Sriwijaya Inflight Magazine edisi November 2015 |
Hadiah dari Laut Belitung menjadi artikel ke-50 dari daftar artikel saya yang pernah dimuat di media. Spesialnya, kali ini dimuat oleh Sriwijaya Inflight Magazine edisi November 2015. Alhamdulillah.
Sudah sejak awal tahun 2015 saya mengincar inflight magazine. Target saya tahun ini minimal tembus 1 tulisan. Alhamdulillah ternyata November kesampaian. Kalo ditanya gimana caranya biar tembus, jawaban saya cuma satu : Kenalan dulu sama majalahnya. Iya, sama majalahnya, bukan sama redaksi atau editor majalahnya :D
Cara untuk kenalan nggak sulit. Tinggal baca majalahnya, lalu pelajari dan pahami karakter tulisan dalam rubrik yang diincar. Itu yang biasa saya lakukan pada majalah-majalah yang pernah saya tembus. Maklum ya, saya kan belum pernah belajar menulis untuk inflight magazine. Pun tak punya kenalan redaksi ataupun editornya. Dulu pernah dapat ilmu dari mbak Ira dan mas Teguh, tapi belum saya gali lebih dalam. Dulu saya sempat pesimis, karena merasa inflight magazine itu ekslusif. Tulisan dan foto pasti mesti super yahud. Tapi sejak menancapkan cita-cita untuk menembus inflight magazine, mau tak mau saya harus optimis. Saya mulai belajar sendiri dan usaha sendiri. Langkah awal untuk belajar ya harus baca majalahnya. Kalau nggak pernah baca gimana mau tahu seperti apa isinya. Nah, majalah maskapai hanya tersedia di dalam pesawat, tidak dijual di lapak-lapak dan toko buku. Untuk bisa punya, mesti minta ke kru yang ada di dalam pesawat. Itu sebabnya ketika bepergian menggunakan pesawat, majalah yang diselipkan di bangku saya ambil, lalu saya bawa ke FA yang menunggu di pintu keluar. Saya minta ijin dulu, tidak main ambil lalu dibawa pulang. Biasanya sih selalu diperbolehkan. Tapi pernah juga dilarang. Kalau sudah dilarang saya tidak akan memaksa.
Sampai dengan saat ini, majalah-majalah maskapai yang sudah saya kenali antara lain Sriwijaya, Lion Mag, Colour (Garuda), 3sixty (AirAsia Indonesia) dan Linker (Citilink). Meskipun sudah paham gaya penulisan dan isi artikel yang disajikan, serta sudah punya alamat email redaksi sejak 9-10 bulan yang lalu, baru 2 bulan belakangan saja saya mulai kirim-kirim email ke redaksi. Selama ini bukan saya lambat bergerak, melainkan menunggu sampai yakin betul bahwa tulisan dan stock foto yang hendak dikirim benar-benar wahid. Kalau masih nanggung, masih nggak enak dibaca dan dilihat, saya tidak akan kirim. Pinginnya kalo ngirim tuh bener-bener yang terbaik. Hati puas, yang nerima juga insha Allah ga mandang sebelah mata :D
Sudah sejak awal tahun 2015 saya mengincar inflight magazine. Target saya tahun ini minimal tembus 1 tulisan. Alhamdulillah ternyata November kesampaian. Kalo ditanya gimana caranya biar tembus, jawaban saya cuma satu : Kenalan dulu sama majalahnya. Iya, sama majalahnya, bukan sama redaksi atau editor majalahnya :D
Cara untuk kenalan nggak sulit. Tinggal baca majalahnya, lalu pelajari dan pahami karakter tulisan dalam rubrik yang diincar. Itu yang biasa saya lakukan pada majalah-majalah yang pernah saya tembus. Maklum ya, saya kan belum pernah belajar menulis untuk inflight magazine. Pun tak punya kenalan redaksi ataupun editornya. Dulu pernah dapat ilmu dari mbak Ira dan mas Teguh, tapi belum saya gali lebih dalam. Dulu saya sempat pesimis, karena merasa inflight magazine itu ekslusif. Tulisan dan foto pasti mesti super yahud. Tapi sejak menancapkan cita-cita untuk menembus inflight magazine, mau tak mau saya harus optimis. Saya mulai belajar sendiri dan usaha sendiri. Langkah awal untuk belajar ya harus baca majalahnya. Kalau nggak pernah baca gimana mau tahu seperti apa isinya. Nah, majalah maskapai hanya tersedia di dalam pesawat, tidak dijual di lapak-lapak dan toko buku. Untuk bisa punya, mesti minta ke kru yang ada di dalam pesawat. Itu sebabnya ketika bepergian menggunakan pesawat, majalah yang diselipkan di bangku saya ambil, lalu saya bawa ke FA yang menunggu di pintu keluar. Saya minta ijin dulu, tidak main ambil lalu dibawa pulang. Biasanya sih selalu diperbolehkan. Tapi pernah juga dilarang. Kalau sudah dilarang saya tidak akan memaksa.
Sampai dengan saat ini, majalah-majalah maskapai yang sudah saya kenali antara lain Sriwijaya, Lion Mag, Colour (Garuda), 3sixty (AirAsia Indonesia) dan Linker (Citilink). Meskipun sudah paham gaya penulisan dan isi artikel yang disajikan, serta sudah punya alamat email redaksi sejak 9-10 bulan yang lalu, baru 2 bulan belakangan saja saya mulai kirim-kirim email ke redaksi. Selama ini bukan saya lambat bergerak, melainkan menunggu sampai yakin betul bahwa tulisan dan stock foto yang hendak dikirim benar-benar wahid. Kalau masih nanggung, masih nggak enak dibaca dan dilihat, saya tidak akan kirim. Pinginnya kalo ngirim tuh bener-bener yang terbaik. Hati puas, yang nerima juga insha Allah ga mandang sebelah mata :D
Halaman kesatu dan dua |
Halaman ketiga dan empat |
Halaman kelima |
Bulan Oktober lalu email saya untuk Sriwijaya, Linkers, dan Colour ditanggapi. Semua responnya baik. Saya diberi kesempatan untuk berkontribusi. Dari ketiganya, yang minta segera dikirim tulisan adalah Sriwijaya. Sedangkan Linkers untuk edisi Jan dan Feb. Untuk Sriwijaya, awalnya saya diminta menulis tentang Way Kambas. Tapi saya belum pernah ke sana :D Karena waktu itu baru pulang dari Belitong, saya kirimi foto barang-barang kuno yang dipajang di museum Tanjung Pandan. Eh ternyata editor photo-nya suka. Lalu saya diminta untuk menulis artikelnya. DL kurang dari satu minggu. Padahal bahan tulisan masih sekelumit. Tapi demi inflight magazine, saya rela ‘lembur’ beberapa hari. Segala PR tulisan saya lewatkan dulu. Saya semedi di kamar, riset ini itu, dan tak lupa baca-baca buku pengetahuan tentang Belitong. Maklum yang ditulis adalah sejarah yang tak boleh keliru dituliskan. Setelah mengumpulkan bahan, telpon sana sini, termasuk guide dan sesepuh Belitong yang paham sejarah harta karun di museum, tulisan pun jadi dalam waktu 3 hari. Lama ya! :D
Ga berapa lama artikel saya ditanggapi. Katanya kepanjangan. Hadeuh. Akhirnya itu tulisan dibagi 2. Katanya, separuh untuk edisi November, separuh lagi untuk edisi di tahun 2016. Ya nggak masalah kalau begitu. Memasuki November, ada email pemberitahuan bahwa tulisan sudah dimuat dan majalah sudah ada di dalam pesawat. Redaksi juga mengirimkan pdf file tulisan. Baru penampakan digitalnya saja saya sudah riang. Apalagi sewaktu dua majalah edisi November itu tiba di rumah. Pingin bungee jumping di Monas rasanya :D Eh masih ada yang lebih bikin girang, yakni ketika saya terbang dari Jakarta ke Lampung tgl 19/11 lalu. Naik pesawat Sriwijaya, dan ternyata di bangku pesawat menemukan majalah yang memuat tulisan sendiri. Huaaa… rasanya pingin norak-norak bergembira. Trus pingin selfie dalam pesawat sambil megang itu majalah tapi di sebelah ada 2 cowok kok jadi malu. Haha.
Edisi September ini saya dapatkan saat dalam penerbangan Jakarta-Belitong tgl.11 Sept 2015. Usai membaca majalah ini saya mulai mengirim artikel dan photo ke Sriwijaya. |
Nampang bareng photografer dan travel photographer beken itu rasanya sesuatu :D |
Kalo saya senang wajar ya. Rasanya nggak ada orang yang nggak senang dengan keberhasilan yang dia capai setelah segala usaha yang dia lakukan, sekecil apapun itu. Selama hampir dua tahun konsisten jadi travel writer, dimuat di inflight magazine membuat saya merasa mencapai sesuatu yang lebih. Apalagi peraihan ini berasal dari sesuatu yang memang sudah jadi passion saya. Tak ada yang saya inginkan dari prestasi ini, selain agar kilaunya masuk ke dalam diri sendiri, menjadi inspirasi dan motivasi alami yang dapat saya syukuri. Soal materi yang kemudian menghampiri, itu bonus buat jalan-jalan lagi he he. Bonus untuk melihat Indonesia lagi, dan menuliskan tentang Indonesia lagi lewat catatan perjalanan.
Ada tulisan sendiri di majalah dalam pesawat, saat dalam perjalanan Jakarta - Lampung tgl. 19/11 |