Assalamu'alaikum Wr Wb,
Ini cerita dari trip Dieng Wonosobo tgl. 18-19 Oktober lalu.
====
"Mbak Ida, ini Rien. Mbak Rien, ini mbak Faidah."
Sesaat setelah Delyanti mengenalkan kami, kami pun saling pandang. Ooooh...ternyataaaa. Blar! Tawa pun pecah. Ya, siapa yang mengira di Puncak Bukit Sikunir kami bertemu. Beda
rombongan, beda asal kedatangan, beda rencana, tapi ternyata sama-sama
diberi nikmat bernama Perjumpaan. ~Pertemuan kadang memang tak
perlu diatur-atur, biarlah takdir yang mengantarkannya. Itu akan terasa
jauh lebih indah.
Perjumpaan tak terduga dengan mba Faidah
Golden sunrise tak berhasil saya jumpai. Si bulat merah menyala tak muncul dari balik gunung. Awan menutupinya. Padahal tubuh ringkih ini telah bertarung dengan udara sangat dingin, jalan berbatu yang kasar, tanjakan panjang dan melelahkan, serta padatnya pengunjung yang membuat saya sempat terjepit, semua dilalui demi menyaksikannya.
Ketika kerumunan orang mulai lerai, sampah berserakan menyapa dengan manisnya, "Halloooo....senang melihatmu!" Dan seketika rusaklah citra indah bukit Sikunir dari mata saya. Sungguh kotor. Saat turun dari Sikunir, saya melihat ada laki-laki membawa karung besar bergerak naik sambil memunguti setiap sampah yang ia temui. Hebat sekali laki-laki itu mau jadi sukarelawan sampah. Mestinya pengunjung Sikunir semua seperti dia. Namun saya salah mengira, sebab ia bukanlah bagian dari pengunjung.
Di salah satu undakan tangga, sebuah dus tergeletak. Ada tulisan kecil di atasnya: "Sumbangan untuk pembersih sampah". Saya melongok isi dus yang berisi lembaran-lembaran uang kertas. Hmm...bukan tidak bagus sih, tapi bukankah dengan cara begini, oknum-oknum pembuang sampah itu justru jadi mengandalkan pemungut sampah itu? Buang sampah jadi dianggap tidak masalah karena sudah ada yang bertugas membersihkannya. Moga saja tidak ada yang begitu. Kalau ada, saya harap itu orang janga pernah pergi kemana-mana. Mendekam saja dalam rumah daripada mengotori alam. Bukannya jadi pecinta alam, yang ada malah jadi perusak alam.
Sampah berserakan di Bukit Sikunir
Saat kerumunan orang mulai berkurang, tampak seorang bapak pedagang makanan berada tak jauh dari tempat saya berdiri gesit melayani pembeli. Minyak panas mendesis dalam wajan berisi kentang, siap menggoreng di tengah dinginnya udara Sikunir. Terpikat kentang goreng tapi saya justru memesan mie instant. Air panas mestinya mampu membuat mie jadi melar, tapi udara dingin angkuh mengalahkannya. Mie setengah matang pun masuk perut. Saya sempat was-was maag kambuh. Biasanya mie instant membuat perut ini jadi mulas dan mual. Tapi hingga 24 jam setelah mie itu dimakan, perut saya tetap aman sentosa. Alhamdulillah.
Delyanti, my lovely travelmate
Makin siang, keindahan alam makin terbentang. Hamparan bukit, gunung, ladang, dan lembah-lembah nan dalam. Orang-orang berselfie ria di pinggir tebing, ngeri saya melihatnya. Biar deh ga punya foto spektakuler, asal saya selamat. Belum mau mati dulu, masih banyak dosa :D
Yang ditunggu akhirnya datang, walaupun telat, ya Del :D
Share this
Give us your opinion