Travelerien.com
Sudah satu tahun berlalu sejak pertama kali berkunjung ke Taman Nasional Way Kambas, baru sekarang terasa bergairah untuk berkisah. Tidak ada hal khusus yang memicu, melainkan hanya dari “Your Memories 1 Year Ago Today” Facebook yang muncul secara otomatis dalam beberapa hari ini lewat foto Kiluan dan Way Kambas. Seolah hendak mengingatkan, “Hei, kamu belum menulis tentang Gajah Way Kambas, lho.”
Baiklah.
Tahun lalu, tepatnya 18-20 Januari 2016, saya main ke Lampung. Dua hari pertama di Teluk Kiluan, main pasir di pantai, berendam di laut, melihat lumba-lumba yang tak muncul-muncul, dan menikmati suasana pesisir yang sepi. Hari ke-3 pulang, tapi jadwal pesawat sore. Sejak bangun pagi di hari Rabu tgl 20 Jan 2016 itu masih tak ada ide mau kemana. Hingga akhirnya dapat saran, “Ke Way Kambas saja, kamu kan pernah bilang ingin ke sana.”
Yessss! Setuju.
Sudah satu tahun berlalu sejak pertama kali berkunjung ke Taman Nasional Way Kambas, baru sekarang terasa bergairah untuk berkisah. Tidak ada hal khusus yang memicu, melainkan hanya dari “Your Memories 1 Year Ago Today” Facebook yang muncul secara otomatis dalam beberapa hari ini lewat foto Kiluan dan Way Kambas. Seolah hendak mengingatkan, “Hei, kamu belum menulis tentang Gajah Way Kambas, lho.”
Baiklah.
Tahun lalu, tepatnya 18-20 Januari 2016, saya main ke Lampung. Dua hari pertama di Teluk Kiluan, main pasir di pantai, berendam di laut, melihat lumba-lumba yang tak muncul-muncul, dan menikmati suasana pesisir yang sepi. Hari ke-3 pulang, tapi jadwal pesawat sore. Sejak bangun pagi di hari Rabu tgl 20 Jan 2016 itu masih tak ada ide mau kemana. Hingga akhirnya dapat saran, “Ke Way Kambas saja, kamu kan pernah bilang ingin ke sana.”
Yessss! Setuju.
Saya masih ingat sekitar bulan Oktober 2015 editor majalah dalam pesawat Sriwijaya Air meminta saya untuk menulis tentang Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Saya tak bisa penuhi itu karena belum pernah berkunjung. Tidak punya foto, tidak punya cerita. Nol.
Bulan November saya ke Lampung, diundang dalam acara Festival Teluk Semaka. Ada niat untuk menyempatkan waktu ke TNWK, tapi belum memungkinkan. Tahun 2015 berakhir, keinginan ke TNWK belum terwujud. Baru pada Januari 2016 tercapai, tanpa rencana.
Loket tiket masuk TNWK |
Taman Nasional Way Kambas (TNWK)
Jam 9 pagi berangkat dari Bandar Lampung. Start dari POP Hotel. Sampai di TNWK jam 11. Nah, saya tak paham rute Bandar Lampung - TNWK.
Rute Bandar Lampung menuju TNWK:
Keluar dari Bandar Lampung, melewati jalan lintas Sumatera menuju Tegineneng, berbelok ke kanan ke arah kota Metro dan Sukadana. Di Sukadana berbelok ke kanan memasuki Jalan Lintas Pantai Timur, saat bertemu dengan pasar kecamatan Labuhan Ratu belok kiri yang terdapat gerbang bertulis Taman Nasional Way Kambas.
Dari pusat kota Bandar Lampung sampai simpang kecamatan Labuhan Ratu sekitar 97 kilometer. Dari simpang tersebut kita harus menempuh jarak 7 kilometer untuk sampai di loket masuk TNWK. Dari loket ke lokasi Pusat Latihan Gajah masih harus berkendara lagi sejauh 8,5 kilometer melalui jalan aspal yang sebagian sudah diperbaiki oleh dinas Pekerjaan Umum Provinsi Lampung pada tahun 2015.
Jam 9 pagi berangkat dari Bandar Lampung. Start dari POP Hotel. Sampai di TNWK jam 11. Nah, saya tak paham rute Bandar Lampung - TNWK.
Rute Bandar Lampung menuju TNWK:
Keluar dari Bandar Lampung, melewati jalan lintas Sumatera menuju Tegineneng, berbelok ke kanan ke arah kota Metro dan Sukadana. Di Sukadana berbelok ke kanan memasuki Jalan Lintas Pantai Timur, saat bertemu dengan pasar kecamatan Labuhan Ratu belok kiri yang terdapat gerbang bertulis Taman Nasional Way Kambas.
Dari pusat kota Bandar Lampung sampai simpang kecamatan Labuhan Ratu sekitar 97 kilometer. Dari simpang tersebut kita harus menempuh jarak 7 kilometer untuk sampai di loket masuk TNWK. Dari loket ke lokasi Pusat Latihan Gajah masih harus berkendara lagi sejauh 8,5 kilometer melalui jalan aspal yang sebagian sudah diperbaiki oleh dinas Pekerjaan Umum Provinsi Lampung pada tahun 2015.
Di samping gerbang utama ada loket pembayaran tiket masuk. Harganya Rp 10.000 per orang. Karena saya mau ke toilet, kami singgah di depan kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional.
Di sini saya diinfo bahwa di TNWK ada paket wisata. Paket bermalam lengkap dengan berbagai kegiatan. Cocok buat dilakukan bersama rombongan. Karena tertarik, saya minta nomor telpon salah satu dari petugas tersebut. Buat dihubungi suatu waktu. Tapi sekarang saya lupa dimana menyimpan nomornya. Padahal paket itu akan saya rekomendasikan ke mertua laki-laki yang hendak liburan bersama teman-teman satu angkatannya di TNI.
Melewati Dua Gerbang
Dari gerbang pertama, mobil melaju lagi sejauh 8,5 km. Sepi sepanjang jalan. Jendela mobil saya buka, angin sejuk pun membelai wajah. Di kiri kanan banyak pohon. Sesekali terlihat penampakan kera, juga kepak sayap burung yang keluar dari balik rimbun daun. Suara serangga pun terdengar tak henti. Jalanan basah, sisa hujan yang baru usai. Syahdu.
Kami berhenti sesaat. Tergoda untuk turun dan ambil foto.
Jalan ke kanan ke Pusat Konservasi Gajah |
Kami sampai di gerbang kedua, bertuliskan “Pusat Konservasi Gajah” (PKG). Di depan gerbang itu, jalan aspalnya berlubang cukup lebar, digenangi air. Sambutan yang bikin saya nyengir.
Di dalam, terdapat area parkir, pondok-pondok jajan, pondok souvenir, toilet, kantor, asrama gajah, tempat atraksi gajah, penginapan, rumah pawang, bahkan Rumah Sakit Gajah.
Gerbang ke-2 |
Pusat Latihan Gajah
Lantas apa yang saya inginkan setelah berada di PKG? Tetap di mobil dan berkeliling, sesekali turun bila ada gajak, supaya bisa lihat dari dekat.
Menunggang gajah? Entah kenapa tidak ada keinginan untuk itu. Lagi pula atraksi naik gajah kini sudah dihentikan berdasarkan surat edaran Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup terkait dugaan korupsi atas penerimaan tarif hiburan oleh gajah.
Sebelum melewati kolam mandi/minum gajah, mobil berbelok ke arah asrama gajah. Berhenti di depan bangunan bernama Mahout House. Di belakangnya ada penginapan untuk orang-orang yang datang dengan tujuan penelitian, atau kegiatan-kegiatan terkait. Saya lihat saat itu ada dua orang asing (bule), perempuan dan laki-laki. Mungkin para peneliti.
Kolam minum gajah |
Kotoran gajah |
Di depan Mahout House terdapat hamparan padang rumput yang luas. Di sinilah pertama kali saya melihat penampakan gajah-gajah Way Kambas.
Asrama gajah terletak di sisi kanan Mahout House. Asrama yang dimaksud adalah sebuah kandang yang luas, berlantai bumi beratap langit. Di dalamnya terdapat tonggak-tonggak yang berfungsi sebagai penambat tali pengikat kaki gajah agar tidak pergi kemana-mana di malam hari. Tampak beberapa ekor gajah dan seorang petugas yang mungkin saja seorang pawang/pelatih/perawat gajah. Tak lama kami di situ, lalu pergi, lanjut berkeliling pakai mobil.
Penginapan |
Asrama gajah |
Asrama gajah |
Saat melewati kolam besar, tempat mandi sekaligus tempat minum gajah. Teman saya cerita. Katanya, biasanya gajah-gajah dimandikan pada sore hari oleh pawang. Pingin sih lihat, tapi kami tak mungkin menunggu karena bakal kesorean. Pukul 16.00 saya sudah harus berada di bandara Radin Inten II, karena pesawat saya take off pukul 18.30
Padang rumput di depan Mahout House |
Dikejar dan diseruduk anak gajah
Selepas melewati kolam besar, kami sampai di tempat yang lebih terbuka, berupa padang ilalang yang luas di kiri dan kanan jalan. Ada banyak gajah di sana. Mereka berkelompok dan berada agak jauh dari jalan. Yang terdekat adalah seekor induk dan anaknya, sedang asyik makan. Dua gajah inilah yang bikin kami berhenti.
“Inikah saatnya mengejar gajah?" :D
Saya penasaran, tapi jujur saya takut kalau terlalu dekat. Teman bilang aman.
“Kalau kita dikejar gajah, kita lari ke mobil ya.” Dia nyengir dan berkata, “Ga akan.”
Lalu kami berfoto.
Lalu kami berfoto.
Baru beberapa jepretan, datang seorang pawang dengan motornya. Kalau tak salah namanya Edi. Ia berhenti dan mendekati kami.
Keluarga gajah |
Motret induk dan anak gajah |
Dibantu pawang |
“Nggak usah takut, lawan saja kalau dia mendekat. Ayo fotonya yang agak dekatan, pegang gajahnya.”
Begini ya rasanya, pengen dekat-dekat tapi takut. Takut diseruduk dan diinjak oleh badan gajah yang besar dan berat itu. Takut remuk euy haha. Saya makan nasi dan daging, gajah cuma makan rumput. Tapi kekuatan dan bobotnya astaga naga, kebanting jauh.
“Pegang saja telinga induknya, dibelai, gapapa. Ga bakal nyeruduk," ucap pawang gajah.
Memang sih, induk gajah itu diam saja. Tidak menolak apalagi melawan. Tapi tetap saja saya takut. Pawang sudah siap dengan sebatang ranting. Bukan untuk memukul tapi menakuti si gajah biar tidak macam-macam. He he. Katanya, gajah itu akan nurut dengan kata-kata tertentu, bukan karena dipukul. Jadi nggak perlu pakai teriak dan main fisik, gajah bisa mengerti apa yang diucapkan. Meski binatang, gajah juga punya perasaan.
Saya aman dari serudukan induk gajah, malah berhasil foto-foto. Eh siapa sangka justru si anak gajah yang mau nyeruduk. Bukan saya yang diseruduk, tapi teman yang sedang motret saya.
Lucu juga liat orang mau diseruduk gajak. Panik dan hampir kejengkang. Untung gak apa-apa. Si anak gajah langsung diamankan oleh pawang. Bukan orangnya yang saya khawatirkan, tapi kamera saya yang dipegangnya haha
Dua gajah jantan yang kami lihat |
Foto gajah jepretan mas Yopie dipakai untuk ini :) |
Senangnya lihat foto itu di pajang di jalan kota Bandar Lampung :) |
Kami meninggalkan anak gajah dan induknya. Berjalan ke tempat lain yang jumlah gajahnya lebih banyak. Dilihat dari gadingnya ternyata sekawanan gajah jantan. Wah lebih serem lagi. Apalagi lihat gadingnya. Gede dan tampak tajam.
Pawang gajah cerita, saat itu sedang bukan musim kawin/birahi, gajah-gajahnya terkendali. Oh…jadi kalau sedang musim kawin, gajahnya beringas dan nafsuan gitu? haha
Berhubung sudah dekat banget sama gajah, rugi dong kalau tidak ada sesi foto mesra sama gajah. Jadi, saya disuruh mendekati dua gajah jantan. Tegang juga mendekati gajah wkwk
Jreng….jreng… satu jepret dua jepret hingga belasan kali.
Akhirnyaaaa…..foto bareng gajah terwujud! wkwkw
Berhubung sudah dekat banget sama gajah, rugi dong kalau tidak ada sesi foto mesra sama gajah. Jadi, saya disuruh mendekati dua gajah jantan. Tegang juga mendekati gajah wkwk
Jreng….jreng… satu jepret dua jepret hingga belasan kali.
Akhirnyaaaa…..foto bareng gajah terwujud! wkwkw
Senangnya bisa berdekatan dengan gajah-gajah jantan ini |
Memang sungguh menyenangkan berada di alam terbuka dan melihat langsung gajah-gajah Lampung yang selama ini dilindungi dan dijaga keberadaannya agar tetap hidup dan berkembang biak dengan semestinya. Bisa lihat dari dekat, pegang-pegang, belai-belai, bahkan menatap mata kecilnya.
Kolam mandi gajah |
Tempat atraksi gajah |
Toilet untuk pengunjung |
Rumah Sakit Gajah |
Pondok jajan di kawasan PLG |
Sensasi yang berpendar dalam kotak kenangan. Tentang mengejar gajah dan dikejar gajah.
Semoga bisa menjejakkan kaki lagi di TNWK, bertemu kembali dengan gajah-gajah gagah dengan cerita baru yang tak kalah berkesan.
Sampai jumpa lagi Way Kambas.
Baca juga: Lampung, The Treasure of Sumatra
Sampai jumpa lagi TNWK |
Tentang Taman Nasional Way Kambas (TNWK)
TNWK adalah Taman Nasional perlindungan gajah dan suaka alam dataran rendah seluas 126.000 hektar yang terletak di daerah Lampung Timur. Way Kambas dan gajahnya muncul sebagai ikon provinsi Lampung.
TNWK berdiri pada tahun 1985 dan merupakan sekolah gajah pertama di Indonesia. Awalnya disebut Pusat Latihan Gajah (PLG). Kini mulai disebut menjadi Pusat Konservasi Gajah, sehingga benar-benar bisa menjadi tempat konservasi, pengembangbiakan, penelitian, dan penjinakan. Sekitar 300 gajah sudah menjadi alumni Sekolah Gajah Way Kambas, dan gajah-gajah tersebut telah disebar ke seluruh Indonesia.
Jenis gajah yang ada di TNWK adalah Gajah Sumatra (Elephas Maximus Sumatranus). Menurut para Mamout (pawang) di TNWK, yang membedakan Gajah Sumatra (dalam hal ini Gajah Lampung) dengan Gajah Afrika adalah Gajah Afrika memiliki bentuk kuping yang lebih mekar dan tegas, serta ukuran tubuh yang lebih besar.
Di Way Kambas tidak hanya ada tentang gajah, ada pula Badak Sumatra yang konon terancam punah. Karena itu di Way Kambas juga terdapat International Rhino Foundation yang bertugas menjaga spesies Badak agar tidak punah. Serta Sumateran Rhino Sanctuary (SRS) yang merupakan populasi Badak Sumatra di habitat aslinya.
Ada banyak fauna selain gajah dan badak. Bila beruntung, di TNWK kita juga dapat menjumpai hewan-hewan liar lainnya seperti monyet, burung, serta akwanan hewan lainnya. Jadi, berkunjung ke TNWK menjadi salah satu hal wajib ketika berkunjung ke Lampung.
Untuk mencapai TNWK, jarak dari Kota Bandar Lampung menuju Way Kambas sekitar 112 km. Dapat ditempuh sekitar 2 jam perjalanan dengan rute Bandar Lampung-Bandara Radin Intan-Metro-Way Jepara-Way Kambas.
Lampung, 20 Januari 2016