Perjalanan panjang dari Bandara International Minangkabau (BIM) menuju Bukit Tinggi masih berlanjut. Tepat pukul 14.30 saya tiba di Ngarai Sianok, atau biasa disebut Lembah Pendiang. Sebuah lembah yang luar biasa indah, hijau, subur, namun juga curam. Tebing-tebingnya bagai tembok raksasa yang mengepung siapapun yang berada di celah-celahnya. Di dasarnya mengalir sebuah anak sungai yang berliku-liku menelusuri celah-celah tebing. Di latar belakangnya, berdiri gagah Gunung Singgalang dan Gunung Merapi.
Ngarai Sianok terletak di perbatasan kota Bukittinggi, kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Lembah ini memanjang dan berkelok sebagai garis batas kota dari selatan ngarai Koto Gadang sampai di Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir sampai Palupuh. Untuk mencapai tempat ini hampir menempuh jarak sejauh 90km dari BIM. Kalau saya hitung-hitung sejak tiba pukul 09.50 di BIM, dan tiba pukul 14.30 di Ngarai Sianok, mungkin sekitar 4 jam waktu untuk mencapai tempat ini. Sedang jarak dari Ngarai Sianok ke kota Bukit Tinggi tersisa 1km lagi.
Ngarai Sianok sangat familiar ditelinga saya. Dalam beberapa bacaan di buku maupun media online, obyek wisata ini begitu populer. Karena itulah lembah menawan ini menjadi tujuan favorit saya selama mengunjungi Ranah Minang
Dari berbagai sumber yang saya baca, disebutkan bahwa lembah ini dalamnya sekitar 100m membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan Pulau Sumatera menjadi dua bagian memanjang (Patahan Semangko). Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau –hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal)– yang dialiri Batang Sianok (batang berarti sungai, dalam bahasa Minangkabau) yang airnya jernih. Di zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai.
Driver menunjukan sebuah tempat kepada saya, yang memungkinkan saya untuk berfoto dari dasar lembah, yakni sebuah jembatan dimana air sungai mengalir jernih dibawahnya. Dan benar saja, dari tempat itu saya bisa mengabadikan dinding-dinding jurang. Ohiya, pinggiran jurang itu bukan batu lho, tapi tanah. Dan tentu saja, kapan waktu bisa longsor :)
Sungai di lembah Sianok berair jernih. Airnya bersih. Mengalir hingga jauh. Tidak dalam. Bisa dilalui dengan kaki. Bahkan ditepiannya yang berbatu itu, sebuah jeep sedang ber-off road ria. Beberapa wisatawan sedang bermain air. Berfoto. Berpose. Memotret. Dan, terpana. Ah itu sih saya hehe
Sungai (Batang) Sianok katanya bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yg disaranai oleh suatu organisasi olahraga air “Qurays”, dengan rute tempuh yaitu dari Desa Lambah sampai Desa Sitingkai Batang Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Kata driver, di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Fauna seperti monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, serta tapir, bisa dijumpai di lembah ini. Yang jelas-jelas sudah saya lihat saat itu adalah monyet dan siamang. Yang lainnya belum, kecuali saat di kebun Binatang di Bukit Tinggi. Ada Tapirnya segala :)
Berikut sajian foto dari kamera sederhana saya:
Share this
Give us your opinion