Tidore Maluku Utara |
Agenda utama kunjungan saya ke Tidore kali ini adalah untuk mengikuti Seminar Nasional “Tidore-Ternate Titik Temu Peradaban Timur Barat” yang diselenggarakan oleh Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN). Seminar digelar pada hari Senin tanggal 12/2/2018 di Kantor Walikota Tidore Kepulauan. Saya hadir atas undangan Bapak Mayjen TNI (Purn) Drs. Hendardji Soepandji, SH. Beliau merupakan Ketua Umum KSBN sekaligus pembicara seminar. Sebagai blogger, diundang hadir pada acara ini merupakan kesempatan berharga yang tentunya tidak akan saya sia-siakan. Saya berada di Tidore selama empat hari mulai tanggal 11/2/2018 sampai 14/2/2018. Di tengah acara serius yang berlangsung satu hari saja, ada tiga hari santai lainnya yang saya manfaatkan untuk pelesiran dan bersilaturahmi dengan kawan-kawan Tidore yang saya kenal.
Saya berangkat dari Jakarta bersama Pak Hendardjie dan rombongan akademisi dari Universitas Indonesia, di antaranya Prof. Dr. Susanto Zuhdi, M. Hum (Guru Besar Sejarah UI), Dr. Adrianus L. G. Waworuntu (dekan), Prof. N. Jenny M.T, Dr. Thera Widyastuti, Banggas Limbong. M. Hum, Nia Kurnia Sofiah, M. App. Ling, Sari Endahwarni, M. A, Sari Gumilang, M. Hum, dan Dr. Filia. Kemudian dari media ada Mbak Dini Koran Jakarta dan Mas Ridwan MNC. Sedangkan dari blogger ada Yuk Annie Nugraha. Mbak Anita Gathmir yang merupakan owner Ngofa Tidore Tour & Travel mendampingi kami sejak berangkat dan selama berada di Tidore.
Dini Hari di Terminal 3 Ultimate Soekarno Hatta
E-tiket yang dikirim oleh Kak Gathmir (suami mbak Anita) sudah saya terima sejak tanggal 5/2/2018. Tiket tersebut disponsori oleh KSBN. Saya dibelikan tiket pesawat Garuda. Melihat nama dan logo Garuda Indonesia terpampang di tiket, terbitlah rasa senang di hati. Buat saya, ini bakal jadi pengalaman baru menuju Ternate dengan pesawat berbeda setelah tahun lalu naik Sriwijaya Air.
Pesawat kami berangkat Minggu tanggal 11/2/2018 jam 01.05 dini hari. Saya, Mbak Anita, dan Yuk Annie janjian kumpul Sabtu jam 11 malam di depan resto Marugame Udon. Di sana ada Kak Gathmir. Saya kira Kak Gathmir ikut serta, ternyata hanya mengantar dan akan menyusul ke Tidore tgl. 16/2/2018. Nah, setelah ketemu dan kumpul di bandara inilah saya baru tahu kalau saya akan berangkat bareng rombongan yang nama-namanya sudah saya sebut di awal tulisan ini. Ternyata bareng rombongan ‘berat’. Ya, berat. Seberat tema seminar.
Satu Rombongan - Ruang tunggu terminal 3 |
Tengah malam di ruang tunggu keberangkatan tiba-tiba Mbak Anita mengeluarkan kue ultah, lengkap dengan lilin. Rupanya hari itu Pak Hendardji ulang tahun. Kue itu kejutan untuk beliau. Seketika ruang tunggu gate 12 jadi pecah oleh acara tiup lilin dan bagi-bagi kue. Nggak pecah-pecah gimana sih, tapi lumayan menarik perhatian. Tapi nggak usah bayangin acara kejutan ala anak alay, yes. Di sini kejutannya elegan, nggak pake siram-siraman air atau nemplokin kue ke wajah yang ultah. Selamat ultah ya Pak Hen, sehat selalu dan berkah sisa usianya. Aamiin.
Malam itu perut saya nggak enak, kepala rada pusing. Sebelum masuk ruang tunggu sempat ke minimarket buat cari minyak kayu putih. Banyak yang jual, tapi harganya ratusan ribu. Teringat harga di luar bandara hanya 25ribuan, rasanya gemas. Lagi sayang duit, akhirnya saya pilih puasa minyak kayu putih. Saya belanja air mineral dan teh serta Beng Beng yang harganya adalah harga bandara. Perut enakan, tapi pusing nggak hilang. Astaga saya merasa tua dan sakit-sakitan, padahal paling muda dan jelita di antara rombongan yang lebih tua tapi tampak sehat dan kuat-kuat saja 😃
Matahari terbit di atas Maluku Utara |
Matahari Terbit di Maluku Utara
Tiga jam di udara, duduk di bangku 41H yang sangat saya syukuri. Satu deret dengan Bapak Banggas (FIB UI) dan istrinya, saya bagaikan anaknya mereka. Happy duduk di ujung dekat jendela, tempat ideal untuk melihat matahari terbit di atas Maluku Utara. Kamera DSLR dan kamera Asus Zenfone 3 beraksi bebas tanpa kendala mengambil gambar. Alhamdulillah dapat pemandangan sempurna, hadiah dari kantuk yang tak kunjung menyerang sejak take off. Betapa sederhananya bahagia. Melihat matahari terbit dari udara saja bagai dihujani sejuta cinta. Saya larut dalam romansa negeri di atas awan kala fajar, lalu baper berkepanjangan sampai landing 😂
FA cantik dan selalu tampil bugar meski nggak tidur-tidur, sibuk mengantar makanan buat sarapan. Ditawarkannya pilihan, nasi ayam atau mie goreng ikan. Mie ikan? Apakah karena menuju Ternate & Tidore yang makanannya banyak menggunakan ikan sehingga makan mie di pesawat pun pakai ikan? Ok, saya pesan mie ikan. Kopi, kopi susu, teh, minuman rasa buah, dan minuman lainnya menunggu untuk dipilih. Lalu puding dan biskuit untuk melengkapi suguhan yang sukses bikin perut kenyang sebelum mendarat di Bandara Babullah Ternate pada pukul 7.25 waktu setempat. Pesawat mendarat dengan sempurna di landasan yang pendek. Selamat pagi Ternate!
Sehat selamat sampai di Bandara Babullah Ternate |
Kedai-kedai kecil di Bandara Babullah menjual makanan dan minuman dengan harga masih wajar walau tak dapat ditawar. Pagi itu yang ingin sekali saya beli tak lain dan tak bukan hanyalah Minyak Kayu Putih! Untung ada, meski tinggal satu-satunya. Harganya normal tiada cela, cuma Rp25.000,-! Huahaha…saya merasa menjadi pembeli paling beruntung di dunia saat itu. Betapa bahagia sangatlah sederhana. Sesederhana bisa menjumpai Ternate kali kedua 💚
Ngopi dulu di bandara Babullah |
Pelabuhan Bastiong Ternate
Rombongan kami dijemput di bandara oleh Ko Ey dari dinas pariwisata Tidore. Selanjutnya kami diantar ke pelabuhan Bastiong untuk menyeberang ke Tidore pakai speedboat. Btw, barangkali ada yang nanya kok saya manggilnya pakai Ko? Emang keturunan China? Nggak. Ko itu sudah sejak dulu digunakan di Ternate maupun Tidore sebagai panggilan hormat kepada laki-laki. Kalau untuk perempuan menggunakan Ci. Ko dan Ci memang serupa dengan sebutan yang biasa digunakan oleh masyarakat Tionghoa. Bedanya Ko tidak disebut lengkap jadi Koko, dan Ci juga tidak Cici. Cukup Ko dan Ci saja. Misal, Ci Katerina dan Ko Arif. Gitu lho 😄
Di Tidore tidak ada bandara. Karena itu buat Anda yang hendak ke Tidore dari Jakarta, naiklah pesawat ke Ternate terlebih dahulu. Setelah itu dilanjut naik speedboat ke Pulau Tidore dari Pelabuhan Bastiong. Ongkosnya Rp10.000,- perorang. Speedboat baru berangkat kalau penumpangnya sudah penuh. Kalau mau cepat, speedboatnya harus disewa biar bisa langsung berangkat. Harga sewanya Rp100.000 sekali pergi. Waktu tempuh sekitar 10 menit. Dekat dan nggak pakai lama. Dispar Tidore menyediakan 2 speedboat untuk rombongan kami.
Pelabuhan Bastiong Ternate |
Naik kapal cepat |
Berbeda dengan April tahun 2017, saat datang bersama blogger saya bisa nangkring di atap speedboat sambil foto-foto. Kali ini kami disuruh masuk, hanya koper-koper saja yang boleh berbahagia di atap. Saya melihat tas LV bu Ida juga ada di atap. Dalam hati berdoa, semoga tas mahal itu nggak melayang nyebur ke laut hihi. Saya tanya kru speed boat apa karena gelombang sedang tinggi, katanya tidak. Saya tebak-tebak buah manggis saja, mungkin larangan itu muncul karena penumpangnya rombongan ibu-ibu yang dianggap tidak aman bila pakai naik-naik ke atap segala.
Okelah, karena ini yang kedua kali ya, saya pun tidak terlalu nafsu untuk ambil gambar pemandangan Pulau Maitara yang tergambar dalam uang kertas Rp1.000,- (versi lama) dari atas boat. Saya patuh tanpa penolakan saat diminta duduk tenang dalam speedboat. Kenakalan ala blogger tampaknya harus saya rem untuk kali ini 😂
Tas-tas yang berbahagia bisa duduk di atap perahu 😃 |
Siap menyeberang ke Tidore dengan bahagia |
Pelabuhan Rum Tidore
Ada yang berbeda dengan pelabuhan Rum kali ini. Jika dulu beratap, kini terbuka. Menurut cerita, atapnya melayang dihantam angin kencang saat cuaca buruk melanda tahun lalu. Jika hujan sudah bisa dipastikan para penumpang yang baru tiba akan berlarian mencari tempat berteduh.
Suasana dermaga tak berubah. Ibu-ibu penjual aneka hasil kebun masih betah menggelar lapaknya di dermaga, menyita ruang jalan penumpang untuk lalu lalang. Secara kenyamanan jelas ini mengganggu karena bukan pada tempatnya. Di sisi lain, keberadaan para pedagang itu saya senangi. Kerap dibuat tergoda untuk mendekat dan melihat, bahkan berbelanja. Yang dijual kebanyakan hasil kebun, seperti mangga, alpukat, pisang, dan manisan buah pala yang biasanya tak pernah alpa mengisi lapak. Tapi hari itu saya mengerem nafsu belanja. Perhatian saya tertuju pada rombongan yang tampak sibuk mengabadikan momen tiba di Tidore dengan berfoto di dermaga berlatar Pulau Maitara. Melihat mereka, mengingatkan saya momen pertama kali tiba di Tidore. Sibuk berfoto, berlama-lama, berbagai pose. Kali ini saya lebih suka jadi penonton, menikmati saja.
Di luar dermaga telah menunggu bus berwarna biru. Bus milik dinas pemerintah Kota Tidore ini sepertinya baru, digunakan hanya untuk kegiatan dinas saja, salah satunya untuk membawa tamu-tamu pemerintahan kota. Dengan bus inilah kami menyusuri jalan Tidore yang diapit pemandangan laut dan gunung sekaligus. Nyaman dan menyenangkan.
Pelabuhan Rum - Tanpa atap lagi 😄 |
Foto bersama di Pelabuhan Rum berlatar Pulau Maitara |
Makan Siang di Pantai Tugulufa
Perbedaan waktu antara Indonesia Timur dan Barat tidak terlalu jauh, tapi cukup mengacau jadwal makan. Nggak mengacau banyak sih, sedikit saja. Mungkin karena baru tiba, perut belum adaptasi. Begini, sarapan kan sudah dilewati saat masih di pesawat, sekitar jam 4 WIB. Berasa sahur 😂
Itulah kenapa di jam 8 WIT perut sudah mulai meronta. Terbayang nasi kuning lauk ikan disuwir-suwir yang pernah saya santap di Pelabuhan Rum. Alangkah enaknya jika dimakan saat itu. Nasi kuning itu saya ceritakan dengan jahilnya ke Mbak Riri dan Mbak Filia, biar mereka ikut membayangkan dan jadi ngiler. Sambil dalam hati ngarep dot com, semoga pagi itu rombongan kami diajak makan nasi kuning di suatu tempat.
Mampir ke rumah Ade |
Jam 10 WIT kami diantar ke Pantai Tugulufa. Inilah yang ditunggu-tunggu sejak tiba di Pulau Tidore. Walau entah apakah ini disebut sarapan yang kesiangan, atau mungkin makan siang yang kepagian. Banyak warung makan berjejer di pinggir pantai. Bangunan warungnya sederhana tapi masih enak dilihat karena kondisi sekitarnya bersih. Itu sih kata saya. Kalau kata Mas Cokie, warung-warung itu nampak kumuh. Nggak enak dipandang. Merusak keindahan pantai. Nah 😨
Warung-warung di Tugulufa menyediakan aneka menu sejuta umat khas Indonesia Raya seperti bakso, mie ayam, soto, gado-gado, karedok, sate, bahkan nasi Padang. Tinggal pilih saja nggak pakai susah. Kami diajak makan di Kedai Mbak Tanti. Menunya terpampang di depan kedai: Ayam Kremes, Ayam Bakar Rica, Ayam Penyet, Soto Ayam, Bubur Ayam, Ikan Bakar, Ikan Goreng, Nasi Campur, Mie Kuah Ayam, Mie Goreng Ayam, Karedok, Sayur Asem, Ikan Asin, Tahu & Tempe. Nasi kuningnya mana? Nggak ada. Yaaaah. Okelah, di warung ini saya makan Nasi Ikan Koci Goreng Sambal Dabu. Menu mudah dan murah meriah tapi enak.
Warung-warung jajan di Pantai Tugulufa |
Makan apa kita? |
Ada beberapa gazebo di belakang warung buat makan lesehan. Di gazebo itulah saya dan rombongan kumpul makan. Tempatnya asik, memiliki pemandangan langsung ke laut, dan menghadap Pulau Halmahera yang membentang hingga ke barat. Hembusan angin membawa kesegaran laut, membangkitkan selera makan.
Ramai rombongan kami bikin ibu warung kewalahan melayani. Akhirnya terpaksa melayani diri sendiri, membantu si ibu. Seekor kucing tak mau pergi dari meja, tanpa takut mendekati ikan dalam piring. Diteriaki dia cuek, ditakut-takuti pakai benda dia tidak peduli. Dasar kucing lapar! Haha.
Ramai rombongan kami bikin ibu warung kewalahan melayani. Akhirnya terpaksa melayani diri sendiri, membantu si ibu. Seekor kucing tak mau pergi dari meja, tanpa takut mendekati ikan dalam piring. Diteriaki dia cuek, ditakut-takuti pakai benda dia tidak peduli. Dasar kucing lapar! Haha.
Nasi Ikan Koci Sambal Dabu-dabu |
Kucingnya tuh di sebelah kiri dekat tong sampah, siap2 menyerbu 😄 |
Makan ngadep pantai dan pulau Halmahera |
Santai bray....kayak di pantai 😘 |
Penginapan Puri Tidore
Di Tidore ada beberapa penginapan homestay. Belum ada hotel besar apalagi berbintang. Tahun lalu saya dan kawan-kawan blogger menginap di Penginapan Seroja yang terletak di Soa Sio. Seroja ini rumah pribadi yang disulap jadi penginapan dengan beberapa kamar. Berada di pinggir laut, di atas tebing. Kalau mau berenang tinggal turun. Ada anjungan yang menjorok ke laut, bisa jadi tempat duduk-duduk yang nyaman untuk menikmati pemandangan laut berlatar Pulau Ternate.
Penginapan Seroja berlatar Benteng Tahula |
Belakang penginapan langsung laut |
Ada perosotan buat main sambil berenang di kolam luas tak terhingga 😍 |
Kami diinapkan di Penginapan Puri Tidore punya Ibu Nur, letaknya persis di depan Penginapan Seroja. Yuk Annie pernah 2 kali menginap di sini. Dulu katanya kamarnya masih sedikit, menyatu dengan rumah pemilik. Sekarang sudah ada kamar-kamar baru, terpisah dari bangunan rumah. Karena masih baru, kamarnya masih bagus dan tampilannya masih segar. Yang bikin senang Puri Tidore ini bersih. Ibunya resik banget. Rajin beres-beres. Bahkan yang merapikan kamar-kamar beliau sendiri.
Dari teras penginapan bisa melihat langsung Benteng Tahula. Kalau mau ke benteng tinggal jalan kaki sekitar 200 meter. Puri Tidore juga dekat dengan Museum Sonyine Malige. Sekitar 15 meter saja. Makam Sultan Nuku, Masjid Sultan, dan Kedaton Kesultanan Tidore juga dekat, masih nyaman kalau ditempuh dengan jalan kaki. Nggak sampai 10 menit sudah sampai.
Harga kamar Puri Tidore Rp350.000,- per malam. Sudah termasuk sarapan untuk 2 orang. Ada air panas di kamar mandinya. Kamar sudah dilengkapi dengan double bed, selimut, sprei yang bersih, TV, lemari kecil buat baju, cermin dan meja, tempat jemur handuk, sabun mandi, handuk, dan 2 botol air mineral. Menu sarapannya berganti tiap hari. Jika hari ini hanya kue-kue khas Tidore (3 jenis kue), besoknya nasi kuning lauk ikan yang disuwir-suwir. Minuman teh dan kopi tersedia, bisa dipesan kapanpun.
Rombongan kami dibagi menjadi 3 dan ditempatkan di penginapan yang berbeda. Rombongan Prof Susanto, Prof Jenny, Mbak Thera, Ibu Sari, dan Mas Cokie, diinapkan di Indonesiana. Penginapan baru katanya. Warna cat penginapannya abu-abu terang, mudah diingat karena beda sendiri dengan bangunan lain di sekitarnya. Bagian depannya tampak masih berantakan. Tanpa tanaman apapun sehingga tampak gersang. Menurut Mas Cokie, kamar mandinya nggak ada tempat gantungan baju/handuk dan nggak ada tempat menaruh sabun. Jadi kalau mau mandi, dia kudu keluar masuk kamar mandi untuk mengambil barang-barang yang diperlukan. Moga ke depannya, terutama 3 tahun lagi saat event napak tilas Magelhans, penginapan ini sudah baik ya. Turis pasti ramai. Jangan sampai ada cela yang nggak perlu. Walau keliatan sepele tapi bisa jadi bahan omongan.
Kulineran di Pantai Tugulufa: Pisang Mulu Bebe dan Minuman Guraka
Usai mandi dan beres-beres barang di penginapan, kami kembali diajak ke Pantai Tugulufa. Kali ini kami tidak pakai bis, melainkan mobil Avanza. Yang berangkat hanya genk Puri Tidore yaitu Mbak Anita, Mbak Riri, Mbak Nia, Mbak Filia, Dini, Yuk Annie, dan saya. Bertujuh kami bersantai di Tugulufa sejak pukul 15.15 s.d 15.50 WIT. Yang bikin happy, di sini kami menikmati Pisang Mulu Bebe sambal roa. Ini adalah kudapan khas Tidore yang mesti dicoba.
Pantai Tugulufa Tidore |
Suasana tenang dan nyaman di belakang salah satu warung di Pantai Tugulufa |
Kumpul asyik di pinggir pantai sore-sore |
Pulau Halmahera di latar belakang tak keliatan, yang penting modelnya keliatan 😄 |
Pisang Mulu Bebe adalah pisang goreng dari jenis pisang mulu bebe. Saya sudah tanya apa nama lain jenis pisang ini di daerah lain, katanya tidak ada. Pisang ini hanya ada di Tidore. Pisang Mulu Bebe mentah tidak bisa dikupas. Ketika akan digoreng, pisang langsung diiris sama kulitnya, baru bisa lepas. Pisang yang akan digoreng bukanlah pisang matang, tapi setengah matang. Irisannya tebal, bukan tipis seperti irisan keripik pisang. Enak dimakan saat masih hangat. Pisang Mulu Bebe disajikan bersama sambal Roa. Cara makannya dengan dicocol ke sambal. Unik dan enak. Kamu kudu cobain ini kalau ke Tidore.
Pisang Mulu Bebe - Kuliner Tidore |
Minuman Guraka - Khas Tidore |
Meja dari bambu tutul, jenis bambu yang banyak dijumpai di Tidore |
Berkunjung ke Kedaton Kesultanan Tidore
Menurut jadwal, kami akan diajak berkunjung ke Kedaton untuk silaturahmi dengan Sultan Tidore H. Husain Sjah. Saya tidak tahu persisnya jam berapa karena sampai sore itu saya pribadi tidak punya itinerary tertulis kegiatan apa saja yang akan dilakukan selama di Tidore. Jadwal kegiatan disampaikan spontan. Nanti ke sana, setelah itu ke situ, abis itu ke sana. Begitu saja. Saat tahu akan diajak bertemu Sultan, saya langsung girang.
Rencana kunjungan ke kedaton sempat terancam gagal karena sejak pagi Sultan sedang berada di Ternate untuk melayat seorang Kapita yang meninggal dunia. Tapi bukan Sultan namanya kalau tidak meluangkan waktu buat menghargai tamunya yang datang dari jauh. Beliau pulang ke Tidore, ditemuinya rombongan seminar yang ingin berkunjung ke Kedaton. Terima kasih, Sultan!
Kunjungan silaturahmi ke Kesultanan Tidore - Prof. Jenny, Pak Hendardji, Sultan Tidore, Dr. Adrianus, Prof. Susanto Zuhdi |
Ada rasa haru ketika mulai menapakkan kaki di anak tangga kedaton. Seperti sebuah rindu yang terobati. Senang tentu saja. Saking senangnya, rasanya jadi pingin peluk tiang istana sambil bilang I love you. Entah I love you pada siapa. Tapi apa daya peluk tiang terpaksa dibatalkan, takut nanti dikira gila 😅
Yes, saya orangnya memang baperan. Tiap datang ke suatu tempat pada waktu yang berbeda, pasti terkenang saat datang pada waktu sebelumnya. Terkenang kawan-kawan blogger, saat dimana kami bersama-sama berada di kedaton ini menyaksikan kirab di puncak hari Jadi Tidore ke-909, makan bersama para tokoh adat dan pejabat, menonton rakib taji besi di suatu malam, bahkan berfoto-foto di beranda istana pada suatu sore. Semua membangkitkan kenangan yang sulit buat dilupakan. Berdua saja dengan blogger yuk Annie saat itu, membuat saya merindukan kehadiran Rifky, Mas Eko, Yayan, Dedi, Mbak Zulfa, Mas Dwi, Ayu, dan Mbak Tati. Ah, kalian 💜
Silaturahmi di kedaton Sultan Tidore |
Suguhan cemilannya mantab euy |
Ibu-ibu dari UI bertemu Perdana Menteri Kesultanan |
Pertemuan dilaksanakan di beranda kedaton |
Istana mengatur busana para tamu, terutama untuk perempuan diwajibkan memakai kain atau rok selama berada dalam istana. Kalau datang dengan bercelana panjang, maka akan diberi pinjaman kain. Kainnya seragam, berwarna kuning keemasan, mirip songket. Kain inilah yang kami kenakan. Saat berjejer, kami bagai sekelompok penari, tapi penari gagal gemulai. Berkain cantik di istana bikin hasrat untuk berfoto meletup-letup. Akhirnya, sambil menunggu kehadiran Sultan di ruang temu, kami mengisi waktu dengan berfoto. Dari beranda hingga di dalam kedaton. Dari ruang depan yang ada singgasana raja, hingga ke ruang tengah yang biasa dijadikan tempat makan raja dan tamu-tamunya.
Suguhan Kopi Dabe dan cemilan khas Tidore jadi kudapan ternikmat di sore yang gerimis. Yang bikin tambah senang, di sini saya bertemu lagi dengan Bakry. Laki-laki ini adalah fotografer pribadi Sultan Tidore. Di mana pun sultan berkegiatan, maka Bakry lah yang biasa mendapat tugas untuk memotret. Bakry adalah sosok yang menyenangkan. Keramahannya bikin dia mudah dimanfaatkan haha. Ya, sore itu dengan sukarela dia menuruti permintaan untuk motret saya yang mendadak pecicilan pingin foto di segala sudut istana. Astaga!
Dari beranda ini bisa memandang laut dan Kepulauan Seribu |
Salah satu spot instagramable di beranda istana 😍 |
Pertemuan dengan Sultan berlangsung kurang lebih 1 jam. Pak Hen, Prof Jenny, Prof Susanto, dan Dr. Adrianus duduk bersama Sultan Tidore H. Husain Sjah di deretan kursi yang menghadap keluar istana. Permaisuri dan Perdana Mentri Kesultanan Tidore M. Amin Farouk juga turut hadir menemui rombongan. Acara silaturahmi ini dilakukan dalam suasana santai. Kami pun tidak terpaku di tempat duduk. Setelah Sultan memberikan sambutan selamat datang, dan mulai ngobrol dengan Pak Hen, Prof Susanto, dan Dr Adrianus saja, para ibu-ibu mulai beranjak dari kursi, lalu masuk kedaton untuk melihat-lihat.
Foto bareng boki, permaisuri Sultan Tidore |
Istana sepuh yang di sebut Kadato Kie ini berkedip manis menghadap laut. Tempat di mana semua sabda Sultan diampu dan dipatuhi di seantero wilayah kekuasaannya. Di sinilah saksi bisu sepak terjang Kesultanan Tidore, masa saat Sultan Nuku berkuasa sejak 1797, hingga berjaya dengan mempersatukan seluruh kerajaan di perairan Maluku termasuk Papua dan mengusir kompeni Belanda tanpa pertumpahan darah.
Abad berganti, masa berlalu. Kejayaan Kesultanan Tidore menjadi kenangan yang diabadikan dalam catatan sejarah. Kini Kadato Kie hanya dipakai untuk acara seremonial, juga tempat menyimpan, merawat, dan memamerkan benda-benda pusaka milik kesultanan, seperti senjata (pedang dan perisai), mahkota, pisau keris Sultan, Al Quran tinta emas, pedang, pakaian Sultan, pakaian panglima perang/Kapita Lao.
Dinner di Restoran Safira dengan Walikota Tidore
Menyebut nama Safira, yang terbayang adalah restoran dengan makanan-makanan terenak khas Tidore. Gohu dan popeda langsung menari-menari di mata minta di santap. Sudah jelas dinner di Resto Safira pantang untuk ditolak.
Sebelum beranjak menuju Safira, ada ajakan jumpa dari Alex dan Bams. Kami dijemput dan dibawa ke Kafe Kora-Kora. Sejenak kumpul di sana merayakan pertemuan sambil makan nasi goreng. Tak lama Ko Udin datang bersama mbak Ayu istrinya. Makin rame deh.
di Kafe Kora-Kora punya Bams |
Di kafe kopi minum jus alpukat 😄 |
Ada Ko Udin dan Mbak Ayu juga 😍 |
Sayang nggak lama waktu kumpulnya. Saya dan Yuk Annie buru-buru mau ke Resto Safira, menyusul rombongan yang sudah lebih dulu ke sana. Karena nggak ada mobil, akhirnya kami diantar oleh Bams dan Alex pakai motor. Melewati jalan lengang yang banyak gelapnya.
Asoy geboy motoran malam-malam di Tidore. Di samping kanan ada gunung menjulang beratap langit tak berbintang, di kiri ada laut bergelombang, di belakang mungkin ada Suzana berambut panjang #eh, dan di depan ada cowok brewokan lagi nyetir. Waw…sungguh epik bagi seorang penakut sepertiku. Berasa uji nyali 😛
Gelap-gelapan naik motor di Tidore. Entah moto apaan 😄 |
Sampai di Safira rombongan sudah kelar makan. Mereka sedang duduk-duduk saja menunggu waktu pulang. Wadah-wadah makanan di meja prasmanan berisi bermacam menu tampak sudah berantakan. Sebagian sudah tandas. Pertanda sudah pada makan. Saya sempat memeriksa barangkali ada gohu atau popeda, eh nggak ada hihi. Ya wis nggak jadi makan, lagipula sudah kenyang oleh nasi goreng di kafe Bams.
Acara dinner ini jadi penutup kegiatan hari pertama di Tidore. Saya tak sempat ikut wawancara Pak Walkot. Hanya Dini, Mas Ridwan, dan Yuk Annie. Tiba waktunya pulang, rombongan beranjak meninggalan Resto Safira dengan bus. Saya dan Yuk Annie tetap naik motor. Bukan mau kemana-mana lagi, tapi langsung balik hotel. Saya sudah teler dan pingin tidur. Padahal Bams dan Alex katanya masih mau ngobrol. Duh…besok-besok saja ya genk. Saya kudu istirahat dulu karena besok pagi bakal seminar seharian.
Makan malam di Restoran Safira |
Walikota Tidore Kepulauan, Bpk. Capt. Ali Ibrahim SH |
Nah, bagaimana kegiatan seminar keesokan hari?
Bahasan tentang seminar akan ceritakan pada tulisan selanjutnya, termasuk materi-materi berat sarat manfaat yang disampaikan oleh para narasumber yang sangat mumpuni dibidangnya juga akan saya share di blog ini. Tunggu postingan selanjutnya.
Bahasan tentang seminar akan ceritakan pada tulisan selanjutnya, termasuk materi-materi berat sarat manfaat yang disampaikan oleh para narasumber yang sangat mumpuni dibidangnya juga akan saya share di blog ini. Tunggu postingan selanjutnya.
**
Tidore 11 Februari 2018
Baca juga:
Hanya seharian aja tulisannya panjang kek kereta ya Rien hahahaha. Satu hari itu rasanya remuk badan
BalasHapuscubo kasih setaun yuk?
HapusBanyak bener yang mau aku komenin haha. Dari minyak kayu putih yang harganya bikin istighfar sampe atap pelabuhan yang hilang. Hiks, semoga bisa segera diperbaiki. Aku kangen banget duduk di pelabuhan itu.
BalasHapusJuga buat semua aktivitas di sana. Terutama kulinerannya aaaaa. Ditunggu kisah selanjutnya mbak Rien.
Kenakalan blogger? jadi tahu ternyata mbak Rien 'nakal' suka nangkring diatas kapal, hehehe
BalasHapusaku mah blogger baik, duduk anteng *dilemparsandal :)))
Kangen banget sama Tidore. Berat.
kamu nakal pas di failonga padakuuuuu
Hapuskangen nian yo balik ke Tidore, suasana tenang dan kekeluargaannyo, yuk Rien.
BalasHapusAku penasaran ama air guraka.. Aku maunya cobain langsung di Tidore. Btw, itu minyak kayu putihnya sampe di Jakarta kudu dipajang di deretan barang berharga, mbak... Dapetnya susah, jauh pulak! 😁😁😁
BalasHapusDuh ikut deg2a kalau tas mihilnya nyebur laut xixixi
BalasHapusEntah kapan bisa ke Tidore, tapi yg pasti suatu saat akan ke Ternate, soalnya pas waktu nikahan tante2 yg tinggal di Ternate pd datang, pengen bales kebaikan mereka dengan mengunjungi mereka di sana, moga pas ada duitnya jg lanjut ke Tidore aamiin :D
Panjaaaaang
BalasHapusDan seperti biasa aku menikmati sekali membacanya. Megikuti cerita berburu minyak kayu putih itu aku ngebayangin mbak Rien kuat juga nahan pusingnya sampe di Ternate
Lalu aku naksir kain yang dipake di istana itu. Statusnya dipinjemin ya, boleh diminta satu gak hahaha
Aku liat kok mirip-mirip sama sarung buton ya?
Aq juga suka sayang kalo belanja dibandara... makanan2nya bikin ngiler banget yah teryata di tidore
BalasHapusMba Katerinaaa..laaafff..seneng bacanya..sampe udah berapa kali baca..lagi..lagi..eh lupa komentar �� terima kasih untuk cerita-ceritanya..krn kan ri cuma sebentar di sana..banyak yg ri belum tau..terima kasih juga Bu Annie ��
BalasHapusSeru bgt kaya nya. Kapan ya bisa dapat kesempatan / undangan kaya mba gtu.
BalasHapusHihihi
Mba itu minyak kayu putih ga bs di tawar apah ,hihi
Mahal bener,harga.a bikin gagal ginjal :)
Ihhh, kalo ke tidore ternate ini, aku cm pgn kulineran sebenernya.. Pisang mulu bebe, guraku, nasi kuningnya.. Waktu itu pernah baca blog yg penulisnya tinggal di ternate. Dia banyak cerita ttg wisata dan kuliner di sana. Dari situ aku jd pengen sih bisa ke ternate sekalian tidore..
BalasHapusMba, itu penginapannya asyik bgt yak. Ga perlu swimming pool, krn bagian belakangnya udh lgs laut gitu, ada perosotan pula hahahahaa.. Anak2 ku bisa betah bgt ini mah