Secara sederhana, genre #travelwriting sering dipahami sebagai penulisan panduan perjalanan (travel guide). padahal nggak sebatas ini. Coba browsing, kalian akan menemukan banyak banget ragam tulisan perjalanan. Panduan perjalanan hanyalah salah satunya. #travelwriting. #travelwriting tidak melulu masuk dalam kategori nonfiksi. ia juga bisa berbentuk fiksi dan faksi (campuran fiksi & nonfiksi). Mis: travel memoir (faksi), travel novel (fiksi). elemen-elemen fiksi dipakai dalam teknik penulisannya. Jenis penulisan ini kemudian dikategorikan ke dalam travel literature, yang kerap disebut travelogue.
Gue pribadi, lebih suka membaca dan menulis dalam bentuk travelogue (travel literature) daripada panduan. Travel memoir yang pernah gue baca: Traveling with pomegranates (sue monk kidd), honey moon with my brother (franz wisher). A house somewhere (antologi traveler dunia--surprise! terbitan lonely planet), The geography of bliss (eric wiener) dll. Travel novel: balada si roy (gola gong), lalu ada travelers' tale (adhitya mulya dkk), holy cow (sarah mcdonald), dll.
Pasar buku-buku perjalanan ini kecil (dibandingkan genre lainnya), tersegmentasi, sekaligus kompetitif. Lalu bagaimana agar tulisan perjalanan kita bisa berbeda, memikat, diterbitkan, sekaligus bersaing?
Apa pun jenis penulisannya, yang membuat berbeda adalah sudut pandang atau angle yang dipilih. Paris, Tokyo, Gili meno, Green Canyon bukan cerita. Semuanya hanya tempat. hadirkan mereka dengan cara yang unik ke pembaca. Misal di #lifetraveler, daripada menuliskan soal tempat, gue milih membicarakan kisah manusia yang gue temui di perjalanan.
Soal kakek penjual tas di Heidelberg yang sangat menjunjung hak konsumen untuk mendapatkan barang yang bagus. Soal bahasa manusia yg diceritakan lewat si nenek rusia yg tak bisa berbahasa inggris tapi menjelajah indochina sendirian, atau soal kita perlu pergi sejenak untuk bisa pulang melalui apphi, cewek amerika yang gue temui di hue city, vietnam. Travelogue lain: "99 Cahaya di Langit Eropa" karya Hanum S. Rais.
Hal pokok dalam #travelwriting adalah soal memilih angle/sudut pandang yang kemudian kita rumuskan dalam bentuk premis tulisan. kalau kamu akan melakukan perjalanan dan ingin 'menjual' cerita perjalanan tersebut kepada media atau penerbit, maka jangan mengontak editor/penerbit dengan mengatakan, 'Gue bakal ke timbuktu. Lo mau ceritanya buat diterbitin nggak?"
Gue pernah dapat email begini. yang ada, gue bingung. lah, lo mau bikin cerita kayak apa sehingga layak diterbitkan? Akan lebih baik kalau kita mengontak editor/media/penerbit dengan memberi tahu angle atau premis tulisan yang akan dibuat. Dengan begitu media yang dihubungi tahu cerita yang ditawarkan dan bisa menilai apakah sesuai dengan kebutuhan mereka.
Selain angle, hal lainnya yang penting dalam #travelwriting adalah bagaimana hal ini akan dituliskan/disajikan. Ini tergantung pada jenis tulisan yang kalian pilih. untuk penulisan panduan, yang dibutuhkan adalah informasi yang lengkap. Travel guide macam lonely planet atau eyewitness travel memuat informasi yang sangat padat & lengkap untuk para pejalan.
Nah, bila kalian tertarik membuat buku panduan, kenali market dan penulis lainnya yang membuat buku sejenis. Apa yang membuat tulisan atau buku panduan perjalanan kalian berbeda dibandingkan dengan yang sudah ada? Traveling itu pengalaman personal. jadi panduan yang bisa diberikan selalu panduan yang bersifat subjektif.
Teknik menulis buku panduan perjalanan tentu lebih ke 'telling' daripada 'showing'. umumnya lebih ke 5 W. Bberbeda bila kalian memilih masuk ke wilayah travelogue atau travel literature. Jenis yang ini masuk pada penulisan kreatif. membebaskan kita mengeksplorasi gaya penulisan. Di Indonesia, ini disebut sastra perjalanan. Sifatnya tetap subyektif & personal, tetapi memiliki kekuatan bercerita.
Sebenarnya, hanya ada 3 hal utama untuk bisa menjadi penulis perjalanan: travel a lot, write a lot, and read a lot. But don't forget to nurture your passion. Travel--not #travelwriting--should be your priority. Always keep traveling and experiencing new parts of this planet, even if you never get a single story published.
Dengan terus melakukan perjalanan, kita akan menemukan banyak hal & justru lebih kaya dari apa yang kita bayangkan. Ini beberapa tip #travelwriting berdasarkan pengalaman beberapa teman travel writer & yang gue lakuin.
1. Menyatukan semua indra. ingat, karakter yang sebenarnya (utama) dari penulisan #travelwriting adalah naratif. Rekam dan ingat dengan baik hal-hal kecil yang ada di sekitar. small things make different. Begitu tiba di satu tempat, apa aroma khas yang kamu cium, apa warna yang menarik perhatian dan mengapa itu menarik?
2. Tunjukan apa yg jadi ciri khasmu. Tulislah cerita dengan gaya, ciri, & kepribadianmu. Memasukkan anekdot pribadi pun sah.
3. Tulislah dengan jelas dan jernih. Choose your words carefully so that you convey plenty of meaning in fewer words.
4. Pastikan tulisan tetap ringan dan menyenangkan. Ubah cara pandangmu untuk kesialan yang terjadi di perjalanan. Imo, daripada fokus kepada aspek negatif di perjalanan, lihat itu dari sisi lucu dan menyenangkannya. Ini melatih cara kita melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda pula. dan itu menariknya perjalanan.
5. keep the facts to a minimum. hare gene, pembaca bisa dengan cepat menemukan informasi tentang tempat melalui internet. Daripada fokus ke hal seperti itu, arahkan tulisanmu untuk menceritakan apa yang kamu temui dan alami di perjalanan.
6. Masukan dialog di dalam tulisanmu. sedikit dialog akan sangat membantu memberikan gambaran situasi yang dialami.
7. Ingat: ini lebih dari sekadar destinasi. Akan sangat berat dan sulit buat kamu bila terlalu fokus ke destinasi yang belum pernah ditulis atau jarang dikunjungi. Traveling bukan perkara destinasi, tetapi menemukan cara pandang berbeda/baru terhadap sebuah tempat. Fokuskan tulisan kepada pengalaman atau hal unik yang kamu temui dan layak diketahui/dibaca.
8. Keep a travel journal. Buat jurnal harian selama perjalanan. Jangan menunggu sampai kamu pulang.
9. Membaca tulisan perjalanan dari penulis perjalanan lainnya. Nah, ini beberapa koleksi gue. Ketika menulis kisah kalian, tak perlu kronologis. misal mulai dari bangun tidur, keluyuran, lalu tidur lagi. Fakta selalu penting. Namun, pilih dari mana akan memulai cerita. Mainkan plot kalian di sini agar tulisan menarik. Jadi, ketika di perjalanan, interaksi dengan penduduk lokal, pengamatan, bahkan hal-hal kecil itulah yang membuat #travelwriting tak kering.
Oh, ada elemen yang melengkapi sebuah #travelwriting, yaitu foto perjalanan. Tanpa foto, kayaknya #travelwriting kurang lengkap. Jadi perlu kamera keren dong? :)) Nggak juga. Buat gue, kamera cuma peralatan. yang membidik dan menciptakan foto ya manusianya. Pas gue jadi pembicara di konferensi internasional travel writing, pembicara dari negara lain pun sepakat foto itu penting. Gue sempat minder karena semua jago fotografi. Sementara gue cuma bermodal iphone dan kamera saku digital. Gue waktu itu bilang, camera is just an equipment. it's more about a moment. Jadi, manfaatkan apa pun equipment yang kamu punya untuk mengambil foto yang bagus. Gue sampai sekarang gak tahu teori fotografi, tetapi melatih mata-otak-tangan gue menangkap momen & arah datang cahaya. Lalu, gue pun berlatih soal komposisi dan mempertajam mata untuk mencari angle foto yang unik. Kata teman gue (fotografer dari amerika) kamera tak pernah mengambil fotonya sendiri. si pemegang kamera yang melakukannya. Dan ini yang paling menohok, 'cuma seorang amatir yang melulu meributkan kamera'. :)
Sejak saat itu, gue memperdalam mobilephotography dan memilih street photography sebagai aliran foto perjalanan gue.
Kita membaca buku memang disesuaikan dengan kebutuhan kita saat itu. Baca peta pun karena perlu menemukan jalan kan? Termasuk Travelogue juga bisa disajikan dengan cara komedi.
Gue @windyariestanty si tukang pos telah selesai mengantarkan kartu pos #travelwriting untuk kalian. terima kasih semua. dadah!
*copy paste dari SINI
Gue pernah dapat email begini. yang ada, gue bingung. lah, lo mau bikin cerita kayak apa sehingga layak diterbitkan? Akan lebih baik kalau kita mengontak editor/media/penerbit dengan memberi tahu angle atau premis tulisan yang akan dibuat. Dengan begitu media yang dihubungi tahu cerita yang ditawarkan dan bisa menilai apakah sesuai dengan kebutuhan mereka.
Selain angle, hal lainnya yang penting dalam #travelwriting adalah bagaimana hal ini akan dituliskan/disajikan. Ini tergantung pada jenis tulisan yang kalian pilih. untuk penulisan panduan, yang dibutuhkan adalah informasi yang lengkap. Travel guide macam lonely planet atau eyewitness travel memuat informasi yang sangat padat & lengkap untuk para pejalan.
Nah, bila kalian tertarik membuat buku panduan, kenali market dan penulis lainnya yang membuat buku sejenis. Apa yang membuat tulisan atau buku panduan perjalanan kalian berbeda dibandingkan dengan yang sudah ada? Traveling itu pengalaman personal. jadi panduan yang bisa diberikan selalu panduan yang bersifat subjektif.
Teknik menulis buku panduan perjalanan tentu lebih ke 'telling' daripada 'showing'. umumnya lebih ke 5 W. Bberbeda bila kalian memilih masuk ke wilayah travelogue atau travel literature. Jenis yang ini masuk pada penulisan kreatif. membebaskan kita mengeksplorasi gaya penulisan. Di Indonesia, ini disebut sastra perjalanan. Sifatnya tetap subyektif & personal, tetapi memiliki kekuatan bercerita.
Sebenarnya, hanya ada 3 hal utama untuk bisa menjadi penulis perjalanan: travel a lot, write a lot, and read a lot. But don't forget to nurture your passion. Travel--not #travelwriting--should be your priority. Always keep traveling and experiencing new parts of this planet, even if you never get a single story published.
Dengan terus melakukan perjalanan, kita akan menemukan banyak hal & justru lebih kaya dari apa yang kita bayangkan. Ini beberapa tip #travelwriting berdasarkan pengalaman beberapa teman travel writer & yang gue lakuin.
1. Menyatukan semua indra. ingat, karakter yang sebenarnya (utama) dari penulisan #travelwriting adalah naratif. Rekam dan ingat dengan baik hal-hal kecil yang ada di sekitar. small things make different. Begitu tiba di satu tempat, apa aroma khas yang kamu cium, apa warna yang menarik perhatian dan mengapa itu menarik?
2. Tunjukan apa yg jadi ciri khasmu. Tulislah cerita dengan gaya, ciri, & kepribadianmu. Memasukkan anekdot pribadi pun sah.
3. Tulislah dengan jelas dan jernih. Choose your words carefully so that you convey plenty of meaning in fewer words.
4. Pastikan tulisan tetap ringan dan menyenangkan. Ubah cara pandangmu untuk kesialan yang terjadi di perjalanan. Imo, daripada fokus kepada aspek negatif di perjalanan, lihat itu dari sisi lucu dan menyenangkannya. Ini melatih cara kita melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda pula. dan itu menariknya perjalanan.
5. keep the facts to a minimum. hare gene, pembaca bisa dengan cepat menemukan informasi tentang tempat melalui internet. Daripada fokus ke hal seperti itu, arahkan tulisanmu untuk menceritakan apa yang kamu temui dan alami di perjalanan.
6. Masukan dialog di dalam tulisanmu. sedikit dialog akan sangat membantu memberikan gambaran situasi yang dialami.
7. Ingat: ini lebih dari sekadar destinasi. Akan sangat berat dan sulit buat kamu bila terlalu fokus ke destinasi yang belum pernah ditulis atau jarang dikunjungi. Traveling bukan perkara destinasi, tetapi menemukan cara pandang berbeda/baru terhadap sebuah tempat. Fokuskan tulisan kepada pengalaman atau hal unik yang kamu temui dan layak diketahui/dibaca.
8. Keep a travel journal. Buat jurnal harian selama perjalanan. Jangan menunggu sampai kamu pulang.
9. Membaca tulisan perjalanan dari penulis perjalanan lainnya. Nah, ini beberapa koleksi gue. Ketika menulis kisah kalian, tak perlu kronologis. misal mulai dari bangun tidur, keluyuran, lalu tidur lagi. Fakta selalu penting. Namun, pilih dari mana akan memulai cerita. Mainkan plot kalian di sini agar tulisan menarik. Jadi, ketika di perjalanan, interaksi dengan penduduk lokal, pengamatan, bahkan hal-hal kecil itulah yang membuat #travelwriting tak kering.
Oh, ada elemen yang melengkapi sebuah #travelwriting, yaitu foto perjalanan. Tanpa foto, kayaknya #travelwriting kurang lengkap. Jadi perlu kamera keren dong? :)) Nggak juga. Buat gue, kamera cuma peralatan. yang membidik dan menciptakan foto ya manusianya. Pas gue jadi pembicara di konferensi internasional travel writing, pembicara dari negara lain pun sepakat foto itu penting. Gue sempat minder karena semua jago fotografi. Sementara gue cuma bermodal iphone dan kamera saku digital. Gue waktu itu bilang, camera is just an equipment. it's more about a moment. Jadi, manfaatkan apa pun equipment yang kamu punya untuk mengambil foto yang bagus. Gue sampai sekarang gak tahu teori fotografi, tetapi melatih mata-otak-tangan gue menangkap momen & arah datang cahaya. Lalu, gue pun berlatih soal komposisi dan mempertajam mata untuk mencari angle foto yang unik. Kata teman gue (fotografer dari amerika) kamera tak pernah mengambil fotonya sendiri. si pemegang kamera yang melakukannya. Dan ini yang paling menohok, 'cuma seorang amatir yang melulu meributkan kamera'. :)
Sejak saat itu, gue memperdalam mobilephotography dan memilih street photography sebagai aliran foto perjalanan gue.
Kita membaca buku memang disesuaikan dengan kebutuhan kita saat itu. Baca peta pun karena perlu menemukan jalan kan? Termasuk Travelogue juga bisa disajikan dengan cara komedi.
Gue @windyariestanty si tukang pos telah selesai mengantarkan kartu pos #travelwriting untuk kalian. terima kasih semua. dadah!
*copy paste dari SINI
Mantaaaapp kali kak..
BalasHapus