Hari pertama keliling Belitong, saya dan mbak Samsiah langsung dibawa menjelajah Belitung Timur. Tour dimulai sejak jam 9 pagi dengan mengunjungi SD Laskar Pelangi, Museum Kata Andrea Hirata, Sanggar Batik Simpor, Kampung Ahok, hingga Klenteng Dewi Kwan Im. Namun sebelum mencapai semua tempat itu, kami diajak mencicip Mie Belitung di Kota Tanjung Pandan terlebih dahulu. Kuliner andalan Belitung yang satu ini, selain lezat, juga mengenyangkan. Lebih dari cukup untuk mengganjal perut hingga jam makan siang tiba.
Perjalanan terasa agak panjang. Dari kedai Mie Belitung hingga replika SD Laskar Pelangi kami tempuh selama 2 jam. Dari sana perjalanan berlanjut ke Museum Kata, Kampung Ahok, dan sanggar batik Simpor. Total waktu tempuh sekitar 3 jam. Kami beruntung punya Bang Romi, guide sekaligus supir dengan selera humor yang bagus. Banyak canda yang terlontar sepanjang perjalanan. Ia pandai bercerita dan membuat kami tertawa. Perjalanan jadi tak terasa membosankan.
Saat di Sanggar Batik Simpor, waktu sudah menunjukkan jam 13.50. Ini artinya sudah lewat jam makan siang (ku). Tapi untunglah tidak sampai merasa terlalu lapar karena sudah diganjal lebih dahulu dengan Mie Belitung. Ditambah sedikit cemilan dan kopi di “Warung Kupi” yang ada di dapur Museum Kata, makin samar saja rasa lapar yang ada. Meskipun begitu, lidah dan perut ini tetap merindukan nasi. Bukan sekedar ganjalan-ganjalan semu :D
Perjalanan terasa agak panjang. Dari kedai Mie Belitung hingga replika SD Laskar Pelangi kami tempuh selama 2 jam. Dari sana perjalanan berlanjut ke Museum Kata, Kampung Ahok, dan sanggar batik Simpor. Total waktu tempuh sekitar 3 jam. Kami beruntung punya Bang Romi, guide sekaligus supir dengan selera humor yang bagus. Banyak canda yang terlontar sepanjang perjalanan. Ia pandai bercerita dan membuat kami tertawa. Perjalanan jadi tak terasa membosankan.
Saat di Sanggar Batik Simpor, waktu sudah menunjukkan jam 13.50. Ini artinya sudah lewat jam makan siang (ku). Tapi untunglah tidak sampai merasa terlalu lapar karena sudah diganjal lebih dahulu dengan Mie Belitung. Ditambah sedikit cemilan dan kopi di “Warung Kupi” yang ada di dapur Museum Kata, makin samar saja rasa lapar yang ada. Meskipun begitu, lidah dan perut ini tetap merindukan nasi. Bukan sekedar ganjalan-ganjalan semu :D
Selimut asap |
Berjuang memadamkan api |
Selepas melihat-lihat
rumah megah Pak Ahok, perjalanan dilanjutkan menuju Rumah Makan Fega.
Bang Romi mengantar kami ke sana melewati
perkampungan kerontang dengan lubang-lubang bekas tambang timah yang
dibiarkan menganga. Ada suatu kawasan terbuka yang ditumbuhi semak liar
dan ilalang tampak diselimuti asap. Mobil kami melambat, sejenak
memperhatikan kerumunan di depan. Ada mobil pemadam api dan petugas yang
sibuk menyemprotkan air. Rupanya ada kebakaran lahan. Tak ada yang kami
lakukan selain lewat lalu segera pergi meninggalkan tempat itu.
Lokasi Rumah Makan Fega masih di Belitung Timur. Di dekat rumah makan ini terdapat bundaran dengan tugu cangkir kopi yang dinamakan Tugu 1001 Warung Kopi. Tugu ini simbol masyarakat Belitong yang gemar ngopi. Isyarat pasti budaya orang melayu yang tak lekang oleh waktu.
Tugu 1001 Warung Kopi |
Rumah Makan Fega terkenal seantero Belitong. Dapat dipastikan setiap wisatawan yang berkunjung ke Belitong akan mampir ke rumah makan ini. Banyak menu andalan yang bisa dinikmati. Namun yang pasti, sajian Gangan jadi menu favorit yang tak boleh dilewatkan di sini.
Rumah makan ini asyik, ada taman dengan banyak tanaman bunga, pohon rindang, serta danau yang sejuk. Rasanya teduh. Rumah makan ini memang berada di tepi danau. View-nya ciamik, bikin suasana bersantap jadi terasa nyaman, indah dan asri.
Kami punya meja yang sudah di pesan. Tinggal duduk dan menanti makanan yang juga sudah dipesankan. Bang Romi pergi ke meja lain, tak bersama kami. Saya mengajaknya makan satu meja, tapi dia menolak. Sudah beberapa kali saya memaksa, tapi tetap ia tak mau. Mungkin ia merasa tak sopan duduk makan bersama tamu. Padahal, bagiku ia tak ada bedanya dengan kami. Harusnya makan bareng. Pasti lebih terasa bagai saudara dan keluarga, ketimbang sebatas hubungan antara turis dan supir.
Sebelum makanan terhidang, saya dan mbak Iah berkeliling mengambil gambar. Tempat ini memang bagus. Suasananya pun seperti di rumah. Kami ke dermaga, ternyata di sana suasananya lebih asyik lagi. Rumah makan terlihat menjorok ke danau, bagian depannya berbentuk seperti kapal.
Pengunjung siang itu cukup ramai. Beberapa bus datang bersama rombongan wisatawan. Ada juga yang datang dengan mobil-mobil sewaan seperti kami. Faktor ramai inilah yang membuat pesanan jadi agak lama diantar. Mungkin hampir 30 menit kami menunggu, makanan baru tersaji. Lama, tapi agak tak terasa karena kami banyak menyibukkan diri dengan mengambil foto.
Ikan bakar dan udang goreng crispy |
Cah kangkung |
Es teh manis |
Yang dinanti akhirnya tiba. Nasi beserta cah kangkung, ikan bakar, udang goreng, dan gangan terhidang di meja. Buat kami berdua, porsinya tampak berlebih. Siapa yang akan menghabiskannya? Kami berpandangan. Teringat bang Romi. Saya langsung telpon dia untuk gabung saja biar tidak mubazir. Lagi-lagi menolak. Ah sudahlah.
Gangan. Kamu tahu gangan? Awalnya saya sendiri pun tak tahu karena belum pernah makan. Dari foto-foto yang sayau lihat di internet, penampakan gulai ikan satu ini mirip masakan pindang. Tapi kata orang, itu bukan pindang melainkan sup. Tapi sungguh saya tidak percaya itu masakan sup :D
Baiklah, sekarang saya melihat Gangan. Kuahnya kuning, kaya rasa dari campuran beberapa bumbu. Di dalamnya ada potongan ikan tenggiri. Baru melihatnya saja saya sudah menelan ludah. Bagaimana jika sudah mencicipinya? Mungkin mangkuknya yang akan ikut saya telan :))
Setelah saya cicipi, gulai ini ternyata punya sensasi rasa segar, asam, gurih, dan rasa pedas yang menggigit. Untuk sensasi rasa tersebut, ada bumbu yang sangat mudah ditebak yaitu kunyit, cabai rawit merah pedas, asam, serta potongan nanas muda. Bumbu-bumbu inilah yang kemudian meresap ke dalam daging ikan yang agak berlemak. Dimakan dikala hangat, juga nasi hangat, terasa betul nikmatnya.
Di sini banyak olahan seafood. Dari ikan, udang, cumi-cumi, hingga kerang. Bagi yang alergi seafood bisa makan ayam, tahu, atau tempe. Jadi jangan kuatir tak ada yang dimakan karena ada sajian lain selain seafood. Kalau tidak punya alergi, nikmati Gangannya sampai puas karena inilah masakan paling khas dari Belitong. Kalau cumi goreng atau tenggiri bakar mudah dijumpai di rumah makan manapun di luar Belitong, kalau Gangan jelas spesial. Apalagi di makan di tempat asalnya seperti ini.
Tidak afdol berwisata kuliner di Belitong tanpa mencicipi masakan Gangan. Jadi, kamu mesti cobain ini kalau ke Belitong. Soal tempatnya bisa di mana saja. Tidak harus di Rumah Makan Fega. Tapi kalau kamu berkunjung ke Rumah Makan Fega, pastikan Gangan ada dalam daftar pesananmu.
Di sini di Rumah Makan Fega, mencicip Gangan bareng Viscatour.com |
~ Belitong, 11 September 2015
*Semua foto dokumentasi Katerina
Jalan-jalan itu, yang nikmat memang mencicipi kuliner lokalnya. Mantap ya, mbak.
BalasHapusPasti saya akan ke sana kalau tandang ke Belitung lagi. Menu dan suasana rumah makannya terlalu sayang untuk dilewatkan! Terima kasih buat rekomendasinya. Jadi agak menyesal tidak tahu ini lebih awal karena seandainya saja saya tahu ini lebih dulu, maka saya pasti akan jalan kemari :hihi.
BalasHapusAku kok kurang bisa merasakan nikmat nya gangan, 5x ke belitung dan mencoba gangan di berbagi resto berbeda tp tetep ngak nyambung ama selera lidahku. Menurutku sop kuah kuning paling enak masih mak beng bali #bedaSelera.
BalasHapusYg enak di belitung menurut gw SUTO MakJanah + peyek udang yg masih anget
kenapa nggak coba telp aku? insya Allah klo ikan bakar, udang dan cah kangkung sih insya Allah masih muat hehehe
BalasHapusKebayang ikan segar dengan bumbu khasnya...Belitung benar-benar memanjakan para pecinta kuliner ya mba :)
BalasHapusCak kangkung itu kayak nasi goreng, ada dimana mana. aku biasanya kurang suka klo ikannya di buat kayak soup gini, sukanya digoreng atau dibakar. tapi pingin cobain gangan siapa tahu cocok.
BalasHapusUniknya Belitong ini. Udah batu satam jadi ikon eh gelas pula dijadikan patung hehehe
BalasHapusikan bakarnya ya ampun :( enak banget sepertinya! ikan gangan nya aku kira pake santan ngeliat dr warna kuningnya. tapi kok seger banget keliatannya :( sedihh jadi pengen banget :((
BalasHapusada yang lebih lezat, mbak. 'gangan pelandok', kuah dan bumbunya sama dengan gangan ikan hanya pakai daging kancil. kalau sekarang agak susah nyarinya, hehehehe. ^,^
BalasHapus