Gili Nanggu
Siapa yang tak tertarik untuk datang ke Lombok? Ah, kurasa tak ada yang mengacungkan jari telunjuknya. Termasuk aku.
Begitu indahnya Lombok dalam cerita dan gambar-gambar yang orang bagikan padaku, hingga aku memasukkannya dalam list perjalanan yang mesti kuwujudkan segera. Hmm...terkadang bagiku, cerita tentang Lombok seperti sebuah dongeng. Dongeng tentang pulau romantis yang wujudnya bak sebuah magnet yang setiap saat seperti menarik-narikku untuk datang dan mendekat.
Lombok memang tak hanya populer di dunia wisata Indonesia tapi juga dunia wisata internasional. Bahkan, pada Juli 2013 lalu, berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan Prapanca Research (PR) terhadap 4.113.072 kicauan di media sosial Twitter mengenai tempat liburan, Lombok menempati peringkat pertama sebagai pulau yang paling banyak diperbincangkan dibanding Hawai dan Tahiti. Wow!
Sungguh, sajian cerita dan gambar yang kutemukan di berbagai blog di dunia maya, terutama artikel yang kubaca di Indonesia.Travel : Gili Nanggu, Romantic Paradise in South Lombok, membuatku ingin segera menjejakkan kaki ke Lombok. Alhamdulillah, kesempatan itu datang sebelum tahun 2013 berakhir. Aku berangkat ke Lombok pada 16-20 Oktober. Dan di sana, segala petualangan dan pengalaman seru, kunikmati dengan bahagia bersama 14 orang temanku.
Pelabuhan di pantai Sekotong, Desa Tawun, Lombok Barat.
Jumat pagi, langit cerah. Aku bersama rombongan Muslimah Backpacker menyeberang dari Pantai Sekotong, Lombok Barat, menuju Gili Nanggu. Kami naik perahu tradisional dari pelabuhan Tawun. Perahu berlayar dengan kecepatan sedang. Sementara ombak di lautan nampak tenang. Aku pun santai melahap sarapan yang kubawa dari penginapan. Teman-teman sumringah, gembira dalam tawa. Siap menghambur ke pelukan Gili Nanggu.
Sarapan di perahu
Ternyata, untuk mencapai Gili Nanggu hanya perlu waktu kurang dari 30 menit. Dari kejauhan, terlihat sebuah pulau kecil yang berkanopi rindang pepohonan. Ketika makin dekat, pasir di pantainya nampak begitu cemerlang. Airnya yang biru bening, menampakkan dasar laut dengan sempurna. Kami turun dari perahu. Riang menapak di atas lembutnya pasir. Menjejak Gili Nanggu untuk pertama kalinya. Suara dedaunan yang bergoyang dihembus angin, seperti nyanyian selamat datang pada kami.
Gili Nanggu tak lagi perawan. Di pulau ini dibangun penginapan berbentuk rumah panggung yang mengadopsi model rumah adat suku Sasak. Beratap jerami dengan bentuk serupa gunung. Ada bale-bale di sekitar pantai, di bawah pohon-pohon. Ada jogging trek, wahana water sport, dan juga tempat penyewaan alat snorkeling dan diving. Tak jauh dari bale-bale, terdapat public shower.
Kami menempati dua bale-bale. Menaruh barang dan ransel di atasnya. Lalu berkumpul untuk briefing sebelum snorkeling. Briefing singkat oleh Duta --guide lokal-- yang mengenalkan perlengkapan snorkeling dan cara menggunakannya. Setelahnya, teman-teman mulai mengenakan masker, snorkel dan life jacket. Aku membantu sekedarnya.
Briefing before snorkeling
bale-bale
Di bangku-bangku untuk bersantai, terlihat bule-bule sedang berbaring telentang menantang matahari. Owh, banyak bule di sini. Dari bule bayi hingga bule nenek kakek juga ada. Mereka terlihat di mana-mana. Ada yang sunbathing, snorkeling, dan swimming.
Kami mulai turun ke air, kecuali Nita, Fathi dan Ibu Imas. Duta dan mas Heri --si guide berbadan kekar--, membawa teman-teman ke tempat snorkeling. Masing-masing membawa dua. Bergantian. Aku agak di tepian, memperhatikan, sembari merasakan suhu air. Ternyata hangat. Aku sedikit menjauh dari teman-teman. Masih dirundung galau memikirkan menstruasi. Baru kali ini pergi ke laut dalam keadaan menstruasi. Tak kutemukan kamar kecil untuk melepaskan pembalut, jadi ragu kupilih saja tetap mengenakan pembalut. Masuk air, namun gelisah karena aku takut darah menstruasiku akan mengundang predator laut datang mendekat. Hiu! Aku sangat takut hiu. Eh tapi di sini perairan dangkal, apa iya hiu bisa mendekat? Kata orang tidak. Oke, masuk air saja.
Snorkeling di Gili Nanggu
Berjarak sekitar 20meter dari bibir pantai, ada beberapa bola pelampung terapung di permukaan laut. Penanda batas aman untuk snorkeling. Nah, teman-temanku di bawa ke sekitar bola pelampung itu. Pikirku, mungkin kalau melewati bola pelampung maka akan makin bagus pemandangan bawah lautnya. Eh ternyata benar. Tapi aku tak berani mengajak teman. Khawatir jika terjadi sesuatu aku tak bisa menjaga keselamatannya. Jadi, aku sendirian berenang ke bola pelampung. Mencari tempat yang lebih dalam. Agak sedikit takut sebab masih teringat pada darah menstruasi. Ah.
Aulia, anaknya mbak Hanifah yang masih duduk dibangku SD, ternyata jago juga. Kecil-kecil berani snorkeling ke tempat dalam. Mungkin dia bisa berenang. Sementara teman-teman yang lain mulai asyik dengan aktifitasnya, aku mulai sibuk mengincar lokasi yang hendak dijadikan tempat freediving. Wuow, gaya bener mau freediving ya? Hehe. Ini memang kesukaanku. Godaan untuk menyelam ke dasar laut sudah begitu kuat. Tak sabar menemukan tempat yang cocok untuk ber-diving ria.
Freediving di antara rusaknya terumbu karang Gili Nanggu
Di Gili Nanggu ini, pemandangan bawah lautnya cukup bagus tapi bukan termasuk yang menakjubkan buatku. Entah kenapa. Atau mungkin karena lokasi yang kami pilih ini memang lokasi biasa yang digunakan untuk pemula? Ikan-ikannya cukup banyak berseliweran di dasar yang berpasir (tak ada terumbu karangnya). Tapi tak beragam. Yang lumayan beragam ya yang di dekat bola pelampung itu. Selain lebih dalam, terumbu karangnya juga cukup menarik dan cantik.
Budidaya terumbu karang di Gili Nanggu
Di tempat kami snorkeling ini, ada budidaya terumbu karang. Terdapat pot-pot yang disusun di atas besi-besi yang dipasang sedemikian rupa di dasar laut. Barangkali benar dugaanku, budidaya terumbu karang itu untuk mengembalikan terumbu karang yang telah rusak bahkan telah tiada. Pantas saja dari tadi kok rasanya aku tak melihat sesuatu yang lebih di tempat ini. Maksudku, terumbu karang yang mampu membuatku tercengang.
Di dekat kami, bule-bule juga asyik snorkeling. Nah, ada kejadian nih. Tanpa sengaja kakiku mengenai badan seseorang. Siapa ya? Aku kaget. Seorang bule! Kakek-kakek. Ah, untungnya beliau tak sadar kena tepisan kaki karena asyik menunduk melihat pemandangan di bawah. Maaf ya kakek. Bergegas aku menjauh.
Mbak Andrie, photographer andalan selama kami backpackeran di Lombok, ternyata punya kamera underwater. Wow, keren banget deh beliau. Aku girang mau numpang nampang. Kan keren bisa punya foto underwater di Lombok. Bisa buat pamer di sosial media toh? Hah! Ngeri amat niatnya.
Dengan bantuan Duta dan Mas Heri, kami mulai beraksi bergaya di depan kamera. Mengapung bersama sambil berpegangan tangan. Membentuk lingkaran. Melihat ke dasar laut. Susah-susah gampang. Yang motret pun berjuang mengambil gambar dari bawah. Berkali-kali. Sampai jadi. Aku yang satu-satunya ga memakai snorkel, sibuk mengangkat muka kepermukaan. Ga bisa lama-lama menahan nafas. Makanyaaa....rasain tuh.
Ya, aku memang tidak memakai snorkel, hanya masker dan life jacket. Aku suka melakukan itu, karena mulutku bisa bebas dari mengulum snorkel. Aku lebih suka menahan nafas dengan hidung. Lebih leluasa.
Kalau sudah urusan foto-foto, betah berlama-lama. Rasanya semua gaya mau dicoba, padahal tak mudah memotret dalam air. Tapi syukurnya banyak juga yang jadi. Kerennya lagi, foto budidaya terumbu karang itu berhasil didapatkan. Jadi bisa punya fotonya. Seneng aja liatnya, mengingatkanku pada tindakan menjaga kelestarian lingkungan bawah laut. Mesti itu. Mesti!
Ada bintang laut, warna biru dan merah jambu. Cantik sekali. Dan mereka masih hidup. Jangan ambil! Jangan lama-lama mengeluarkannya dari air karena starfish termasuk hewan yang cepat mati jika keluar dari air. Bule wanita yang melihat si bintang laut dibawa ke daratan, berteriak : "put it in water..."
Ah ya, ada beberapa botol air minum terapung di sekitar pantai. Uh, sampah. Siapa coba yang berbuat begitu? Pasti ulah oknum tak bertanggung jawab.
Ohya, diantara kami ada teman-teman yang belum bisa berenang. Pantas kulihat beberapa teman tetap tak mau menjauh dari bibir pantai. Tak berani ke tempat dalam, sekalipun ada life jacket terpasang di badannya. Sepertinya kami kekurangan guide. Kasihan juga sebetulnya.
Sebelum siang mencapai puncaknya, kami mengusaikan snorkeling di Gili Nanggu. Snorkeling akan dilanjut di Gili Sudak dan Gili Kedis. Seperti apa ya tempatnya? Apakah akan lebih indah dari Gili Nanggu? Kita lihat saja nanti.
Berpose sebelum meninggalkan Gili Nanggu
Sebenarnya Gili Nanggu tak mengecewakan. Akan tetapi karena aku sudah beberapa kali melihat keindahan bawah laut di tempat-tempat lainnya yang pemandangannya lebih memukau, tempat ini jadi terlihat biasa saja. Tapi menurut Duta, di sisi barat Gili Nanggu, pemandangan bawah lautnya sangat indah. Di sana karang-karangnya lebih besar dan berwarna merah. Membayangkan ada karang berwarna merah, alangkah bagusnya.
Gili Nanggu tetaplah gili yang mengesankan. Pulau kecil ini begitu hening. Mungkin karena keheningannya itu yang membuat banyak bule betah menginap di pulau seluas 12,5 ha ini. Cottage-cottagenya juga menghadap ke laut lepas, view yang menarik sekali bukan? Dan katanya, bila petang, spektakuler sunset bisa menjadi moment paling indah untuk disaksikan.
Anak-anak bule di pantai, terlihat malu-malu ketika kudekati. Kusapa mereka, hanya senyum saja yang muncul di raut wajah. Tak ada sepatah kata. Perlu tiga kali menyapa dengan tanya, baru di jawab. Malu atau takut?
Dari Gili Nanggu kami kembali berperahu, menyeberang ke Gili Sudak. Jaraknya cukup dekat, jadi tak terlalu banyak makan waktu. Perahu berlabuh di pantai Gili Sudak berbarengan saat aku menyelesaikan makan siangku. Ya, selama di perahu, aku mengisi perutku. Berada di air, selalu membuat perut lekas lapar. Dan biasanya, nafsu makanku jadi besar. Sayangnya, meski lapar dan bernafsu, nasi bungkusku bersisa. Pedasnya tak terkira. Entah kenapa, masakan di Lombok selalu pedas.
Tiba di Gili Sudak
Gili Sudak sama indahnya dengan Gili Nanggu. Pasir lembut dan berwarna putih. Airnya jernih. Pulaunya sepi. Dari tepian pantai, kami bisa melihat Pulau Kedis. Dan di sisi lain, terlihat bukit-bukit gundul yang berbaris memanjang dan sambung menyambung. Itu adalah desa di kecamatan Sekotong. Bagian dari wilayah Lombok Barat.
Di sudut pantai, ada sebuah pondok makan. Beberapa bule terlihat sedang makan di sana. Di dekat pondok makan itu ada tempat snorkeling yang bagus. Di sanalah Lestari, Gita, Zahra, dan Ikha snorkeling. Mereka berempat ditemani oleh mas Heri. Guide kami. Sementara yang lain, bersiap untuk baksos. Ya, di Gili Sudak ini, rombongan kami hendak melaksanakan kegiatan bakti sosial dengan menyumbangkan buku-buku bacaan dan Al Quran untuk anak-anak pulau. Acara dimulai sekitar jam satu siang, sekelar Duta menunaikan salat Jumat.
Barisan bukit di Pulau Lombok Barat, terlihat dari Gili Sudak
Usai acara baksos, kami kembali berperahu, menuju Gili Kedis. Anak-anak yang menerima sumbangan buku, terlihat melambaikan tangan perpisahan pada kami, sambil berseru : "dadaaaah...dadaaaaah...." Kami memunggungi Gili Sudak dengan berbagai rasa. Ada rasa haru di hatiku.
Baksos di Gili Sudak
Gili Kedis bisa kami capai dalam waktu singkat. Ketka tiba, ingin rasanya berteriak gembira. Betapa pulau kecil tak berpenghuni itu begitu menyenangkan untuk ditapaki. Sepi. Benar-benar seperti pulau pribadi. Tak ada siapa-siapa selain kami.
Lihatlah, pasir pantainya yang putih, sehalus debu. Lembut dikaki. Air lautnya sangat jernih. Apapun bisa terlihat jelas dari permukaan. Kami meletakkan ransel di pohon-pohon yang dahannya menyentuh permukaan pantai yang berpasir. Teman-temanku berjalan kesana kemari, girang berfoto-foto. Aku terduduk di bawah sebatang pohon. Kepanasan. Memandang langit. Begitu biru. Memandang awan. Begitu putih. Memandang laut. Begitu jernih. Begitu indah ciptaanNYA.
Batu-batu besar di Gili Kedis
biota laut Gili Kedis
Gili Kedis, pulau terakhir tempat kami snorkeling. Di sini aku merasakan ketenangan. Rileks sekali rasanya. Tak lagi mencemaskan menstruasiku. Tak lagi mencemaskan akan bayangan diserang hiu. Aku mulai masuk air. Tergoda pada cerita tentang terumbu karang berwarna pink, ungu dan biru. Benarkah? Benar!! Aku melihatnya.
Teman-teman kembali menikmati snorkeling. Aku mencoba membantu mbak Fathia, Ikha, dan mbak Dewi untuk mengapung. Bukan karena aku jago, tapi karena aku ingin merekapun merasakan kegembiraan yang sama sepertiku, bisa melihat terumbu karang dan ikan warna warni di bawah laut sana. Aku tak yakin apakah akan berhasil membantu teman-temanku mengapung, tapi melihat mereka berpegang pada tanganku, seolah mereka percaya aku bisa. Ya Allah, aku bertekat suatu hari nanti, jika diijinkanNya ngetrip lagi bareng mereka, snorkeling lagi, aku akan meluangkan banyak waktu untuk mendampingi teman-temanku snorkeling. Bukan karena aku sudah lihai, tapi karena aku tahu bagaimana rasanya ketika pertama kali snorkeling. Penasaran bukan main.
Di dalam air jernih yang hangat, di atas pasir yang lembut
Hanya ada kami di Gili Kedis, bagai pulau pribadi
Ketika asyik snorkeling, aku mendengar ada teman yang menyebut tentang ular. Katanya ada ular di antara terumbu karang. Astaga, mendadak hilang moodku untuk snorkeling. Aku gemetar. Aku phobia ular. Dari dulu. Hiks. Tapi kata mas Heri ularnya sudah menjauh, aku mulai tenang, walaupun belum 100% tenang.
Snorkeling di Gili Kedis hingga petang. Tak terasa tiba saatnya untuk kembali ke daratan. Pulang. Sebelum semuanya usai, kami kembali berfoto. Aku mencoba melihat terumbu karang berulang-ulang. Indah sekali. Warnanya kuning, biru, dan ungu. Masih alami. Belum ada yang rusak. Mungkin karena agak dalam, jadi tak ada kaki yang menginjak sesukanya.
Gili Kedis betul-betul menawan, hingga sangat berkesan di hati. Menyelam di sini pun menyenangkan, beningnya membuat terang penglihatan. Sekalipun banyak orang. Ketika freediving, aku lihat clown fish merubungiku. Sebuah perjumpaan yang menyenangkan dengan penghuni bawah laut.
Di Gili Kedis, banyak ikan warna-warni
Di Gili Kedis, terumbu karangnya warna warni
Ah, rasanya tak ingin usai berada di pulau seperti ini. Tak ingin pergi. Tak kami harus pergi sebelum langit berubah gelap. Ya, hari kian petang. Waktu makin sedikit. Penangkaran penyu dan hiu tak sempat lagi kami datangi. Barangkali lain kali, aku berkesempatan kemari lagi, dan aku akan melihatnya. Mungkin berdua kekasih hati. Menginap di Gili Nanggu, berjalan di antara pepohonan yang kata orang mirip suasana di film Winter Sonata. Wow.
Perahu kembali membawa kami ke Pulau Lombok, meninggalkan Gili Kedis yang perlahan menghilang dari pandangan. Tapi tidak dalam kenangan.
Keindahan Gili Nanggu, dengan nuansa tropis dan kesenyapan yang menenangkan, memang menjadi pilihan tempat berlibur yang asyik. Aku menyukai tempat seperti ini. Sungguh menginginkannya suatu hari nanti. Berdua suami menginap di sana. Duduk bercengkerama di bale-balenya. Main ayunan di bawah pohon. Snorkeling. Bergandengan tangan berjalan di pantainya. Merasakan lembutnya pasir di kaki. Di cottagenya, berdua di bingkai jendela memandang laut lepas. Menatap langit biru, dan awan yang putih cemerlang. Menyaksikan sunset di penghujung petang. Dan, duduk di pantai ketika malam, sambil memandang bintang gemintang. Ah, romantisnya.
Cottage di Gili Nanggu (sumber foto: lomboktravelnet.com)
Jogging trek di Gili Nanggu, bak di film Winter Sonata (minus salju) hehe
(sumber foto: malezones)
Menikmati waktu di
pulau-pulau kecil di barat daya Pulau Lombok ini, tentu saja sangat
menyenangkan. Selain Gili Nanggu, ada Gili Sudak, Gili
Kedis, dan Gili Tongkang yang bisa dituju. Untuk snorkeling tentu saja. Lokasinya pun mudah dicapai
dari Gili Nanggu. Gili-gili itu, meskipun sama-sama berpasir putih, tetapi
masing-masing memiliki pemandangan pesisir yang berbeda dan khas.
Lombok, seperti serpihan surga yang dititipkan ke bumi. Indonesia indah karenanya. Kita bisa menikmatinya kapan saja, asal kita bisa tetap menjaga kelestariannya. Datang dan rasakan pengalaman seru di pulau-pulau kecilnya, tapi jangan lupa bahwa keindahan ini tak akan lama kalau kita tak peduli padanya. Snorkelinglah dengan baik. Jangan injak karang, jangan ambil apapun dari dalam laut, dan jangan buang sampah sembarangan.
Wonderful Indonesia.
Berenang, snorkeling, freediving, semua bisa kamu nikmati di sini
======
Foto: Saya, Mbak Andrie, Mbak Fathia
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Wonderful Indonesia Blogging Contest tentang Lombok-Gili Tramena dan sekitarnya, yang diselenggarakan oleh Indonesia.Travel. Sebagai
bentuk dukungan saya pada Indonesia.Travel, saya telah menambahkan
Indonesia Travel di G+, mengikuti Twitter @Indtravel dan menyukai Pages
Indonesia.Travel di Facebook, berikut capture-nya: