Assalamu'alaikum Wr Wb,
Ketenaran Pantai Senggigi tak diragukan lagi. Namanya hampir tak pernah absen disebut dalam segala sesuatu yang berkaitan dengan wisata Lombok. Dalam brosur-brosur wisata, buku wisata, peta wisata, artikel wisata di media online maupun cetak, Pantai Senggigi senantiasa disebutkan sebagai tempat yang wajib dikunjungi. Saya pun telah sejak lama tertarik pada Lombok karena magnet Pantai Senggigi. Gambar-gambar Pantai Senggigi yang disajikan di katalog wisata, juga di artikel-artikel di majalah, selalu menggoda. Belum lagi deskripsi spesifik yang disertai pengalaman-pengalaman para pelancong yang pernah ke Pantai Senggigi, makin membuat saya ingin datang ke Lombok dan melihat Pantai Senggigi dari dekat.
Oktober lalu ketika flaspacking ke Lombok bareng teman-teman MB, Pantai Senggigi ternyata tidak masuk dalam jadwal wisata. Anehnya, saya tak protes. Padahal saya masih ingat betul dengan rencana ke Lombok yang pernah saya buat berulangkali -dan selalu belum juga terealisasi- Pantai Senggigi selalu mendapat tempat dalam itinerary. Namun Sabtu petang menjelang matahari terbenam, saya (dan teman-teman MB) menjejak Pantai Senggigi. Tak terencana tapi terealisasi. Realisasi atas apa? Atas keinginan yang lama terpendam. Keinginan yang tidak saya usik-usik dalam setahun terakhir menjelang ke Lombok pada Oktober 2013 lalu. Namun inilah kenyataannya, tahu-tahu saya ada di sini, di Pantai Senggigi. Dan tentunya saya berterima kasih kepada Allah, lewat ibu Imas yang petang itu mengusulkan menjenguk Pantai Senggigi, saya bisa sampai ke pantai ini.
Oktober lalu ketika flaspacking ke Lombok bareng teman-teman MB, Pantai Senggigi ternyata tidak masuk dalam jadwal wisata. Anehnya, saya tak protes. Padahal saya masih ingat betul dengan rencana ke Lombok yang pernah saya buat berulangkali -dan selalu belum juga terealisasi- Pantai Senggigi selalu mendapat tempat dalam itinerary. Namun Sabtu petang menjelang matahari terbenam, saya (dan teman-teman MB) menjejak Pantai Senggigi. Tak terencana tapi terealisasi. Realisasi atas apa? Atas keinginan yang lama terpendam. Keinginan yang tidak saya usik-usik dalam setahun terakhir menjelang ke Lombok pada Oktober 2013 lalu. Namun inilah kenyataannya, tahu-tahu saya ada di sini, di Pantai Senggigi. Dan tentunya saya berterima kasih kepada Allah, lewat ibu Imas yang petang itu mengusulkan menjenguk Pantai Senggigi, saya bisa sampai ke pantai ini.
Spot motret sunset
Senja yang romantis
Anjing pun ingin menikmati senja
Berdua dengan mbak Fathia
Mbak Fathia
Thanks mbak Fathia sudah motoin ;)
Senja seperti mantra magis yang gemar mempengaruhi perasaan saya. Dengan kekuatannya dalam mendramatisir, saya seolah dibuat terkenang-kenang pada banyak hal tentang cinta. Ah...
Berandai-andai menangkap si bulat bundar yang hendak tenggelam, sekedar berpose untuk sebuah foto. Hasilnya adalah siluet diri serupa dewi yang sedang memuja matahari. Sambil meliarkan imajinasi, telinga mendengar alunan musik dari tiupan sebuah seruling. Bak ular kobra keluar dari keranjang yang mengangkat kepala sambil menjulurkan lidah, sayapun menggerakkan badan tuk ikut menari. Meliuk-liuk di hadapan matahari sambil merapal doa-doa yang mungkin akan didengar oleh setan saja. Syukurnya saya tak sedang berimajinasi, melainkan berposesiasi *jangan cari artinya dalam kamus manapun.
"Mbak Rien kayak mimpin mereka, ya."
Ucapan itu menyadarkan saya. Membuat saya sontak mengikuti arah telunjuk seorang teman, ke arah kiri badan. Sekitar 10 meter dari tempat kami berkumpul, ada enam umat Hindu sedang duduk beralas tikar dengan sejumlah perlengkapan sembahyang. Ada air dalam kendi. Ada bunga-bunga dalam sesaji. Semuanya menangkupkan tangan di atas kepala, menghadap lautan, tempat matahari terbenam. Ritual senja yang mungkin ditujukan untuk Dewa.
Lambang Swastika
Ritual sembahyang umat Hindu
Dewi matahari? :D
'Nyanyi lagu kemesraan, yuk," ajak mbak Ima.
Duduk-duduk di tepi pantai, bersama menyaksikan matahari tenggelam. Dengan separuh semangat saya ikut bernyanyi seperti yang lain. Lirik lagu Kemesraan ciptaan Iwan Fals, nampaknya memang selalu cocok untuk dinyanyikan dalam suasana kebersamaan, termasuk kebersamaan kami senja itu. Saya separuh semangat, sebab saya merasa lagu ini lagu sedih. Liriknya menyiratkan akan adanya perpisahan. Ya, benar. Esok hari di hari Minggu, kami akan berpisah. Ini hari terakhir kami jalan-jalan. Besok kami akan pulang ke kota masing-masing.
"Kemesraan iniiiiiii....janganlah cepat berlaaaaalu.....
Hatiku damaaaaai...jiwaku tentram bersamamu....."
"Kemesraan iniiiiiii....janganlah cepat berlaaaaalu.....
Hatiku damaaaaai...jiwaku tentram bersamamu....."
MB photo session
Nyanyi bareng lagu Kemesraan
Matahari telah tenggelam, panggilan adzan sebentar lagi berkumandang. Saatnya meninggalkan pantai. Sesaat sebelum kembali masuk kendaraan, saya melintas di depan penjual jagung bakar. Ah iya, ini pelengkap acara di penghujung senja. Beli saja.
Jagung bakar
Bersatu dan bersinar
===
===
Terima kasih teman-teman MB!
Lombok, 19 Oktober 2013
Katerina
aku ga ke senggigiiii cuma lewat depannya aja hihihi
BalasHapusEh MB apaan sech ??? hahahah #kepo. Foto nya cakep2
BalasHapus