Hampir lima tahun lamanya menjalin kebersamaan dengan Kamera Pocket Canon Ixus warna silver ini. Tidak menyangka akan selanggeng ini. Telah ribuan gambar tercipta, mewujud kenangan yang selalu indah untuk diceritakan ulang. Akankah kebersamaan ini berakhir ketika kemampuannya mulai melemah karena dimakan usia?
Kapan melemah? Saya tidak tahu. Yang jelas hingga hari ini kondisinya masih baik. Masih bisa digunakan menangkap gambar berbagai objek yang saya inginkan. Hanya kemampuan baterainya saja yang mulai menurun. Dan mungkin dalam waktu dekat akan saya ganti dengan baterai baru.
Tahun 2014 lalu, kesetiaan saya pada Canon Ixus 200 IS ini teruji. Hati mulai goyah ketika tuntutan (media massa yang saya kirimi artikel wisata) untuk menghasilkan jepretan bagus datang melanda. Ulah blog walking di blog-blog travel yang berisi gambar-gambar keren, memicu ketidaksetiaan itu. Namun, godaan datang bukan dari 'bagaimana cara' membuat hasil jepretan supaya bagus, melainkan pada 'kamera apa' yang digunakan. Kamera mahal, katanya.
Kamera mahal? Hmmm… Aneh sebetulnya. Sebab saya menyadari betul bahwa kamera mahal bukan faktor utama untuk menghasilkan gambar bagus. Kamera mahal di tangan orang belum berilmu seperti saya, hasilnya tidak akan jadi apa-apa. Apalagi saya sulit sekali menghadirkan ‘feel' ketika menangkap sebuah objek, sehingga sangat jarang menghasilkan gambar yang mampu ‘bercerita”.
Buktinya? Lihat saja ketika saya menggunakan Canon EOS 7D saat trip ke Dieng bulan Oktober 2014 lalu. Lebih dari 500 foto saya dapatkan, tetapi hanya puluhan foto saja yang lumayan bagus untuk dilihat. Sisanya lebih mirip hasil jepretan pemula yang menggunakan kamera ponsel jadul seperti Nokia E63 saya yang kini sudah koit. Tidak berkualitas.
Bukan salah kamera Canon EOS 7D, tapi salah saya yang menggunakannya tanpa disertai ilmu. Saya terlalu sombong karena merasa sudah merasa kenyang dan merasa sudah pintar pada bidang ini. Padahal, baru mahir menggunakan Canon IXUS 200IS saja, belum mencoba kamera yang setelannya lebih rumit. “Stay hungry. Stay foolish”, begitu kata Steve Jobs. Dan saya? Alamak. Saya malah kebalikannya! Makanya tidak maju-maju ilmu fotografi saya. Latihan jarang, belajar pada ahlinya tidak, malas pula mempelajari buku panduan. Lengkap deh ya.
Selain Canon EOS 7D, tahun lalu saya juga kepincut Pentax Optio WG-2. Sejak ketagihan menyaksikan dunia bawah laut, kamera tangguh dengan desain futuristik itu jadi incaran. Punya resolusi 16MP, ada fitur GPS, dan bodynya sangat rapat. Handal sebagai kamera waterproof, dustproof, dan shockproof. Beberapa fitur yang ada dalam kamera DSLR, juga ada pada kamera ini. Inilah penggoda yang sukses bikin hati saya terbagi. Saya yakin Canon Ixus cemburu padanya.
Ohya, dulu, ketika Pentax Optio WG-2 baru berumur 3 bulan di tangan saya, sempat mau saya jual. Sudah saya iklankan di Berniaga dan OLX. Ada sih yang nawar, tapi nawarnya separuh harga. Rugi bandar dah. Di pakai masuk air saja belum, lecet-lecet enggak, masa saya lepas? Akhirnya kamera ini saya kandangin lagi :D
Setelah bermain-main dengan Pentax Optio WG-2 dan Canon EOS 7D, akhirnya saya ‘pulang’. Entah kenapa dua kekasih baru itu belum sehati dengan saya. Kalau saya beberkan ‘luka’ hati saya pada deretan gambar yang pernah saya jepret dengan dua kamera itu, tentulah kalian para pembaca akan ikut berlinang air mata. *lebay dot com*
Makanya ya, beli ilmu dulu, baru beli kamera mahal *nunjuk hidung sendiri*
Rasanya tangan saya ini lebih cocok menggunakan Canon Ixus 200 IS. Kamera yang dikenal sebagai PowerShot SD980 IS Digital ELPH ini mengusung slogan “effortlessly smart”. Slogan yang menggambarkan bahwa kamera ini sangat mudah digunakan, tidak perlu usaha terlalu keras untuk mendapatkan gambar yang bagus. Tipe IXUS sendiri memang ditujukan untuk kenyamanan dalam memotret.
Kapan melemah? Saya tidak tahu. Yang jelas hingga hari ini kondisinya masih baik. Masih bisa digunakan menangkap gambar berbagai objek yang saya inginkan. Hanya kemampuan baterainya saja yang mulai menurun. Dan mungkin dalam waktu dekat akan saya ganti dengan baterai baru.
Tahun 2014 lalu, kesetiaan saya pada Canon Ixus 200 IS ini teruji. Hati mulai goyah ketika tuntutan (media massa yang saya kirimi artikel wisata) untuk menghasilkan jepretan bagus datang melanda. Ulah blog walking di blog-blog travel yang berisi gambar-gambar keren, memicu ketidaksetiaan itu. Namun, godaan datang bukan dari 'bagaimana cara' membuat hasil jepretan supaya bagus, melainkan pada 'kamera apa' yang digunakan. Kamera mahal, katanya.
Kamera mahal? Hmmm… Aneh sebetulnya. Sebab saya menyadari betul bahwa kamera mahal bukan faktor utama untuk menghasilkan gambar bagus. Kamera mahal di tangan orang belum berilmu seperti saya, hasilnya tidak akan jadi apa-apa. Apalagi saya sulit sekali menghadirkan ‘feel' ketika menangkap sebuah objek, sehingga sangat jarang menghasilkan gambar yang mampu ‘bercerita”.
Buktinya? Lihat saja ketika saya menggunakan Canon EOS 7D saat trip ke Dieng bulan Oktober 2014 lalu. Lebih dari 500 foto saya dapatkan, tetapi hanya puluhan foto saja yang lumayan bagus untuk dilihat. Sisanya lebih mirip hasil jepretan pemula yang menggunakan kamera ponsel jadul seperti Nokia E63 saya yang kini sudah koit. Tidak berkualitas.
Pentax Optio WG- ; Beli ini buat ke Togean. Entah kapan perginya :)) |
Selain Canon EOS 7D, tahun lalu saya juga kepincut Pentax Optio WG-2. Sejak ketagihan menyaksikan dunia bawah laut, kamera tangguh dengan desain futuristik itu jadi incaran. Punya resolusi 16MP, ada fitur GPS, dan bodynya sangat rapat. Handal sebagai kamera waterproof, dustproof, dan shockproof. Beberapa fitur yang ada dalam kamera DSLR, juga ada pada kamera ini. Inilah penggoda yang sukses bikin hati saya terbagi. Saya yakin Canon Ixus cemburu padanya.
Canon EOS 7D; Mesti nimba ilmu banyak2 dulu biar mahir pake ini |
Setelah bermain-main dengan Pentax Optio WG-2 dan Canon EOS 7D, akhirnya saya ‘pulang’. Entah kenapa dua kekasih baru itu belum sehati dengan saya. Kalau saya beberkan ‘luka’ hati saya pada deretan gambar yang pernah saya jepret dengan dua kamera itu, tentulah kalian para pembaca akan ikut berlinang air mata. *lebay dot com*
Makanya ya, beli ilmu dulu, baru beli kamera mahal *nunjuk hidung sendiri*
Rasanya tangan saya ini lebih cocok menggunakan Canon Ixus 200 IS. Kamera yang dikenal sebagai PowerShot SD980 IS Digital ELPH ini mengusung slogan “effortlessly smart”. Slogan yang menggambarkan bahwa kamera ini sangat mudah digunakan, tidak perlu usaha terlalu keras untuk mendapatkan gambar yang bagus. Tipe IXUS sendiri memang ditujukan untuk kenyamanan dalam memotret.
Sebagai kamera yang pertama kali memakai teknologi touch screen IXUS / ELPH, kamera ini tergolong luar biasa untuk sebuah kamera kompak. Layar 3 inci di belakang kamera merupakan salah satu yang terbesar di tipe TFTs. Material logam pada body membuatnya tampil chic, juga padat berisi. Ga kayak saya, kempes kosong. *apaan coba?*
Canon Ixus 200 IS yang selama ini saya pakai, tidak hanya hadir dengan desain yang menarik, tetapi juga dilengkapi dengan berbagai feature Canon exclusive; DIGIC 4 (teknologi image processor terbaru dari Canon), touch screen dengan touch AF (IXUS 200 IS) 3.0-inch PureColor II TouchScreen LCD, HD movie recording (1280x720 @30fps), 12.1MP CCD dengan 5x optical zoom (4x untuk IXUS 120 IS), dan berbagai feature khas Canon yang menjanjikan hasil capture gambar dan video terbaik seperti 24mm ultra wide angle lens, Optical image stabilizer, Blink Detection, Face Detection Self Timer, Advanced Smart Auto, HD movie, dan HDMI connection.
Detail ya uraian spesifikasinya hehe. Pertanda saya memang sudah sejiwa, sejantung, sehidup, dan senafas dengan Canon IXUS 200 IS ini :D Itu sebabnya, kemanapun hati melanglang kamera, tetap akan kembali pada dia yang sudah lama setia. *keselek kamera*
Terus terang, saya belum punya banyak pengalaman dalam hal menggunakan kamera, tapi dari 3 kamera yang sudah ada, saya bisa mengatakan pada diri sendiri bahwa apapun kamera yang dipakai, entah itu kamera saku, kamera ponsel, atau kamera 'serius', sebenarnya tak jadi soal. Karena, kemahiran penggunanya jauh lebih berpengaruh. Iya nggak? :D
Salam jepret!
Sahabat sejati, senjata andalan si travel blogger |
Canon Ixus 200 IS yang selama ini saya pakai, tidak hanya hadir dengan desain yang menarik, tetapi juga dilengkapi dengan berbagai feature Canon exclusive; DIGIC 4 (teknologi image processor terbaru dari Canon), touch screen dengan touch AF (IXUS 200 IS) 3.0-inch PureColor II TouchScreen LCD, HD movie recording (1280x720 @30fps), 12.1MP CCD dengan 5x optical zoom (4x untuk IXUS 120 IS), dan berbagai feature khas Canon yang menjanjikan hasil capture gambar dan video terbaik seperti 24mm ultra wide angle lens, Optical image stabilizer, Blink Detection, Face Detection Self Timer, Advanced Smart Auto, HD movie, dan HDMI connection.
Detail ya uraian spesifikasinya hehe. Pertanda saya memang sudah sejiwa, sejantung, sehidup, dan senafas dengan Canon IXUS 200 IS ini :D Itu sebabnya, kemanapun hati melanglang kamera, tetap akan kembali pada dia yang sudah lama setia. *keselek kamera*
Terus terang, saya belum punya banyak pengalaman dalam hal menggunakan kamera, tapi dari 3 kamera yang sudah ada, saya bisa mengatakan pada diri sendiri bahwa apapun kamera yang dipakai, entah itu kamera saku, kamera ponsel, atau kamera 'serius', sebenarnya tak jadi soal. Karena, kemahiran penggunanya jauh lebih berpengaruh. Iya nggak? :D
Salam jepret!
Selfie dengan Canon Ixus 200 IS hehe |