Field trip ke Desa Makmur Peduli Api (DMPA) merupakan salah satu kegiatan dalam event Forest Talk with Blogger di Kota Pekanbaru. Adanya kegiatan field trip membuat event kali ini menjadi berbeda dengan acara yang saya ikuti di kota-kota sebelumnya. Para blogger termasuk saya diajak berkunjung ke DMPA untuk melihat seperti apa pemberdayaan masyarakat atas pengelolaan hasil-hasil hutan selain kayu.
Field Trip Desa Batu Gajah - Desa Makmur Peduli Api (DMPA) di Riau |
Workshop blogger mengenai Pengelolaan Hutan Lestari dapat dibaca pada postingan sebelumnya, silakan klik Forest Talk with Blogger Pekanbaru.
Sebelum membaca coretan agak panjang berikut ini, saya informasikan dulu bahwa tulisan ini hanya berupa ulasan mengenai perjalanan blogger ke DMPA dari sisi saya sebagai salah satu peserta trip. Untuk materi dan opini lengkap mengenai tema hutan lestari yang berkaitan dengan kunjungan ke DMPA dapat dibaca di blog para blogger Pekanbaru. Silakan kunjungi tulisan-tulisan menarik berikut ini di blog Andrew Perdana : Melestarikan Tak Mudah, Maka Diperlukan Perjuangan, Athrie : Lestari Hutan, Lestari Peradaban, Ananda Nazieb : Persaingan Limbah Fast Fashion dan Limbah Plastik Dalam Mempengaruhi Iklim Global. Untuk tulisan blogger lainnya nanti bisa dibaca juga di website www.lestarihutan.id
Forest Talk with Bloggers Pekanbaru, Sabtu 20 Juli 2019 |
Forest Talk with Bloggers Pekanbaru
Sabtu, 20 Juli 2019. Kegiatan workshop blogger dengan tema Menuju Pengelolaan Hutan Lestari di laksanakan di Hotel Grand Zuri Pekanbaru. Di acara ini, poin pokok yang dapat kami ketahui bersama adalah bahwa dengan lestarinya hutan, bukan hanya tentang kondisi udara dan lingkungan yang akan semakin membaik, tetapi juga dapat memberikan nilai ekonomi cukup tinggi apabila dapat dimanfaatkan secara maksimal dan sesuai.
Acara berlangsung dari Pukul 09.00 hingga pukul 11.00. Dimulai dengan opening, dilanjutkan dengan pemaparan materi Perubahan Iklim dari Dr. Amanda Katili (Manager Climate Reality Indonesia), Hutan dan Lanskap Dr. Atiek Widayati (Tropenbos Indonesia), serta Desa Makmur Peduli Api dari Bapak Tahan Manurung (APP Sinar Mas).
Selanjutnya, rombongan blogger yang berjumlah 20 orang berangkat bersama menggunakan bus menuju Desa Batu Gajah yang terletak di Petapahan Kab. Kampar, Riau. Kegiatan makan siang, diskusi dan tanya jawab, serta demo masak, dilanjutkan di desa.
Bloggers Pekanbaru |
Field Trip Desa Makmur Peduli Api
Dua bus masing-masing berkapasitas 40 seat jadi berlebih karena jumlah yang berangkat hanya 20 blogger saja, plus saya, Hendika, dan Gina. Mas Amril dan Ibu Atiek naik mobil Innova yang dikemudikan oleh Pak Al. Bangku bus jadi banyak kosong. Tapi lumayan sih, jadi banyak ruang untuk menaruh nasi kotak yang dibawa dari hotel. Nah, ngomong-ngomong soal makan nih, sebetulnya saat mau berangkat itu perut semata wayang saya sudah mulai berontak. Syukurnya ia masih mau diajak kerjasama untuk sabar. Toh katanya waktu tempuh ke desa sekitar 1 jam saja. Masih bisa tahan lah yaw..
Faktanya, perlu waktu hampir 2,5 jam untuk sampai di Desa Batu Gajah. Ya, ternyata jaraknya tidak sedekat yang saya kira. Harapan untuk makan siang tepat jam 12 langsung sirna. Akibatnya, selama di perjalanan saya menanggung lapar. Maklum punya maag akut, telat dikit bisa panjang urusannya. Perut mual, kepala pusing, dan bisa-bisa jadi makan orang kalau sudah parah 😁 Mana nasi kotak tidak berada dalam bus yang saya naiki pula. Naaah untungnya nih ada cemilan dalam goodie bag pemberian APP. Sungguh sangat berguna!
Saya tidak tahu bus melewati daerah mana saja karena saya tidak memperhatikan jalan. Malah konsen pada obrolan dengan Bang Putra. Oh ya, entah kenapa Tuhan mengirimkan mahluk paling seksi ini di bus saya, bahkan sebangku segala. Mungkin biar jadi pengawal si blogger ibu kota? Bisa jadi. Tapi, jagoan kok mabok perjalanan? Huahaha bang Putra dilanda pusing dan mual katanya kalau di bus diam saja, jadi mesti ngobrol dan banyak ngunyah. Pantes banyak ngobrol sama saya, tapi untung saya nggak ikut dikunyah! 😂
Satu mobil dengan Bapak Tahan Manurung (APP Sinar Mas) dan Bang Putera Senapelan |
Bangkunya banyak kosong, sebagian blogger ada di bus lainnya |
Melewati Jalan Dua Musim
Saya paling suka kalau diajak blusukan, apalagi ke desa. Buat saya, melihat suasana yang berbeda dari yang sehari-hari biasa saya lihat bisa membantu me-refresh banyak hal, dari mata sampai otak. Makanya saya semangat ikutan field trip. Apalagi ramean bareng blogger, ada tujuan baiknya pula, jadi menggebu-gebu. Walaupun memang, jaraknya nggak dekat, dan perjalanannya juga luar biasa, melewati 2 musim bo!. Musim aspal dan musim tanah berdebu.
Bus membawa kami melewati jalanan ibukota, mulus beraspal. Setelah itu mulus berdebu. Yak, jalannya jalan tanah liat, nggak lebar tapi panjaaaang seperti nggak berujung. Di musim kemarau, jalan tanah liat itu memang rata dan keras, lancar saja dilalui, tapi debunya astagfirullah, tebal menutup jalanan. Seperti kabut pagi hari di kawasan puncak Bogor. Bedanya, debu jalanan mengotori dan bikin mata kelilipan. Untung debunya nggak berputar-putar kencang seperti badai yang siap menyedot ke pusaran. Masih untung juga jalan di musim kering begini, kalau musim hujan tanahnya bakal liat, siap menggulung dan memelintir apapun yang dilaluinya. Kebayang bakal lebih berat lagi buat dilalui.
Selain berdebu, jalannya sempit. Ketika berpapasan dengan truk pengangkut kayu HTI, jadi susah lewat. Jika nggak minggir alamat bakal bergesekan dengan truk. Tapi kalau terlalu banyak ke pinggir bisa kejeblos parit cyiiin haha Bahkan bisa oleng karena pinggirannya lebih rendah. Bisa-bisa bus kami tergelimpang menimpa pohon sawit. Yak, pohon sawit!
Jalannya masih beraspal nih |
Masih bisa cek WA sebelum akhirnya kehilangan sinyal berjam-jam 😃 |
Jalan tanah kering |
Melintasi 3 Hutan
Saya sudah agak lama mendengar tentang perkebunan sawit di Riau. Katanya terluas di Indonesia, apa iya? Entah, saya nggak ikut mengukur. Yang jelas, perjalanan melintasi “3 hutan” jadi pengalaman pertamaku di Riau. Pertama, hutan sawit. Kedua, hutan Eucalyptus. Ketiga, hutan Akasia. Sepanjang 23 kilometer berkendara bus, kebanyakan sawit, sawit, dan sawit saja yang terhampar di depan mata. Setelahnya baru eucalyptus dan akasia.
Mana hutan alamnya? Hmmm…mana yaaa? :D
Jalan di tengah perkebunan itu lebih banyak sunyinya, baik dari orang-orang maupun dari hidupnya sebuah perkampungan. Hanya sesekali 1 atau 2 motor melintas, atau beberapa orang yang sedang bekerja di antara batang-batang pohon sawit. Mungkinkah ada di sisi lain yang tidak kami lewati?
Perkebunan sawit |
HTI Eucalyptus |
Sabtu siang sangat terik. Matahari pukul 13.30 terasa begitu garang. Saat itulah kami sampai di Desa Batu Gajah. Saya keluar dari bus seperti dikejar hantu, saking takut kepanasan. Untunglah teras rumah warga tempat berkumpul cukup teduh, ampuh buat berlindung dari sengatan sinar matahari yang tak pandang bulu. Riau sepanas ituuuuh ckckck
Warga yang menunggu kedatangan kami langsung mempersilakan kami untuk makan siang dulu. Maka, dengan kecepatan cahaya, seluruh kotak nasi dibagi, isinya kami serbu tanpa ba bi bu. Hening.
Kelar makan, acara pun di mulai. Mas Amril mewakili Yayasan Dr Sjahrir dan Climate Reality Indonesia langsung membuka acara dan menyampaikan maksud kedatangan. Kemudian 2 warga desa makmur bergantian mengenalkan diri. Ada ketua Peternak Lestari, Ketua Nelayan Lestari, dan ada Ketua Petani Lestari. Salah seorang mewakili, menceritakan keadaan dan kegiatan mereka sebagai warga desa yang mendapatkan program dari APP Sinar Mas.
Makan siang dulu gaes |
Sesi sambutan dan perkenalan ditutup dengan pemberian Rompi Lestari Hutan. Ada kejadian sedikit bikin ngikik nih pas pemakaian rompi oleh bapak dari nelayan lestari. Bapaknya mengalami kesulitan memasang retsleting rompi. Entah kenapa susah sekali dipasang. Nggak ada yang salah dengan rompinya. Tampaknya karena bapaknya terlalu gembira pakai rompi baru. Sampai terburu-buru dan tidak memperhatikan cara pasang. Jadilah dibantu, makan waktu. Akhirnya dibiarkan berlalu, Mas Amril lanjut bicara hal lainnya 😃
Sesi berikutnya adalah “ngobrol” ringan antara blogger dengan warga dan pihak APP. Mulai dari kisah penamaaan desa, sejarah, hingga kegiatan warga dalam mencapai kemakmuran desa. Seperti yang dituturkan oleh pihak APP, di Desa Batu Gajah ini masyarakatnya dibina dan dibimbing untuk dapat mandiri secara ekonomi. Ada beberapa program pengelolaan diterima warga desa diantaranya adalah pembibitan sapi, nelayan, serta hortilkultura.
Petani Lestari DMPA |
Peternak Lestari - DMPA |
Bincang ringan dengan perwakilan masyarakat DMPA |
Kerajinan Bambu
Para perempuan warga Desa Batu Gajah ada yang jadi pengrajin, mengolah bambu untuk dijadikan tudung saji atau alat yang digunakan menutup makanan yang dihidangkan di atas jamba atau nampan berbentuk bulat.
Bambu dibentuk seperti topi caping, lalu bagian atasnya diwarnai dengan pewarna dari jelaga lampu togok yang dicampur dengan getah kulit jeruk nipis. Yang kemudian menghasilkan tinta berwarna hitam. Menurut curhatan seorang warga, kini agak sulit menemukan bambu yang digunakan sebagai bahan baku karena hutan juga sudah mulai berkurang, berganti dengan Hutan Tanam Industri. Ah!
Pengrajin bambu |
Membuat caping dari bambu dengan pewarna alami |
Bisa bikin tudung hati ga bu? |
Demo Masak - Membuat Keripik Tempe dan Pisang
Jika biasanya sesi demo masak dilakukan di hotel dengan beragam bahan yang lengkap dan dimasak dengan alat masak modern oleh chef berpengalaman, kali ini dilakukan di desa. Bahannya hasil kebun seperti singkong dan pisang. Ada juga tempe. Semua dijadikan keripik dan sempat kami coba langsung setelah diangkat dari wajan berisi minyak panas.
Menurut keterangan, keripik yang mereka produksi juga dipasarkan melalui media sosial. Meski kemasannya masih sederhana tanpa merek yang mentereng, tapi kualitas makanannya tak kalah bersaing. Saya suka keripik tempenya, nggak cuma garing tahan lama, tapi juga mantap gurihnya.
Demo masak produk makanan keripik pisang dan tempe |
Goreng-goreng tempe jadi keripik |
Beli bu....beli mbak....borong yang banyak |
Nah ini sedang bikin keripik pisang. Pisang diiris di atas penggorengan, langsung plung dicemplung 😄 |
Peternakan Sapi Desa Batu Gajah
Sesi terakhir kami di Desa Batu Gajah adalah mengunjungi peternakan sapi yang berlokasi sekitar 500 meter dari tempat kami kumpul dengan warga. Ceritanya nih, sapi-sapi tersebut merupakan bantuan dari program CSR APP. Awalnya pada tahun 2016 masyarakat desa menerima 8 ekor sapi. Setelah 3 tahun dipelihara dan dikembangbiakkan kini sudah berjumlah 18 ekor sapi.
Saya grogi juga nih ke peternakan sapi. Antara takut diseruduk sapi, tapi kok seru bakal liat sapi dari dekat. Sampai di peternakan, ternyata ketemu “ranjau” busuk. Ranjau sih bisa dihindari dengan loncat-loncat atau menjauh. Tapi kalau aroma? Mana bisa. Apalagi kalau ada angin berhembus, aromanya menyerbu hidung!
Peternakan sapi Desa Batu Gajah |
Sapinya cakep-cakep tapi galak |
Terima kasih pak sudah ajak kami ke DMPA |
Diseruduk Sapi Seru Tapi Jangan Mau yaaa
Ketika para cowok-cowok masuk kandang, saya cuma bisa lihat dari luar kandang. Mengamati dan mengambil gambar. Mana berani liat dari dekat, apalagi sapinya ternyata galak-galak. Bergerak liar seperti marah. Apakah terusik oleh kedatangan kami? Padahal kami nggak nakal loh, baik hati, tidak sombong, cakep-cakep pula. Apa hubungannya??? 😂
Nah, sebuah kejadian tiba-tiba lewat di depan mata. Seekor sapi nggak gede-gede amat mendadak meyeruduk seorang ibu. Si ibu terjatuh. Beruntung sapinya tidak menyeruduk lagi. Si ibu bangkit. Mukanya biasa saja, malah tersenyum. Oalah bu, saya deg-degan panik, si ibu tenang saja.
Peristiwa diseruduk sapi itu begitu membekas di benak saya. Lama, sampai sekarang. Bahagia itu sungguh sederhana, liat sapi dan orang diseruduk sapi saja saya sesenang ini. Antara ingin tertawa tapi takut dosa 😂😂
Pihak APP sempat menawarkan kami untuk melihat area pertanian dan nelayan. Namun, hari sudah semakin petang. Rombongan sudah harus kembali ke Pekanbaru sebelum malam. Akhirnya, kunjungan ke peternakan sapi menutup kegiatan kami di Desa Batu Gajah.
Orang kota kegirangan di kandang sapi 😃 |
Tentang Desa Makmur Peduli Api
Salah satu perwujudan dari Kebijakan Konservasi Hutan (FCP) APP Sinar Mas adalah pelibatan masyarakat adat dan lokal secara konstruktif dalam upaya menyelesaikan konflik sosial dan juga pemberdayaan masyarakat sekitar hutan secara sosial-ekonomi.
Masyarakat harus ikut berperan aktif dalam upaya pengelolaan hutan lestari serta menjalankan roda ekonomi yang berkelanjutan dan bertanggungjawab. Dengan latar belakang inilah APP Sinar Mas merangkul masyarakat lokal untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Pada penghujung 2015, APP Sinar Mas memperkenalkan Desa Makmur Peduli Api (DMPA), sebuah upaya perbaikan dari program pemberdayaan masyarakat sebelumnya.
Melalui DMPA, APP Sinar Mas berharap desa dan masyarakat dapat berperan penting dalam pengelolaan hutan lestari dengan diiringi pencapaian kemakmuran secara bersama dan berkelanjutan.
Pilar Program DMPA
Program DMPA mengedepankan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, antara lain masyarakat , perusahaan, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat dan juga akademisi.
Program ini diharapkan mampu mengurai masalah dan menghadirkan solusi bagi dinamika sosial kemasyarakatan yang dihadapi untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang bertanggungjawab. Program
DMPA memiliki enam pilar. Pilar-pilar ini dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kondisi dan potensi dari desadesa yang menjadi sasaran program.
MANFAAT PROGRAM DMPA
Dengan menjalankan enam pilar program DMPA diharapkan dapat bermanfaat dan berkonstribusi pada :
1. Peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat
2.Peningkatan ketercukupan pangan di desa-desa DMPA
3.Meningkatakan hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat
4.Membantu menyelesaikan sengketa yang ada dan mencegah sengketa yang baru
5.Berfungsinya kelembagaan ekonomi desa
6.Meningkatakan keikutsertaan pemerintah desa dan masayarakat untuk pengamanan/ pelestarian sumber daya hutan di sekitarnya
TARGET DESA DMPA
Target Program DMPA di Riau selama lima tahun mulai dari 2016 sampai dengan 2020 sebanyak 236 desa yang tersebar di Propinsi Riau
Pemilihan Desa Program DMPA :
1.Desa yang berada di dalam dan diluar konsesi dengan jarak paling jauh 3 km
2.Masyarakat Desa memiliki interaksi yang erat dengan sumber daya hutan dalam konsesi
3.Pernah terjadi kebakaran lahan dan hutan di desa tersebut
PEMILIHAN JENIS PROGRAM
Proses pemilihan program dilakukan secara partisipatif dengan masyarakat melalui pertemuan, dialog dan observasi lapangan dengan berbagai pemangku kepentingan berdasarkan tahapan-tahapan.
Ragam Kegiatan DMPA
Sumber:
Materi Desa Makmur Peduli Api - Bpk. Tahan Manurung, APP Sinar Mas
Kunjungi juga website berikut untuk melihat kegiatan Forest Talk with Bloggers
www.lestarihutan.id
www.yayasandrsjahrir.id
Instagram @yayasandoktorsjahrir
Twitter @Ysjahrir
Sumber foto:
Dokumentasi pribadi
Septian Arief K
Terima kasih kepada:
Yayasan Doktor Sjahrir
The Climate Reality Indonesia.
Ibu Dr. Amanda Katili Niode (Manager The Climate Reality Indonesia)
Ibu Dr. Atiek Widayati (Tropenbos Indonesia)
Ibu Murni Titi Resdiana (Asisten Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim)
Bapak Tahan Manurung dari APP
Moderator Amril Taufik Gobel
Seluruh rekan Bloggers Pekanbaru yang hadir
Hendika
Gina
Baca juga: Keliling Pekanbaru bersama Tim Forest Talk
kan maeeeen hahahaha. jagoan mabuk dah. Btw kalau mba juga ikutan lombanya bisa bisa kami tepar deeee
BalasHapusApaan tepar, lebay hahaha Iya deh tuh si abang katanya mudah mabok perjalanan hahaha
HapusApaan tepar, lebay hahaha Iya deh tuh si abang katanya mudah mabok perjalanan hahaha
HapusAku disebut duh duh duh kutersipu.... Iyaaa melewati seruuuw emang perjalanannya. Ga nyangkaa
BalasHapusKemaren itu nyesel banget gak beli kripik tempe...
BalasHapuskripik tempe nya tipis setipis ATM kata mbak Kate...