Es Selendang Mayang adalah minuman asli Betawi yang berisikan potongan serupa puding yang berwarna hijau, putih dan merah. Disajikan dalam gelas yang dicampur dengan santan, gula aren, dan es batu. Diminum kala cuaca terik, hmmm….segaaaar.
Katanya, Es Selendang Mayang tak mudah ditemukan di Ibu Kota. Benar atau tidaknya saya tak bisa memastikan karena sebelumnya saya tak tahu ada es bernama Selendang Mayang. Menurut cerita abang penjual yang saya jumpai siang itu, es ini bisa ditemukan di tempat-tempat tertentu seperti daerah Jatinegara dan Manggarai. Atau, di event-event tertentu seperti saat perayaan hari jadi kota Jakarta, di PRJ misalnya. Atau bisa juga di kawasan kota Tua Jakarta.
Seperti siang itu, saya tak sengaja menemukan penjual Es Selendang Mayang di area Gouverneurs Kantoor atau Musium Sejarah Jakarta. Tepatnya di halaman belakang, dekat koperasi Musium Sejarah Kota. Di tempat itu hanya ada satu penjual es selendang mayang. Penjualnya bercelana batik, mengenakan kain serupa selendang yang dililitkan di pinggang, berkopiah putih, dan di baju kaosnya bertuliskan Kota Tua. Aiih…mungkin memang sengaja berjualan disana ya. Karena dengan berjualan disana, pengunjung dapat melepaskan dahaga dengan minuman khasnya yang menyegarkan.
Es Selendang Mayang itu di taruh di dua keranjang serupa pikulan. Satu keranjang tempat potongan puding, keranjang lainnya tempat santan dan gula aren. Harganya Rp 5000/cup. Kalau di PRJ, kata teman saya harganya Rp 3000/cup. Mungkin karena tempatnya lebih ekslusive kali ya :D Sebab pembelinya hanya pengunjung musium. Tempatnya bersih, juga teduh. Maklum, disana banyak pohon tua yang rindang. Menikmati es selendang mayang sambil duduk di bangku yang berjejer di teras rumah Betawi Jadoel..aiih…
Disamping penjual Es Selendang Mayang, terdapat pula satu-satunya penjual Kerak Telor. Mereka berdampingan. Kerak Telor juga merupakan makanan khas Betawi yang terbuat dari campuran beras ketan putih, telur bebek, serundeng dan tambahan ebi. Rasanya pedas-pedas gurih. Kalau saya perhatikan, kedua penjual kuliner khas Betawi ini mengenakan kostum yang serupa (tapi yang satunya berbaju kaos tanpa tulisan Kota Tua). Hmm…menarik.
Sebagaimana pengunjung musium lainnya, saya juga ikut membeli Kerak Telor. Kebetulan sedang dipuncak siang. Mau nyari makan di luar musium, duh..panasnya. Kan mesti jalan ya. Sekedar mencegah lapar agar tak melilit, seporsi kerak telor dan segelas es selendang mayang, lebih dari cukup untuk penghilang lapar dan haus. Oh iya, satu porsi kerak telor harganya Rp 15.000,-
Menikmati makanan dan minuman khas Betawi ditempat bersejarah, di antara pengunjung yang sopan dan ramah, tak terkecuali pengunjung asing yang berasal dari Belanda (ketahuan ya dari bahasanya), juga Prancis (kata guidenya), dan sesama pribumi lainnya, sesuatu yang ga biasa. Norak mungkin saya ya, tapi yang saya rasakan memang beda. Pernah menikmati kerak telor di PRJ, aduh…bukannya dapat pengalaman yang mengesankan, yang ada malah kecewa. Makannya kok jadi ribet ya. Ya karena piring daunnya lah. Rasa panasnya. Ditambah orang yang hilir mudik dan bergegas. Suasana yang hiruk pikuk, bikin saya jadi ga nyaman. Rasa kerak telor ikut-ikutan jadi ga enak di lidah. Rasanya juga kok jadi pedas banget. Sempat berkata: “makanan apaan ini??”
Sepertinya, suasana yang baik, mendukung enak atau tidaknya lidah kita menikmati sesuatu ya. Kalo kemaren, saya baru betul-betul bisa menikmati apa itu kerak telor. Dan beneran baru tahu kalo ada es bernama Selendang Mayang. Moga orang asli Betawi dapat terus mempertahankan warisan kuliner budaya leluhurnya tersebut.
Oh iya walau sudah telat, saya ucapkan selamat ulang tahun ya untuk kota Jakarta :)