Menembus Kegelapan Gua Pandan di Desa Girimulyo Lampung Timur

Wisata Gua Pandan Desa Girimulyo Lampung Timur

Aroma petualangan menguar di udara ketika Gua Pandan disebut. Menghadirkan adrenalin yang begitu cepat menjalari urat nadi, tapi menciptakan cemas dalam bayang ketakutan yang tak bisa diusir dengan seribu kata hiburan. Kenapa jadi selebay ini? Karena saya takut ruang sempit dan gelap seperti gua. Mundur? Tidak.  


wisata gua pandan
Gua Pandan Desa Girimulyo Lampung Timur ~ Foto : Atanasia Riant
Gua Pandan terletak di Desa Girimulyo, Kecamatan Marga Sekampung, Kabupaten Lampung Timur. Untuk mencapai Gua Pandan, kami menghabiskan waktu sekitar 2 jam dari Sukadana ibukota kabupaten Lampung Timur.

Marga Sekampung adalah kecamatan paling baru di Lampung Timur, dan Girimulyo adalah desa paling ujung di Marga Sekampung. Banyak desa yang kami lewati dengan tikungan, belokan, dan perempatan yang perlu dikonfirmasi via GPS guna menghindari nyasar. Makin ke ujung, jalanan makin kasar. Saya mencatat semua itu dalam aplikasi di HP, untuk nanti ditulis kembali dengan lebih rapi, sebagai panduan bagi mereka belum pernah ke Gua Pandan. Sayangnya, catatan itu lenyap tanpa bekas karena sesuatu hal. Mungkin yang lain memang harus mengalami seperti kami, mencari alamat ke sana kemari seperti Ayu TT. Biar berasa bener-bener bertualang.


Baca juga: Petang Romantis di Desa Braja Harjosari, Berkuda di Padang Savana, Berperahu di Way Penet

Kumpul di sini dulu sebelum menuju gua

Sesi terakhir perjalanan bermobil melewati sebuah tugu yang saya lupa namanya apa. Dari tugu tersebut, kondisi jalan desa makin tidak mulus. Badan terguncang-guncang sepanjang beberapa kilometer. Sungguh sebuah kenikmatan bermobil yang tak perlu diprotes, cukup diangguki dengan senyum pengertian. Toh semua ada akhirnya ketika sudah sampai di rumah Pak Tri Joto, Sekretaris Pokdarwis Girimulyo.

Singgah di rumah pak Tri Joto, mempertemukan kami dengan Pak Asmawik Lurah Desa Girimulyo, Pak Petrus, Babinkamtibmas, pengurus dan beberapa anggota Pokdarwis lainnya. Sambutan dari mereka yang begitu ramah dan hangat atas kedatangan kami, sungguh di luar sangka. Obrolan tentang desa dan potensi wisata, meski sekilas, membuat saya pelan-pelan mulai mengenali Girimulyo dan orang-orangnya. Ada yang menarik, bahasa dan logat yang mereka gunakan sejenak membuat saya merasa sedang berada di suatu desa di Jawa. Menurut keterangan, penduduk yang mendiami desa, sebagian besar dari suku Banten, sisanya Jawa dan Lampung. Desa ini memang memiliki keragaman suku dan budaya. Tapi mereka tetap akan mengaku sebagai orang Lampung. Peribahasa di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung tampaknya jadi pedoman hidup yang diterapkan dengan baik oleh kebanyakan individu di sini.


Baca juga:  Wisata Taman Mangrove Sriminosari Lampung Timur, Menikmati Alam dan Kuliner


Gerbang dusun terakhir sebelum lokasi gua

Setelah 45 menit berlalu, interaksi berkesan yang diwarnai oleh obrolan dan ‘welcome drink’ peluruh haus tenggorokan, perjalanan menuju gua dilanjutkan. Beberapa dari kami naik motor, sisanya naik mobil. Pada sebuah pertigaan dengan papan nama sederhana yang berdiri tegak memberi petunjuk arah, mobil berhenti dan kami melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki.

Akses jalan masuk menuju gua dapat dilalui baik oleh sepeda roda dua maupun roda empat, dengan lebar jalan 2,5 meter dan panjang kurang lebih 500 meter sampai ke Gua Pandan. Kaki-kaki kami sudah dibungkus sepatu bot kebesaran, bikin secuil  sombong melintas “gue loh, petualang gagah berani neh mau ke gua”. Preetlah….gaya casual dalam balutan kaos Lampung Timur Yay, muka dandan sempurna penuh lapisan krim kulit, tak ketinggalan bibir dipoles lispstik merah merona, menyembunyikan rasa deg-degan khawatir mati mendadak dalam gelapnya gua. Mendatangi perut bumi atau pun kedalaman lautan selalu saja membuat mantan pengidap claustrophobia ini jadi sibuk melawan rasa takutnya dalam diam.


Baca juga: Kuliner Pijok-pijok Khas Way Kanan di Kampung Wisata Gedung Batin

Pertigaan terakhir sebelum lokasi gua


Mobil masih bisa lewat sini tapi sempit


Jalan tanah dan bebatuan granit


melewati kebun warga




Kendaraan parkir di sini

Menurut Pak Asmawik, sejarah awal mula diberi nama Gua Pandan karena dulu di mulut gua terdapat pohon pandan yang tinggi dan besar. Saat ini pohon pandan tersebut memang masih ada di mulut gua, walau ukurannya tidak sebesar dulu. Dalam sejarahnya, Gua Pandan telah ditemukan sejak tahun 80-an, tapi baru dalam dua bulan ini mulai dipromosikan sebagai salah satu objek wisata di Lampung Timur.

Luas areal komplek gua kurang lebih lima kilo meter persegi. Diperkirakan terdapat lebih dari sepuluh gua, tiga di antaranya adalah Gua Pandan, Gua Kelelawar, dan Gua Sumur. Dari info yang saya dapat, panjang lorong Gua Pandan yang baru bisa diukur mencapai 400 meter. Selebihnya belum dilakukan pengukuran lebih lanjut karena membutuhkan tim dengan peralatan khusus.


Baca juga: Memandikan Gajah di CAMP ERU Margahayu

Jalan menuju gua


Pohon pandan di mulut gua yang tampak sebagian

Rencananya, panjang gua yang akan kami susuri hanya 200 meter. Buat saya, itu cukup panjang. Saat itu kelengkapan keamanan baru meliputi senter dan bot, tanpa helm, tapi sudah cukup membuat saya percaya diri sekaligus menepis kegelisahan yang mendadak muncul. Matahari benar-benar sudah berdiri tegak saat kami berjalan menuju mulut gua dengan menuruni tebing pendek berbatu. Mulut gua berupa ceruk dengan diameter sekitar 6 meter. Di titik inilah perubahan suhu mulai saya rasakan.

Awalnya lorong gua yang kami masuki luas, sehingga masih bisa leluasa berdiri dan berjalan. Tantangan itu baru dimulai ketika kami menuju lorong lain yang lebih sempit, gelap dan lembab. Di beberapa titik, kami harus berjalan dengan posisi jongkok. Saat terhalang batu besar dan tinggi, perjalanan diwarnai dengan pendakian pendek. 

Tumpukan batu di dalam gua


lubang di lantai 2 gua


Lubang dan cahaya yang menerobos masuk gua


Batu berbentuk kursi di tengah lorong gua


nangkring sebelum berjalan dalam posisi jongkok 😃


Bercanda


Ujung dari perjalanan menembus kegelapan

Jalur gua seperti labirin, rumit, serta memiliki banyak jalan buntu. Udara cenderung bersih, tanpa bau tidak sedap. Lorong gua berisi hamparan bebatuan bulat dan besar, tidak dihiasi oleh staklatit runcing dan tajam. Pada suatu tempat terdapat batu berbentuk datar bagai bangku sehingga bisa diduduki. Ornamen langit-langit gua tergolong sederhana dengan warna-warna coklat tanah bercampur hitam.

Walau jalur yang kami tempuh pendek, tapi jadi pengalaman yang memberi banyak rasa. Sungguh sebuah sensasi yang menantang adrenalin. Hmm…saya tak usah cerita detail apa yang terjadi di dalam gua, ya. Cukup tahu saja saya keluar dari gua dalam keadaan mata merah karena menangis!

sesaat setelah keluar dari gua, di mulut gua yang lain


Sesi pemotretan di kebun pepaya 😂


eta terangkanlah


Di sinilah pepaya California yang dikirim ke pulau Jawa itu ditanam
Ada pondok-pondok jualan - (maafkan muka silau men 😆)

Ada larangan tertentu yang sebaiknya ditaati di sini, yaitu menghindari pohon Jelatong yang banyak tumbuh di sekitar mulut gua. Jenis daunnya bila mengenai kulit dapat menyebabkan rasa panas dan gatal. Sampai saat ini belum ada obatnya sehingga perlu berhati-hati jangan sampai terkena daunnya. Namun, di balik adanya pohon berbahaya, Gua Pandan juga dikelilingi oleh pohon pepaya california yang buahnya sangat lebat dan dipasarkan hingga ke tanah Jawa. Desa Girimulyo memang terkenal sebagai penghasil pepaya berkualitas. Kebunnya dimana-mana. Maka tidak heran, suguhan makan siang ala desa berupa menu-menu olahan dari pepaya. Mulai dari daun, buah, kembang, hingga batang daun. Seperti apa? Lihat fotonya berikut ini.

Tumis buah dan daun pepaya


Tumis daun campur batang daun pepaya


Lauknya telur dadar dan peyek kacang


makan nikmat dan bersemangat


bersama sahabat dan tuan rumah yang baik 😚

Pengalaman menembus kegelapan Gua Pandan memberi warna baru dalam menjelajah Lampung Timur. Siapa sangka Bumi Tuwah Bepadan yang terkenal dengan gajah Way Kambas-nya ini menyimpan keindahan lain di perut buminya. 

 

Keliling Lampung Timur bersama Rinto Macho (Way Kanan), Sari Marlina (GGA Lampung Timur), Dian Radiata (blogger Batam, Yuk Annie (blogger Cikarang), Riant (blogger Jogja), dan Ika (Blogger Bandar Lampung).


Informasi lain-lain:

- Tidak ada angkutan umum ke Desa Girimulyo. Sewalah mobil untuk ke sana. Harga sewa mobil per hari Rp 250.000,- belum termasuk supir dan BBM. 
- Hubungi pokdarwis atau pengelola tempat wisata agar dibantu untuk dipandu, baik ke Gua Pandan, maupun ke gua lainnya yang ada di sekitar komplek gua.
- Bawa senter, gunakan sepatu bot dan helm, dan bawa perlengkapan keselamatan lainnya.
- Kuliner serba pepaya yang kami cicipi hanya tersedia jika dipesan terlebih dahulu kepada warga melalui pengelola. Bukan tersedia tiap saat.
- Ada warung jajan di sekitar lokasi gua yang menjual makanan dan minuman, juga makanan seperti gado-gado dan gorengan.
- Bawa kantong plastik sendiri untuk menyimpan sampah. 

.
.
 

Seorang istri. Ibu dari dua anak remaja. Tinggal di BSD City. Gemar jalan-jalan, memotret, dan menulis.

Share this

Previous
Next Post »

11 komentar

  1. Aku kok kangen pakai sepatu boots gitu ya Mbak Rien hihi. Kesannya gagah aja. Eh aku pengen banget loh menguasai fotografi gua. Kayaknya ekce banget kalau foto2 gua yang bener2 mengandalkan pencahayaan. Sayang belum sempat eksplor kemampuan kamera dan lensa sewaktu ke gua-gua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pakai boot gaya jadi "ngoboy". Padahal kebesaran nih bootnya, dan agak ga nyaman karena ga pakai kaos kaki. Yang penting pake boot soalnya di dalam gua katanya ada ular dan biawak. Hiiii serem dipatok.

      Aku mau belajar fotografi gua mbak, tapi nggak bakal jadi prioritasku foto2 dalam gua. Aku takut berada di gua 😂

      Hapus
  2. Wew serius ada ular dan biawak? tapi nggak ketemu mereka kan? takut karena gelap ya Mbak Rien?tapi hebat lho mengalahkab rasa takut.

    BalasHapus
  3. Duh, petualangan masuk gua, serem-serem menantang gitu ya, mba rien

    BalasHapus
  4. Mantap banget petualangannya mba Rien, suka deh saya gaya-nya pakai sepatu boot

    BalasHapus
  5. Fokus ke sepatu boot hahaha :P
    Btw pas masuk gua gak ada yg bawa obro gtu ya mbak? Zaman dulu kan pakai obor atau lilin spy tau bagian mana gua yg gk ada udara.
    Satu2nya gua yg aku masuki di Pacitan tapi dah udah banyak dikunjungi umum, kanan kiri dah disangga2, jd keliatan kurang alami lg hehe, kalau gua Pandan msh sepi kyknya ya mbak?

    BalasHapus
  6. jalannya gmna kak? itu kog pakai sepatu boat kyak medan berlumpur ya, heheh

    BalasHapus
  7. Mbak Rieen, tumis daun pepayanya menggoda. Trus aku kepikiran pempek pistel hahaha.

    Goanya cakep, mirip yang kayak di Yogya ya mbak Rien. Versi mininya.

    BalasHapus
  8. Kenapaaaa nangis mbaaa .. ceritaaa dong! Hehehe.. udah sampai ke Way Kanan ajaaa diaaa .. itu makanan serba pepayanya enak bangeet :)

    BalasHapus
  9. wah keren banget goa dan kebersamaannya

    BalasHapus
  10. Goanya pendek dan gak terlalu basah ya? Jadi, memakai pakaian modis pun masih bisa dengan membawa tas pula. Tapi itu akan menjadi pengalaman berharga. Keren, Teh

    BalasHapus

Leave your message here, I will reply it soon!