangan membuat jarak. Pak Deddy mengerti, ia menenangkan saya. Katanya jangan khawatir, ikuti saja dia dan ranger, dan "jangan bikin ulah".
Salah seorang teman jalan cerita, kalau tak salah ingat Ve, saat itu dia seharusnya sedang haid. Tapi, karena mau berjumpa komodo, dia menunda haidnya dengan minum obat penunda haid. Saya pikir, cara ini boleh juga dicoba demi keamanan diri.
Dengan tidak adanya sekilas info cara menyelamatkan diri dari komodo, yang seharusnya langsung diberikan diawal sejak dari dermaga, menjadi alasan kenapa saya was-was. Lain waktu, jika kamu ke sini, tidak usah menunggu ranger bicara soal keselamatan, langsung saja tanyakan. Atau, bekali saja diri sendiri dengan informasi yang bisa dicari diinternet tentang bagaimana seharusnya ketika mulai memasuki Pulau Rinca. Tidak usah menunggu sampai briefing di kantor.
Jalan yang menghubungkan dermaga dengan lokasi kantor dan rumah penjaga TNK di Pulau Rinca |
Jalan Setapak Menuju Komodo
Di Pulau Padar, pengunjung dapat berjalan kaki di atas jalan setapak berbatu yang tebal, rapi, dan cukup nyaman. Di Pulau Rinca, jalan setapak yang kami lewati berupa tanah mengandung lumpur dan pasir.
Permukaan jalan setapak tidak mulus, beberapa agak basah dan licin, beberapa lainnya berlubang berisi genangan air. Tanah basah mengandung pasir dan lumpur itu mudah menempel di sepatu, susah dibersihkan. Jalan di sini cocoknya pakai boot yang kuat tapi ringan dan bisa menutup kaki sampai betis. Selain agar tidak basah, juga menjaga kaki aman dari goresan semak dan alang-alang saat trekking sampai jauh ke perbukitan.
Kami berjalan beriringan, mengikuti jalan yang berkelok. Bukit di sebelah kiri jalan, menyerupai dinding alam yang menampakkan tanah tebal bercorak coklat kehitaman. Tak ada pohon tinggi dan rindang, hanya mangrove saja di sebelah kanan jalan. Setahu saya, kadal, biawak, ular, sangat suka tinggal di hutan bakau. Tentu saja, komodo juga ada di sana. Perjalanan pendek itu terasa jadi menyeramkan. Mata saya jadi liar memandang, penuh rasa was-was.
Sejumlah papan petunjuk dan peringatan untuk para wisatawan terpasang di beberapa tempat di sisi jalan. Bisa dibaca sebagai pengganti ketiadaan penjelasan dari ranger. Beberapa tempat sampah juga bisa ditemui di jalur yang dilewati. Kalau punya sampah, tinggal taruh di situ. Kalau punya mantan, juga bisa dibuang di situ he he.
Di sisi jalan setapak terdapat beberapa lampu jalan, bertiang pendek. Lampu-lampu itu pasti berguna ketika lewat di malam hari. Saya sih nggak kepikiran jalan di sana pada malam hari ya. Jalan siang hari saja banyak seramnya.
Kurang lebih 50 meter setelah belokan bukit, kami sampai di sebuah gerbang yang di sisi kiri dan kanannya terdapat patung komodo dalam posisi tegak. Pada bagian atas gerbang terpampang banner bertuliskan "Welcome to Loh Buaya, Komodo National Park". Seandainya tulisan itu dibuat di atas material permanen bernuansa alam, tentu akan matching dengan keadaan sekitar.
Jalan setapak tanah berakhir di gerbang itu, selanjutnya semen yang kasar. Sayangnya, jalan semen itu hanya beberapa meter saja. Selebihnya tanah lagi. Nanggung sekali fasilitas jalan kaki di tempat ini. Kalau tidak bisa buat bagus, mending tidak buat sama sekali. Biar semua orang jalannya di tanah saja sejak awal sampai akhir.
Di Pulau Padar, pengunjung dapat berjalan kaki di atas jalan setapak berbatu yang tebal, rapi, dan cukup nyaman. Di Pulau Rinca, jalan setapak yang kami lewati berupa tanah mengandung lumpur dan pasir.
Permukaan jalan setapak tidak mulus, beberapa agak basah dan licin, beberapa lainnya berlubang berisi genangan air. Tanah basah mengandung pasir dan lumpur itu mudah menempel di sepatu, susah dibersihkan. Jalan di sini cocoknya pakai boot yang kuat tapi ringan dan bisa menutup kaki sampai betis. Selain agar tidak basah, juga menjaga kaki aman dari goresan semak dan alang-alang saat trekking sampai jauh ke perbukitan.
Kami berjalan beriringan, mengikuti jalan yang berkelok. Bukit di sebelah kiri jalan, menyerupai dinding alam yang menampakkan tanah tebal bercorak coklat kehitaman. Tak ada pohon tinggi dan rindang, hanya mangrove saja di sebelah kanan jalan. Setahu saya, kadal, biawak, ular, sangat suka tinggal di hutan bakau. Tentu saja, komodo juga ada di sana. Perjalanan pendek itu terasa jadi menyeramkan. Mata saya jadi liar memandang, penuh rasa was-was.
Sejumlah papan petunjuk dan peringatan untuk para wisatawan terpasang di beberapa tempat di sisi jalan. Bisa dibaca sebagai pengganti ketiadaan penjelasan dari ranger. Beberapa tempat sampah juga bisa ditemui di jalur yang dilewati. Kalau punya sampah, tinggal taruh di situ. Kalau punya mantan, juga bisa dibuang di situ he he.
Di sisi jalan setapak terdapat beberapa lampu jalan, bertiang pendek. Lampu-lampu itu pasti berguna ketika lewat di malam hari. Saya sih nggak kepikiran jalan di sana pada malam hari ya. Jalan siang hari saja banyak seramnya.
Kurang lebih 50 meter setelah belokan bukit, kami sampai di sebuah gerbang yang di sisi kiri dan kanannya terdapat patung komodo dalam posisi tegak. Pada bagian atas gerbang terpampang banner bertuliskan "Welcome to Loh Buaya, Komodo National Park". Seandainya tulisan itu dibuat di atas material permanen bernuansa alam, tentu akan matching dengan keadaan sekitar.
Jalan setapak tanah berakhir di gerbang itu, selanjutnya semen yang kasar. Sayangnya, jalan semen itu hanya beberapa meter saja. Selebihnya tanah lagi. Nanggung sekali fasilitas jalan kaki di tempat ini. Kalau tidak bisa buat bagus, mending tidak buat sama sekali. Biar semua orang jalannya di tanah saja sejak awal sampai akhir.
Hei, ada komodo!
Seseorang berteriak. Saya kaget, seketika deg-degan. Padahal, posisi komodo yang dimaksud tidak terlalu dekat. Jaraknya kira-kira 50 meter dari tempat kami berdiri. Saya langsung bergerak ingin merapat ke Pak Deddy, tapi Pak Deddy malah menjauh, mendekati komodo. Saya lihat tangannya dalam posisi siap memotret, menjadikan kami sebagai latar belakang komodo. Tak ada Pak Deddy, saya beralih mendekati mas ranger, cari aman.
Perjumpaan dengan komodo pertama terjadi tak berapa lama setelah kami melewati gerbang bertuliskan Selamat Datang. Agak tidak menyangka akan semudah itu bertemu komodo. Saya kira harus trekking sampai jauh baru bisa jumpa.
Setelah melihat langsung, saya bisa menggambarkan bentuk komodo. Badan komodo persis seperti biawak, tapi berukuran raksasa, dan mematikan.
Kata ranger, komodo yang muncul di sekitar gerbang biasanya keluar untuk berjemur, dan tentu saja sambil mencari makan. Kami tidak perlu terlalu khawatir karena komodo yang berada dekat kantor tidak seliar dan seganas yang berada di hutan dan perbukitan.
Anggapan saya bahwa komodo ada di mana-mana itu benar. Bisa saja dalam 100 meter pertama perjalanan menuju kantor TNK, ada komodo berdiam dalam bakau, di balik batang dan akar-akar yang menyembul. Kata "aman" yang diucapkan ranger jangan dipercaya sepenuhnya. Kita harus tetap waspada dari segala kemungkinan yang terjadi.
Dipotret oleh Pak Deddy, pakai kameraku |
Ini tampak depan si komodo |
Dan itu Pak Deddy 😃 |
Kantor Taman Nasional Komodo
Setelah bertakjub ria jumpa komodo pertama, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju kantor TNK yang berjarak kurang lebih 50 meter dari gerbang. Di kanan jalan terhampar tanah lapang berselimut rumput hijau yang tebal. Sementara di belakangnya, bukit-bukit hijau berjajar sambung menyambung hingga jauh, tempat di mana komodo tinggal bersama kawanannya. Di sanalah kami akan trekking. Memandang bebukitan itu, saya disergap kengerian. Nyali saya ciut lagi.
Ranger kami dua orang. Di tangan kedua ranger tergenggam tongkat kayu denganujung bercabang berbentuk huruf V. Tongkat itu jadi senjata andalan untuk menghadapi komodo bila terjadi penyerangan terhadap wisatawan. Menurut cerita, bentuk V pada ujung tongkat punya sejarah sendiri. Sayangnya saya tidak mengorek lebih dalam. Hanya sempat heran, kenapa komodo begitu takut pada cabang kayu tersebut.
Kami sampai di area kantor TNK. Ada beberapa bangunan kayu berbentuk panggung dengan tiang yang pendek, berdiri di beberapa tempat, berdekatan. Bangunan pertama merupakan kantor, biasa disebut balai. Di depannya, terpancang tiang tinggi dengan bendera merah putih yang tak henti berkibar.
Di depan bangunan kantor terdapat papan nama bertuliskan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Balai Taman Nasional Komodo, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Komodo Wilayah 1 Pulau Rinca, dan Resor Loh Buaya.
Selain balai, terdapat juga bangunan kafe, rumah tinggal (mess) karyawan, dapur, dan toilet umum. Kami diajak berkumpul di luar kantor, di bawah pohon besar yang tumbuh dekat kafe. Di sanalah ranger mulai memberi arahan kepada kami.
Setelah bertakjub ria jumpa komodo pertama, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju kantor TNK yang berjarak kurang lebih 50 meter dari gerbang. Di kanan jalan terhampar tanah lapang berselimut rumput hijau yang tebal. Sementara di belakangnya, bukit-bukit hijau berjajar sambung menyambung hingga jauh, tempat di mana komodo tinggal bersama kawanannya. Di sanalah kami akan trekking. Memandang bebukitan itu, saya disergap kengerian. Nyali saya ciut lagi.
Ranger kami dua orang. Di tangan kedua ranger tergenggam tongkat kayu denganujung bercabang berbentuk huruf V. Tongkat itu jadi senjata andalan untuk menghadapi komodo bila terjadi penyerangan terhadap wisatawan. Menurut cerita, bentuk V pada ujung tongkat punya sejarah sendiri. Sayangnya saya tidak mengorek lebih dalam. Hanya sempat heran, kenapa komodo begitu takut pada cabang kayu tersebut.
Kami sampai di area kantor TNK. Ada beberapa bangunan kayu berbentuk panggung dengan tiang yang pendek, berdiri di beberapa tempat, berdekatan. Bangunan pertama merupakan kantor, biasa disebut balai. Di depannya, terpancang tiang tinggi dengan bendera merah putih yang tak henti berkibar.
Di depan bangunan kantor terdapat papan nama bertuliskan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Balai Taman Nasional Komodo, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Komodo Wilayah 1 Pulau Rinca, dan Resor Loh Buaya.
Selain balai, terdapat juga bangunan kafe, rumah tinggal (mess) karyawan, dapur, dan toilet umum. Kami diajak berkumpul di luar kantor, di bawah pohon besar yang tumbuh dekat kafe. Di sanalah ranger mulai memberi arahan kepada kami.
Larangan Bertemu Komodo
Ranger utama bicara sangat banyak perihal aturan selama trekking. Dengan wajah sangat serius, suara tegas terdengar dingin, seolah hendak mengatakan bahwa ini bukan trekking main-main. Ia punya tanggung jawab besar terhadap keselamatan 2 jenis mahluk hidup, manusia dan komodo.
Menurut mas ranger, dulu pernah ada turis asing yang cuek bebek mendekati komodo dari jarak sangat dekat. Karena sudah keluar batas aman, si ranger memperingatkan dengan keras. Tapi si bule tidak peduli, ranger jadi marah. Nah, kemarahan ranger rupanya bikin si turis kesal, ranger dianggap kasar pengunjung. Bahkan, si turis komplen lewat artikel, isinya mengesankan ranger TNK itu tidak sopan dan kurang ajar. Berita tersebut sampai ke TNK, ranger yang dimaksud diberi sanksi, dicopot dari pekerjaan.
Kalau sudah begini yang kasihan rangernya. Padahal mereka juga serba salah. Sebetulnya apa susahnya ya patuh pada aturan. Toh semua demi keselamatan nyawa kita juga. Nggak mungkin ada ranger yang mau lihat wisatawannya mati digigit komodo. Kalau tiba-tiba galak, pasti karena kitanya ngeyel.
Segala macam aturan tentang apa yang dibolehkan dan dilarang, semua disampaikan. Tidak sembarang memberi makan komodo. Tidak terlalu dekat. Tidak memisahkan diri dari rombongan. Tidak mengayunkan tongkat/kayu/tongsis atau apapun berbentuk batangan yang dapat membuat komodo jadi merasa terancam. Tidak membuat gerakan tiba-tiba seperti berlari cepat, melompat tiba-tiba, dan semacamnya, sebab memancing komodo jadi mendekat. Tidak mengeluarkan suara-suara keras, berteriak atau memukul-mukul sesuatu.
Pokoknya, semua hal yang berpotensi menimbulkan gangguan bagi si komodo, sangat dilarang. Jika sampai terjadi dikejar komodo, harus lari zig zag, sebab komodo bisanya lari lurus. Intinya, selama berada di kawasan TNK harus tenang, santai, tetap jaga jarak, dan selalu waspada.
Kita takut komodo, komodo juga takut sama manusia. Sama-sama merasa terancam dan tidak mau diganggu. Bedanya, kalau salah satu panik dan terjadi gelut, komodo lebih kuat dan mematikan.
Pokoknya, semua hal yang berpotensi menimbulkan gangguan bagi si komodo, sangat dilarang. Jika sampai terjadi dikejar komodo, harus lari zig zag, sebab komodo bisanya lari lurus. Intinya, selama berada di kawasan TNK harus tenang, santai, tetap jaga jarak, dan selalu waspada.
Kita takut komodo, komodo juga takut sama manusia. Sama-sama merasa terancam dan tidak mau diganggu. Bedanya, kalau salah satu panik dan terjadi gelut, komodo lebih kuat dan mematikan.
Briefing di sini |
Bersih enak dilihat |
Berfoto dengan Komodo
Penjelasan panjang lebar dari ranger mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama trekking, memberi saya bekal yang cukup untuk jadi percaya diri dan bernyali. Setidaknya saya sudah tahu apa yang bisa saya lakukan bila terjadi sesuatu.
Perjalanan dimulai, kami melewati rumah inap, kemudian dapur. Dan, di sinilah komodo-komodo bermunculan, entah dari mana. Ketakutan itu kembali datang kawan....
Awalnya satu, lalu dua, tiga, dan seterusnya. Mereka bergerak lambat sambil menjauh. Mungkinkah terganggu oleh kedatangan kami? Komodo-komodo itu tidak seagresif yang saya kira. Tidak mendekat, apalagi menampakan sikap hendak menyerang. Mungkin mereka kenyang? 😃
Seekor komodo berbadan besar dengan panjang 3 meter muncul dari arah kanan jalan setapak. Ia bergerak maju ke arah dapur. Ranger memberi isyarat agar kami mengikuti si komodo. Apa yang akan kami lakukan?
Komodo itu berhenti. Kepalanya terangkat, bergerak tengok kiri dan kanan, seolah mengawasi sekeliling. Saya deg-degan takut. Melihatnya diam malah bikin ciut, saya sampai mundur beberapa langkah.
Ranger dan Pak Deddy menyuruh kami berdiri di belakang komodo, sambil jaga jarak. Seakan mengerti, komodo itu diam di tempat, membiarkan kami berfoto. Sungguh momen ajaib, berfoto dengan komodo di sarang komodo, sebuah kejadian langka dalam hidup saya.
Setelah berfoto bersama, selanjutnya foto sendiri-sendiri bersama komodo, bergantian. Sebuah foto yang kemudian saya bangga-banggakan pada keluarga di rumah. Saya bilang ke anak, "ini lho ibumu yang sangat penakut sama reptil akhirnya berhasil foto sama komodo"
Sesungguhnya, saya sedang membunuh rasa takut dengan melakukan apa yang saya takutkan.
Panjang 3 meter |
Rombongan Komodo di Bawah Dapur
Di antara rasa senang, terdapat rasa cemas yang tak mau pergi. Sesekali bernyali, selebihnya berada dalam ketegangan yang tak kunjung berakhir kecuali telah pergi dari Pulau Rinca.
Puncak ketegangan terjadi ketika saya melihat rombongan komodo berkumpul dekat dapur. Mereka tampak sangat beringas, ribut berebut makanan yang dilempar oleh mas-mas di dapur. Gerakan gesit, lidah menjulur, mata berapi-api, dan mulut yang melahap habis daging merah yang dilemparkan, memenuhi pandangan mata. Saya bergidik.
Ular kecil saja bikin saya ngeri, apalagi komodo.
Sebetulnya, kata ranger, orang dapur tidak boleh memberi makan komodo seperti itu. Apa yang terjadi saat itu, memberi makanan, sangat jarang dilakukan. Mungkin, agar ada pertunjukkan yang bisa kami lihat, makanya dilakukan. Komodo pada umumnya jarang makan, jadwalnya malah bisa satu bulan sekali. Tapi sekali makan jumlahnya banyak.
Di Pulau Rinca komodo bisa makan apa saja yang dijumpai, misal kerbau, rusa, bahkan kera. Bagian paling mematikan dari komodo adalah air liurnya. Bila terkena, harus segera mendapatkan penangan cepat. Dulu, korban gigitan komodo harus dibawa ke RS di Bali dan Singapore. Namun kini, obat racun komodo sudah tersedia di RS Siloam di Labuan Bajo. Informasi mengenai hal ini saya dengar dari ranger dan guide.
Saya berharap tidak ada satu pun wisatawan atau pun petugas TNK yang kena gigit komodo. Meskipun ada obatnya, lebih baik tidak sama sekali. Bila digigit di Pulau Rinca, perjalanan kembali ke Labuan Bajo tidak bisa cepat. Harus naik kapal dengan waktu kurang lebih 1 jam. Itu pun bila di laut sedang tenang, tidak ada badai, hujan, atau pun angin kencang. Bila ada helikopter ambulan, bisa lebih cepat sampai. Semoga nanti ada.
Sosok mematikan |
Ramai komodo di dapur |
Telur Komodo
Setelah melihat banyak komodo di dapur, saya mulai ragu untuk meneruskan perjalanan ke hutan maupun ke bukit-bukit untuk mencari penampakan komodo liar di alam bebas. Jika di sekitar kantor saja sudah sebanyak itu, apalagi di hutan? Saya sungguh tidak siap jika terjadi apa-apa, apalagi harus lari menghindari kejaran komodo.
Namun, semua orang bersemangat dan punya keberanian. Haruskah saya tinggal dan menunggu saja di kafe, tidak ikut trekking? Setelah dipikir-pikir, rasanya sayang sudah jauh-jauh ke Pulau Rinca tak ikut menjelajah. Akhirnya saya beranikan diri untuk tetap ikut. Mas ranger dan pak Deddy guide saya tempel terus. Saya berusaha mencari aman dengan berada dekat mereka.
Di dalam hutan, belum begitu jauh sejak meninggalkan area dapur, kami diperlihatkan tempat telur komodo disimpan. Di bawah pohon-pohon, komodo menggali beberapa lubang. Telur hanya disimpan di salah satu lubang saja, lubang lainnya semacam buat pengalih perhatian supaya telur tidak dicuri hewan lain, seperti babi.
Masa pengeraman telur komodo 9 bulan, sama seperti usia kandungan anak manusia. Setelah sembilan bulan telur tersebut akan menetas dengan sendirinya. Biasanya bayi komodo baru menetas langsung pergi naik pohon, menghindari induknya atau komodo lain yang akan memangsanya. Bayi komodo akan tetap tinggal di pohon sampai berusia 3 tahun. Selama di pohon, bayi komodo makan reptil kecil seperti tokek, kadal, ular, dan burung.
Kadang pernah bayi komodo meloncat dari pohon, hinggap di badan orang yang sedang lewat. Nah, bayi komodo di bawah usia 3 tahun tidak berbahaya bila menggigit. Racun air liurnya belum ada. Setelah berusia 3 tahun anak komodo sudah berani tinggal di bawah. Karena badannya sudah besar dan sudah tidak lagi menjadi incaran komodo dewasa.
Komodo dewasa bisa memanjat pohon selama batangnya bisa dipeluk. Itu kenapa komodo kecil di pohon biasanya naik ke dahan paling tinggi dan kecil, supaya tidak bisa dicapai oleh komodo dewasa.
Banyak pengetahuan yang saya dapat dari ranger ketika kami berada di tempat pengeraman telur komodo. Gambar tempat telur komodo di bawah ini:
Tempat penyimpanan telur komodo |
Kami semakin masuk ke dalam hutan. Pada sebuah jembatan kayu yang di bawahnya ada semacam parit besar yang biasanya digenai oleh air yang mengalir, ranger mengajak berhenti. Ia melanjutkan cerita mengenai kehidupan komodo. Di parit itu, saat sedang berisi banyak air, biasanya komodo datang untuk berendam. Seperti halnya kerbau, mampir mandi dan minum, lalu pergi lagi.
Ketika sedang berada di jembatan tiba-tiba turun hujan. Mulanya gerimis, lalu makin lama makin deras. Saat itulah diputuskan untuk menghentikan perjalanan, kami diajak kembali ke kantor. Semua setuju. Saya bergegas memakai mantel hujan plastik. Lalu lari tunggang langgang bersama yang lain.
Kami masih berharap hujan berhenti supaya bisa lanjut trekking, tapi tak ada tanda-tanda hujan akan reda, malah makin deras. Udara kian dingin, kaki basah, yang terpikir adalah minum teh hangat dan indomie pedas. Tak ada cara lain untuk mengatasi hal itu selain pergi ke kafe. Dengan berlarian di bawah hujan, akhirnya bisa duduk manis di kafe, bersama pengunjung lain. Mau tak mau cuma di kafe inilah kami bisa menghabiskan waktu kunjung, menunggu hujan reda dengan menikmati mie instan dan minum teh.
Meskipun tidak jadi trekking, kami tidak mengeluh. Mungkin, karena sudah jumpa 13 komodo di dapur dan di sekitar kantor, sudah cukup puas. Saya sendiri merasa lebih senang tidak jadi trekking. Karena jujur saja, nyali saya tidak cukup besar bila benar-benar sampai jumpa komodo di hutan sunyi, atau bukit yang sepi.
Saat makan indomie, komodo pun masih terlihat melintas di lapangan, di bawah hujan deras. Langka terjadi, menikmati semangkuk indomie sambil menonton komodo main hujan hehe.
Ketika sedang berada di jembatan tiba-tiba turun hujan. Mulanya gerimis, lalu makin lama makin deras. Saat itulah diputuskan untuk menghentikan perjalanan, kami diajak kembali ke kantor. Semua setuju. Saya bergegas memakai mantel hujan plastik. Lalu lari tunggang langgang bersama yang lain.
Kami masih berharap hujan berhenti supaya bisa lanjut trekking, tapi tak ada tanda-tanda hujan akan reda, malah makin deras. Udara kian dingin, kaki basah, yang terpikir adalah minum teh hangat dan indomie pedas. Tak ada cara lain untuk mengatasi hal itu selain pergi ke kafe. Dengan berlarian di bawah hujan, akhirnya bisa duduk manis di kafe, bersama pengunjung lain. Mau tak mau cuma di kafe inilah kami bisa menghabiskan waktu kunjung, menunggu hujan reda dengan menikmati mie instan dan minum teh.
Meskipun tidak jadi trekking, kami tidak mengeluh. Mungkin, karena sudah jumpa 13 komodo di dapur dan di sekitar kantor, sudah cukup puas. Saya sendiri merasa lebih senang tidak jadi trekking. Karena jujur saja, nyali saya tidak cukup besar bila benar-benar sampai jumpa komodo di hutan sunyi, atau bukit yang sepi.
Saat makan indomie, komodo pun masih terlihat melintas di lapangan, di bawah hujan deras. Langka terjadi, menikmati semangkuk indomie sambil menonton komodo main hujan hehe.
Kafe Komodo |
Souvenir Komodo di Kafe Komodo |
Pesan Ranger Komodo
Pada akhirnya hujan reda, tetapi waktu kami terbatas, tak bisa lagi melanjutkan trekking. Jika dilanjutkan, jadwal akan berantakan, sebab hari itu adalah hari terakhir trip Komodo, dan rombongan harus kembali ke Jakarta sesuai jadwal.
Komodo dekat kafe jadi komodo terakhir yang saya lihat di Pulau Rinca. Apakah saya puas? Untuk pengalaman bertemu komodo, jelas saya sangat puas. Total ada 13 komodo yang saya jumpai di pulau ini. Saya sudah melihat wujudnya secara langsung, melihat perilakunya, mendengar suaranya, dan sempat berfoto dengan pose sejuta umat.
Ketidakpuasan mungkin ada pada keinginan untuk menjelajah. Ya, walaupun saya hanyalah penjelajah amatiran, tetap saja yang namanya masuk lebih jauh ke hutan, pergi lebih lama menerjang semak dan ilalang di perbukitan, merasakan ketegangan jumpa komodo di alam liar, adalah kesenangan yang sudah lama jadi dambaan.
Namun, sekali lagi, kita harus lihat-lihat kondisi alam. Cuaca sedang tidak bersahabat, tentunya ada resiko yang harus dihadapi bila diteruskan. Jadi, batal trekking, lalu pulang, adalah pilihan terbaik. Batal trekking bisa jadi suatu tanda, bahwa suatu hari saya harus datang lagi untuk Sail Komodo. Dan saya tak mau sendiri bila ke Taman Nasional Komodo lagi. Saya mau ajak suami dan kedua anak saya. Supaya mereka pun bisa melihat langsung "serpihan surga" yang jatuh di Nusa Tenggara Timur.
Ranger di dermaga berpesan, "setidaknya sekali seumur hidupmu, pergi sail Komodo. Datang ke Pulau Rinca, bertemu komodo di sarangnya."
Tentu saja, pesan paling menariknya adalah lindungi komodo dengan menjaga kelestarian alam yang menjadi habitatnya. Jangan sampai, hewan purba yang masih tersisa di dunia ini menjadi tinggal nama.
Sampai jumpa lagi Pulau Rinca! |
wah jadi keinget 8 tahun lalu saat pertama kali ke komodo.. waktu itu deg2annya parah wkwk..
BalasHapuswaktu itu juga sama, rangernya kasih briefing pas udh deket kantor, bukan pas di dermaga.. padahal kan kita yang baru pertama ke sana pasti udah was-was sejak menginjakan kaki di dermaga, takutnya ada komodo yang ngejar.. apalagi kalau buat yang lagi haid, karena komodo pasti akan mencari bau darah..
-Traveler Paruh Waktu
Semoga sekarang sudah nggak gitu lagi rangernya ya mas. Kita juga harus bekali diri dengan pengetahuan cara bertahan, menghindari atau pun menyelamatkan diri dari komodo supaya sampai sana nanti sudah tahu harus gimana.
HapusWahhh tetap harus hati hati dan waspada saja.. Dan sebelum kesana juga harus belajar apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan disana, agar tidak terjadi hal hal yang tidak diinginkan..
HapusWahhh perjalanannya keren mbak.
BalasHapusOh iya, tapi katanya sekarang masuk ke Pulau Komodo perlu kantong yang tebal ya? Huhuuuu...
Sekarang masih normal. Rp 2,5 juta masih bisa buat 3D2N. Excl tiket pesawat ke sana ya. Coba saja cek ke IG @gamanesia.id yang saya pakai waktu itu. Harganya masih sama.
Hapussesensitif itu ya komodo di alam liar, beda banget dengan komodo di kebun binatang. pengunjung berisik, lagi haid atau ngelempar2 sesuatu di kandang komodo, hewan itu cuek bebek. hehehe...
BalasHapustapi miris sih kalau pulau komodo mau dibuat wisata ekslusif, jadi hanya orang2 berduit saja, atau wisatawan asing yang bisa berunjung ke sana. penduduk indonesia asli mungkin tidak bisa.
Untuk saat ini belum ada pemberlakuan harga baru dengan paket wisata eksklusif. Walaupun nanti jadi eksklusif, wisatawan lokal tetap bisa ke sana. Kalau tak salah baca, paket eksklusif itu untuk wisatawan mancanegara. Coba kita cek lagi ya.
HapusSeru banget petualangannya Mbak Rin, semoga bisa merasakan keindahan labuan bajo juga kelak, aamiin
BalasHapusAamiin. Berkesan banget mbak ke sana. Super amazing
HapusInformatif banget mbak tulisannya. Aku berasa lagi ngerasain jalan2 disana. Semoga corona berlalu, jadi biar aku bisa jalan2 juga disana
BalasHapusluar biasa trip nya... semoga suatu saat bisa trip kesana juga
BalasHapus