Gedung Batin Bamboo Rafting 2017
Gedung Batin Bamboo Rafting 2017 diselenggarakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Way Kanan bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata RI. Event yang digelar pada tanggal 8 Oktober ini diikuti oleh 25 wisatawan mancanegara (wisman) dari 12 negara, wisatawan Nusantara (wisnus), penggiat pariwisata nasional, komunitas wisata antara lain GenPI, MTMA, Pelancong, komunitas sepeda Lampung, dan komunitas Trail Adventure.
Gedung Batin Bamboo Rafting 2017 diselenggarakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Way Kanan bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata RI. Event yang digelar pada tanggal 8 Oktober ini diikuti oleh 25 wisatawan mancanegara (wisman) dari 12 negara, wisatawan Nusantara (wisnus), penggiat pariwisata nasional, komunitas wisata antara lain GenPI, MTMA, Pelancong, komunitas sepeda Lampung, dan komunitas Trail Adventure.
Katerina - Bamboo Rafting di Gedung Batin Way Kanan |
Gedung Batin Petjah!
Apanya yang pecah? Tunggu dulu. Hari masih pagi, masih terlalu dini untuk meneriakkan kata pecah. Mari saya mulai yang pecah-pecah itu dari kamar para wanita di sebuah rumah yang letaknya tak jauh dari rumah Sekda Way Kanan. Hari itu Minggu (8/10/2017), antusiasme untuk ber-bamboo rafting membuat saya bangun paling pagi, mandi paling awal, tapi kelar dandan paling akhir. Kerudung disetrika, bibir dipoles warna merah muda belia, wajah dilapisi berbagai krim (biar gak gosong), kelopak mata disemir dan alis mata dikelir-kelir melintir. Mau kondangan atau bamboo rafting? Pokoknya kudu dandan, siapa tahu ketemu buaya tampan di sungai. Lumayan buat digombali 😆
“Ini sarapannya, lontong sayur ala Way Kanan,” ucap ibu pemilik homestay.
Huaaa…ini dia yang bikin homestay petjah! 😍
Lontong sayur enak itu sukses bikin wajah kami dihiasi senyum memabukkan sepanjang perjalanan menuju Tiga Serangkai, lokasi start Bamboo Rafting di Kampung Gunung Katun.
Keikutsertaan saya dalam event ini bisa dibaca pada postingan : Berwisata di Way Kanan Semakin Asyik.
welcome |
“Gedung Batin Bamboo Rafting. Traditional wisdom adventure. Welcome all participant at Bumi Ramik Ragom”
Tulisan tersebut terpampang pada sebuah kain spanduk di Tiga Serangkai. Melintang di atas jalan menuju Way Besay. Di sanalah kami berkumpul sebelum diangkut ke pinggir sungai dengan menggunakan mobil dinas bak terbuka. Rombongan kemenpar beserta pendamping wisman yang berbaju putih dan kuning terlihat di beberapa titik. Baju putih seragam dari kemenpar punya saya tersimpan dalam ransel, akan dipakai seusai bamboo rafting. Cukup baju warna oren buat basah-basahan, baju ngejreng yang memudahkan si mama rempong ditemukan kalau mendadak hanyut dibawa arus sungai.
Baca juga: Bamboo Rafting Seru Mengarungi Way Besay
Angkut-angkut peserta |
Teman-teman dari Komunitas K@wan tampak sibuk memberi arahan. Keramaian pagi itu didominasi oleh peserta bamboo rafting. Beberapa warga terlihat menonton dengan wajah-wajah penasaran bercampur senang melihat kampungnya mendadak ramai. Kemana para wisman? Zzzz……batang hidung mancungnya belum keliatan cuy. Apalagi bapak wabup dan rombongan yang pagi itu akan melakukan pelepasan peserta bamboo rafting. Belum ada kabar beritanya sudah sampai mana. Saya mulai kepanasan, mulai keringatan.
Surya Jihad |
“Nanti kalian sama saya,” ucap Surya.
“Iya, nanti kalian sama Surya,” timpal Verry
Seketika udara mendadak jadi adem. Surya memang seperti es…nyessss. Pemandu rakit dari Komunitas Wisata Way Kanan (K@wan) ini adalah salah satu guide kami saat mengarungi Way Besay bulan April lalu. Jika sebelumnya dia masih sebagai guide pendamping yang banyak diocehi oleh Samgar, kali ini dia kapten utama kami, gantian jadi tukang ngoceh! Sepertinya Surya sudah lulus pendidikan mengayuh rakit di Thailand sono dengan predikat nomor wahid sebagai pemandu terlatih *ngarang 😝 Makanya dia diamanahi untuk menjadi pendamping duo wisnus yang berdandan ala Syahrini nyasar.
Angkut perahu karet ke sungai |
Tetap cantik dong biarpun main di sungai |
“Itu mobilnya, ayo cepat naik,” ucap Verry.
Tanpa ba bi bu, saya dan Ika masuk mobil. Duduk di depan, di samping Ridho, ketua K@wan yang secara spesial mengawal kami ke titik start. Perjalanan bermobil ini dekat, hanya sekitar 200 meter saja. Melewati lahan kosong yang kerontang, dan berakhir di perkebunan karet yang teduh. Pada sebuah pondok entah pondok apa, kami berhenti, bergabung dengan peserta lain. Di sini terdapat tumpukan life jacket dan perahu karet yang belum diturunkan ke sungai. Seluruh peserta diharuskan memakai life jacket. Saya mengambil satu dari sekian banyak jaket pelampung yang semuanya masih dalam kondisi bagus. Dapat 1 yang ukurannya paling kecil dan pas di badan. Lalu Akbar menawari baju pelampung milik K@wan. Masih baru. Wah salut, ternyata K@wan juga punya jaket pelampung sendiri. Tiap jaket yang diambil dari Akbar ditulisi nama K@wan terlebih dahulu agar tidak tertukar dengan jaket lainnya. Pinterrrrr 👍
ambil life jacket dulu |
welfie tetep yeaa |
pakai baju pelampung yang bener |
Akbar membagikan jaket pelampung punya K@wan |
Lokasi start bamboo rafting saat itu sudah ramai oleh tentara, Pol PP, peserta Fun Bike, peserta Trail Adventure, peserta Bamboo Rafting, dan warga setempat. Saya dan Ika turun ke sungai, mengikuti Surya yang menuntun pada rakit yang akan kami naiki. Berhubung Pak Wabup belum keliatan hilal kehadirannya, kami mengisi waktu dengan menjajal berdiri di atas rakit sambil berfoto ria.
Bulan April lalu, rute bamboo rafting sejauh 10 km. Dimulai dari Desa Banjarmasin, berakhir di Banjarsari. Kali ini jarak tempuh lebih pendek, hanya 4,2 kilometer saja. Start di Tiga Serangkai Kampung Gunung Katun, finish di Kampung Gedung Batin. Meski jarak tempuh beda, tapi yang dihadapi adalah sama: aliran Way Besay.
Ika dan para peserta fun bike |
Aman bersama tentara dan Pol PP |
Pak Rahmad (baju biru) Kabid Olahraga Dinas Olahraga, Pemuda dan Parwisata Way Kanan dan para peserta Trail Adventure |
Way Besay yang mengelilingi kampung Gedung Batin ini merupakan habitat monster ikan air tawar langka yakni ikan Wallago lerii sp, golongan cat fish, penduduk lokal menyebutnya ikan Tapah. Nah lho. Buat penakut seperti saya, mahluk air seperti hiu adalah momok paling menyeramkan. Menyebut Tapah sama saja dengan menghadirkan sosok hiu dalam benak. Tapah masalah buat elo? TIDAK. Saya tetap ikut bamboo rafting haha.
Menurut informasi, masyarakat setempat pernah mendapatkan rekor ikan terbesar pada tahun 2006 dengan berat 160 kg. Hoho. Guedeee ya. Memancing ikan Tapah masuk dalam kategori perburuan yang dikenal dengan sebutan Fishing Extreme bagi pemancing dunia. Ok, itu tentang ikannya. Sekarang bicara tentang arusnya. Way Besay memiliki arus yang cukup deras dengan didasari oleh batuan ukuran sedang dan besar, sehingga tergolong jeram grade 1. Karenanya sungai ini ramai digunakan sebagai arena Arung Jeram, River Tubing dan Bamboo Rafting. Apa yang terlintas dalam benak saat tiga aktivitas itu disebut? Kalau saya sih: PETUALANGAN.
Cek ulang kondisi rakit |
Pukul 09.30 Wabup dan rombongan tiba. Siang banget pak 😁 Warga dan peserta yang berkumpul di pinggir sungai makin tumpah ruah. Mungkin inilah saat untuk meneriakkan “Gedung Batin Petjah Episode 1”. Kok ada episode segala? Episode 2 di lokasi finish. Episode 3 di rumah-rumah tua Gedung Batin. Banyak episode, ngalahin sinetron 😅
Kehadiran para wisman membuat suasana kian riuh. Warga dan peserta tampak sibuk mengajak mereka berfoto. Yang mengajak foto mukanya sumringah, yang diajak foto tampak cemberut. Tampaknya si wisman lelah. Bahkan dua wisman tercyduk menggerutu kesal. He he. Kasihan. Namanya orang, ada yang senang saja diajak foto, ada yang tidak. Kalau sudah begitu, kita mesti peka dan mau ngertiin mereka. Lihat-lihat sikon, ya, bro. Tapi, saya memaklumi kenapa warga se-agresif itu pada para wisman. Tentu momen langka kampung mereka kedatangan turis asing seramai itu, toh? Sekalinya dikunjungi, terasa istimewa buat mereka, makanya diajak foto. Ya sudahlah, jangan cemberut-cemberut. Nikmati. Bawa happy. *ngomong sama air sungai 😛
Wisman tiba bikin suasana pecah |
Petjah! |
Rakit berlayar kapten!
Rakit-rakit dilepas dengan meriah. Kamera cekrak cekrek memotret. Drone berdesing-desing merekam dari atas. Satu persatu rakit bergerak ke hilir. Guide sekaligus pendayung bekerja dengan kekuatan seribu tenaga kerbau, menggerakan rakit dengan wajah riang. Gimana nggak riang? Yang dibawa wisman-wisman cantik dan ganteng he he. Satu rakit berisi 4 peserta dan 1 guide. Maksimal 6 orang jika harus dengan 2 guide (saya ragu lho kala ber-6 itu aman). Susunan 12 bambu sebesar betis saya itu memang cukup lebar. Tapi kalau melebihi kapasitas, akan tenggelam juga. Apalagi jika penumpangna tidak seimut saya 😃 Alamat sulit buat hanyut. Yang ada nanti penumpangnya berenang sambil dorong rakit sejauh 4,2km 😅
Saya bersama Ika dan dua
orang dari Radar TV (kameramen dan reporter), serta Surya sebagai guide.
Di tengah perjalanan, Aris dari tim pemandu TRC, BNPB Way Kanan, ikut
gabung. Aris yang tadinya tubing, tukaran dengan Meda (reporter Radar
TV).
detik-detik rakit kami berangkat 😃 |
Difoto oleh Chaikal |
Bawa apa naik rakit? Karena di sini ada unsur senang-senang, saya bawa kamera hp dong buat mendokumentasikan keseruan selama naik rakit. HP dimasukkan ke dalam kantong anti air dulu. Siapa tahu rakit karam dan jatuh ke sungai, sayang gadget mahal jadi korban. Tapi yang jelas, bawa KEBERANIAN dulu. Tanpa itu, naik rakit nggak akan dapat fun-nya. Kalau sudah berani, baru deh urusan foto-foto menyusul. Selain buat motret keseruan selama berada di atas rakit, juga buat mengabadikan temuan-temuan yang dilihat sepanjang mengarungi sungai.
Banyak bunga bungur sedang mekar di tepian sungai, dan itu sangat cantik untuk difoto. Buah merah “terlarang” yang menggoda untuk dimakan, kami jumpai saat rakit sedang mepet-mepet ke tepian. Aktivitas warga yang memancing, anak-anak yang berenang, dan burung-burung yang terbang, adalah objek menarik untuk ditangkap oleh kamera. Nggak rugi bawa kamera HP. Siapa tahu bisa jumpa ikan tapah yang tiba-tiba muncul ke permukaan sambil mengucap salam : “Haloooo”. He he. Kalau yang satu ini, boro-boro sempat motret, yang ada terjengkang duluan.
💗💗 Kita bisa senyum dan ketawaaaa 💗💗 |
Satu rakit dengan si mas dari Radar TV |
Surya guide kami dari K@wan |
Ada yang tak bisa diuraikan lewat kata ketika karam, terbalik, nyebur, bahkan tersangkut di batu-batu adalah hal terseru yang bisa dirasakan saat bamboo rafting. Sebagian orang tidak menginginkannya, sebagian lagi menunggu untuk mengalaminya. Dan saya termasuk yang berharap itu terjadi di rakit saya.
Tak tenang rasanya melihat rakit wisman asal Belanda tersangkut di batu-batu. Rakit rombongan Batiqa Hotel yang berulang kali karam. Rakit seorang ibu dan bapak dengan 2 guide yang mendadak terbalik dengan posisi tegak. Rakit wisman Madagaskar yang berputar-putar dimainkan arus deras dekat delta. Sementara rakit kami tenang-tenang saja. Itu sungguh mengesalkan. Tapi akhirnya, saya mengalami apa yang saya inginkan. Rakit kami “nabrak” deretan bambu. Tersangkut batu. Hampir karam. Yihaa! Rasanya ada keseruan yang meledak-ledak.
Asyik nabrak! |
Wisman Madagaskar |
Rombongan dari Batiqa Hotel itu seru abis sepanjang rakit berlayar |
Dua orang Radar TV yang bersama kami bahkan memilih lompat dari rakit. Nyebur-nyebur gembira. Berenang. Menyelam. Berfoto dalam air. Yah, bagi kami itu SERU. Teman saya berkata; hanya hati yang bahagia yang bisa sebut itu seru. Jadi, kalau mau bamboo rafting, bawa Keberanian dan Hati yang Bahagia biar dapat serunya. Gitu, boy.
Nyebur biar tambah seru |
Santai kayak di pantai cuy |
Bamboo rafting itu nggak WAH.
Hey…siapa bilang? Wisata ini buat saya tidak sederhana. Saya rela datang jauh-jauh ke Way Kanan supaya bisa mengikutinya. Kalau nggak bikin seru, mana mungkin saya datang ke Way Kanan sampai tiga kali, dan ikut bamboo rafting sampai 2 kali. Malah masih ingin sampai ke sekian kali. Hoho ketagihan 😂
Gedung Batin tempo doeloe merupakan bandar perdagangan besar dan berakhir di sungai Way Besay. Hasil bumi kopi, karet dan lada dari hulu sungai dibawa dengan rakit bambu yang murah menuju bandar Gedung Batin. Sampai saat ini, transportasi utama di sungai Way Besay tetaplah rakit bambu bukan perahu. Jika sekarang rakit bambu dijadikan sebagai wahana wisata, saya melihatnya sebagai upaya pelestarian alat transportasi jaman baheula yang tidak hanya membuat wisatawan seperti saya bersenang-senang saja, tapi juga membawa saya pada pengetahuan tentang ekosistem sungai, peradaban hunian tepi sungai, warisan kebudayaan, dan lain-lain. Inilah alasan yang membuat saya sudi meluangkan waktu berakit-rakit di Way Besay.
W untuk Way Kanan dan L untuk Lampung 😍 |
FUN! |
Enjoy |
Saya bangga pada Lampung karena punya Way Kanan yang menyajikan wisata Bamboo Rafting. Di Indonesia, wisata jenis ini tadinya hanya ada di Loksado, Kalimantan. Kini ada di dua lokasi. Buat saya yang tinggal di Jakarta, Lampung paling dekat. Lebih mudah dan murah dari segi biaya jika ingin mengajak teman-teman berwisata bamboo rafting. Ke depannya, wisata jenis ini sangat potensial untuk berkembang karena sebagai Eco Friendly Tourism, pengelolaannya akan seiring sejalan dengan pengelolaan ekosistem dan lingkungan hidup.
“Hore sudah mau sampai.”
Ucapan Ika membuat saya sumringah. Tapi dalam hati seolah tidak terima. Rasanya baru sebentar, sedang senang-senangnya, tahu-tahu sudah mau selesai. Dulu, 10 KM kejauhan. Sekarang 4,2 KM terasa kurang. Hehe. Mungkin karena sudah merasa asyik, menikmati, jadi tidak berasa jauhnya.
Aktivitas warga di sungai |
Bungur mekar |
Di garis finish - Photo by Atanasia Riant |
Satu jam lebih di atas rakit. Banyak rasa, banyak cerita. Di titik finish, tepian sungai tumpah ruah oleh warga yang menonton. Saya terkejut. Sungguh berbeda dengan keadaan saat pertama kali saya pernah ke sana pada Juli tahun 2016 lalu. Tempat itu dulu sepi, terkurung oleh kebun karet dan pohon tua. Tampak muram, kelam dan agak menyeramkan, apalagi dalam remang petang. Nuansanya horor. Tapi kini begitu lapang dan terang. Sudah ada jalan setapak pedestrian, kamar mandi dan ruang ganti, mushola, beberapa gazebo, kios pedagang, taman bermain anak dan area parkir. Tembok di sisi jalan setapak menuju jembatan gantung kini warna warni, suasananya bak di taman ria. Umbul-umbul yang berderet di sekitar tepi sungai, menambah keriaan suasana.
Gedung Batin kini |
Gedung Batin dulu |
Gedung Batin kini |
Jembatan Gantung kini |
Gedung Batin Petjah!
Yeah! Petjah episode 2 terjadi di sini. Tempat di mana perjalanan rakit berakhir. Naik rakit memang usai, tapi kegiatan di Gedung Batin belum selesai. Dalam keadaan basah, haus, dan mulai lapar, kaki saya melangkah terburu-buru ke rumah Ibu Devi, Kepala Desa Gedung Batin. Tanpa singgah dan tengok kiri kanan, bergegas mandi, ganti baju, lalu duduk manis bersama para wisman. Siap untuk pijok-pijok bareng wabup dan beberapa pejabat pemda Way Kanan.
Jadi, cerita Gedung Batin Bamboo Rafting belum kelar. Episode Gedung Batin Petjah masih berlanjut ke postingan berikutnya : Pijok-Pijok dan wisata Bali Sadhar.
Pijok-pijok di rumah Kepala Desa Geedung Batin |
Kampung wisata Gedung Batin, objek sejarah, budaya dengan atraksi Bamboo Rafting ini merupakan daya tarik wisata yang ada di Way Kanan.
Untuk berwisata di Way Kanan, silakan cek paket wisata recommended berikut ini :
Euuuh..aku berani ga ya naik rakit begitu. Tapi kayaknya seru banget. Ada wismannya juga yak. Tapi dari sekian banyak cerita aku hanya pengen topiiiiii...ituh bagus amat topiiih..wkwkwkwk.
BalasHapusAyo dibeli dibeli topinya *malah jualan =D
HapusJadiin yuk bamboo raftingnya bulan depan
di awal baca udah dibuka sama bibir sexy merona si pemilik blog :p
BalasHapusahhhh aku mau ngerasain sensasi naik rakit itu yuk rien.
wkkka hayo Koh Ded
HapusDeddy, itu foto buat ngasitau kalo naik rakit tetep bisa cantiiiik =D =D
HapusKe Way Kanan geh kalo mau bambbo rafting. Ramean yuuuuk
Waaahhh menarik ya kegiatannya, lengkap ceritanya dan ikut merasakan hanyut ke dalam cerita, termasuk perbedaan th 2016 dan 2017 ini. Itu rakitnya kuat untuk berapa kilo mba Rien?
BalasHapusSepertinya kuat buat 6 orang dewasa dengan berat normal. Mungkin 5 kalau yang besar2. Main ke Way Kanan yuk manda..
HapusAku kira Gedung Batin itu nama sebuah gedung lho, ternyataaa :D
BalasHapusWiih seru sekaligus menguji nyali banget neh ikutan bamboo rafting, salut buat Mbak Rien yang berani naik.
Gedung Batin itu nama kampung. Memang terdengar seperti sebuah bangunan ya, Wan. Nggak termasuk ekstrem sebenernya, tapi tetap perlu keberanian buat bamboo rafting. Nggak ada yang perlu ditakutkan juga, insha Allah aman. Airnya bukan yang deres2 banget. Jatoh dari rakit juga gak bakal tenggelam karena pakai life jacket. Kapan ke Way Kanan?
HapusMbak Rien, emang beda banget ya Gedung Batin dulu dan kini, mantaplah pariwisata nya. anyway kenapa skrg hanya 4,2km?
BalasHapusIya mbak, Gedung Batin kini sudah menjadi kampung pariwisata. Sudah berkembang. Sebagaimana syarat pengembangan pariwisata yang dicanangkan Menteri Pariwisata yakni 3A, Atraksi, Aksesbilitas, dan Amenitas. Pemenuhan syarat2 itu yang bikin Gedung Batin kini beda.
HapusRute lebih pendek kemungkinan untuk mempersingkat waktu karena masih ada kegiatan lainnya. Kalau mau yang 10 km juga ada, tapi beda lokasi start dan finish. Kalau saya tak salah ingat pernah dijelaskan ada lokasi yang tidak bisa dilalui rakit pada rute 10 km tersebut, sehingga tidak bisa finish di Gedung Batin. Sedangkan event kali ini kan namanya Gedung Batin Bamboo Rafting, karena itu harus finish di Gedung Batin.
Yang jelas klu ke sini gak bisa bawa anak ya. Nunggu ank2 besar dn bisa ditinggal nih wisata bamboo rafting ke Lampung
BalasHapusLiburan ke Way Kanan bisa bawa anak, tapi saat bamboo rafting dititipin ke pengasuh dulu, dan nunggunya di titik finish =D
Hapusnaek getek (rakit) gtu, jadi teringat si mbah
BalasHapusklo mau pulang kampung, selalu naek itu, karena waktu dulu masih belum ada jembatan menuju kerumah si mbah.. duh jadi kangen si mbah :-(
widih keren luas banget pulak tu sungainya. tapi baru ngeh ternyata naik rakit bambu. aman tu kah ?
BalasHapusMbk Riennnnnnnn...beruntungnya,seru banget ya mbk acaranya. Aaaa,pingin ngebambu rafting^^
BalasHapusSeru Bamboo Raftingnya! Tulisannya bagus dan lengkap banget foto2nya :D
BalasHapus