Esensi dari berjalan kaki di Desa Sembungan adalah menyerap keindahan alam dengan semua indra.
****
Meresapi pesona Telaga Cebong seusai menyaksikan eksotisme golden sunrise dari puncak Bukit Sikunir, menjadi pengalaman menarik yang saya dapatkan ketika menjelajah Dieng pada Oktober 2014 lalu.
Telaga di atas awan, demikian orang-orang menjulukinya. Telaga ini merupakan keindahan lain dari jalur pendakian Bukit Sikunir. Disebut di atas awan karena berada di Desa Sembungan dengan ketinggian 2300 mdpl, tidak jauh dari dataran tinggi Dieng.
Saat turun dari Bukit Sikunir, langkah kami -saya dan Dely- terhenti di hadapan delapan laki-laki yang sedang bermain musik. Rupanya, hentakan musik berirama riang yang saya dengar dari atas bukit tadi berasal dari permainan mereka. Para lelaki itu, berbaju seragam warna orange, bersepatu dan berkaos kaki, serta mengenakan penutup kepala. Ada kain pendek terlilit di pinggang. Salah satu dari mereka mengenakan warna baju yang berbeda, putih, namun dengan penutup kepala yang serupa.
Musik Tradisional "Angklung Jaka Sembung" |
Siapa mereka? Sedang mengisi acara apa? Pentas apa? Untuk apa?
Musik Tradisional Angklung Jaka Sembung. Begitu kata-kata yang tertulis di kain-kain yang melekat pada alat musik yang mereka gunakan.
Ada yang memainkan gendang dan angklung, ada yang menari dan bernyanyi. Gerakannya terlihat sangat bersemangat. Lincah dan gembira. Orang-orang yang baru saja turun dari Bukit sikunir banyak yang berhenti untuk menyaksikan mereka. Ramai. Sepertinya sama-sama terkesima. Setiap satu lagu usai dinyanyikan, para wisatawan bertepuk tangan. Lalu memasukkan uang pada kantong yang tersedia. Oh. Ternyata mereka sedang mengamen.
di kaki Bukit Sikunir |
Atap-atap rumah penduduk desa Sembungan, berlatar Bukit Sikunir. |
Desa Sembungan terletak di Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Sembungan merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa dengan luas 2,65 km² dan dihuni oleh sekitar 1400 jiwa. Desa ini mempunyai banyak anugerah keindahan alam yang bisa dinikmati. Tak heran jika wisatawan pun banyak berdatangan. Bukan hanya wisatawan domestik tetapi juga mancanegara.
Tidak sulit mencari tempat menginap di Desa Sembungan, karena banyak rumah penduduk lokal yang disewakan sebagai penginapan. Harga sewa cukup terjangkau, apalagi jika datang dengan rombongan, biaya penginapan bisa dibagi bersama.
Tidak sulit mencari tempat menginap di Desa Sembungan, karena banyak rumah penduduk lokal yang disewakan sebagai penginapan. Harga sewa cukup terjangkau, apalagi jika datang dengan rombongan, biaya penginapan bisa dibagi bersama.
Di akhir pekan, homestay yang tersedia sering penuh. Tapi jangan kuatir, desa ini memiliki area perkemahan yang terletak di sekitar Telaga Cebong. Wisatawan pun bisa menginap di dalam tenda.
Seperti apa area perkemahan di Telaga Cebong? Ada fasilitas apa saja?
Mari kita lihat.
Seperti apa area perkemahan di Telaga Cebong? Ada fasilitas apa saja?
Mari kita lihat.
Area berkemah di tepi Telaga Cebong |
deretan tenda |
Area perkemahan di Telaga Cebong memiliki fasilitas cukup lengkap. Ada area parkir yang luas, MCK, warung makan, kios souvenir, serta ojek motor yang siap mengantar kapan pun wisatawan ingin masuk dan keluar dari Desa Sembungan. Di sini juga ada pemandu yang siap menemani menjelajah desa, atau pun mendaki Bukit Sikunir.
Berkemah di tepi telaga tentu menghadirkan sensasi yang tak biasa. Ada kenikmatan yang dirasakan saat membiarkan diri menyatu dengan alam. Selain dapat memanjakan paru-paru dengan udara sejuk pegunungan yang bersih dan segar, juga dapat menemukan kabut awan yang selalu datang dan pergi terbawa angin.
Berkemah di tepi telaga tentu menghadirkan sensasi yang tak biasa. Ada kenikmatan yang dirasakan saat membiarkan diri menyatu dengan alam. Selain dapat memanjakan paru-paru dengan udara sejuk pegunungan yang bersih dan segar, juga dapat menemukan kabut awan yang selalu datang dan pergi terbawa angin.
Kios dagang makanan/minuman/souvenir di area perkemahan |
Telaga Cebong diapit perkebunan penduduk, serta berpagar perbukitan dengan konturnya yang menarik. Permukaan airnya jernih dan tenang, memantulkan birunya langit dan hijaunya perbukitan sekitar, membuat suasana terasa begitu teduh dan menentramkan.
Deretan tenda warna-warni berjejer di sisi telaga. Orang-orang duduk di depannya, tenang menikmati sarapan. Ada juga yang sekedar berjalan menikmati suasana pagi, menyusuri tepian sambil mengambil gambar.
Deretan tenda warna-warni berjejer di sisi telaga. Orang-orang duduk di depannya, tenang menikmati sarapan. Ada juga yang sekedar berjalan menikmati suasana pagi, menyusuri tepian sambil mengambil gambar.
Sementara, di permukaan telaga ada sebuah perahu merapat ke tepian, dikayuh pelan oleh seorang lelaki. Pemandangan itu bagai sebuah lukisan di pagi hari. Indah memikat hati.
Saya iri pada orang-orang yang menginap di dalam tenda, di tepi Telaga Cebong. Entah kapan saya bisa merasakan pengalaman seasyik mereka. Mungkin suatu hari.
Berarti, saya mesti kembali lagi ke Dieng.
Ayo, kapan?
(*)
Semua foto dokumentasi pribadi
weh keren sekali ya, saya maulah kesana
BalasHapusSilakan ke Dieng :)
HapusIiiih seru banget kemah di tepi Telaga Cebong. Suak ngeliat tenda warna-warninya. Waktu aku ke sana sepiii... menurut mas Dwi, guide yang nemenin aku ke Sikunir dulu, soalnya waktu aku ke sana emang bukan musim liburan, bukan weekend juga. Kalo pas musim liburan katanya bisa naik perahu juga di Telaga Cebong.
BalasHapusTergantung musim libur juga berarti ya mbak rame atau enggaknya. Oh iya betul, waktu di sana aku lihat ada yang naik perahu. Tapi cuma 1 aja :D
HapusSaya juga Iri, karena waktu kesana nggak bisa nenda, kayaknya waktu itu belum diizinkan nenda disana. InsyaAllah kalau kesana lagi pingin nenda di telaga cebong sama sunrise yg lagi hot sekarang. apa namanya kok lupa.... *plak
BalasHapusIya mbak, mungkin dulu waktu mbak ke sana belum ada ijin ya. Tahun lalu waktu aku ke sana, sudah dikelola dan dijadikan tempat berkemah. Kalau ke sana lagi, mbak bisa kemping :) Sunrise apa mbak? :D
Hapuseh ada angklung di Sikunir. yang mainnya orang sunda atau jawa tuh mba :D
BalasHapusjadi pengen nginep beratapkan tenda deh huhuhu
Orang Sunda bukannya orang Jawa juga? Jawa Sunda :D
HapusSayang mbak Rien nggak sempat menanyakan hal itu, Zahra. Kalau dilihat dari alat musiknya, angklung itu alat musik tradisional Sunda ya. Mungkin terpikir, jangan-jangan mereka orang Sunda :D Tapi menurutku, siapa saja bisa bermain angklung, nggak mesti orang Sunda. Orang asing pun di luar negeri sana ada yang bermain angklung :D
Aku penasaran sama bukit sikunir karena Festival tahu lalu ngga sempet mampir kesana :(
BalasHapusBukit Sikunir bagus buat tempat menyaksikan matahari terbit. Lain kali mampir kalau ke Dieng :) Saya malah belum pernah melihat festival Dieng :D
HapusKeren banget tempatnya... BIkin pengen. Btw, tendanya mesti bawa sendiri apa bis anyewa, Mbak?
BalasHapusTendanya bisa menyewa di sana, mbak Ira. Boleh juga bawa sendiri, nanti tinggal hubungi pihak pengelola saja untuk memilih lokasi :)
HapusWAhhh seru sekali bisa pasang tendaaa
BalasHapusKalau ke gunung, rasanya lebih lengkap kalau tendaan ya mbak Maya :)
Hapuskalau kemahnya bareng-bareng seru ya mba rien.. jadi pingiinnnn *tapi kemana ya di jogja*
BalasHapusNgak sanggup kalo gw nich, dingin nya bikinmenggigil banget. Gw yg didalam rumah aja sekarat ama dingfin nya, gimana di tenda yaaaaaa
BalasHapusklw tenda bawa sendiri harus koordinasi sama pengelola atau gmn ? trus itu harus bayar gak untuk mendirikan tenda
BalasHapus