Assalamu'alaikum Wr Wb
27 April 2013 lalu, ketika dengan PD-nya aku tunjuk jari menyatakan ikut serta trip Lombok MB, aku mulai melatih otot kaki dengan cara bersepeda setiap hari. Tahu ga berapa lama? 5 bulan! Dimulai dari bulan Mei hingga bulan Oktober.
Dalam sehari, bersepeda selama 2 jam. Waktunya kapan saja. Kadang pagi, siang, sore. Tergantung cuaca dan kapan aku ga sibuk. Kadang pernah tengah malam, malam jumat pula, ngebut bareng kuntilanak. Berakhir pagi hari, di ranjang reyot kamar rumahku. Mimpi! Ya, kebawa mimpi saking semangatnya. Haha..ga ding. Ga pake mimpi segala.
Catatan: Bulan Agustus hanya bersepeda 2 minggu, soalnya 2 minggu lainnya libur untuk puasa dan lebaran. Puasa di minggu-minggu terakhir itu berat euy. Ga kuku mengayuh sepeda. Seminggu pasca lebaran juga libur, badan dan kaki capek abis dibawa jalan silaturahmi ke sana kemari. Oktobernya hanya dapat 2 minggu, karena tgl 16 Okt udah berangkat ke Lombok. Kalo dihitung dapet 5 bulan buat sepedaan. Lumayan betisku jadi mengeras, walau belum berotot kayak abang becak.
Bersepeda tiap hari
Kenapa aku sepedaan? Itu lho, di jadwalnya trip MB, kan ada rencana akan ke air terjun Sendang Gila dan Tiu Kelep. Nah, pengalaman selama ini kalo mau ke air terjun, biasanya mesti berjalan kaki melewati medan yang ga ringan. Naik bukit turun bukit. Kadang malah sampe menyeberang sungai berarus deras yang banyak batunya. Berhubung aku bukan olahragawan, tapi olahmenawan, yang ada aku teler kepayahan karena ga punya badan dan kaki yang kuat.
Maksudku, tenagaku sering kehabisan jauh sebelum air terjun yang dituju tercapai. Entah itu karena kaki yang kram, gatal-gatal kulit kena alergi dingin+angin, nafas ngos-ngosan, dan sebagainya sejenisnya, begitulah. Mungkin aku kuat ketika datang, tapi tak kuat ketika pulang. Akibatnya, tiap kali aku diajak hiking aku harus mikir panjang, khawatir jadi merepotkan orang-orang karena harus dipikul ke posko pengobatan.
Senang jalan tapi selalu merasa ga punya kaki yang kuat untuk berjalan. Kekurangan yang kusadari betul sejak dahulu kala jaman prasejarah hingga kini jaman tinggal sejarah *dung dung gedubrak. Daripada membiarkan diri tak berdaya dengan kekurangan, lalu ga bisa berjalan melihat lebih banyak sisi bumi yang lain, lebih baik bertempur melawan ketidakberdayaan dengan melakukan upaya menguatkan kaki. Makanya aku bersepeda selama 5 bulan khusus buat backpackeran ke Lombok. Wow banget dah *koprol deh tuh bolak balik dari Tiu Kelep ke Sendang Gila.
---ooo000ooo---
Kamis 17 Oktober lalu, aku dan teman-teman MB mendatangi air terjun Sendang Gila dan Tiu Kelep. Berangkat pagi, naik ELF bagus, naik turun bukit, melewati hutan tropis yang masih alami, dan juga melintasi desa-desa di kaki Gunung Rinjani. Sekitar pukul 12 siang, sampailah kami di Lombok Utara, tempat air terjun Tiu Kelep dan Sendang Gila berada. Tepatnya di Desa Senaru, kecamatan Bayan.
Bagaimana cara mencapai air terjun? Ya jalan kakilah. Ga mungkin banget kan si ELF itu yang hiking. Eh bentar, aku sebut ini hiking bukan trekking karena jalur ke air terjunnya sudah ada. Ada jalan setapak dan tangga-tangga bagus yang bisa dilalui dengan mudah. Kalo trekking kan berarti mesti membuat jalur baru. Mesti menebas dan menebang pohon segala hehehe. Selama ini aku kerap salah menggunakan kata hiking dan trekking.
Aku dan teman-teman MB mulai jalan kaki. Jalan yang dilalui langsung menurun. Aku menggendong ransel kecil berisi biskuat (coklat ding), air minum penguat (air putih seenak-enaknya air), baju ganti (dan segala macem perlengkapan dalaman wanita hihi), sandal ganti, kaca mata ganti (siapa tahu kan kaca matanya dicomot kera iseng), kain serba guna, dan juga bekal obat-obatan. Maklum, aku ini kan perempuan ringkih yang mudah sekali sakit ini dan itu. Di senggol daun saja bisa deman sebulan. Daun pintu.
Turunan pertama
Kaki, gimana kaki? Hohoho...jalannya mesti turuuuuuun, naiiiiiiik, dan boot yang kupakai nampaknya keberatan (padahal ringan banget bootnya). Haha...tapi ga bikin sakit sih. Memang top banget itu boot hadiah dari mbak di.......tiiiiiiiiiit di sensor. Aku kan ga kuat dingin, pake boot di kawasan kaki gunung yang berhawa sejuk begini malah bikin anget kaki. Lumayan mengurangi kecenderungan alergi yang bisa muncul kapan saja. Kalau hawa dingin sudah mengalahkan hawa panas di tubuh, alamat siap-siap untuk garuk-garuk. Alhamdulillah ga terjadi. Dan setiba di Sendang Gila yang jalannya jauuuuh banget (ada kali ya 1 kilo lebih jalan kaki), aku ga mengalami yang namanya ngos-ngosan. Ga merasakan ada bengkak di betis. Ga merasa ada sesuatu yang sakit di kaki. Keringatan sih iya, penat mah biasa, tapi ini kok rasanya aku tetap baik-baik saja. Singing Baik-Baik Saja Dewi Sandra. Mic-nya botol air mineral.
Tangga yang nyaman
Foto bareng 4 bule Jerman
Bulenya bilang gini: "ini ke 4 kalinya kita di ajak foto." hihi
Yeah, aku di Sendang Gila
Dari Sendang Gila, perjalanan dilanjut ke Tiu Kelep. Aku kira tadinya mau udahan, balik ke mobil dan pulang. Eh ga taunya ada air terjun lagi yang mau didatangi. Waktu itu aku ga begitu antusias, biasa saja, karena pikirku paling air terjunnya sama aja kayak Sendang Gila. Kurang menarik.
Jalan yang ditempuh ternyata cukup jauh. Naik tangga (naik bukit pake tangga haha). Naik jembatan tinggi yang salah satu sisinya ga pake pagar pengaman. Ampun dah, ngeri banget liatnya. Mana di bawahnya ada sungai penuh batu, kalo jatuh hancurlah kepala cantik ini. Udah gitu, makin tegang aja liat Fathi jalan di jembatan itu. Kan anaknya lincah banget tuh, aku ngeri dia kepeleset atau apa gitu, byuurr jatuh...hiiii...naudzubillah. Untung ada teman-teman yang bantu jagain. Soalnya umminya tertinggal di belakang hihi.
Suara gemericik air ga henti-henti bersenandung di telinga. Udara makin sejuk. Hutan makin lebat. Makin sepi. Makin jauh dari peradaban. Bener-bener menyenangkan. Lho?!
Sampai akhirnya kami mesti menyeberangi sungai. Itu sungai airnya berasal dari air terjun Tiu Kelep. Banyak batunya. Besar-besar dan runcing (yang batunya pecah). Airnya bening dan dingin. Arusnya deras. Batu-batu itu permukaannya ada yang licin kayak wajahku, adapula yang kasar kayak telapak tanganku (tukang batu, maklumlah).
Kami mulai nyebur, ga pake kelelep sih, cuma sedengkul gitu dasarnya hehe. Tapi ada juga yang dalem, tinggap pilih-pilih aja mau lewat mana. Kalau mau sambil kencing *ups* ya silahkan nyebur ke tempat dalam biar ga ketahuan haha. Nginjek dasarnya lumayan bikin telapak kaki sakit. Untung ada sepatu sandal serba guna yang ringan dijinjing ringan dikaki *iklan banget*, jadi bisa digunakan untuk mengamankan kaki.
Sampe sini, aku masih belum merasakan sinyal teler dari tubuhku. Semua masih oke-oke saja. Teman-teman pun begitu. Semua tetap berjalan dengan semestinya. Bahkan Fathi dan Aulia (duo MB kids) terlihat ga ada masalah. Ibu Imas juga, sebagai yang tertua di antara kami, beliau masih terlihat kuat melanjutkan langkah kaki. Masha Allah. Semua begitu bersemangat.
Eh tapi, ga semuanya berjalan dengan lancar. Ketika jarak yang kami tempuh kian dekat ke Tiu Kelep, terjadi sesuatu dengan Nita. Aku menyadarinya ketika Fathi mulai menangis. Melihat itu, aku mencari Nita, ternyata Nita di belakang. Kakinya sakit! Kram katanya. Nita terduduk di atas batu. Ia bersama mbak Fathia dan Duta. Alhamdulillah ada yang bantu Nita. Waktu itu antara ingin bantu Nita atau Fathi. Tapi saat itu Nita sudah ada yang nolong. Jadi aku dan teman-teman yang ada di depan, memperhatikan Fathi. Untunglah Fathi bisa ditenangkan.
"Dalam perjalanan, sangat sering kita menemui kondisi tidak menyenangkan. Yang terpenting adalah, kita tetap saling bantu ketika salah satu dari kita berada dalam kondisi tidak menyenangkan itu. Tidak meninggalkannya begitu saja. Apalagi abai hanya karena kita lebih mementingkan urusan pribadi saja." Itu kata-kata mbak P padaku dulu. Kondisi Nita mengingatkanku pada pesan itu.
Hanya berjarak kurang dari 20 meter dari tempat aku melihat Nita kesakitan, air terjun yang di tuju muncul di hadapan. Owh! Udara kian dingin. Suara tumpahan air kian gemuruh. Dan akhirnyaaa....air terjun setinggi 42 meter itu terlihat jelas oleh dua mata ini.
Tiu Kelep yang indah. Rupanya benar-benar seperti kelambu. Subhanallah. Sangat memukau pandang mata. Tak sia-sia menempuh perjalanan jauh dan berat ke tempat ini. Semuanya terbayar lunas.
Tiu, dalam bahasa Sasak --yang merupakan bahasa sehari-hari masyarakat Lombok-- berarti kolam, sedangkan kelep bermakna terbang. Terjemahan bebasnya adalah kolam tempat buih-buih air beterbangan. Katanya, pada saat-saat tertentu, butiran air yang beterbangan itu memunculkan pelangi di ujung air terjun. Kemarin, aku tak melihat pelanginya. Terlalu sibuk menggigil. Di sini, dinginnya hingga ke tulang. Aku ga tahan.
Airnya terjun dengan deras. Besar. Kolam di bawahnya tak begitu dalam. Cukup lebar untuk menampung banyak orang. Dasarnya juga lembut, tak ada bebatuan besar seperti halnya di Sendang Gila. Bagus, berarti memungkinkan jika hendak berenang. Kecuali menyelam, ga memungkinkan la yaaaa...
Di sini agak berlama-lama. Rasanya sih. Mungkin karena aku dan teman-teman pakai acara mandi, berendam, berfoto-foto di bawah terpaan air, dan cuci-cuci ini itu. Cuci muka! Oh iya, mitosnya nih, kalau cuci muka di sini, bakal awet muda katanya. Nah, tau ga sih, biar kata menggigil juga, aku cuci muka berkali-kali. Sampe tuh air masuk mulut, biar mulut juga ikut awet muda! Aneh.
what a wonderful waterfall
Banyak yang hendak aku ceritakan tentang pengalaman berkunjung ke Tiu Kelep ini, berkesan banget soalnya. Tapi karena dari awal cuma mau nyeritain soal kaki yang kuat ini, yang didapat dari 5 bulan bersepeda, jadi ntar disambung lagi aja. Penasaran kan? PD banget ya!
Ya, di sini aku ingin bilang kalo aku tuh bersyukur banget diberi kesehatan dan kekuatan oleh Allah SWT selama ngetrip di Lombok, khususnya waktu ke air terjun Sendang Gila dan Tiu kelep ini. Hiking begini benar-benar wujud dari impianku dan kesenanganku, tapiiiii...jarang kesampaian karena fisik sering ga bersahabat sama kondisi alam. Belum apa-apa sudah tepar duluan. Apalagi kemarin itu kondisiku yang sedang haid, yang biasanya dilanda segala macam penyakit lambung hingga kepala, ternyata ga memberatkan kondisi badanku. Subhanallah banget pokoknya.
Jembatan yang serem itu
*serem karena tinggi dan banyak batu dibawahnya*
ada banyak tangga
Kita yang tahu kondisi tubuh kita. Kalo merasa pingin banget pergi ke suatu tempat, tapi merasa banget fisik ini ada yang ga mampu, ya pandai-pandai diri saja mengkondisikannya. Kayak kaki, kalo ga kuat ya dilatih supaya kuat. Aku memilih bersepeda itu karena aman, mudah, dan cepat membuahkan hasil. Memang membuahkan hasil kok. Itu buktinya, jalan kaki jauh ke Sendang Gila dan Tiu Kelep, alhamdulillah aku ga merasakan kesakitan pada kaki. Biasanya betis jadi bengkak, ini malah enggak. Biasanya hanya bisa datang ga bisa pulang, ini bisa jalan pulang pergi dengan sehat. Biasanya ngos-ngosan sampe muka pucat, kemarin nafasku malah normal.
Kalau ada kemauan, trus diupayakan, lalu dijalani dengan tekun, ga sia-sia hasilnya. Aku buktinya. Dan ini nyata.
Masalah kekuatan kaki teratasi, tapi alergi dingin belum. Sepulang dari Tiu Kelep aku malah kegatalan di tengah jalan akibat baju yang lembab, cuaca dingin, kena angin, kaki basah (boot ga dipakai). Sedikit saja hilang rasa hangat dibadan, maka serbuan gatal merajalela. Waktu itu aku jalan bareng mbak Ima. Aku sempat bilang ke mbak Ima, kalo gatal-gatal mulai hinggap dibadanku. Malu sebenernya, kayak anak kecil saja pake acara gatal-gatal segala :D
Cahaya terang dan hawa hangat yang muncul ketika tiba di atas
Ya, gatal-gatal itu berawal di kaki, merambat ke badan dstnya. Untungnya ketika tiba di atas, hawa dingin berubah hangat. Langit sore yang terang, dengan cahaya matahari yang masih bersinar, membantu mengurangi rasa gatal itu. Ohya, kenapa aku kemana-mana pakai boot? Itu adalah salah satu caraku menjaga kehangatan kaki. Tujuannya agar aku ga diserang alergi. Bukan buat begayaan sebetulnya :)
Aku masih harus menemukan cara agar alergi ini bisa teratasi, agar lain kali bisa lebih nyaman berada di segala tempat dan cuaca. Ada cara pintas sebetulnya, yakni dengan obat yang diminum dan dioles. Tapi aku lebih suka mengobatinya tanpa harus dengan obat-obatan. Seperti kaki, ga perlu obat kuat atau semacamnya untuk membuatku bisa berjalan tanpa lelah.Cukup dengan latihan bersepeda selama 5 bulan hehe.
Bersambung....
====
Lombok, 17 Oktober 2013
**Terima kasih ku ucapkan pada semua teman-teman MB atas kebersamaannya selama ngetrip di Lombok kemarin ^_^
kyaaaaa seruuuuu..
BalasHapusbisa langsing mendadak nih kalo aku ikut mak....
xixixixixi
Bagus kan teh, langsingnya dapat, sehat, seru dan senangnya juga dapat :D
BalasHapusSeru jg perjalanannya mba katrine...
BalasHapusAgak ngakak baca gaya bahasanya yg agak ngebanyol... hahahaha
Astaga lama amat, ahrusnya diterusin mbak Rien, buat jaga stamina, siapa tahu mnejejak everest one day #efeknontoneverest. Dulu aku rajin jogging tiap pagi sejam, sore berenang selama 2 jam nonstop, untuk mnejaga stamina dan nafas. karen amemang suka jaln jalan extrem. Ketika berhenti, tak hanya badan melar tapi cepat lelah. mau olah raga lagi, malessss nya melmabi lambai :)))))
BalasHapus