Namanya Saung Selatan. Salah satu tempat minum air kelapa muda di Pulau Tidung. Dari penginapan, kami bersepeda. Melewati perkampungan, sekolah-sekolah, hamparan tanaman Tapak Dara, juga ilalang hijau lebat yang gemulai dihembus angin laut. Cantik sekali.
Sebenarnya, tempat minum kelapa yang disebutkan dalam jadwal trip adalah di Saung Barat. Tetapi Mas Topan bilang, kelapa di Saung Selatan adalah kelapa yang dipetik dari pohon kelapa yang tumbuh di Pulau Tidung. Sedangkan di Saung Barat, kelapanya kadang-kadang dibawa dari Jakarta. Katanya pasti lebih enak kelapa asli pulau. Entah apa bedanya, Mas Topan tak menerangkannya. Tetapi yang jelas, jarak tempuh ke Saung Barat lebih jauh ketimbang Saung Selatan!
Sluuurrrrrp. Segar!
Oke, memilih Saung Selatan berarti karena dekat. Maklum, saat itu sudah pukul 11 siang, dan kami baru 1 jam yang lalu tiba di Pulau. Mungkin Mas Topan bermaksud agar kami megnhemat energi, sebab 2 jam lagi kami akan di bawa ke pulau lain untuk kegiatan snorkling.
Seperti namanya, Saung Selatan terletak di sebelah selatan pulau Tidung. Saung-saung sederhana dari kayu dan bambu, beratap rumbia, berdiri di tepi pantai. Menghadap lautan luas, di kelilingi ilalang, pohon pinus, dan pohon kelapa. Ada gubug kayu menempel di ketinggian pohon, tempat minum kelapa muda bagi yang bisa memanjat dan ingin merasakan sensasi minum kelapa dari ketinggian. Angin laut. Debur Ombak. Pasir putih yang halus. Perpaduan yang sempurna untuk sebuah tempat bersantai sembari menikmati segarnya air kelapa muda yang dipetik dari pohon kelapa yang tumbuh di Pulau Tidung.
Ini anak-anak rombongan keluarga yang menggelar acara tunangan itu
Mas Topan hanya mengantar kami, lalu pergi lagi untuk menyiapkan perahu yang akan dipakai untuk pergi snorkling jam 1 siang nanti. Aku mengedarkan pandang ke sekeliling. Tumpukan kelapa muda terlihat meninggi di belakang saung. Sepeda motor berjejer di sisi lainnya, berjumlah sekitar 7-8 sepeda motor. Motor wisatawan? Tentu bukan. Itu milik penduduk pulau. Wisatawan di Tidung hanya menggunakan sepeda. Saat itu tiada sepeda lain selain sepeda kami. Lantas, orang-orang yang datang dengan motor itu sedang apa?
"Ayo makan bareng kami, lihat ini nasi dan lauk pauknya banyak."
Seorang ibu tiba-tiba berucap pada kami, menawarkan makan bersama. Wajahnya tersenyum ramah dan sangat bersahabat. Aku menolehkan pandang ke saung sebelah, tempat ibu itu duduk bersama rombongannya. Nampak 8-10 orang sedang duduk mengerumuni hidangan makan. Wow, makan! Pepes ikan, gulai nangka, kerupuk ikan, sambal, lalapan, minuman, nasiiiiii!
"Tidak ibu, terima kasih. Kami baru saja makan siang di penginapan."
Aku menolak tawarannya dengan halus. Tentu saja aku masih kenyang, sebab sebelum ke Saung Selatan ini perutku sudah diisi terlebih dahulu. Dan ini saja rasanya bakal bertambah kenyang karena sebuah kelapa yang sangat segar dan manis, bersiap untuk melewati tenggorokannku dan mengisi perutku.
"Ayolaaah, ini banyak sekali makanannya," ajak ibu itu lagi.
Aku kembali menolak dan mengucapkan terima kasih. Pria yang berada di antara rombongan keluarga itu, juga menawari kami makan. Kami tetap menolak.
Pria yang lewat itu, dan anak-anak yang bermain air di belakangku
adalah bagian dari rombongan keluarga yang bertunangan
Tanpa aku perlu bertanya, si ibu bercerita sambil menikmati isi piringnya. Ternyata, saat itu mereka sedang merayakan pertunangan salah satu anggota keluarga mereka. Pertunangan telah berlangsung beberapa saat sebelum kami tiba. Dan makan-makan itu sebagai bentuk syukurannya. Pantas saja tadi ketika tiba aku mendengar seorang Bapak sedang memimpin para keluarga membaca surat Al-Fatihah, dihadapan hidangan yang digelar di atas saung.
Dua sejoli baru saja mengikat janji, disaksikan masing-masing keluarga. Hanya sejumlah kecil anggota keluarga, tapi cukup semarak oleh celoteh, tawa, dan kebahagiaan yang terpancar pada wajah-wajah mereka. Uniknya -ini kata si ibu lho- mantan pacarnya si gadis, juga datang pada acara pertunangan itu. Waw, betapa besar jiwanya si mantan ya. Lapang dada menerima kenyataan seperti itu. Salut deh buat laki-laki itu.
Anak-anak ini merupakan rombongan dari keluarga yang bertunangan
Kelapa mudaku bagai tak habis-habis. Mungkin karena aku sudah kekenyangan, jadi rasanya perut sudah penuh. Hingga jam 12 tiba, air kelapa itu masih bersisa separuh. Ku kira setelah bermain ayunan, berjalan di pantai, melihat anak-anak bermain di air, bisa mempengaruhi moodku untuk menghabiskan sisa air kelapa. Ternyata tidak.
Wisatawan lain mulai berdatangan. Sepeda-sepeda mulai berjejer di parkiran. Saung mulai ramai. Pak penjual kelapa mulai sibuk membelah kelapa. Kami beranjak pulang. Membayar kelapa seharga Rp 8 ribu plus Rp 2 ribu untuk parkir sepeda. Mendahului rombongan keluarga yang masih berbahagia merayakan pertunangan yang digelar sederhana di Saung Selatan.
Ada net volley di belakang, di air yang tingginya sepinggang orang dewasa
Ketika sepeda kami mulai menjauhi saung, aku baru sadar kalau aku terlupa untuk memotret keluarga itu. Hanya ada foto sebagian dari rombongan mereka yang sedang bermain di bibir pantai, itupun anak-anak mereka. Juga satu dan dua pria dewasa yang duduk dikayu sambil makan, memisahkan diri dari rombongan yang di saung (dan pria ini juga yang tadi menawari kami makan). Ya sudahlah, walau foto acara syukuran mereka tak ada, tapi cerita tentang mereka jelas ada dalam penglihatanku. Membekas dalam kenangan. Andai salah satu dari mereka membaca ini, aku ingin ucapkan: Semoga yang sepasang sejoli yang telah bertunangan, dipermudah menuju pelaminan, dan bahagia selamanya. Aamiin.
Pria berbaju putih, duduk di bawah pohon, sedang makan.
Dia bagian dari keluarga yang sedang menggelar syukuran pertunangan
Mencari Sisa Makanan
Share this
Give us your opinion