Tidore tersohor sebagai negeri penghasil rempah sehingga dijuluki The Spice Island. Di masa lampau, pulau kecil ini pernah menghipnotis para penjelajah ulung dari berbagai belahan dunia untuk berlabuh dan membawa pulang cengkeh, pala, kayu manis dan banyak komoditas rempah lainnya untuk dijual kembali di pasar Eropa.
Abad berlalu, masa berganti. Para ‘penjarah’ rempah telah lama pergi. Dermaga Bumi Marijang kini sepi dari kapal para penjajah, tapi rempah tetap berlimpah. Adakah rempah itu bergelimang sedap dalam tiap menu masakan khas Tidore? Akankah saya mencicipi rasa dan aroma wanginya dalam hidangan-hidangan menggugah selera? Kali ini, perkenankan lidah saya “menjarah” Tidore lewat citarasa masakan aslinya.
Abad berlalu, masa berganti. Para ‘penjarah’ rempah telah lama pergi. Dermaga Bumi Marijang kini sepi dari kapal para penjajah, tapi rempah tetap berlimpah. Adakah rempah itu bergelimang sedap dalam tiap menu masakan khas Tidore? Akankah saya mencicipi rasa dan aroma wanginya dalam hidangan-hidangan menggugah selera? Kali ini, perkenankan lidah saya “menjarah” Tidore lewat citarasa masakan aslinya.
Kuliner Khas Tidore |
Restoran Pinggir Pantai
Waktu menunjukkan pukul 12.00 WIT ketika kami tiba di Safira Beach Restaurant yang terletak di Cobodoe, Tidore. Saat itu, rasa lapar seolah melanda hingga tingkat dewa. Padahal, tiga jam sebelumnya ada nasi uduk berlauk ikan goreng dan telur balado yang saya santap di pelabuhan Rum. Salahnya, nasi uduk enak itu hanya mampu separuhnya saja masuk perut. Derita perut bermuatan kecil, cepat kenyang berdampak cepat lapar. Wajar ketika sampai di Safira saya rada oleng.
Bagian depan Resto Safira tak seperti resto pada umumnya. Penampakannya seperti rumah tinggal biasa. Setelah semua rombongan turun dari mobil, Mbak Anita mengarahkan kami untuk berjalan ke belakang, melewati halaman di samping rumah. Ternyata, di belakang terdapat taman dengan pondok-pondok makan yang menghadap langsung ke laut.
Taman yang asri dengan pohon-pohon yang tinggi dan rindang, membuat area makan jadi teduh. Udara pun terasa sejuk. Air laut hanya beberapa meter saja dari pondok makan. Beberapa speed boat milik Safira bersandar dekat pantai. Sementara di kejauhan, Pulau Failonga tampak kecil, bergeming di antara ombak dan angin yang bersabung di lautan.
Baca juga: Tempat Wisata Kuliner di Belitung
Waktu menunjukkan pukul 12.00 WIT ketika kami tiba di Safira Beach Restaurant yang terletak di Cobodoe, Tidore. Saat itu, rasa lapar seolah melanda hingga tingkat dewa. Padahal, tiga jam sebelumnya ada nasi uduk berlauk ikan goreng dan telur balado yang saya santap di pelabuhan Rum. Salahnya, nasi uduk enak itu hanya mampu separuhnya saja masuk perut. Derita perut bermuatan kecil, cepat kenyang berdampak cepat lapar. Wajar ketika sampai di Safira saya rada oleng.
Bagian depan Resto Safira tak seperti resto pada umumnya. Penampakannya seperti rumah tinggal biasa. Setelah semua rombongan turun dari mobil, Mbak Anita mengarahkan kami untuk berjalan ke belakang, melewati halaman di samping rumah. Ternyata, di belakang terdapat taman dengan pondok-pondok makan yang menghadap langsung ke laut.
Taman yang asri dengan pohon-pohon yang tinggi dan rindang, membuat area makan jadi teduh. Udara pun terasa sejuk. Air laut hanya beberapa meter saja dari pondok makan. Beberapa speed boat milik Safira bersandar dekat pantai. Sementara di kejauhan, Pulau Failonga tampak kecil, bergeming di antara ombak dan angin yang bersabung di lautan.
Baca juga: Tempat Wisata Kuliner di Belitung
Tampak depan Safira Beach Restaurant |
Jalan samping menuju pondok-pondok makan yang terletak di belakang |
Suasana di area pondok makan |
Langsung menghadap pantai dan laut |
Masakan Minim Rempah
Kenapa pulau kaya rempah ini masakannya minim rempah? Pertanyaan itu melintas dalam benak saya ketika mengetahui tak banyak makanan Tidore yang dibuat dengan menggunakan rempah.
Saya mencoba mencari tahu dari beberapa sumber online. Salah seorang penulis menuturkan bahwa ia mendapat penjelasan dari buku Kepulauan Rempah-rempah karya M. Adnan Amal (saya belum baca langsung bukunya) yang menyebutkan bahwa cengkeh dan pala memang tak banyak berperan dalam isi dapur masyarakat Tidore dan sekitarnya. Di masa lalu, penduduk tidak menanamnya dan tidak membudidayakannya. Kalaupun digunakan, kebanyakan hanya sebagai campuran obat atau minyak oles saja. Hal tersebut diperkuat oleh catatan Alfred Russel Wallace yang melawat ke kepulauan Maluku sekitar tahun 1857. Dalam bukunya yang terkenal “The Malay Archipelago”, Wallace menjelaskan bahwa pala dan cengkeh bukan kebutuhan pokok masyarakat. Bahkan pala dan cengkeh, yang menjadi komoditas 'rebutan' bagi pedagang Eropa, justru tidak banyak digunakan untuk aneka olahan yang tersaji dari dapur penduduk setempat.
Menu-menu khas Tidore dan kepulauan di Maluku rata-rata menggunakan ikan segar sebagai bahannya. Sedangkan bumbu-bumbunya kebanyakan menggunakan bumbu dasar seperti garam, bawang dan cabe saja. Bayangan saya tentang makanan kaya rempah semacam rendang, opor, soto, sayur ketupat, dll, langsung hilang tak berbekas saat Kasbi, Gohu, Kakap Dabu-Dabu, Kakap Balado, Sup Ikan tersaji di meja. Inilah beberapa kuliner minim rempah itu.
Blogger, Ngofa Tidore, dan pemilik Safira Beach Restaurant |
Kasbi
Diantara menu-menu yang terhidang, Kasbi lebih dulu menarik perhatian saya. Mungkin karena bentuknya yang sangat mirip roti tawar, sehingga menimbulkan keheranan.
“Apa kami bakal makan siang dengan roti tawar?”
Oh tidak! Ternyata itu bukan roti tawar, melainkan sagu singkong.
Kasbi terbuat dari singkong yang parut dan dipanggang dalam gerabah yang dipanaskan di atas api kayu bakar. Setelah saya cicipi, ternyata tidak selembut roti tawar, tapi rasanya lebih legit. Makan 1 potong (separuh dari ukuran cetaknya), sudah membuat saya merasa cukup. Jika diteruskan 2 potong, saya yakin bakal kenyang. Beda dengan roti tawar biasa, 3 lembar baru merasa kenyang.
Baca juga: Makan Enak di Kafe Cantik The Magnolia Floral Cafe
Baca juga: Makan Enak di Kafe Cantik The Magnolia Floral Cafe
Proses pembuatan Kasbi *Sumber foto annienugraha.com* |
Kasbi bisa dimakan langsung tanpa apapun. Namun lebih enak jika disantap bersama olahan ikan bakar/goreng/panggang. Kalau saya sendiri, menikmati Kasbi dengan Gohu rasanya lebih nendang. Saya belum mencoba versi kasbi diolesi selai kenari. Tapi sudah kebayang akan lezat sekali jika jadi teman minum teh/susu/kopi.
Di masa lampau, Kasbi merupakan makanan yang awet sampai satu tahun, sehingga sering dibawa oleh para pejuang dan pelaut Tidore ataupun pelaut kolonial yang singgah di Tidore sejak jaman dahulu sebagai bekal untuk perang ataupun pergi berlayar di lautan.
Kasbi (Sagu Singkong) |
Gohu
Sashimi ala Tidore, begitu orang menyebutnya. Buat mereka yang tidak suka ikan mentah, kemungkinan akan mundur untuk menyantapnya. Beda dengan saya, makin mentah, justru makin menantang di lidah. Tapi tergantung ikannya juga kali ya. Kalau ikan segar, saya tidak pakai ragu lagi, begitu tersaji langsung disikat.
Bagi masyarakat Tidore, rumus wajib membuat menu Gohu adalah IKAN SEGAR. Apapun ikannya, yang penting ikan segar, dan sangat disarankan ikan laut. Ikan Tuna misalnya. Bumbu Gohu sangat mudah. Terdiri dari campuran bawang dan cabe yang diiris tipis-tipis, serta perasan air lemon cui dan daun kemangi untuk pewangi. Semua bahan tersebut dicampur dan diaduk rata, terakhir baru diberi minyak kelapa mendidih. Sesederhana itu cara membuatnya tapi kelezatannya melekat begitu lama dalam mulut .
Buat saya, GOHU adalah menu JUARA yang sangat menggugah selera. Kalau ditanya kuliner Tidore mana yang paling dikangeni, GOHU tentu saja.
GOHU, Kuliner JUARA dari Tidore |
Kakap Dabu-Dabu
Saya penggemar sambal. Banyak jenis sambal yang saya suka, tapi banyak sambal yang tidak saya makan. Bukan tidak enak, tapi karena tiap kali hendak makan, saya kudu lihat-lihat kondisi lambung dulu. Jika sedang “luar binasa”, semua hal yang berhubungan dengan cabe akan saya abaikan hehe.
Sambal dabu-dabu tidak asing bagi saya. Meski tergolong jarang menikmatinya, sambal ini sudah beberapa kali mampir di lidah. Bedanya, jika selama ini lidah saya biasa-biasa saja merespon citarasa-nya, kali ini jadi spesial. Kemungkinan karena beberapa faktor. Pertama, ikannya memang ikan yang benar-benar segar. Kedua, tempat makannya di Tidore. Ketiga, makannya bareng teman-teman Ngofa Tidore dan blogger-blogger juara lomba menulis blog Tidore. Kadang-kadang begitu ya, soal rasa bisa tergantung apa, dimana, dan sama siapa makannya he he.
Ikan kakap digoreng matang, lalu disiram dengan sambal dabu-dabu. Gurih daging ikan kakap berpadu dengan irisan bawang dan tomat mentah, serta cabe utuh yang disiramkan pada ikan. Kalau nggak ingat malu, mungkin satu potong ikan berlumur dabu-dabu itu sudah saya habiskan sendirian! #kecil-kecil nafsu makannya gede juga yak :p
Kakap Sambal Dabu-Dabu |
Sup Ikan
Serba ikan, termasuk sup. Masakan berkuah ini cocok jadi menu pembuka. Rasa kuahnya gurih sekaligus segar. Di antara makanan serba ikan yang kering dan bersambal, sup jadi penyelamat bagi mereka yang tidak mampu makan makanan pedas. Kalau sedang bawa anak kecil, sup ikan ini bisa jadi menu favorit yang sayang untuk dilewatkan dari daftar pesanan.
Selain makanan yang sudah saya sebutkan tadi, ada pula Kakap Sambal Balado dan Tumis Daun Sawi. Sepertinya dua menu ini bukan khas Tidore karena di daerah lain pun punya menu serupa.
Menikmati sajian serba ikan ala Safira, bikin makan jadi nambah-nambah. Saya berani jamin, masakannya benar-benar enak. Tidak bisa dipungkiri di sinilah saya jatuh cinta pada kuliner Tidore bernama Gohu dan Kakap Dabu-Dabu. Dua menu ini saya cari-cari di Jakarta dan sekitarnya, belum ketemu. Asli, saya kangen Gohu T_T
Baca juga: Kulineran di Lemongrass Cafe & Resto Bogor
Sup Ikan |
Tidak banyak restoran di Tidore. Restoran seperti Safira bisa dihitung jari. Tempat makan lainnya hanya warung-warung nasi biasa, dekat pasar, terminal, maupun pelabuhan. Itupun belum tentu menyediakan menu khas. Salah satu yang bisa saya rekomendasikan saat ini adalah Safira Beach Restaurant, tempat kami makan siang itu (8/4/2017). Di sini, selain menikmati citarasa, juga menikmati suasana tepi laut.
Coba lihat foto berikut ini, wajah-wajah sumringah yang menikmati lezatnya kuliner khas Tidore di Safira Beach Restaurant :
Haryadi Yansyah, Deddy Huang, Eko Nurhuda, Rifqi, Ayu, Mbak Zulfa, Yuk Annie, Bu Woro, Fia, Mbak Anita, Kak Gathmir, Yuk Annie, Mbak Tati, dan Mas Dwi. Ada juga kawan-kawan Tidore seperti Bam dan Eros :)
Lapis Tidore
Ada banyak jenis kue khas Tidore yang saya cicipi selama berada di Tidore. Tapi, tidak semua namanya mampu saya hafal. Kue-kue tersebut saya jumpai di Penginapan Seroja, di Desa Gurabunga, dan di Kedaton Kesultanan Tidore. Bentuknya unik-unik dengan rasa yang bervariasi.
Ada banyak jenis kue khas Tidore yang saya cicipi selama berada di Tidore. Tapi, tidak semua namanya mampu saya hafal. Kue-kue tersebut saya jumpai di Penginapan Seroja, di Desa Gurabunga, dan di Kedaton Kesultanan Tidore. Bentuknya unik-unik dengan rasa yang bervariasi.
Salah satu kudapan khas Tidore adalah lapis Tidore. Nama kue ini mudah dihafal karena namanya mudah diucapkan. Yang menjadikannya khas adalah selai yang digunakan, yaitu selai kenari. Di Tidore, buah kenari banyak digunakan untuk bahan makanan dan minuman. Kenari bisa dibuat jadi selai, taburan minuman Guraka, campuran talam sagu bakar, bahkan jadi sambal.
Restoran Safira memproduksi Lapis Tidore. Konon katanya, Lapis Tidore Safira terkenal enak dan memiliki banyak pelanggan se-Tidore hingga Ternate (delivery). Makanan satu ini dibuat dengan baik, tanpa menggunakan bahan pengawet, tentunya sehat untuk dikonsumsi. Masa awetnya sekitar 5-7 hari.
Kami diajak ke ‘dapur’ tempat produksi Safira Lapis Tidore. Letak dapurnya dekat dengan pondok tempat kami makan. Di sana, ada 5 orang pekerja sedang beraktivitas membuat kue. Kami diperkenankan melihat bahan-bahan dan cara membuatnya. Bahan utama terdiri dari terigu, telur, gula, dan susu kental manis. Untuk selainya ada 3 pilihan rasa, yaitu kenari, kacang, dan coklat. Dari ketiganya, Lapis Tidore selai kenari jadi best seller, karena khas Maluku Utara.
Produksi Safira Lapis Tidore maksimal 70 buah per hari. Kadang tergantung pesanan. Bisa lebih banyak dari itu jika pesanan sedang banyak. Tidak sekedar melihat cara pembuatan, kami juga diberi kesempatan untuk mencicipi lapis Tidore yang sudah jadi.
Lidah memang tidak bisa bohong ya, kue enak itu rasanya tidak cuma sampai di lidah, tapi juga di hati. Sayangnya saat itu saya tidak membeli. Karena baru hari pertama di Tidore, masih lama kembali ke Jakarta, saya santai saja. Ternyata, ketika tiba saatnya meninggalkan Tidore, malah tidak bisa mampir lagi. Hiks. Padahal ingin beli buat oleh-oleh pulang ke Jakarta. Sekarang baru deh nyesel.
Kenari yang akan dijadikan selai Lapis Tidore |
Ada selai kenari di tiap lapisannya |
Siap untuk dikemas |
Siap untuk dijual :) |
Jika berkunjung ke Tidore, Safira Beach Restaurant recommended untuk dijadikan tempat menikmati aneka kuliner khas Tidore. Kamu juga bisa beli oleh-oleh Lapis Tidore di sini.
Harga Safira Lapis Tidore:
Lapis Tidore Kenari Rp 60.000,- per buah
Lapis Tidore Kacang Rp 50.000,- per buah
Lapis Tidore Cokelar Rp 65.000,- per buah
Safira Beach Restaurant
Instagram: @safirabeachresto
Instagram: @lapistidoresafira
HP: 08111010444 (Bukhari Fabanyo)
Jalan Kemakmuran Ling, Cobodoe, Tidore 97813
Contacts: Anita Gathmir – 0815.1433.7014, Gathmir – 0816.829.959, Annie Nugraha – 0811.108582
Emails: anitagathmir99@gmail.com, gathmir@yahoo.com, annie.nugraha@gmail.com, visittidore@gmail.com
Sayang banget pas sampe di Tidore sakit gigiku tambah parah. Jadi gak enjoy makan banyak di Safira (padahal makannya tetep banyak hahahahaha). Yang terlupa waktu itu adalah order KOPI DABE. Padahal enak banget minum kopi sambil nongkrong di pantai depan Safira dengan pemandangan Pulau Failonga
BalasHapusTampaknya efek kekenyangan sampai lupa pesan KOPI DABE. Padahal suasana dingin saat itu (hujan) cocok buat menyeruput KOPI DABE. Ayolah yuk kita cus ke Tidore lagi, tapi jangan pakai sakit gigi lagi ya :D
HapusMenurutku "kesalahan" terbesar kita datang ke Safira saat itu adalah datang dalam keadaan perut masih penuh (abis makan nasi kuning di Pelabuhan Rum). Untuk aku yang tukang makan aja, sedih rasanya melihat lauk pauk yang masih tersisa di piring buahahahahaha. Ingin rasanya tak bisikin, "bu, plastik ada?"
BalasHapusAku paling suka gohu dan supnya. Juara banget. #NgecesTime
omnduut.com
Iya, kalian masih pada kenyang setelah makan di pelabuhan ya. Kalau aku memang sudah lapar karena di pelabuhan makannya dikit. Pesen makanan di Safira juga banyak banget. Gohu di mejaku sih habis ga bersisa :D
HapusLain kali siapin kantong plastik besar Yan, persiapan buat bungkus2 haha
Sup-nya memang enak banget ya.
Bikin laper
BalasHapusSabar ya, ini ujian buat yang puasa :D
HapusSemoga suatu hari bisa kesana..
BalasHapusMakannya bikin ngiler..kesalahan nih baca sekarang, harusnya pas buka puasa aja. 😁
Aamiin. Banyak alasan untuk ke Tidore, salah satunya karena kuliner khasnya ini :)
Hapussepertinya permasalahan penggunaan rempah2 di tidore sama seperti kopi arabika di gayo,.
BalasHapuswalaupun ia terkenal ke seantero dunia, tapi orang gayo lama, tidak pernah mau minum kopi arabika mereka, melainnkan hanya minum robusta saja
"Permasalahan" yang sama-sama mengherankan ya Yud. Ada yang harus kita selami dalam-dalam untuk tahu alasannya, dan mungkin kita harus melemparkan diri jauh-jauh ke masa lampau untuk mencari tahu apa sebabnya. Kita bisa saja berasumsi, tapi aku yakin nggak bisa benar 100 persen tentang alasan-alasan dari pertanyaan "Kenapa?"
Hapusboleh pesen ini mbak Kakap Sambal Dabu-Dabu dan Sup Ikan donk ...
BalasHapusheeeee
Boleh dong. Pergi dulu ke Tidore, lalu ke Safira Beach, baru deh buat pesanan :D
HapusSama.. aku pikir roti tawar.. ternyata bukan..
BalasHapusKue lapisnya betah berapa hari ya Mbak.. pingin pesan.. hehe
Lapis Tidore awet 5-7 hari saja, soalnya dibuat tanpa bahan pengawet.
HapusTempat yang indah dan makanan yang enak....
BalasHapusTempat yang menyenangkan dan mengenyangkan :)
HapusKasbi. Wah jadi jaman dulu pun nenek moyang kita udah pandai mengaetkan makanan ya :D
BalasHapusPenasaran rasa lapir Tidorenya :D
TFS
Jaman dulu orang-orang harus bertahan untuk hidup di tengah gempuran para penjajah dan penjarah. Mungkin karena itu kasbi dibuat agar bisa jadi bekal yang awet buat para pejuang yang pergi melawan penjajah.
HapusPesan aja Lapis Tidore-nya kalau mau.
Wah. Itu singkong bakarnya persis kayak roti tawar ya? Terus liat Gohu jd ngeces, pgn cb buat dirumah, mg2 enak ya..hihi
BalasHapusIya, bentuk Kasbi mirip roti tawar, tapi rasanya beda.
HapusCoba buat aja Diba, enak kok Gohu. Aku baru pertama cicip saja langsung merasa ketagihan :D
Gohunya enak banget dikunyah dengan kasbi. Duh, salah banget baca ini pagi pagi waktu puasa. Hehehe
BalasHapusKangen ......
Tiap ingat gohu aku langsung laper dan pingin makan haha. Kangen jalan-jalan bareng yaaa
HapusIkan segar tu rasanya ada kayak manis2nya ya mbaaak
BalasHapusLebih enak...
Waaaah ikan segaaar.. Saya suka! Saya suka! Tapi itu beneran ya semua sambalnya pake bawang merah mentah *langsung tutup muka. Kayaknya kalo aku bakal request sambal tanpa bawang deeh..
BalasHapusKasbinya bikin penasaran, kayaknya mirip kue kelapa, hehe. Gohu aku kolu nggak ya makan ikan mentah:D. Kalau air jahe yang dikasih kenari itu khas Tidore juga ga? Atau Ternate aja?
BalasHapusKapan-kapan kalau ke Tidore diam-diam ah, langsung tancap gas ke Safira ini buat kulineran :D :D
BalasHapusKalo ga mampir ke sini, aku ga bakal tahu yang namanya Gohu. Hehehe. Makasi foto-foto nya mba Rien.
BalasHapusMenunya juara apalagi sambal dabu dabunya yang pasti sangat enak. Klo bikin sendiri biasa aja mungkin ya? Ah jd mupeng pengen ke tidore
BalasHapusPenasaran Kakap dabu2nya
BalasHapus