Pulau Bulat |
Berkelana ke utara Jakarta, mampir di sebuah pulau yang namanya tak tertera dalam peta, Pulau Bulat. Di pulau tak berpenghuni itu, jejak kejayaan masa silam sebuah keluarga yang begitu lekat dalam sejarah bangsa, menjadi daya tarik tersendiri.
Dari kejauhan, terlihat garis pantai Pulau Bulat yang berwarna putih. Semakin mendekat, terlihat pula warna air lautnya yang bergradasi. Mulai dari biru tua, biru muda, hijau, hingga putih. Airnya terlihat sangat jernih, memperlihatkan terumbu karang beragam rupa. Di permukaan pulau, pohon-pohon pinus tumbuh rindang laksana canopy. Menampakkan hijau sempurna di antara warna biru laut dan putihnya pasir di pantai.
Dari kejauhan, terlihat garis pantai Pulau Bulat yang berwarna putih. Semakin mendekat, terlihat pula warna air lautnya yang bergradasi. Mulai dari biru tua, biru muda, hijau, hingga putih. Airnya terlihat sangat jernih, memperlihatkan terumbu karang beragam rupa. Di permukaan pulau, pohon-pohon pinus tumbuh rindang laksana canopy. Menampakkan hijau sempurna di antara warna biru laut dan putihnya pasir di pantai.
Perahu motor masuk pulau melewati gerbang ini |
Pulau Bulat dikelilingi tembok pemecah ombak. Di antara tembok itu ada sebuah celah diapit dua tiang serupa gerbang. Perahu kami melewati celah tersebut agar dapat berlabuh. Namun laut terlalu dangkal untuk dilewati, perahu pun berhenti. Kami harus berloncatan ke air sedalam 50 cm.
Kesan pertama menjejak Pulau Bulat terasa sangat nyaman. Tiada sampah dan kotoran yang berserakan. Hanya daun-daun pinus kering yang luruh tertiup angin, dan pengunjung yang asyik bermain, berlari, bahkan sekedar duduk saja di atas hamparan pasir. Tidak ada biaya masuk pulau yang harus dibayar. Gratis! Hanya perahu motor yang dipungut ongkos singgah, sekedar untuk biaya kebersihan pulau. Itulah mengapa pulau Bulat terlihat bersih.
Jejak Kemewahan Masa Silam
Seperti namanya, pulau ini berbentuk bulat dan tidak terlalu luas, hanya 1,28 hektar. Cukup berjalan kaki selama 15 menit pulau ini akan selesai dikelilingi. Dari pulau ini terlihat deretan pulau lain yang jaraknya saling berdekatan.
Saya mengajak Gita dan Gigih untuk menyusuri Pulau. Saya memilih Gigih karena pengalamannya menjejak pulau-pulau di Kepulauan Seribu sudah belasan kali. Maka, tak heran muncul banyak cerita yang ia bagikan kepada saya, termasuk seluk beluk dan informasi tentang Pulau Bulat.
Pendopo |
Penginapan |
Siapa sangka pulau yang saya jejaki saat itu ternyata milik keluarga Soeharto yang pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia selama 32 tahun kepemimpinannya. Namun sayang pulau Bulat kini seperti ditinggalkan dan tidak terawat, hanya ada penjaga pulau saja. Ada rasa takjub sekaligus sedih menyaksikan kemegahan fasilitas yang kini perlahan pudar dan menua.
Sebuah bangunan penginapan cukup besar dan pendopo yang sangat luas, masih berdiri kokoh di kelilingi pohon-pohon pinus. Ada jalan setapak yang menghubungkan kedua bangunan itu dengan tempat tinggal penjaga, bangunan penyimpan mesin jenset, tanki air, dermaga, serta landasan helikopter.
Bangku di pantai |
Meja bilyar rusak |
Potret kemewahan juga terlihat dari deretan speedboat yang terpajang di tepian pulau, jembatan menjorok ke laut, serta meja bilyard yang lapuk dimakan serangga. Tentu ada beribu kisah pernah tergores ketika pulau ini masih menjadi tempat peristirahatan mewah keluarga Soeharto. Menyisakan sebuah kenangan yang saya sendiri tidak bisa melukiskannya seperti apa.
Perahu layar tak lagi terkembang |
Kendati pulau ini menyediakan banyak fasilitas, tetapi banyak yang tidak berfungsi lagi. Bangunan penginapan berdebu, tampak kusam dan suram. Pendingin ruangan banyak yang rusak, listrik mati, dan talang air kering. Sulit mendapatkan air karena harus menimba dan airnya pun agak berbau. Lanskap pun tak lagi tertata. Landasan heli mulai rusak, tulisan WELCOME kehilangan huruf W. Tumbuhan liar tampak bergerilya merebut permukaan landasan. Aura ‘hidup’ sebuah pulau pribadi benar-benar tenggelam dalam kesuraman.
Bangunan tempat menyimpan mesin jenset |
Helipad |
Minim fasilitas dan tidak direkomendasikan untuk berkemah, namun pelancong yang berminat ingin berkemah di Pulau Bulat tidak dilarang. Sensasi bermalam di pulau, berteman debur ombak, angin laut, dan milyaran bintang di angkasa, adalah pengalaman luar biasa bagi mereka yang selalu dirundung rindu menyatu dengan alam bebas. Tak peduli pada kegelapan dan kesunyian yang terkadang mencekam.
Rumah penjaga |
Dapur penjaga pulau |
Pulau Bulat merupakan salah satu dari 130 pulau yang ada di Kepulauan Seribu. Kunjungan ke Pulau Bulat biasanya sudah termasuk dalam paket trip Pulau Harapan. Pulau Harapan yang berpenduduk 1.760 jiwa itu hanya dijadikan tempat menginap bagi wisatawan. Yang jadi daya tarik justru pulau-pulau lain di sekitarnya, seperti Pulau Perak, Pulau Kayu Angin Genteng, Pulau Bulat, Pulau Macan, Pulau Putri, Pulau Genteng Kecil, dan Pulau Kelapa Dua.
Para pemburu sunset :D |
Aku & Gita feat punggung Ardi :)) |
Geng Tawa :D |
Dengan jarak sekitar 60 kilometer dari daratan Jakarta, tidak sulit untuk menjangkau pulau ini karena moda transportasi laut selalu ada setiap hari, baik itu dari Pelabuhan Muara Angke maupun Marina Ancol. Jika melalui Muara Angke, wisatawan dapat menumpang kapal kayu bertarif Rp 50.000 per orang dengan lama tempuh 3,5 jam. Sementara jika bertolak dari Marina Ancol, wisatawan dapat menggunakan kapal cepat bertarif Rp 250.000 per penumpang dengan waktu perjalanan dua jam.
Pulau cantik berair jernih |
Tepian pulau yang tertata |
Ada setapak untuk pejalan kaki menyusuri pulau |
Ceritanya pingin pose ala model |
Sore itu, seusai melihat-lihat pulau, kami berkumpul di pantai, sama-sama menanti selendang langit senja teruntai di cakrawala. Saya lihat semua masih mengenakan pakai renangnya. Basah, dan berpasir tentu saja. Mungkin selama saya, Gita, dan Gigih berkeliling, mereka asyik mandi-mandi. Saya sebetulnya juga ingin menceburkan diri ke laut, tetapi angin petang yang berhembus, membuat saya ragu. Gita sejak awal tiba masih mengenakan baju renang muslimah, sedangkan saya sudah mengenakan setelan 'darat'. Kalau kena air lagi, lama keringnya. Bisa-bisa kedinginan sepanjang perjalanan pulang menuju Pulau Harapan.
Adakah sunset dramatis kami saksikan petang itu?
Oh, sayang sekali, gulungan awan hitam ternyata memenuhi angkasa. Sang surya bersembunyi dibalik mega-mega. Ah, iya, kami lupa. Sepanjang Januari hingga Februari, Jakarta masih dirundung mendung dan diguyur hujan. Kami beruntung sepanjang siang telah diberi langit cerah dan cahaya berlimpah. Sekarang, giliran hujan tak lupa akan musimnya, ia bebas kapan saja untuk turun membasahi bumi.
Senja di Pulau Bulat |
Geng Wuki :D |
Aku dan Kau suka Bangku :)) |
Gelagat kurang baik itu membuat kami memutuskan untuk segera kembali ke Pulau Harapan. Saat perahu motor melaju di lautan, nun jauh di kaki langit tampak awan hitam menyingkir, menampakkan langit yang kemerahan. Sebuah benda bulat terang berwarna kuning keemasan, terlihat hampir tenggelam di lautan. Matahari terbenam! Moment yang dinanti-nantikan itu ternyata kami saksikan dari tempat tak terduga. Walau sesaat saja, setidaknya kami sempat melihatnya.
Tak lama, gerimis rinai hujan menemani perjalanan pulang. Rasa bahagia dan puas melakukan Island Hopping di kepulauan Seribu berpendar menyelimuti jiwa-jiwa pengelana.
Awan hitam bergulung-gulung menutupi si bulat merah yang beranjak ke peraduan |
(*)
-Semua foto dokumentasi pribadi
-Artikel tentang Pulau Bulat ini pernah dimuat di Koran Kedaulatan Rakyat bulan Maret 2015.
Wah itu ada baju renang Muslimah yang Longgar, nggak terlalu ketat. mauuu pingin. Soalnya dua baju renang muslimahku agak ketat. apalagi badanku meningkat. jadinya kayak ketupat. hehehe
BalasHapusHahaha mbak Zulfa ini selalu bikin aku ketawa baca komentnya :D Sini mbak kasih ke aku separuh berat badannya, soalnya aku kekurangan :))
HapusBaju longgar itu sepertinya tambahan, tidak satu baju dengan baju renangnya.
Seru ya mbak main-main ke pulau begini... Apalagi kalau pulau itu punya kisah menarik seperti si Pulau Bulat. Jadi penasaran...
BalasHapusSeru, soalnya banyak yang bisa dilakukan, baik di lautnya maupun di daratnya :)
HapusSayang sekali ya Mbak pulau milik Tomy nggak dirawat lagi. Kyaknya mereka sampai saat ini masih kaya raya deh, kenapa dibiarkan terlantar gitu?
BalasHapusIya, masih kaya raya. Nah, aku tidak tahu kenapa dibiarkan terlantar. Waktu di sana tidak sempat bertemu penjaga pulaunya. Kalau ketemu mungkin aku sudah bertanya. Meskipun pulau pribadi, enaknya pengunjung boleh datang. Gratis pula :)
HapusEh, pulaunya sepi banget, asik tuh! Bisa camping atau nginep di pulau bulat ini enggak?
BalasHapusTidak dianjurkan camping karena minim fasilitas, tapi yang nekat camping sih tetap ada. Iya sepi dan gelap (kalo malem) :D
HapusWah, sayang sekali ya. Coba kalau misalnya peninggalan masa silam dirawat baik-baik oleh pemerintah DKI, trus pulau itu dijadikan tempat untuk menarik wisatawan manca neegara. Lumayan kan sebagai tempat wisata sejarah
BalasHapusIni kan pulau pribadi, kira-kira pemerintah perlu minta ijin dulu ga ya mbak sama yang punya kalau mau dijadikan tempat wisata DKI? Kalau nggak perlu, tinggal dinas pariwisatanya saja apakah benar-benar mau mengelolanya sebagai tempat wisata :)
HapusSayang banget ya, Mbak. Mubazir gitu kesannya. Apalagi ada helipad-nya segala. Btw, kok gak ada poto berenangnya... hihihi. ira
BalasHapusBetul mbak, mubazir jadinya. Padahal pulaunya bagus dan diminati banyak wisatawan. Kalo dikasih ijin untuk mengelola, aku mau deh hehehe
HapusAda foto berenangnya, tapi gak aku muat di sini.