Assalamu'alaikum Wr Wb
Perjalanan adalah salah satu cara untuk memetik hikmah. Hikmah bukan hanya sekedar untuk ditemukan, tetapi juga dijadikan sebagai pencerahan dan pelajaran agar terjadi perubahan terhadap diri pribadi pada waktu-waktu mendatang. Kemanapun pergi, dimanapun berada, setiap pelajaran mestinya membuat kita makin bijak dan dewasa dalam "berjalan" di kehidupan ini.
---oooo00000oooo---
Di
Desa Sade, di antara rumah adat suku Sasak, seorang anak kecil bertopi tudung makanan menarik perhatianku. Penampilannya lucu. Lucu khas anak-anak. Ia berkalung sebuah gendang kecil. Gendang yang bila ukurannya besar maka dinamakan Gendang Beleq. Alat musik tradisional khas suku Sasak. Sebuah pemukul tergenggam di tangan kanannya. Ia menabuh gendangnya dengan pemukul itu. Aku mendekatinya, ia diam saja. Nampaknya tak ada reaksi penolakan. Lalu aku memotretnya. Dapat.
Namun ketika mbak Ima mendekat, berjongkok di sampingnya (mengajak berfoto), anak itu mundur. Menjauh. Bergerak ke dalam, ke arah kain-kain tenun yang dipajang. Ia tak mau difoto. Padahal kameraku sudah on.
Aku memperhatikannya sambil menunggu, barangkali ia akan berkata sesuatu. Mungkin mengadu, atau bahkan malah menangis. Layaknya ekspresi anak-anak kebanyakan yang jika tak nyaman mulai menunjukkan sikap yang "heboh". Sebab di situ ada dua wanita, yang mungkin ibunya, kakaknya, atau entahlah siapa. Dan....
Ternyata tak terjadi apa-apa. Jangankan tangisan, celoteh kesal khas anak-anakpun tak ada. Dia hanya diam. Menghindar. Itu saja. Setelah aku berlalu menuju wanita tua pemintal benang, dia kembali ke depan. Bermain lagi bersama temannya. Begitu tenang.
Di mataku, ini agak tak biasa sebab kebanyakan anak kecil akan berekspresi macam-macam jika berada pada situasi tak nyaman. Entah itu merajuk. Menangis. Marah. Meraung. Bahkan berguling-guling. Tapi ini, dia begitu dewasa untuk anak seusianya.
Plak...!!!
Seketika sebuah "pelajaran" seakan menampar pipi.
Seketika juga, aku ingat
anakku yang sebenarnya juga bukan type anak yang suka merengek,
mengadu, atau bahkan heboh marah ketika ada yang tak nyaman ia rasakan. Walaupun aku sendiri bukan orang yang sejatinya lulus dalam uji tahan heboh, tapi aku sedang berusaha keras untuk mendidik anakku untuk menjadi pribadi yang jika
menghadapi masalah tidak dengan masalah. "Mandirilah, dewasalah, walau kamu
masih balita nak."
Seusiaku ini tentu saja, pelajaran bersikap seperti ini sudah pernah diajarkan. Tetapi karena yang namanya hidup adalah terus berjalan dari satu titik ke titik yang lain (yang entah di mana titik akhirnya), artinya akan ada hal yang mesti terus diperbaharui, diingat, bahkan diulang-ulang dipraktekkan. Sama halnya dengan pelajaran bersikap dewasa ini, mesti selalu diterapkan dalam keadaan apapun, dimanapun, dan pada siapapun. Sebab sepanjang kita hidup kita akan selalu bertemu dengan orang yang tidak pernah sama dengan diri kita. Agar kita tak terkaget-kaget, sungguh diperlukan sebuah kedewasaan dan kebesaran jiwa.
Seusiaku ini tentu saja, pelajaran bersikap seperti ini sudah pernah diajarkan. Tetapi karena yang namanya hidup adalah terus berjalan dari satu titik ke titik yang lain (yang entah di mana titik akhirnya), artinya akan ada hal yang mesti terus diperbaharui, diingat, bahkan diulang-ulang dipraktekkan. Sama halnya dengan pelajaran bersikap dewasa ini, mesti selalu diterapkan dalam keadaan apapun, dimanapun, dan pada siapapun. Sebab sepanjang kita hidup kita akan selalu bertemu dengan orang yang tidak pernah sama dengan diri kita. Agar kita tak terkaget-kaget, sungguh diperlukan sebuah kedewasaan dan kebesaran jiwa.
Anak kecil bertopi tudung kue, entah mengapa, seperti pengingat tanpa sengaja, yang mengingatkanku akan hal itu. Aku bersyukur berada pada moment dimana aku bertemu dengan anak ini, seseorang yang kecil sekalipun (yang belum mengenal bangku sekolah, yang tinggal di desa, yang pengalaman hidupnya tentu masih terbilang nol), yang mengingatkanku akan arti bersikap dewasa.
"Dan seperti sebuah kejadian, di mana wanita tetangga sebelah rumah, tiba-tiba mengomel sendirian di halamannya. Tak menghadap ke wajahku tapi terus berbicara dengan nada agak tinggi. Aku memperhatikannya, ternyata sebuah kantong plastik pembungkus bola (bola2 plastik kecil) bertuliskan nama anakku, melayang terbang dibawa angin, mampir ke halamannya dan tergeletak di antara tanaman bunganya. Astaghfirullah.
Plastik bola berpindah tempat tanpa sengaja. Tapi tetangga terlanjur mengomel dengan kata yang tak sedap. Sungguh, dalam keadaan seperti ini aku lebih suka mundur lalu masuk rumah dulu. Menunggu si ibu tenang, lalu nanti datang dan minta maaf.
Memang, hanyalah sebuah plastik pembungkus yang menjadi sebab, tapi sikap si ibu terlalu "heboh".
Anak kecil bertopi tudung makanan, aku hendak menganalogikan gendang yang tergantung di lehermu. Namun ini bukan tentang "gendang kosong dan bunyinya", melainkan lebih kepada yang melihat dan
mendengar serta cara memanage emosi terhadap gendang yang berbunyi ^_^ Jika kita tak suka dengan bunyi tong, lalu emosi, tentu menghentikan bunyinya tidak dengan cara ikut memukul tongnya
dengan kayu bukan? Kalau dipukul bakal makin nyaring bunyinya, makin berisik :D
Ini tentang memanage emosi. Tentang cara untuk tidak membuang-buang energi untuk hal-hal yang sepele, yang sekiranya tidak terlalu fatal, yang mungkin hanyalah sia-sia. Dan seribet apapun masalah, hadapilah dengan tanpa masalah. Tidak perlu berlebihan menyikapi sesuatu yang sebenarnya "biasa saja".
Terima kasih adik kecil.
#Desa Sade, Rembitan - Lombok
Share this
Give us your opinion