Assalamu'alaikum Wr Wb,
Seperti biasa setiap jelang malam pergantian tahun, terompet menjadi barang yang paling banyak diperdagangkan. Bagi mereka yang merayakan pergantian tahun, terompet menjadi atribut yang cukup penting. Tidak meriah malam pergantian tahun tanpa meniup terompet. Itu sebabnya keberadaan penjual terompet selalu dinanti dan disambut gembira oleh pembelinya.
Aneka bentuk terompet dijual oleh pedagang. Umumnya terompet tradisional buatan tangan, terbuat dari karton dan kertas warna-warni dan ditiup dengan alat pembunyi yang terbuat dari karton juga. Harganya dibanderol Rp 5.000 sampai dengan Rp 25.000 dengan berbagai variasi bentuk mulai dari terompet panjang biasa, hingga berbentuk naga.
Penjual terompet ini mudah sekali ditemukan. Biasanya mereka berdagang di pinggir-pinggir jalan yang ramai dilintasi kendaraan atau di sekitar tempat yang biasanya ramai dikunjungi masyarakat setempat. Keberadaannya selalu menarik perhatian karena bentuk dan aneka warna terompet yang dijajakan mudah mengundang perhatian. Ditambah bunyi nyaring dari terompet yang ditiup berulangkali oleh penjualnya, membuat siapapun yang melintas jadi ingin menoleh.
Jika sedang melintas di depan penjual terompet, yang paling antusias adalah anak saya. Dari balik kaca mobil biasanya dia langsung menunjuk ke penjual terompet, sambil berseru: “Terompet, Ma, terompeeeet……peeet…….peeeeeet”.
Tidak hanya berseru girang dan menirukan bunyi terompet, dia juga bergaya seperti sedang meniup terompet. Dan jika sudah seperti itu, dapat dipastikan dia akan meminta untuk dibelikan. “Nanti ya sayang, kita lagi jalan, susah kalau berhenti mendadak.” Hehe…alasan.
Sebetulnya bukan saya tidak mau membelikan, melainkan karena di rumah sudah punya. Tetapi terompetnya dari bahan plastik tebal, berbeda dengan terompet lokal seperti yang dijual abang-abang di pinggir jalan. Kabarnya terompet plastik ini diimpor dari Tiongkok dan saya membelinya bukan supaya terompet tradisional tidak laku di pasaran, melainkan karena alasan keamanan untuk anak saya.
Seperti kita tahu, terompet tradisional itu kan terbuat dari kertas karton. Nah, berhubung yang meniup adalah anak saya, di mana jika meniup sampai berkali-kali, kartonnya jadi basah kena air ludah. Jika sudah basah, kartonnya rusak, tapi pembunyi kadang belum ikut rusak sehingga terompet tetap saja ditiup. Ini yang bikin saya khawatir karena karton yang rusak itu bisa tertelan dalam mulutnya jika tidak diawasi.
Selain itu, rumbai-rumbai yang menjadi hiasan terompet karton ada yang terbuat dari kertas minyak yang mengandung bahan mirip glitter. Setiap dipegang glitternya menempel di kulit dan itu susah dihilangkan kecuali dibersihkan dengan sabun. Jika anak saya sedang mengusap wajah atau mata, glitternya ikut menempel di wajah dan sekitar matanya. Kadang dia sampai kelilipan. Bahkan ketika belum cuci tangan, dan dia memegang makanan, glitternya ikut menempel di makanan dan akhirnya ikut masuk perut. Bahaya, bukan? Itu sebabnya saya belikan dia terompet yang aman, yaitu terompet plastik buatan Tiongkok tadi.
Di mata saya, terompet Tiongkok memiliki bentuk yang elegan dan kokoh lantaran terbuat dari plastic. Lebih kuat dan mutifungsi. Terompet ini tidak mudah rusak bila terkena air. Tampilan terompet plastik juga mirip seperti mainan, itu sebabnya tetap menarik buat anak-anak, walaupun polos tanpa hiasan rumbai-rumbai seperti pada terompet lokal.
Umumnya terompet buatan luar ini menggunakan pompa. Untuk menghasilkan bunyi tidak dengan cara ditiup melainkan ditekan seperti halnya menyemprot obat nyamuk. Bunyi yang keluar pun lebih nyaring. Selain dipompa, terompet plastik juga ada yang ditiup. Bentuknya juga mirip terompet lokal, hanya bahannya saja yang beda.
Dari segi harga terompet buatan luar memang lebih mahal tapi perbandingannya dengan terompet tradisional tidak terlalu jauh. Satu terompet buatan luar berkisar Rp 15.000 – Rp 75.000. Harga bervariasi tergantung bentuk dan bahan. Terompet plastik buatan luar ini saya beli semata untuk digunakan oleh anak saya. Jika saya ingin ikut menemaninya bermain terompet, saya cukup menggunakan terompet buatan lokal.
Terompet impor memang memiliki daya tarik sendiri sehingga peminatnya lebih tinggi ketimbang terompet lokal. Selain kualitas yang bagus, bentuk yang praktis, juga aman bagi anak-anak.
Saya sendiri pertama kali melihat terompet plastik bukan saat moment pergantian tahun, melainkan saat event pertandingan sepak bola yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno di Senayan Jakarta. Kejadiannya berbulan-bulan yang lalu. Waktu itu di TV ada liputan tentang suasana stadion menjelang pertandingan timnas Indonesia melawan timnas dari negara tetangga. Dalam acara tersebut ada segmen khusus yang menyajikan berita tentang penjual atribut supporter antara lain topi, kaos timnas, bendera, dan juga terompet. Nah, terompet inilah yang menjadi perhatian saya.
Dalam liputan tersebut disebutkan bahwa terompet yang dijual adalah terompet awet yang berbunyi nyaring, dan banyak digunakan oleh para supporter yang menonton langsung di dalam stadion. Nah, dari sinilah saya mulai tahu tentang terompet plastik. Saya jadi tertarik untuk memilikinya. Akhirnya saya pun beli. Bukan buat saya sih, tapi untuk anak saya hehe. Soalnya saya tahu dia suka dengan alat-alat yang menghasilkan bunyi. Selain seruling, pianika, gitar-gitaran, drum, dan organ betulan yang sudah dia punya, saya pikir terompet boleh juga buat dia mainkan.
Bulan Oktober kemarin saat Piala AFC U-19 di Myanmar tayang live di TV nasional, terompet plastik ini jadi atribut paling sering digunakan. Padahal kami cuma nonton di rumah, bukan di stadion terbuka, tapi yang heboh anak saya. Saat dia tahu kami ramai-ramai menyimak TV untuk menonton Evan Dimas dkk bertanding, dia jadi ikut-ikutan duduk di antara kami sambil memegang terompet.
Tahu apa yang anak saya lakukan? Setiap komentator di TV berteriak penuh semangat, dia juga ikut semangat meniup terompet. Kami yang pening, gol belum tecipta tapi terompet sudah nyaring berbunyi. Haha.
Saat terjadi gol, lebih bising lagi. Terompet ditiup berulang-ulang. Disuruh berhenti ga mau berhenti. Aduuuh! Acara nonton bola di rumah jadi hingar bingar oleh bunyi terompet. Tapi saya tidak memarahinya karena saya tahu dia senang dengan terompetnya. Jadi saya biarkan saja, nanti juga lelah sendiri. Dan benar, belum usai babak pertama dia sudah berhenti. Terompet ditaruh, dan dia mengambil kaleng bekas Wafer Tango, dijadikan drum. Alat pemukulnya terompet! Alamaaaak. Untung terompet plastik, jadi ga mudah patah dipakai memukul kaleng.
Terompet plastik ini memang sudah jadi mainan anak saya. Meskipun musim pertandingan bola timnas U-19 (tim kesayangan saya hehe) sudah berlalu, tapi terompet plastik tetap dimainkan. Kondisinya masih bagus, dan saya suka dengan awetnya. Tanpa mengajak untuk tidak membeli terompet lokal, terompet impor berbahan plastik ini recomended lho buat anak-anak.
Seperti biasa setiap jelang malam pergantian tahun, terompet menjadi barang yang paling banyak diperdagangkan. Bagi mereka yang merayakan pergantian tahun, terompet menjadi atribut yang cukup penting. Tidak meriah malam pergantian tahun tanpa meniup terompet. Itu sebabnya keberadaan penjual terompet selalu dinanti dan disambut gembira oleh pembelinya.
Aneka bentuk terompet dijual oleh pedagang. Umumnya terompet tradisional buatan tangan, terbuat dari karton dan kertas warna-warni dan ditiup dengan alat pembunyi yang terbuat dari karton juga. Harganya dibanderol Rp 5.000 sampai dengan Rp 25.000 dengan berbagai variasi bentuk mulai dari terompet panjang biasa, hingga berbentuk naga.
Terompet tradisional (lokal) *Foto: Solopos.com* |
Jika sedang melintas di depan penjual terompet, yang paling antusias adalah anak saya. Dari balik kaca mobil biasanya dia langsung menunjuk ke penjual terompet, sambil berseru: “Terompet, Ma, terompeeeet……peeet…….peeeeeet”.
Tidak hanya berseru girang dan menirukan bunyi terompet, dia juga bergaya seperti sedang meniup terompet. Dan jika sudah seperti itu, dapat dipastikan dia akan meminta untuk dibelikan. “Nanti ya sayang, kita lagi jalan, susah kalau berhenti mendadak.” Hehe…alasan.
Sebetulnya bukan saya tidak mau membelikan, melainkan karena di rumah sudah punya. Tetapi terompetnya dari bahan plastik tebal, berbeda dengan terompet lokal seperti yang dijual abang-abang di pinggir jalan. Kabarnya terompet plastik ini diimpor dari Tiongkok dan saya membelinya bukan supaya terompet tradisional tidak laku di pasaran, melainkan karena alasan keamanan untuk anak saya.
Seperti kita tahu, terompet tradisional itu kan terbuat dari kertas karton. Nah, berhubung yang meniup adalah anak saya, di mana jika meniup sampai berkali-kali, kartonnya jadi basah kena air ludah. Jika sudah basah, kartonnya rusak, tapi pembunyi kadang belum ikut rusak sehingga terompet tetap saja ditiup. Ini yang bikin saya khawatir karena karton yang rusak itu bisa tertelan dalam mulutnya jika tidak diawasi.
Terompet Naga (suryaonline.co Fotografer: Hayu Yudha Prabowo) |
Di mata saya, terompet Tiongkok memiliki bentuk yang elegan dan kokoh lantaran terbuat dari plastic. Lebih kuat dan mutifungsi. Terompet ini tidak mudah rusak bila terkena air. Tampilan terompet plastik juga mirip seperti mainan, itu sebabnya tetap menarik buat anak-anak, walaupun polos tanpa hiasan rumbai-rumbai seperti pada terompet lokal.
Umumnya terompet buatan luar ini menggunakan pompa. Untuk menghasilkan bunyi tidak dengan cara ditiup melainkan ditekan seperti halnya menyemprot obat nyamuk. Bunyi yang keluar pun lebih nyaring. Selain dipompa, terompet plastik juga ada yang ditiup. Bentuknya juga mirip terompet lokal, hanya bahannya saja yang beda.
Terompet Tahun Baru (Adit Chandra/http://www.flickr.com/photos/aditchandra/) *antaranews* |
Dari segi harga terompet buatan luar memang lebih mahal tapi perbandingannya dengan terompet tradisional tidak terlalu jauh. Satu terompet buatan luar berkisar Rp 15.000 – Rp 75.000. Harga bervariasi tergantung bentuk dan bahan. Terompet plastik buatan luar ini saya beli semata untuk digunakan oleh anak saya. Jika saya ingin ikut menemaninya bermain terompet, saya cukup menggunakan terompet buatan lokal.
Terompet impor memang memiliki daya tarik sendiri sehingga peminatnya lebih tinggi ketimbang terompet lokal. Selain kualitas yang bagus, bentuk yang praktis, juga aman bagi anak-anak.
Saya sendiri pertama kali melihat terompet plastik bukan saat moment pergantian tahun, melainkan saat event pertandingan sepak bola yang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno di Senayan Jakarta. Kejadiannya berbulan-bulan yang lalu. Waktu itu di TV ada liputan tentang suasana stadion menjelang pertandingan timnas Indonesia melawan timnas dari negara tetangga. Dalam acara tersebut ada segmen khusus yang menyajikan berita tentang penjual atribut supporter antara lain topi, kaos timnas, bendera, dan juga terompet. Nah, terompet inilah yang menjadi perhatian saya.
Terompet Plastik Vuvuzela / terompet stadion (Foto: cerita-dans.blogspot) |
Dalam liputan tersebut disebutkan bahwa terompet yang dijual adalah terompet awet yang berbunyi nyaring, dan banyak digunakan oleh para supporter yang menonton langsung di dalam stadion. Nah, dari sinilah saya mulai tahu tentang terompet plastik. Saya jadi tertarik untuk memilikinya. Akhirnya saya pun beli. Bukan buat saya sih, tapi untuk anak saya hehe. Soalnya saya tahu dia suka dengan alat-alat yang menghasilkan bunyi. Selain seruling, pianika, gitar-gitaran, drum, dan organ betulan yang sudah dia punya, saya pikir terompet boleh juga buat dia mainkan.
Bulan Oktober kemarin saat Piala AFC U-19 di Myanmar tayang live di TV nasional, terompet plastik ini jadi atribut paling sering digunakan. Padahal kami cuma nonton di rumah, bukan di stadion terbuka, tapi yang heboh anak saya. Saat dia tahu kami ramai-ramai menyimak TV untuk menonton Evan Dimas dkk bertanding, dia jadi ikut-ikutan duduk di antara kami sambil memegang terompet.
Tahu apa yang anak saya lakukan? Setiap komentator di TV berteriak penuh semangat, dia juga ikut semangat meniup terompet. Kami yang pening, gol belum tecipta tapi terompet sudah nyaring berbunyi. Haha.
Terompet plastik yang dibunyikan dengan cara dipompa (Foto: Tokopedia) |
Saat terjadi gol, lebih bising lagi. Terompet ditiup berulang-ulang. Disuruh berhenti ga mau berhenti. Aduuuh! Acara nonton bola di rumah jadi hingar bingar oleh bunyi terompet. Tapi saya tidak memarahinya karena saya tahu dia senang dengan terompetnya. Jadi saya biarkan saja, nanti juga lelah sendiri. Dan benar, belum usai babak pertama dia sudah berhenti. Terompet ditaruh, dan dia mengambil kaleng bekas Wafer Tango, dijadikan drum. Alat pemukulnya terompet! Alamaaaak. Untung terompet plastik, jadi ga mudah patah dipakai memukul kaleng.
Terompet plastik ini memang sudah jadi mainan anak saya. Meskipun musim pertandingan bola timnas U-19 (tim kesayangan saya hehe) sudah berlalu, tapi terompet plastik tetap dimainkan. Kondisinya masih bagus, dan saya suka dengan awetnya. Tanpa mengajak untuk tidak membeli terompet lokal, terompet impor berbahan plastik ini recomended lho buat anak-anak.
Berikut gambar terompet yang dimainan oleh anak saya :D
Share this
Give us your opinion