Sabtu, 23 Maret 2013
Pagi yang cerah, alam semesta benderang oleh cahaya hangatnya. Saya dan
kawan-kawan Satu Cinta, melangkah penuh semangat ke Cimanggis Depok.
Awalnya saya berkendara sendiri menembus jalan tol yang lengang. Dari
BSD, mampir ke Pondok Pinang, menemui Eri, Eva dan Febi yang menanti di
belakang gedung Fedex Ciputat. Lalu menjemput Linda sambil mengambil dua
dus air mineral. Sementara Nadiah dan Edo, menyusul kemudian karena
masih ada yang belum selesai disiapkan.
Pukul 9.00 WIB kami start dari Pondok Pinang. Alhamdulillah diberi kelancaran saat menembus tol Simatupang hingga Jagorawi, lanjut masuk tol Cijago, keluar di Cisalak. Dari sana, sekitar 3 km menuju Panti Wisma Tuna Ganda Palsigunung yang terletak di depan kampus Universitas Jayabaya. Tepatnya di Jalan Raya Bogor Km. 28,5 Cimanggis. Persis di samping SPBU.
Kedatangan kami telah ditunggu, terbukti dari security yang langsung menanyakan ketika memasuki pintu gerbang, "Dari Satu Cinta ya mbak?" Saat itu, Winda, Endang, dan Wina sudah lebih dulu tiba. Termasuk juga Kak Aryo, sang pesulap yang memang kami undang untuk menghibur anak-anak panti. Tak lama, Nia dan suaminya serta Syaqina putri mereka, juga tiba di panti. Alhamdulillah.
Pukul 10 acara belum dimulai karena masih menunggu Nadiah dan Edo. Jadi kami keliling dulu. Dari ruang ke ruang, dari anak ke anak, dari ranjang ke ranjang. Saya pribadi jujur agak takut-takut memasuki tiap ruangan, khawatir mengganggu ketenangan anak-anak panti. Oh iya, saya tak bisa lagi menyebut penghuni panti itu anak-anak sebab usia mereka ada yang sudah lebih dari 20 tahun. Memang sih, kebanyakan masih berusia 8-12 tahun, tapi sebagian lainnya ada yang sudah 13,15,16,20,26,27,30,36,37, 38, 39, bahkan 42 tahun. Penampakan wajah dan tubuh mereka memang serupa anak-anak, tapi mereka sudah berumur. Dan dengan usia setua itu, kebanyakan mereka dalam kondisi tak berdaya, hanya terbaring lemah setiap waktunya Ada juga yang bisa duduk, tapi tak bisa lama karena tulang mereka lemah. Yang sedikit lebih kuat, bisa ditaruh di atas kursi roda. Namun badan mereka diikat dengan kain supaya tidak terjatuh / terdorong ke depan.
Bu Wiwik mendampingi kami. Banyak hal yang kutanyakan padanya terkait
kondisi anak panti. Menurutnya, anak-anak panti berasal dari orang
tuanya sendiri yang diantarkan langsung ke panti. Kalaupun bukan orang
tuanya, biasanya keluarga anak yang bersangkutan. Ada yang berasal dari
Rumah Sakit, Organisasi/Instansi/Panti Sosial, dan lain-lain. Seperti
Wulan misalnya, dia berasal dari dompet peduli Metro TV (menurut bu
Wiwik). Menderita Hydrocephalus. Melihat kepalanya yang besar dengan
badan dan kaki yang kurus dan kecil, hampir saja saya mundur ke
belakang. Tapi melihat Eri, Feby, Winda dan Eva berani mendekat, saya
ikut mendekat. Melihat kondisinya, saya merinding kasihan, bahkan mata
saya seketika berkaca-kaca. Entah, kata-kata apa yang bisa menggambarkan
perasaan saya waktu itu. Selama ini saya hanya melihat penderita HC
dari TV, dan sekarang saya melihatnya langsung. Saya tak tega. Sungguh.
Wulan berusia 11 tahun. Dia sudah pernah di operasi 2x atas bantuan dompet peduli Metro TV, tetapi belum (katakanlah tidak) terlihat perubahan berarti di kepalanya. Siang tadi saya menjumpainya sedang terbaring dalam lelapnya tidur. Sedang bermimpi apa kau adik? Indah dunia ini, mungkin tak kau tahu seperti apa. Semoga kelak, keindahan sejati kau dapati saat telah kembali padaNya.
Di ruang yang sama, ada Freddy Manulang. Usianya 37 tahun. Penderita Microcephalus (MC). Kebalikan dari Wulan. Kepalanya lebih kecil dari badannya. Dia punya badan yang sempurna. Berisi, tinggi, tapi kepalanya kecil, termasuk wajahnya. Kedua tangannya terikat kain di ranjang. Kata bu Wiwik, ikatan itu untuk menjaganya dari tangannya yang suka menyiksa dirinya sendiri. Saat itu, Freddy sedang duduk menghadap jendela. Ia termasuk penderita disabilitas yang tak dapat berinteraksi dan berkomunikasi.
Di sebelah ranjang Freddy, terbaring Dwi Sono. Usianya 27tahun. Senang bertemu dengannya. Wajahnya riang dan gemar tertawa. Di ujung kakinya ada beberapa helai kaos kaki berwarna warni. Dwi suka dengan kaos kaki. Saat itu, dia mengulurkan kaos kaki ke arah Eva. Kata bu Wiwik, dia minta dipasangkan. Nah!
Kami dibawa ke ruangan lainnya, melewati lorong yang bersih. Kiri kanan
ada taman yang terawat dan rapi. Senang melihatnya. Menandakan para
pekerja panti menjaga kebersihan panti ini. Seseorang terlihat sedang
duduk di pinggir lorong, menghadap tiang jemuran. Namanya Markus
Manulang. Dia saudara kandung Freddy Manulang. Bu Wiwik bercerita,
Freddy dan Markus itu lahir dari ibu bapak yang menikah sedarah.
Maksudnya menikah dengan saudara kandung sendiri. Maka itu, anak-anak
yang mereka lahirkan mengalami kelainan. Mungkin itulah maksudnya agama
Islam mengatur mana yang boleh dinikahi dan mana yang tidak. Dalam
Islam, saudara sekandung haram untuk dinikahi. Saya memperhatikan wajah
Markus, memang ada kemiripan dengan Freddy. Dua matanya lebam, seperti
habis di tonjok. Ya benar. Markus kerap memukul wajahnya sendiri.
Mencakar wajahanya sendiri. Menampar pipinya sendiri. Saya tak tega
meneruskan tulisan tentangnya. Sungguh.
Kami menuju ruang Fisiotherapy. Di dinding bagian luar terdapat semacam monumen bertuliskan "Fisiotherapy Hall. Lions Club Jakarta Kota". Rupanya ruang fisiotherapy itu sumbangan dari Lions Club. Diresmikan 18 Oktober 2002. Di ruang itu, anak-anak cacat di therapy belajar duduk, berdiri, dan juga berjalan. Alat-alat penunjang therapy terlihat di beberapa sudut. Di salah satu dinding, terpajang foto-foto kegiatan anak-anak selama therapy.
Hampir di tiap ruangan ada toilet. Toilet itu di bagi dua, untuk
penghuni panti dan toilet pengunjung. Bagi saya, itu terlihat teratur
dan tertib.
Ruangan paling ujung terdapat kamar-kamar khusus dengan 1 orang saja di dalamnya. Kami masuk ke salah satu kamar, berjumpa Rasti. Usianya 34 tahun. Gadis itu sebenarnya normal, dia hanya memiliki kekurangan pada badan. Kecil, pendek, dan memiliki tulang-tulang yang lemah. Lebih banyak berbaring, jikapun duduk tak bisa lama sebab dia akan merasakan sakit. Bila ingin ke kamar mandi, dia akan memanggil dan minta di gendong. Rasti seorang yang kreatif. Di panti dia mengerjakan kerajinan tangan. Membuat bross. Ada bahan dan alat-alat di sisinya, di atas ranjang. Dengan bahan dan alat-alat itu dia membuat karya tangan. Saat kami datang, dia sedang membuat sebuah bross warna pink. Dia meladeni obrolan kami sambil mengerjakan karya tangannya. Tak lama, bross itu jadi. Eri membelinya seharga Rp 20.000. Tentu saja bukan harga sebenarnya :)
Pukul 10.20 WIB kami mengusaikan acara berkeliling ruangan. Kembali ke
ruang terbuka di belakang yang menjadi tempat kami berkumpul. Melewati
banyak ruangan lainnya yang belum kami jelajahi. Ada ruang cuci,
setrika, dan lain-lain. Di depan sebuah kamar mandi kami melewati
seorang laki-laki duduk di atas kursi roda. Namanya Nono. Kata bu Wiwik
dia senang berdiam di kamar mandi. Saya memandangnya, tentu saja
wajahnya tanpa ekspresi. Yang mengejutkan, setelah saya melewatinya
tiba-tiba dia meraung. Astaga! Kata bu Wiwik, dia biasa begitu.
Di ruang berkumpul, Bu Kristanti yang menjadi perwakilan panti telah tiba. Siang itu beliau berbaju warna hijau cerah, senada dengan warna kerudung yang dikenakannya Nampak begitu ramah dan menyenangkan. Eri memulai acara. Bu Kristanti memberi sambutan selamat datang. Acara sulap di mulai.
Kak Aryo pandai memberi hiburan. Anak-anak girang. Walau tak semua bisa berinteraksi, tapi saya yakin mereka bisa melihat apa yang sedang dipertunjukkan. Lena, salah satu anak panti yang cukup "normal". Dia bisa berinteraksi dengan baik, dapat mengikuti permainan sulap dengan baik. Jika menyebutkan sesuatu, suaranya kencang. Mengerti apa yang dibicarakan. Mengerti mana yang boleh dan tak boleh. Gadis kecil bernama Icha, duduk di kursi roda bersama temannya yang lebih tua (seorang laki-laki, namanya mungkin Maman)
Acara sulap cukup membuat acara berlangsung meriah. Ada badut Bunny yang gendut dan lucu,ikut menghibur anak-anak panti dengan kostumnya. Tak cuma anak panti, teman-teman SC juga dibuat tertawa deh ya. Itu Endang dan Wina haha hihi menyaksikan rangkaian sulap. Termasuk saya :D
Sulap berakhir, Nadiah dan Edo baru tiba. Kotak-kotak makanan segera dibawa ke meja besar di tempat kami berkumpul. Meja pun penuh. Ditambah pula 3 loyang kue bertabur buah, nampak segar menggoda. Satu kue bertuliskan Selamat Milad Satu Cinta. Aha! Event SC kali ini memang bertepatan dengan milad SC yang ketiga. Tepatnya 20 Maret 2013 lalu.
Di meja, seorang anak (dewasa sih) bernyanyi sambil menutup wajah. Lyricnya seperti ini (Mas Eqo yang ingat) : "Ooh tak mungkin...tak mungkin aku kembaliiii... (Koes Ploes bukan yaaaa?) Mas Eqo tuh yang tahu :D
Adzan Dzuhur berkumandang. Makan siang belum di mulai. Nadiah nampaknya memasuki ruangan-ruangan untuk melihat kondisi anak-anak. Sementar kami menuju musala yang masih berada dalam area panti. Sekelarnya, baru makan dan potong kue. Oh iya, hari ini bertepatan pula dengan ulang tahunnya Yayuk, anak panti asal Palembang yang wajahnya bagi saya terlihat sangat normal. Dia putih dan cantik. (maksud saya normal, karena biasanya wajah anak-anak di panti "agak berbeda")
Uang sumbangan dari teman-teman Satu Cinta sebesar Rp 7.500.000,- telah diserahkan ke panti. Diterima oleh bu Kristanti sebagai perwakilan panti. Satu Cinta menerima tanda bukti penerimaan. Saya memotretnya sebagai bukti buat teman-teman yang berhalangan hadir siang tadi ^_^
Pukul 9.00 WIB kami start dari Pondok Pinang. Alhamdulillah diberi kelancaran saat menembus tol Simatupang hingga Jagorawi, lanjut masuk tol Cijago, keluar di Cisalak. Dari sana, sekitar 3 km menuju Panti Wisma Tuna Ganda Palsigunung yang terletak di depan kampus Universitas Jayabaya. Tepatnya di Jalan Raya Bogor Km. 28,5 Cimanggis. Persis di samping SPBU.
Kedatangan kami telah ditunggu, terbukti dari security yang langsung menanyakan ketika memasuki pintu gerbang, "Dari Satu Cinta ya mbak?" Saat itu, Winda, Endang, dan Wina sudah lebih dulu tiba. Termasuk juga Kak Aryo, sang pesulap yang memang kami undang untuk menghibur anak-anak panti. Tak lama, Nia dan suaminya serta Syaqina putri mereka, juga tiba di panti. Alhamdulillah.
Pukul 10 acara belum dimulai karena masih menunggu Nadiah dan Edo. Jadi kami keliling dulu. Dari ruang ke ruang, dari anak ke anak, dari ranjang ke ranjang. Saya pribadi jujur agak takut-takut memasuki tiap ruangan, khawatir mengganggu ketenangan anak-anak panti. Oh iya, saya tak bisa lagi menyebut penghuni panti itu anak-anak sebab usia mereka ada yang sudah lebih dari 20 tahun. Memang sih, kebanyakan masih berusia 8-12 tahun, tapi sebagian lainnya ada yang sudah 13,15,16,20,26,27,30,36,37, 38, 39, bahkan 42 tahun. Penampakan wajah dan tubuh mereka memang serupa anak-anak, tapi mereka sudah berumur. Dan dengan usia setua itu, kebanyakan mereka dalam kondisi tak berdaya, hanya terbaring lemah setiap waktunya Ada juga yang bisa duduk, tapi tak bisa lama karena tulang mereka lemah. Yang sedikit lebih kuat, bisa ditaruh di atas kursi roda. Namun badan mereka diikat dengan kain supaya tidak terjatuh / terdorong ke depan.
Wulan berusia 11 tahun. Dia sudah pernah di operasi 2x atas bantuan dompet peduli Metro TV, tetapi belum (katakanlah tidak) terlihat perubahan berarti di kepalanya. Siang tadi saya menjumpainya sedang terbaring dalam lelapnya tidur. Sedang bermimpi apa kau adik? Indah dunia ini, mungkin tak kau tahu seperti apa. Semoga kelak, keindahan sejati kau dapati saat telah kembali padaNya.
Wulan, penderita Hydrocephalus
Di ruang yang sama, ada Freddy Manulang. Usianya 37 tahun. Penderita Microcephalus (MC). Kebalikan dari Wulan. Kepalanya lebih kecil dari badannya. Dia punya badan yang sempurna. Berisi, tinggi, tapi kepalanya kecil, termasuk wajahnya. Kedua tangannya terikat kain di ranjang. Kata bu Wiwik, ikatan itu untuk menjaganya dari tangannya yang suka menyiksa dirinya sendiri. Saat itu, Freddy sedang duduk menghadap jendela. Ia termasuk penderita disabilitas yang tak dapat berinteraksi dan berkomunikasi.
Di sebelah ranjang Freddy, terbaring Dwi Sono. Usianya 27tahun. Senang bertemu dengannya. Wajahnya riang dan gemar tertawa. Di ujung kakinya ada beberapa helai kaos kaki berwarna warni. Dwi suka dengan kaos kaki. Saat itu, dia mengulurkan kaos kaki ke arah Eva. Kata bu Wiwik, dia minta dipasangkan. Nah!
Dwi Nono, suka dengan kaos kaki
Freddy, penderita Microcephalus
Kami menuju ruang Fisiotherapy. Di dinding bagian luar terdapat semacam monumen bertuliskan "Fisiotherapy Hall. Lions Club Jakarta Kota". Rupanya ruang fisiotherapy itu sumbangan dari Lions Club. Diresmikan 18 Oktober 2002. Di ruang itu, anak-anak cacat di therapy belajar duduk, berdiri, dan juga berjalan. Alat-alat penunjang therapy terlihat di beberapa sudut. Di salah satu dinding, terpajang foto-foto kegiatan anak-anak selama therapy.
Ruang Fisiotherapy
Ruangan paling ujung terdapat kamar-kamar khusus dengan 1 orang saja di dalamnya. Kami masuk ke salah satu kamar, berjumpa Rasti. Usianya 34 tahun. Gadis itu sebenarnya normal, dia hanya memiliki kekurangan pada badan. Kecil, pendek, dan memiliki tulang-tulang yang lemah. Lebih banyak berbaring, jikapun duduk tak bisa lama sebab dia akan merasakan sakit. Bila ingin ke kamar mandi, dia akan memanggil dan minta di gendong. Rasti seorang yang kreatif. Di panti dia mengerjakan kerajinan tangan. Membuat bross. Ada bahan dan alat-alat di sisinya, di atas ranjang. Dengan bahan dan alat-alat itu dia membuat karya tangan. Saat kami datang, dia sedang membuat sebuah bross warna pink. Dia meladeni obrolan kami sambil mengerjakan karya tangannya. Tak lama, bross itu jadi. Eri membelinya seharga Rp 20.000. Tentu saja bukan harga sebenarnya :)
Rasti, dengan peralatan dan bahan untuk membuat karya tangan
Di ruang berkumpul, Bu Kristanti yang menjadi perwakilan panti telah tiba. Siang itu beliau berbaju warna hijau cerah, senada dengan warna kerudung yang dikenakannya Nampak begitu ramah dan menyenangkan. Eri memulai acara. Bu Kristanti memberi sambutan selamat datang. Acara sulap di mulai.
Kak Aryo pandai memberi hiburan. Anak-anak girang. Walau tak semua bisa berinteraksi, tapi saya yakin mereka bisa melihat apa yang sedang dipertunjukkan. Lena, salah satu anak panti yang cukup "normal". Dia bisa berinteraksi dengan baik, dapat mengikuti permainan sulap dengan baik. Jika menyebutkan sesuatu, suaranya kencang. Mengerti apa yang dibicarakan. Mengerti mana yang boleh dan tak boleh. Gadis kecil bernama Icha, duduk di kursi roda bersama temannya yang lebih tua (seorang laki-laki, namanya mungkin Maman)
Acara sulap cukup membuat acara berlangsung meriah. Ada badut Bunny yang gendut dan lucu,ikut menghibur anak-anak panti dengan kostumnya. Tak cuma anak panti, teman-teman SC juga dibuat tertawa deh ya. Itu Endang dan Wina haha hihi menyaksikan rangkaian sulap. Termasuk saya :D
Sulap berakhir, Nadiah dan Edo baru tiba. Kotak-kotak makanan segera dibawa ke meja besar di tempat kami berkumpul. Meja pun penuh. Ditambah pula 3 loyang kue bertabur buah, nampak segar menggoda. Satu kue bertuliskan Selamat Milad Satu Cinta. Aha! Event SC kali ini memang bertepatan dengan milad SC yang ketiga. Tepatnya 20 Maret 2013 lalu.
Di meja, seorang anak (dewasa sih) bernyanyi sambil menutup wajah. Lyricnya seperti ini (Mas Eqo yang ingat) : "Ooh tak mungkin...tak mungkin aku kembaliiii... (Koes Ploes bukan yaaaa?) Mas Eqo tuh yang tahu :D
Adzan Dzuhur berkumandang. Makan siang belum di mulai. Nadiah nampaknya memasuki ruangan-ruangan untuk melihat kondisi anak-anak. Sementar kami menuju musala yang masih berada dalam area panti. Sekelarnya, baru makan dan potong kue. Oh iya, hari ini bertepatan pula dengan ulang tahunnya Yayuk, anak panti asal Palembang yang wajahnya bagi saya terlihat sangat normal. Dia putih dan cantik. (maksud saya normal, karena biasanya wajah anak-anak di panti "agak berbeda")
Uang sumbangan dari teman-teman Satu Cinta sebesar Rp 7.500.000,- telah diserahkan ke panti. Diterima oleh bu Kristanti sebagai perwakilan panti. Satu Cinta menerima tanda bukti penerimaan. Saya memotretnya sebagai bukti buat teman-teman yang berhalangan hadir siang tadi ^_^
Sebelum pulang, kami berfoto bersama bu Kristanti di depan panti. Di
sana juga kami berpisah, mengusaikan kunjungan. Namun tak berarti kasih
dan peduli juga usai. Semoga akan ada lagi tangan-tangan ringan yang
akan membantu anak-anak di panti ini. Sebab saya sendiri yakin betapa
besar biaya yang panti perlukan untuk merawat dan memelihara anak-anak
itu. Makan, pakaian, obat-obatan, serta operasional panti sehari-hari.
Apalagi kabarnya, panti sudah tak lagi mendapat bantuan dari pemda.
Selama ini hanya mengandalkan donasi dari para donatur.
Jika teman-teman peduli, entah darimanapun kalian berada dan berasal,
kalian bisa bantu orang-orang di panti ini dengan menyumbang makanan,
pakaian, barang seperti selimut, kelambu, alat2 dapur, perabot rumah
tangga, peralatan kebersihan (sabun, karbol, sapu, kain pel), peralatan
kantor (alat tulis kantor, elmari arsip, meja kursi), peralatan hiburan
(buku bacaan, alat menjahit, alat olah raga), serta obat-obatan.
Bantuan dapat dikirim langsung ke:
WISMA TUNA GANDA
Jalan Raya bogor Km.28,5 Palsigunung Telp: 021-8710063
Yayasan Rumah Piatu Muslimin
Jl.Kramat Raya No.11 Jakpus Telp: 021-3106848, 3107901
Transfer melalui bank:
BNI 1946 Cabang Kramat No Rek: 10529077 a/n: Lembaga Rumah Piatu Muslimin
Bank Mandiri Cabang Gedung Alia No Rek: 123.006.0000033 a/n: Lembaga Rumah Piatu Muslimin
Kepada semua sahabat Satu Cinta yang telah mendukung kelancaran dan kesuksesan event kali ini, saya pribadi dan tentunya semua teman yang terlibat, mengucapkan terima kasih atas partisipasinya dalam bentuk donasi, doa, dan dukungan yang tiada henti.
Selamat berulang tahun yang ke 3 untuk Satu Cinta.
Teruslah besar dengan semangat dan rasa peduli untuk berbagi kepada sesama.
Bukti sumbangan
Menonton Sulap
Ibu-ibu panti di ruang cuci setrika pakaian anak panti
Nama dan foto anak-anak panti
Tulisan ini saya posting juga di blog Komunitas Satu Cinta